Sasuke mematikan lampu kamar mandi dan berjalan ke tempat tidur. Sambil menarik selimut, ia berbaring dan merasakan Sakura meringkuk padanya dalam kamar mereka yang gelap itu. Menarik istrinya lebih dekat, ia menghela napas dengan puas. Malam itu adalah malam kedua mereka di rumah baru dan Sasuke dan Sakura masih menyesuaikan diri dengan kehidupan di luar apartemen mereka.
Mereka berbaring diam selama beberapa menit, selain suara mobil lewat dan anjing menggonggong di kejauhan, mereka merasa seperti mereka benar-benar hanya berdua di dunia ini.
"Benar-benar sunyi di sini," ucap Sasuke dengan pelan di dalam kegelapan.
"Aku setuju," Sakura mengakui. "Selain rumahku di Hakodate, ini adalah satu-satunya rumah lain yang pernah aku tinggali. Kurasa aku sudah terbiasa dengan suara berisik orang lain di sekitarku."
"Asrama, apartemenku di Sapporo, apartemenku di sini, lalu apartemen bersamamu... Shit, rumahku di Hakodate bahkan tidak sesepi ini karena suara dari mulut ibuku."
Sakura bergidik, bayangan tinggal di rumah yang sama dengan ibu Sasuke merupakan pemikiran yang mengerikan. "Aku tidak mengira betapa sepinya di sini."
Sasuke tertawa kecil. "Tidak ada TV yang menggelegar, tidak ada bau menjijikkan yang menyelinap dari bawah pintu, tidak ada suara langkah kaki dari atas, tidak ada Natsumi-baasan."
"Sasuke-kun!" Sakura menegur. "Kau tahu aku menyukai dia. Dia tetangga yang baik."
"Ya ya, Sayang," Sasuke menarik Sakura lebih erat ke arahnya dan memberikan ciuman di bahu istrinya. "Dia tetangga yang baik sampai dia mengaku menempelkan telinganya ke dinding sementara aku membuatmu meneriakkan namaku setiap malam."
Sakura mengerang. "Dia tidak sengaja mendengar kita sedang bercinta, Sasuke-kun! Dan bisakah kau tidak selalu kasar begitu?"
Sasuke mengabaikan pertanyaan Sakura dan sebaliknya, memiringkan kepalanya ke arah Sakura dan mencium bibir wanita itu. Tangannya bergerak di tubuh Sakura, menyingkap gaun tidur Sakura untuk menyelipkan tangannya di punggung bawah istrinya. "Apa kau senang kita pindah?" tanya Sasuke, napasnya terasa panas di telinga Sakura.
Sakura meringkuk lebih dalam ke arah Sasuke, mengerang sedikit ketika tangan Sasuke mencari jalan ke celana dalamnya. "Aku... sangat-sangat senang."
Sakura berguling hingga ia berbaring telentang dan Sasuke segera menyingkap gaunnya ke atas, satu tangan Sasuke bergerak ke atas untuk menangkup payudara Sakura, sementara tangannya yang lain bergerak di antara paha istrinya.
"Coba tebak, Sayang?" Suara Sasuke serak beberapa menit kemudian ketika ia memutar dua jari di dalam Sakura, membuat wanita itu menggeliat dan mengerang keras.
"A-Apa?" Sakura terengah-engah.
"Kau bisa meneriakkan namaku sekeras yang kau mau... tidak ada yang bisa mendengar kita sekarang."
Dengan gemetar, Sakura memeluk Sasuke tepat ketika pria itu memasukinya. Beberapa saat kemudian, ketika punggung Sakura melengkung dan ia meneriakkan nama Sasuke lebih keras daripada yang pernah Sasuke dengar sebelumnya, Sasuke menggeramkan nama Sakura saat orgasmenya sendiri datang. Ya, pasti ada hal yang sangat menyenangkan untuk tinggal di sebuah 'rumah'.
***
Lima hari setelah pindah, Sasuke memutuskan bahwa satu-satunya hal yang ia lewatkan tentang tinggal di apartemen adalah akses perjalanan yang mudah. Lalu lintas di rumah baru mereka sangat menyebalkan dan membuatnya kesal ketika ia sampai di rumah. Ia menggertakkan giginya mengingat lalu lintas yang bergerak lambat di sekitar lingkungan mereka ketika ia berjalan ke dalam rumah dan melepas sepatunya—karena Sakura telah membuat aturan 'tidak ada sepatu di karpet baru' yang membuatnya gila.
Tapi ia merasakan kekesalannya menyingkir dari tubuhnya ketika ia mendengar senandung datang dari lantai atas. Sambil menyeringai mendengar suara lembut Sakura, ia menaiki dua anak tangga sekaligus dan mendapati wanita itu berdiri di dalam kamar tidur yang masih kosong, yang akan menjadi kamar anak. Bersandar pada kusen pintu, Sasuke menyilangkan tangan dan mengawasi istrinya. Sakura berdiri memunggungi Sasuke dan menghadap ke dinding kosong, bersenandung dengan lembut sambil menggerakkan tangannya seperti sedang membayangkan sesuatu.
"Sayang?"
Sakura berbalik dan melemparkan senyum pada Sasuke sebelum berjalan mendekat dan menenggelamkan dirinya ke pelukan suaminya. Sasuke mencium Sakura dengan panas, tangannya bergerak ke bawah untuk mencengkeram pantat istrinya, sebelum menarik diri dan mengecup hidung istrinya itu.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Sakura berbalik dan memandang ruangan itu. "Visualisasi!"
Umm. Oke. "Memvisualisasikan apa, tepatnya?"
Sakura keluar dari pelukan Sasuke dan berdiri di tengah ruangan. "Perabotan, warna dinding, tempat aku ingin meletakkan kursi goyang dan meja, karpet besar yang cantik, dan lain-lain. Ada begitu banyak yang harus dipersiapkan!"
Sasuke tertawa kecil. "Sayang, kau baru hamil 13 minggu. Kita masih punya banyak waktu. Lagipula, kita bahkan belum tahu apa jenis kelamin anak kita, jadi kita tidak bisa merencanakan apapun, serius."
"Tapi saat kunjungan dokterku beberapa minggu lagi, dia pasti bisa memberitahu apa jenis kelamin anak kita, jadi kita harus siap!" Mata Sakura terbelalak, matanya melesat ke sekeliling ruangan saat ia membayangkan tempat tidur dan tirai yang akan menutupi jendela.
Sasuke melangkah masuk ke kamar dan melingkarkan lengannya di pinggang Sakura, "Jadi kau ingin tahu jenis kelamin anak kita? Tidak ingin menjadikannya kejutan?"
Sakura menggigit bibirnya dan berpikir sejenak. "Aku suka kejutan. Tapi kupikir aku lebih baik bersiap-siap. Jadi ya, aku ingin tahu lebih awal." Ia menatap Sasuke, "Bagaimana denganmu?"
"Tidak tahu... kurasa begitu. Maksudku... itu akan membuat semua ini terasa lebih nyata..." ucap Sasuke tidak bisa mendeskripsikan perasaannya. Sakura dengan lembut menepuk-nepuk tangan suaminya itu. Sasuke menundukkan kepalanya dan memeluk Sakura erat sebelum berbisik di telinga istrinya, "Aku benar-benar kelaparan. Ayo pergi makan malam."
"Kedengarannya luar biasa! Kurasa kita harus pergi ke Applebee's!"
"Applebee's, Saku? Kau yakin?" Sasuke jelas skeptis dan alisnya berkerut tak percaya.
Sakura terkikik. "Tentu saja. Untuk alasan apa pun, aku menyukai Applebee sejak aku hamil. Kurasa ini membuktikan bahwa yang ada di perutku ini benar-benar anakmu."
Sasuke mendengus. "Itu berarti kau sedang mengandung bocah keren yang ingin makan sama seperti Ayahnya."
Sakura meletakkan tangannya di atas perutnya dan tersenyum. "Mungkin..."
"Baiklah, aku sudah kelaparan... ayo pergi. Kita bisa mengobrol di jalan, Sayang." Menempatkan lengannya di pergelangan tangan Sakura, Sasuke menarik istrinya menuruni tangga dan keluar dari rumah. Jika istrinya menginginkan Applebee, ia tidak akan mengeluh. Lagipula, tujuannya dalam hidup adalah untuk membuat istrinya bahagia—dan rumah baru mereka hanya dua mil dari Applebee. Serius, betapa hebatnya ini?
***
Pada Kamis malam, di awal minggu ke-15 kehamilan Sakura, Sakura dan Sasuke, bersama dengan Ino, sepakat untuk makan malam di apartemen Sasori. Sasuke keluar dari kamar mandi, menyampirkan handuk besar berwarna biru di pinggangnya, dan melangkah masuk ke kamar tidur. Tapi kemudian ia mendapati dirinya berhenti mendadak. Sakura tidak menyadari kehadirannya, istrinya itu berdiri di depan cermin hanya dengan celana dalam berwarna ungu dan tangannya terbuka membingkai perutnya. Sakura merasakan kehadiran Sasuke dan berbalik, wajahnya memerah karena malu.
"Aku... aku rasa perutku sudah mulai terlihat menonjol, Sasuke-kun," ucap Sakura pelan ketika ia meletakkan tangannya di atas perutnya.
Onyx Sasuke bergerak turun dari wajah Sakura, melewati payudara wanita itu, dan turun ke tempat tangan wanita itu beristirahat. Ia juga bisa melihatnya; tonjolan perut Sakura yang rata nyaris tak terlihat di antara kedua tangan wanita itu yang kecil. Dadanya tiba-tiba terasa sesak dan ia menarik napas dalam-dalam untuk meratakan napasnya. Ia merasa terpecah antara nafsu yang tak terkendali dan sisi kelembutan yang ekstrim. Ia sedang menonton istri seksinya berdiri di sana telanjang... tapi ia juga fokus pada perut istrinya. Pada bayi mereka. Pada bayinya.
Istrinya sangat... fuck... ia tidak mendeskripsikannya pada saat itu.
"Ya, Sayang. Aku bisa melihatnya," jawab Sasuke serak ketika ia berjalan mendekat dan berdiri di belakang Sakura. Tangannya meluncur turun ke lengan Sakura, ujung jarinya dengan lembut membelai lengan Sakura sebelum melingkar di perut wanita itu. Sakura menatap mata suaminya di cermin.
"Aku tidak mengira perutku akan terlihat sekarang tapi aku membaca di internet bahwa ini bisa terjadi kapan saja. Dan dengan tubuhku yang kecil, tidak dapat dihindari bahwa perutku akan terlihat lebih awal. Benar-benar tidak ada tempat bagi bayi kita untuk bersembunyi." Sakura menoleh dan memandang pada Sasuke, matanya gelap karena khawatir. "Apa kau masih akan mencintaiku ketika aku besar dan gemuk, Sasuke-kun? Karena sekarang perutku sudah terlihat menonjol dan itu akan menjadi lebih besar lagi ke depannya. Aku tidak akan bisa memakai lingerie seksi yang kau sukai. Dan semua gaunku akan terlihat konyol padaku."
Mata hijau Sakura yang besar, begitu penuh kekhawatiran, bertemu dengan mata onyx Sasuke dan Sasuke hampir menertawakan tingkat kekhawatiran yang konyol di mata istrinya. Ia membungkuk dan dengan lembut mencium pelipis Sakura.
"Kau seksi, Sayang. Kau selalu begitu. Dan kau akan semakin cantik saat perutmu semakin besar. Di dalam dirimu itu adalah anakku... Aku belum pernah melihat sesuatu yang begitu indah sepanjang hidupku. Dan kau lebih baik membeli pakaian hamil karena kau akan menjadi seksi dengan pakaian itu, tidak peduli berapa pun ukuranmu."
Sakura berbalik dan menatap Sasuke. Melihat tatapan berair di mata Sakura, jantung Sasuke terasa mengencang. Aku sangat beruntung, adalah satu-satunya yang di pikirankan Sasuke ketika Sakura menarik kepalanya ke bawah untuk sebuah ciuman. Lengan Sasuke mengitari pinggang Sakura dan bergerak ke pantat istrinya, meremasnya dengan erat ketika istrinya itu menciumnya. Ketika Sakura menarik diri, wanita itu berbisik, "Aku mencintaimu, Sasuke-kun."
Sasuke menyentuh leher Sakura dengan hidungnya dan menjawab, "Aku juga mencintaimu, Saku. Sekarang kenakan pakaianmu atau aku tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi selanjutnya."
Sakura mengangkat alisnya dan tersenyum, "Itu kedengarannya bagus, Sasuke-kun. Aku akan mengirim pesan ke Ino dan memberitahunya bahwa kita akan terlambat."
Melangkah keluar dari pelukan Sasuke, Sakura meraih ponselnya dan mengetik pesan singkat pada Ino. Sasuke menatap istrinya dengan tak percaya. Sakura tidak pernah suka terlambat pergi kemanapun. Dan istrinya itu tidak akan pernah, untuk alasan apa pun, menunda sesuatu hanya untuk berhubungan seks. Tapi ketika Sakura berbalik ke arahnya dan melepas celana dalamnya, ia menyadari bahwa ia tidak lagi berurusan dengan Sakura yang normal. Sakura yang hamil adalah sisi yang sangat berbeda, dan ia akan menikmatinya. Sambil mengangkat istrinya, Sasuke dengan lembut membaringkannya di tempat tidur dan melepas handuk, melemparnya ke karpet mewah di kamar mereka. Sakura melihat tatapan terangsang di mata suaminya dan terkikik. Mungkin fakta bahwa perutku mulai menonjol bukan hal yang buruk?
***
Satu setengah jam setelah mereka seharusnya tiba di rumah Sasori, Sasuke dan Sakura akhirnya tiba di sana. Ketika mereka berjalan masuk ke apartemen, bergandengan tangan, Ino memandangi wajah Sakura yang memerah dan memutar matanya. "Apa hormon kehamilan membuatmu menjadi wanita jalang yang bergairah?" tanya Ino sambil tertawa.
Mulut Sakura ternganga dan Sasuke tertawa. Sasori hanya mengerang dari dapur dan kembali mengaduk panci besar di atas kompornya.
"Aku... aku..." Sakura tak bisa menemukan kata-kata yang tepat.
Sasuke melingkarkan lengannya dengan meyakinkan di bahu Sakura, menatap mata Ino dan berkata, "Ya, Ino, kau benar. Dan aku tidak bisa lebih bahagia lagi tentang hal ini!"
Ino menggerutu dan menambahkan, "Seolah kalian tidak pernah lebih bernafsu sebelumnya. Ya Tuhan..."
Sakura menarik kursi dan memberi isyarat agar Sasuke pergi membantu Sasori di dapur. Ino duduk di sampingnya dan berbicara sedikit berbisik. "Serius, Forehead? Apa hormon-hormon itu benar-benar membuatmu lebih bernafsu? Maksudku... aku pernah mendengarnya, tapi aku belum pernah hamil dan..."
Sambil nyengir, Sakura ikut berbisik, "Ya ampun, Pig. Aku hanya... hanya... aku tidak bisa merasa cukup! Sasuke dan aku selalu punya kehidupan seks yang sehat tapi sepertinya sekarang aku menginginkannya sepanjang waktu. Aku takut aku akan berakhir mencengkeram... miliknya... dan tidak mau melepasnya dan... kau tahu."
Ino mendengus tertawa dan Sakura menyembunyikan wajahnya di tangannya ketika ia terkikik. Sasuke dan Sasori sama-sama mendongak dari panci cukup lama untuk melempar pandangan penasaran pada pasangan mereka sebelum kembali ke percakapan normal mereka, yang sedang membicarakan atlet olahraga terbaru.
"Aku hanya... ini luar biasa. Seolah indraku menjadi lebih peka karena aku bisa mencium aroma Sasuke di bantal atau di bajunya dan aku rasanya bersedia mati untuknya. Kemarin, aku nyaris tidak memberinya waktu untuk berganti pakaian saat dia pulang dari kerja. Aku akan malu pada ketidakmampuanku untuk mengendalikan diri andai ini tidak begitu menyenangkan! Maksudku, aku sudah sangat tertarik padanya sejak aku berusia 16, jelas, tapi sekarang..." Sakura mendongak, menatap dengan penuh nafsu pada sosok suaminya sejenak sebelum melirik ke arah Ino, "Tapi sekarang? Aku bahkan tidak bisa..."
"Aku iri," jawab Ino dengan bisikan rendah.
"Kalau begitu kau harus hamil," seru Sakura.
Dari dapur, Sakura mendengar Sasori meraung, "Oh, tidak!" dan melirik tajam ke arahnya. Sakura dan Ino saling berpandangan dan kemudian tertawa, menyadari bahwa Sasori dan Sasuke telah mendengar semua yang mereka bicarakan.
Dengan seringai, Sasuke berjalan keluar dari dapur dan melangkah ke arah Sakura, ia memeluk Sakura dan berbisik di telinga istrinya, "Aku senang mengetahui bahwa kau begitu bergairah untukku, Sayang. Mau melakukannya di mobil sebelum kita pulang?"
Wajah Sakura memerah dan ia memukul dada suaminya pelan, tapi sorot matanya merespon dengan berbeda. "Sasuke-kun! Aku..." Mata hijaunya beralih untuk melihat sekeliling mereka dengan cepat sebelum ia merendahkan suaranya secara dramatis dan berbisik, "Tanyakan itu lagi padaku nanti."
Sasuke tertawa dan menjatuhkan ciuman lembut di bibir istrinya. Aku sangat beruntung.
***
"Sasuke-kun, aku sudah berpikir hari ini," ucap Sakura ketika ia menggigit saladnya pada suatu malam di minggu ke-16 kehamilannya, "Dan aku memutuskan bahwa aku tidak ingin mengetahui jenis kelamin dari bayi kita. Kurasa aku ingin ini menjadi kejutan."
Sasuke mendorong sepotong kentang goreng yang diolesi dengan saus ke dalam mulutnya dan menatap Sakura dari seberang meja. "Aku sangat ingin tahu jenis kelamin anak kita, Sayang. Kenapa kau malah ingin kejutan?"
Sakura mengangkat bahu sebelum tersenyum pada pelayan Applebee's yang datang untuk mengisi ulang tehnya. "Aku hanya... aku pikir akan luar biasa jika aku tidak tahu sampai dia lahir. Maksudku, ini akan benar-benar menjadi kejutan besar."
"Baiklah," gumam Sasuke sebelum menggigit sandwich ayamnya. "Terserah kau saja, Sayang."
***
"Aku berubah pikiran, Sasuke-kun," ucap Sakura berbisik keras ketika ia mengguncang Sasuke dari tidurnya pada jam 3 pagi.
Dengan mata merah dan mengantuk, Sasuke berbalik ke arah Sakura di tempat tidur. "Hah?"
"Kurasa aku ingin tahu jenis kelamin bayi kita! Akan lebih mudah jika kita tahu!"
Sasuke menguap dan melingkarkan lengannya di pinggang Sakura dan mengusap perut istrinya. "Ya ya, Sayang. Sekarang tidurlah. Kita harus ke dokter lima jam lagi. Kau perlu istirahat."
Menutup matanya, Sakura memaksakan diri untuk tidur lagi. Aku perlu tahu...
***
Sakura mendaftar di meja resepsionis dan kemudian mengambil tempat duduk di sebelah Sasuke, yang matanya memandang ke sekitar ruangan dengan tidak nyaman. Menempatkan tangannya di lutut suaminya, ia menenangkan, "Tenanglah. Kau tegang tanpa alasan yang jelas."
Sasuke setengah tersenyum dan bergeser di kursinya, melemparkan lengannya ke belakang kursi Sakura. "Maaf, tapi dokter itu membuatku sedikit takut. Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi di balik pintu itu."
Sakura tertawa dan mencium pipi Sasuke. "Tidak buruk, aku janji. Lagipula, kita di sini hanya untuk melakukam ultrasound. Kau tidak akan merasa jijik atau ngeri selama kunjungan ini, aku jamin. Mereka bahkan tidak akan memeriksa rahimku!"
Wajah Sasuke menjadi pucat ketika ia mencoba membayangkan orang asing memeriksa rahim istrinya. Meskipun... semakin ia memikirkannya, semakin terdengar seperti adegan awal dari salah satu film porno dan itu sebenarnya bukan hal yang buruk.
Wajah Sasuke masih menyeringai konyol ketika pintu kayu terbuka dan seorang perawat tua memanggil, "Uchiha?" Mata perawat itu memandang seisi ruangan. Sakura segera berdiri dan meraih tangan Sasuke, menyeretnya masuk.
Begitu mereka berada di dalam ruangan, Sakura diminta untuk berganti pakaian sementara Sasuke menatap poster perkembangan kehamilan di dinding. Ia merasa aneh dengan semuanya. Ini anak pertamanya dengan Sakura dan ini pertama kalinya ia akan menjadi sosok ayah yang membesarkan anaknya sendiri. Bayi ini sedikit membuatnya gugup.
Dokter yang akan melakukan ultrasound berjalan masuk beberapa menit kemudian dan tersenyum pada pasangan itu. "Halo, Sakura dan Sasuke... Bagaimana perasaanmu, Sakura?"
Dari posisinya yang berbaring di atas tempat tidur, Sakura tersenyum. "Luar biasa. Aku merasa nyaman. Aku makan dengan benar. Mual di pagi hari sudah hilang. Secara keseluruhan, aku tidak bisa meminta yang lebih baik dari ini!"
Dan dia selalu sangat terangsang, Sasuke berpikir untuk menambahkan tapi memutuskan bahwa kemarahan Sakura tidak diperlukan disini sehingga ia memilih untuk menutup mulutnya.
Dokter tersenyum hangat dan kemudian menyalakan mesin ultrasound. Ia mengoleskan gel ke perut Sakura dan meraih tongkat ultrasound. "Baiklah, ayo kita lihat bagaimana kabar bayi kalian."
Beberapa detik kemudian, gumpalan keabu-abuan muncul di layar. Dokter menghentikan gerakannya dan berkata, "Ini detak jantungnya. Sangat kuat," sebelum menggeser tongkat itu ke bagian lain dari makhluk yang bergerak di dalam perut Sakura.
Sasuke memperhatikan dengan kagum. Bayiku. Itu anakku. Ini sangat... nyata. Dia ada di sana... fuck! Mereka sudah pernah melakukan ultrasound, tapi sudah berminggu-minggu yang lalu dan ia bisa melihat bahwa bayinya sudah banyak berubah. Ia tidak bisa untuk tidak kagum dengan apa yang dilihatnya.
Sakura mengerjap beberapa kali, air mata mulai terbentuk di pelupuk matanya, ketika dokter menunjukkan lengan dan kaki bayinya.
"Apa kalian ingin tahu jenis kelaminnya?"
"Ya," jawab Sasuke cepat.
"Tidak," jawab Sakura pada saat yang bersamaan.
Sasuke menoleh ke arah Sakura, "Kau bilang kau ingin tahu, kan?"
"Maaf," gumam Sakura sambil menggigit bibir. "Aku berubah pikiran lagi."
Sasuke menghela napas keras dan dokter memandang di antara mereka berdua.
"Sasuke, aku bisa memberitahumu jika kau mau. Jika kau pikir kau bisa merahasiakannya dari Sakura, ayo ikut aku dan aku akan memberitahumu."
Sasuke tanpa ragu melompat dari kursinya, ia dengan cepat berjalan mengikuti dokter ke sisi ruangan yang sedikit jauh dari Sakura. Dokter itu melirik Sakura sebelum berbisik di telinga Sasuke.
Sakura memperhatikan seringai lebar muncul di wajah Sasuke dan ia merasa iri. Tunggu... tidak. Aku tidak ingin tahu. Aku ingin ini menjadi kejutan.
Berjalan kembali ke arah Sakura, Sasuke meraih tangan Sakura dan mencium kepala istrinya. "Luar biasa, Saku. Ini... wow."
Sakura menatap Sasuke, memperhatikan mata pria itu menjadi lebih gelap dan ia bisa mengatakan bahwa suaminya semakin emosional.
"Jika kau ingin tahu, tanyakan saja padaku. Aku akan memberitahumu," ucap Sasuke lembut, menatap gambar bayi di layar.
Dokter mencetak beberapa gambar dan mematikan mesin. "Ini foto bayi kalian. Sakura, kau perlu kembali dalam beberapa minggu lagi. Dan Sasuke, semoga kau bisa merahasiakannya!"
Sasuke menjabat tangan dokter itu sebelum dokter itu pergi, meninggalkan mereka hanya berdua. Saat Sakura berdiri, melepaskan pakaian dan menyeka gel dari perutnya. Mata Sasuke memusatkan perhatian pada perut istrinya yang akan membesar setiap hari. Bayiku... di sana. Sasuke menelan ludah, mengerjap-ngerjapkan matanya, takut ia akan mulai menangis seperti seorang gadis saat melihat foto-foto di tangannya.
Ketika Sakura mulai berpakaian, Sasuke menarik pinggang Sakura dan menarik wanita itu ke pangkuannya. "Terima kasih," ucapnya lembut, bibirnya mengecup leher istrinya.
"Untuk?" tanya Sakura, membelai kepala Sasuke pelan.
"Untuk mencintaiku dan mengandung bayiku," ucap Sasuke tulus. "Dan membiarkan aku di sini untuk ini... dan untuk masa depan kita..."
Sakura merasa dirinya mulai menangis, ia menempelkan bibirnya ke bibir Sasuke. "Kau adalah duniaku, Sasuke-kun. Hanya kau selamanya... dan sekarang dunia kita akan berkembang untuk si kecil ini dan aku tidak bisa lebih bahagia lagi dari ini."
Mereka berciuman lagi sebelum terinterupsi oleh ketukan di pintu. Menarik diri tepat saat seorang perawat masuk, perawat itu menyerahkan dokumen lagi pada Sakura dan mengucapkan salam pada mereka.
Dengan bergandengan tangan, mereka keluar dari kantor dokter, keduanya berseri-seri. Sasuke hampir mengoceh karena ia tahu apa jenis kelamin anak mereka dan Sakura senang melihat suaminya begitu bahagia.
***
Malamnya, Sakura mengenakan gaun tidur sutra tipis dan berjalan ke kamar dari kamar mandi. Sasuke memperhatikan istrinya, matanya penuh keinginan ketika istrinya itu berjalan pelan ke arahnya di atas karpet.
"Hei," ucap Sakura malu-malu, berdiri di kaki tempat tidur.
Mata Sasuke memandang Sakura dengan penuh kekaguman. "Sini, Sayang," erangnya, matanya tertuju pada garis luar puting istrinya.
Sakura naik ke tempat tidur dan mengangkang di pangkuan Sasuke. Sasuke cepat-cepat mendorong gaun tidur Sakura ke bawah hingga sepinggang wanita itu dan memutar satu puting Sakura dengan jarinya, lalu memainkan puting yang lain di antara bibirnya. Sakura melengkung ke arah Sasuke, sudah benar-benar terangsang. Ia terkejut melihat betapa cepatnya ia bisa begitu siap untuk Sasuke akhir-akhir ini. Hampir tidak butuh waktu banyak dan ia praktis langsung terangsang hanya mendengar suara suaminya.
Sasuke membalik posisi hingga Sakura berada di bawahnya dan ia menjulang di atas wanita itu, ia melahap bibir Sakura saat tangannya memutar puting istrinya itu. Dengan tidak sabar Sakura melengkungkan tubuhnya ke arah Sasuke dan tangan Sasuke bergerak ke bawah, menarik lepas celana dalam Sakura dan melemparkannya ke lantai.
Sasuke sudah sekeras batu dan akan memasuki Sakura ketika ia tiba-tiba memiliki pikiran mengerikan di kepalanya. Di dalam kepalanya, ia membayangkan penisnya masuk terlalu dalam dan menubruk kening bayinya. Bagaimana jika aku menusuk bayiku dengan penisku? Ya Tuhan... Bagaimana jika aku menyakiti bayiku? Bayangan bayinya lahir dengan lekuk besar di kening membuat Sasuke gemetar.
Sakura, yang tidak menyadari konflik internal suaminya, mengerang keras. "Sasuke-kun? Apa yang kau tunggu. Ayo masukkan!"
Fuck, aku tidak tahu harus berbuat apa! Sasuke merasa dirinya sedang sekarat... ia sangat ingin meniduri Sakura karena istrinya itu sangat panas dengan semua hormon yang berpacu di dalam tubuh mungilnya. Sakura mengendarai penisnya seperti kuda pacuan juara hampir setiap malam dan ia tidak pernah merasa cukup akan istrinya. Tapi bayi mereka... Aku tidak ingin menyakiti bayiku!
Frustrasi, Sasuke mendorong paha Sakura terbuka dan membenamkan kepalanya di antara kedua kaki istrinya. Ketika Sasuke memutar-mutar lidahnya di atas klitoris Sakura dan menyelipkan tiga jari di dalam diri istrinya itu, Sakura lupa tentang fakta bahwa suaminya tidak menyenangkan dirinya sendiri malam ini dan malah menggunakan jari-jarinya.
Setelah Sakura orgasme, ia bertumpu pada sikunya cukup lama untuk menatap Sasuke, "Itu... terima kasih, Sasuke-kun." Kemudian ia jatuh kembali ke tempat tidur, dadanya masih naik-turun.
Sasuke menarik diri dari tubuh Sakura, mencium Sakura dan membiarkan istrinya merasakan cairannya sendiri di bibirnya sebelum berbaring dan menarik selimut. "Ayo tidur, Sayang."
"Eh? Bukankah kau... akan memasukkan...?" Sakura menggigit bibirnya, menatap ereksi yang berada di balik boxer Sasuke.
"Aku baik-baik saja, Sayang... semua untukmu malam ini. Ayo tidur."
Sambil mengangkat bahu, Sakura meringkuk ke bawah selimut dan menempatkan dirinya dengan nyaman di dalam pelukan Sasuke. Dalam beberapa menit, Sakura tertidur lelap setelah orgasmenya dan Sasuke masih berbaring di sana, menatap langit-langit dan bertanya-tanya bagaimana ia akan meniduri istrinya tanpa membuat anak mereka bodoh.
Malam berikutnya, Sasuke mendapatkan tatapan yang paling dibencinya dari sekian banyak eskpresi Sakura. "Apa kau marah padaku? Apa yang kau sembunyikan? Kenapa kita tidak melakukan hubungan seks?" ucap Sakura dengan ekspresi yang membuat Sasuke merasa seperti bajingan. Untung saja Sasuke bisa mengalihkan perhatian Sakura. Jadi malam itu, setelah ia membuat Sakura orgasme dengan lidahnya dua kali, ia dengan senang hati menerima blowjob yang ditawarkan istrinya. Sakura tampak puas dengan itu dan mereka berdua tertidur pulas dan malam itu Sasuke berhasil melewati siksaan gairahnya.
Malam ketiga, ketika Sasuke pamit tidur sekitar tiga puluh menit mendahului Sakura dan pura-pura tidur ketika merasakan istrinya naik ke tempat tidur, ia merasa seperti seorang bajingan. Selama bertahun-tahun bersama, ia tidak pernah menghindari seks. Kehidupan seksnya dengan Sakura selalu luar biasa. Jauh sebelum bayi itu berada di radar mereka, ia selalu begitu bersemangat dan mau. Fakta bahwa Sakura sekarang selalu menginginkannya seperti yang dibayangkannya adalah salah satu dari banyak hal yang ia sukai dari istrinya. Jadi ya, ia merasa seperti sampah total. Tapi bayi mereka... pikirannya selalu kembali ke gambar kecil di layar dan ia diliputi ketakutan. Ia tidak bisa menyakiti bayinya.
Pagi keenam setelah tidak berhubungan seks di malam sebelumnya, Sakura tidur dan nyaris tidak memperhatikan ketika Sasuke mencium pelipisnya dan melangkah keluar untuk pergi bekerja. Namun begitu ia bangun, ia merasa sangat tertekan. Ia segera meraih ponselnya dan menelepon Ino.
"Sasuke tidak mau berhubungan seks denganku," rengek Sakura segera setelah Ino menjawab telepon.
Dari apartemen Ino beberapa mil jauhnya, Ino berguling dan bangkit dari tempat tidur, melangkah menuju ke ruang tamu. "Apa? Padahal baru beberapa minggu yang lalu, kalian benar-benar gila. Kalian berhubungan seks di mobil di garasi parkir apartemen Sasori seperti remaja 17 tahun!"
Sakura tersipu mengingat kenangan itu. Itu luar biasa. Mencoba memfokuskan kembali, ia menatap tajam ponselnya. "Tapi sejak kami pergi ke dokter minggu lalu, dia hampir tidak menyentuhku! Rasanya setelah melihat bayi kami dan tahu apa jenis kelaminnya benar-benar mematikan Sasuke atau semacamnya! Apa menurutmu dia tidak tertarik padaku lagi?"
Ino mendengus. "Forehead? Ini Sasuke. Apa kau ingat bagaimana dia sejak SMA? Apa kau ingat alasan dia pindah jauh ke Kagoshima bertahun-tahun yang lalu? Karena seks. Dan... terutama karena menyangkut dirimu! Dan oh my god! Kau tahu jenis kelamin bayimu? Kenapa kau tidak memberitahuku? Apa jenis kelaminnya?"
"Sasuke yang tahu. Aku tidak ingin tahu. Aku ingin ini menjadi kejutan. Tapi kembali ke pokok pembicaraan, fakta bahwa suamiku tidak lagi menginginkanku... apa yang harus aku lakukan?"
Ino menggerutu. "Aku tidak tahu... Apa tidak mudah untuk memikatnya? Apa yang biasanya dibutuhkan?"
Sakura menatap langit-langit saat ia meresapi pertanyaan Ino. "Well, biasanya, aku benar-benar hanya perlu mengatakan sesuatu tentang seks dan dia akan tertarik. Maksudku, aku bisa berbisik menggoda di telinganya. Dia tidak butuh banyak, kurasa."
Tawa Ino bergema melalui sambungan telepon. "Ya, begitulah! Pergi beli lingerie seksi dan rayu dia. Kau kenal dia. Dia mungkin akan langsung menidurimu di depan pintu jika kau menyapanya dengan menggoda."
Sakura memerah. Ia merasakan panas di antara pahanya dan mengangguk ketika ia berbicara lagi, "Kurasa kau benar, Pig. Sasuke tidak bisa menolak jika aku memakai lingerie. Itu membuatnya berubah tanpa kata dan bodoh. Jadi mungkin itu rencana yang akan aku ambil. Terima kasih, Pig!"
***
Ketika Sasuke tiba di rumah malam itu, rumah itu gelap dan sunyi. Setelah ia melepaskan sepatunya, ia membolak-balik surat yang ia ambil dari kotak surat di depan rumah dan kemudian melemparkannya ke atas meja. Ketika ia berbalik, ia mendapati Sakura berdiri tak jauh darinya dengan balutan bra berenda dan celana dalam merah yang serasi, dan sepatu high heels.
"Sayang?" tanya Sasuke dengan rasa ingin tahu ketika matanya menatap puting Sakura yang mengintip dari balik renda.
"Hei, Sasuke-kun." Sakura berjalan ke arah Sasuke dan onyx Sasuke meluncur ke bawah ke tubuh Sakura dan kaki jenjang istrinya, merasa dirinya langsung menjadi keras.
Fuck. Dia merayuku. Apa-apaan ini? Aku tidak bisa mengatakan tidak untuk ini. Dia sangat seksi. Aku hanya ingin langsung menidurinya di sofa.
Sasuke memperhatikan Sakura tanpa kata-kata ketika istrinya itu membuka jepitan bra di antara payudaranya. Menariknya terbuka, Sakura menggigit bibirnya ketika payudaranya sekarang tergantung bebas. Ia bersandar di dinding, jari-jarinya memainkan payudaranya, meremas dan kemudian menarik putingnya. Ia mengeluarkan erangan kecil karena tatapan nafsu dari onyx Sasuke yang tertuju padanya.
"Shit," erang Sasuke ketika ia melihat Sakura memasukkan tangan ke dalam celana dalamnya sendiri.
Sakura tersenyum sebagai tanggapan sebelum menutup matanya dengan senang ketika jarinya menyentuh klitorisnya sendiri. Ia menarik tangannya kembali, berbalik memunggungi Sasuke, ia membungkuk dan mulai menurunkan celana dalamnya. Ketika vagina istrinya tertangkap pandangannya, Sasuke bergidik dan merasakan kejantanannya mulai berdenyut. Istrinya sudah sangat basah. Butuh kekuatan penuh dalam dirinya untuk tidak menyerang istrinya pada saat itu. Melangkah keluar dari celana dalamnya, Sakura menendang celana dalamnya dan bersandar di dinding. Tangannya menemukan jalan di antara pahanya lagi dan Sasuke menyaksikan hal itu, terpaku, melihat istrinya bermain dengan dirinya sendiri di depannya.
Menggeram, Sasuke dengan cepat melangkah mendekati Sakura, mendorong tangan Sakura ke samping dan menggerakkan jari telunjuknya dengan panas ke klitoris istrinya, menekan tepat ke sisi kanan dimana titik yang istrinya sukai. Sakura memejamkan mata dan melemparkan kepalanya ke belakang, mulutnya ternganga ketika erangan parau keluar dari tenggorokannya.
"Sangat seksi, Sayang," Sasuke menggigit telinga Sakura ketika jari-jarinya membuka lipatan istrinya. Menggeser jari telunjuk dan jari tengahnya ke dalam diri Sakura, ia mendengus, "Mencoba bermain kotor dan merayuku, eh?"
Sakura mengangguk tanpa daya, tidak dapat berbicara karena jari-jari Sasuke mengenai g-spotnya berulang kali.
Kaki Sakura mulai bergetar dan ia tahu ia akan orgasme. Ia mendorong tangan Sasuke menjauh dan meletakkan tangannya di dada pria itu, mendorongnya ke sofa. Sasuke jatuh ke sofa dan Sakura mengangkangi pria itu, membuka kancing dan membuka ritsleting celana suaminya. Tangan Sakura menyelinap ke dalam boxer Sasuke dan menggenggam kejantanan pria itu. Ketika ia menarik kejantanan Sasuke keluar, ia bertemu mata dengan onyx Sasuke selama beberapa detik sebelum menundukkan kepalanya untuk menjilat dan menghisap ujung milik suaminya.
Sasuke mengerang dan jari-jarinya mencengkeram rambut merah muda Sakura untuk membimbing istrinya. Kejantanannya berdenyut-denyut ketika ia melihat tangan Sakura meluncur kembali di antara pahanya untuk menyentuh dirinya sendiri lagi. Sakura melepas kejantanan Sasuke dari mulutnya dan naik ke pangkuan pria itu. Sambil berpegangan pada tangan Sasuke, Sakura memposisikan kejantanan Sasuke di pintu masuknya dan hendak mendorong dirinya ke bawah ketika pria itu menggenggam bahunya dan mendorongnya menjauh.
"Saku, tidak. Kita tidak bisa. Kita tidak bisa melakukan ini."
Sakura tersentak menjauh dari Sasuke, memeluk dirinya sendiri dan berjalan ke sisi lain ruangan. Ketika Sasuke menatap Sakura, ada air mata di mata istrinya itu.
"Apa yang salah denganku, Sasuke-kun? Apa kau tidak menginginkanku lagi? Kau bilang kau akan tetap tertarik padaku tidak peduli segemuk apa pun aku nanti..." Sakura melirik ke bawah ke tonjolan bayi kecilnya saat air mata mengalir di pipinya.
Sasuke mengusap rambutnya dengan jari-jarinya dan menghembuskan napas dengan keras, dadanya sakit melihat istrinya menangis. "Sayang, apa... tidak... sama sekali bukan seperti itu," Ia berjalan ke arah Sakura dan meletakkan tangannya di bahu wanita itu tapi wanita itu menarik diri.
"Sudah jelas kau tidak menginginkanku lagi! Jika apa yang baru saja aku lakukan gagal untuk membangkitkan gairahmu, itu tidak akan terjadi lagi."
"Fuck, Sakura, tentu saja aku terangsang," gumam Sasuke. Ia mendongak dan bertemu dengan mata sedih istrinya. "Apa kau ingin tahu yang sebenarnya?"
Duduk di sofa, Sakura menatap lantai dengan sedih. "Tentu."
Sasuke duduk di sebelah Sakura. "Aku berusaha menghindari ini... dan ini membunuhku sebenarnya, tapi ini... karena... aku takut menyakiti bayi kita."
Mata Sakura membelalak dan ia menoleh ke arah suaminya. "Menyakiti bayi kita? Bagaimana?"
Sasuke mengangkat bahu. "Kau tahu... bagaimana jika aku memasukimu... dan aku terlalu dalam dan..."
Sakura terkikik. "Sasuke-kun, bagaimana bisa kau akan menyakiti bayi kita dengan cara itu? Itu gila. Seks itu sangat sehat. Bagaimana mungkin kau bisa melukai bayi kita?"
Sasuke berdiri dan mondar-mandir di depan sofa. Akhirnya, ia berbicara dengan keras, "Aku khawatir penisku akan mengenai kepala gadis kecilku dan membuat kerusakan pada otaknya!"
Gadis kecil? GADIS KECIL? Mata Sakura berair. "Kita akan memiliki anak perempuan?" Ia mencicit.
Sasuke duduk kembali, perasaan kesal membanjiri dirinya. "Shit, aku tidak bermaksud memberitahumu tapi ya... kita akan memiliki seorang anak perempuan."
Sakura menjerit dan memeluk leher Sasuke. "Kita akan memiliki anak perempuan! Aku akan memiliki seorang gadis kecil! Aku bisa mendandaninya dengan pakaian lucu dan membawanya pergi berbelanja dan..." Ia menarik diri kembali dan mencium Sasuke dalam-dalam. "Sasuke-kun! Kita akan memiliki anak perempuan!"
"Aku tahu, Sayang... ini benar-benar mengasyikkan. Aku terus membayangkan versi kecil darimu berlarian dan itu membuatku takut. Aku sudah berencana membeli senapan untuk melindunginya dari semua anak laki-laki mesum yang aku tahu akan mengejarnya suatu hari nanti. Aku ingat bagaimana aku berada di sekitarmu saat di SMA dan putri kita akan sangat cantik sehingga kita mungkin harus menguncinya di kamarnya sampai dia cukup umur untuk kencan pertamanya di usia 70 tahun."
Sasuke memeluk Sakura dan menarik istrinya ke sofa.
"Aku minta maaf telah menghindari seks denganmu. Apa kau tahu betapa sulitnya untuk mengatakan 'tidak' pada pantat kecilmu yang panas? Hanya saja... mengetahui bahwa ada seorang gadis kecil di dalam dirimu... membuatku takut. Aku tidak ingin menyakitinya... Aku sudah terlalu mencintainya."
Sakura terkekeh, berguling ke arah Sasuke dan mengubur kepalanya di dada suaminya. "Pertama, Sasuke-kun, kau gila jika kau berpikir penismu cukup besar untuk menabrak otak bayi kita! Kau mungkin memang memiliki ukuran yang cukup luar biasa tapi kau bukan orang aneh dengan ukuran tidak normal seperti di kartun porno. Kedua..." Ia berhenti sejenak, "...kau idiot. Kurasa itu tindakan manis bahwa kau sangat khawatir tentang bayi kita tapi aku jamin, kau tidak perlu khawatir. Bayi perempuan kita akan baik-baik saja bahkan jika kita berhubungan seks terus-menerus sampai hari ketika aku melahirkan, aku hanya pernah membaca bahwa seks pada trimester ketiga bisa menjadi tidak nyaman... tapi itu bukan intinya. Dan aku tersentuh oleh perhatianmu tapi itu sama sekali tidak beralasan. Tidak mungkin kau akan melukainya seperti yang kau khawatirkan. Dia akan baik-baik saja."
Sasuke mendesah ke rambut Sakura, "Maaf, Sayang. Aku tahu aku idiot yang tidak rasional. Maafkan aku?"
Sakura mengangguk, memiringkan kepalanya untuk mencium suaminya. Sasuke mencengkeram pinggang Sakura dan berguling hingga ia berada di atas wanita itu. Ia mencium bibir Sakura, menggerakkan bibirnya ke bawah di atas tulang selangka istrinya sebelum menangkap payudara yang terbuka dan menggigitnya lembut.
"Jadi, boleh aku masuk?" tanya Sasuke sambil mengedipkan mata.
Sakura mengangguk bahagia dan dengan erangan antisipatif, ia menggesekkan dirinya pada kejantanan Sasuke. Ketika Sasuke akhrinya memasuki istrinya beberapa menit kemudian, mereka berdua mendesah keras karena rasanya seperti sudah sangat lama sejak Sasuke berada di dalam diri Sakura. Sakura memperhatikan bahwa Sasuke bersikap sedikit lebih lembut daripada biasanya tapi ia membiarkannya. Lagipula Sasuke sudah mendapatkan istri seksinya kembali... dan putri mereka tidak akan keluar dengan kepala penyok.
***
To be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)