expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>
Tampilkan postingan dengan label sasusaku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sasusaku. Tampilkan semua postingan

Jealousy #7 End



Hari berubah menjadi minggu dan minggu berubah menjadi bulan. Hari dimana Sasuke dan Sakura rencanakan untuk pernikahan mereka kini tinggal hitungan beberapa jam lagi. Keduanya gugup dan tentu saja bersemangat.
Sasuke ada di mansion-nya bersama teman-temannya. Suigetsu dan Naruto sedang bermain kartu sementara Juugo sedang membaca buku. Sasuke hanya menonton Suigetsu dan Naruto bermain, meskipun, sebagian besar waktunya ia sibuk dengan pikirannya sendiri. Untuk beberapa alasan yang tidak ia ketahui, ia tidak bisa menyingkirkan Shion dan fakta bahwa gadis itu mengencani Konohamaru dari pikirannya.
"Ini aneh..." Sasuke mulai berbicara sambil menutup matanya. Teman-temannya menatapnya dengan tatapan bingung. Bertanya-tanya apa yang ia bicarakan. "Shion dan Konohamaru, maksudku. Mantanku berkencan dengan rivalku..."
Naruto menyeringai dan mulai berbicara. "Apakah seseorang sedang cemburu?" tanyanya sambil berdiri.
Sasuke membuka mata hitamnya dan menatap teman berambut pirangnya itu. Tatapan yang diterima Naruto sangat mengancam dan dingin, membuatnya menelan ludah dan duduk kembali di tempat duduknya. Suigetsu dan Juugo menyeringai saat mereka menyadari itu.
"Besok akan menjadi hari yang besar jadi aku harus tidur lebih awal," ucap Sasuke sambil berdiri dari tempat duduknya dan berjalan keluar dari pintu. Naruto, Juugo, dan Suigetsu memperhatikannya pergi.
"Aku penasaran... apa dia akan menikah besok atau dia akan membiarkan rasa cemburu mengambil alih dirinya dan melakukan tindakan bodoh?" tanya Juugo sambil menutup bukunya. Naruto dan Suigetsu memandang Juugo dan menghela napas. Mereka semua bertanya-tanya akan hal yang sama.
Sasuke baru saja mencapai kamar tidur utamanya. Ia membuka pintu dan langsung menuju tempat tidurnya. Ia duduk di tempat tidur kingsize-nya dan melepas sepatunya. Ia menghela napas kemudian berbaring telentang.
"Besok kau akan menjadi ratuku... Sakura... Uchiha Sakura..." Sasuke berpikir sendiri seraya tersenyum. "Bagaimana kau akan dipanggil? Nyonya Uchiha atau Nyonya Sasuke...?" pikirnya hingga kantuk mengambil alih dirinya.
***
Mata Sasuke terbuka dan ia melihat seorang pria paruh baya di hadapannya.
"Jadi, apa kau setuju dengan kesepakatan ini, Uchiha Sasuke?" ucap pria paruh baya itu.
Sasuke tidak tertarik pada apa yang dikatakan pria paruh baya itu dan hanya menjawab, "Ya, baik..."
"Bagus kalau begitu temui dia dan katakan padanya kau sudah selesai dengannya."
Sasuke melangkah keluar dari mansion keluarga Miroku. Ia memasuki mobil yang menunggunya. Juugo membuka pintu saat Sasuke mendekat. Begitu Sasuke berada di dalam mobil, Juugo menutup pintu dan menuju sisi kemudi. Ia masuk ke mobil dan menatap pada Sasuke. Sebelum ia bisa bertanya ke mana tujuan berikutnya, Sasuke telah memberitahunya.
Setelah sekitar sepuluh menit berkendara, Juugo berhenti di sebuah taman yang Sasuke tuju. Sebelum ia bisa mengatakan sesuatu, Sasuke telah membuka pintu mobil dan melangkah keluar. Sasuke menutup pintu dan ia melihat kekasih berambut pirangnya pada saat itu. Wajahnya sedikit menyala sampai suara ayah gadis itu sebelumnya terputar dikepalanya, "Aku ingin kau mengakhiri urusan kecilmu dengan putriku. Aku sudah memilihkan seorang suami untuknya. Jika kau tidak mengakhirinya malam ini, aku akan melakukan sesuatu yang sama-sama ingin kita hindari. Cukup sederhana. Akhiri urusan kecilmu dan pastikan itu benar-benar berakhir atau aku akan menjatuhkan perusahaanmu dengan caraku. Jadi apa kau setuju dengan kesepakatan ini, Uchiha Sasuke?"
Sasuke menghela napas dan berjalan mendekati Shion. Ia menatap ke tanah selama beberapa detik saat ia memikirkan sebuah kebohongan untuk dikatakan. Ia menatap Shion dan ia melihat senyum gadis itu mulai memudar dan kekhawatiran tampak mulai mengambil alih.
"Shion, kita perlu bicara," suara Sasuke terlalu rendah untuk didengar. Shion memiringkan kepalanya sedikit, melempar tatapan bertanya.
Sasuke menarik napas panjang dan mulai berbicara, "Aku tidak bisa... aku tidak bisa bersamamu lagi."
Mata Shion melebar selama beberapa detik. Ia memaksakan senyum yang seolah menunjukkan 'Ini tidak lucu'.
Sasuke menatap ke tanah. "Maaf Shion... aku... hanya tidak mencintaimu lagi..." ucapnya sambil memaksakan diri untuk menatap gadis itu. Jika ia ingin Shion memercayainya, entah bagaimana ia harus menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh. Mata Shion mulai berair. Shion mengusap matanya dan mulai lari menjauh darinya. Sasuke menutup matanya dan menghela napas.
Saat ia membuka kembali matanya, ia menemukan dirinya berada di taman yang berbeda. Ia sekarang mengenakan tuksedo hitam. Ia melihat orang-orang sekarang berdiri dan iringan lagu pengantin wanita sedang dimainkan. Ia segera menatap pada gadis yang akan menjadi istrinya, gadis itu berjalan menyusuri karpet yang ada di antara kursi-kursi tamu. Gadis itu berbalik untuk menghadap pada Sasuke begitu ia sampai disamping Sasuke. Untuk beberapa alasan yang tidak Sasuke ketahui, ia tidak bisa melihat wajah gadis itu. Sasuke melepaskan veil dari wajah gadis itu. Matanya melebar saat ia menyadari itu bukan Sakura, itu adalah Shion.
***
Sasuke duduk di tempat tidurnya dengan napas terengah-engah. Ia mengusap matanya dan berdiri. Ia membuka pintu kamarnya dan mengerjap ketika ia melihat Naruto. Temannya itu menyengir lebar.
"Hai Teme, aku baru saja akan membangunkanmu supaya kau bisa bersiap-siap untuk pernikahanmu..." Naruto baru saja mulai berbicara ketika ia ditarik masuk oleh Sasuke. Sasuke menutup pintu kamarnya dan menatap ke arah teman berambut pirangnya yang tampak kebingungan.
"Di mana Juugo?" tanya Sasuke dengan tangannya masih di kenop pintu.
"Dia pergi untuk menjemput pengantin wanita," jawab Naruto. "Ada apa, Teme? Apa ada yang salah?"
Sasuke menggelengkan kepalanya dan kemudian mendesah. "Sebenarnya ya... aku bermimpi aneh, aku ingin memberitahu Juugo."
"Kau juga bisa memberitahuku! Aku tidak akan memberitahu siapapun."
Sasuke tersenyum sedikit. Bagian dari apa yang baru saja Naruto katakan itu benar. Naruto tidak akan memberitahu siapa pun kecuali Suigetsu dan Juugo.
"Aku menikahi Sakura, kan? Aku tidak menikahi Shion, demi Tuhan!" tanya Sasuke sedikit panik.
Naruto mengerjap pada pertanyaan itu dan hanya menjawab, "Tentu saja kau menikahi Sakura-chan. Kenapa kau akan menikahi Shion ketika dia sudah berkencan dengan bocah pendek itu?"
"A-Aku mencintai Sakura, kan... maksudku..." Sasuke mulai berbicara dan suara Naruto memotongnya.
"Apa-apaan ini, Teme? Kau tidak bisa mulai mengalami demam pernikahan sekarang!" Suara Naruto menunjukkan sedikit kekesalan. Ia mengambil napas dalam-dalam dan mencoba tenang. "Dengar, Teme... Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara kau dan Shion, tapi aku tidak berpikir aku pernah melihatmu sebahagia kau bersama Sakura-chan. Tapi, aku bukan orang yang akan menikah, jadi kau harus membuat keputusanmu dalam satu jam."
Naruto meninggalkan kamar Sasuke dan menutup pintu di belakangnya. Sasuke menghela napas dan duduk di tempat tidurnya.
"Terima kasih banyak Dobe..." pikir Sasuke pada dirinya sendiri. "Mimpi yang bodoh..."
Sasuke mendongak saat ia mendengar ketukan di pintu kamarnya. "Masuk!" Ia berteriak agar orang itu bisa mendengar.
Pintu terbuka perlahan dan seorang gadis berambut pirang melangkah masuk ke dalam ruangan. Sasuke mengerjap ketika ia melihat siapa orang itu. Ia membuka mulutnya untuk mulai berbicara tapi terinterupsi oleh gadis itu.
"Aku hanya ingin mengucapkan selamat padamu dan kuharap kau akan memiliki kehidupan yang menyenangkan bersamanya," ucap Shion sambil tersenyum. Sasuke menghela napas dan tersenyum.
"Terima kasih, Shion," balas Sasuke sambil berdiri. "Aku ingin memberitahumu alasan sebenarnya aku memutuskanmu..."
Shion terkikik karena terkejut. "Aku sudah tahu alasan sebenarnya. Aku mengetahuinya pada malam itu ketika aku kembali dari taman. Ayah memberitahu Ibu tentang hal itu... Tidak apa-apa, Sasuke. Aku tidak harus memaksamu... Aku mungkin akan melakukan hal yang sama jika aku berada diposisimu." Shion tersenyum, melihat sekeliling kamar Sasuke. "Um, kau harus segera bersiap-siap. Kau hanya punya waktu empat puluh lima menit sebelum pesta pernikahan dimulai."
Sasuke mengangguk dan Shion melangkah keluar dari kamarnya. Keduanya telah lega sekarang. Shion lega akhirnya bisa menerima semua kenyataan yang sebenarnya dan Sasuke lega bahwa ia akhirnya bisa menyingkirkan perasaan tak nyaman itu dari dadanya.
Sasuke berdiri dan melihat ke dinding di samping lemari pakaiannya. Ia tersenyum ketika ia melihat foto yang diabadikan Naruto ketika ia mencium Sakura pada kencan kedua mereka. Ia kemudian memandang lemari di mana tuksedonya disimpan.
***
Empat puluh menit telah berlalu sejak ia mendapat kunjungan dari Shion. Sasuke sekarang telah berada di taman, berdiri di depan air mancur yang berputar. Ia memandang Naruto, yang menjadi best man-nya, dan dua temannya yang lain berdiri di belakangnya. Juugo dan Suigetsu tersenyum ketika mereka melihat para tamu yang memenuhi tempat duduk disana.
Setelah semua orang duduk, pianis mulai memainkan lagu untuk mengiringi para bridesmaidBridesmaid pertama yang keluar adalah Hinata. Ia mengenakan gaun merah panjang yang menutupi kakinya, tanpa lengan dan ketat di bagian atas, menunjukkan lekuk tubuhnya. Tepat di dekat pahanya, gaun itu mulai melebar. Rambutnya disanggul dengan beberapa helai menggantung longgar. Saat ia mendekat, Naruto mengulurkan lengannya. Hinata tersenyum saat ia meraih lengan Naruto. Begitu mereka beberapa langkah menjauh dari Sasuke, Hinata dan Naruto berpisah dan pergi ke tempat mereka.
Hanabi hanya beberapa langkah di belakang Hinata dan disambut oleh Suigetsu. Ia mengenakan gaun yang sama dengan Hinata dan rambutnya pun juga sama. Sedangkan Ino menjadi maid of honor. Ia meraih lengan Juugo begitu ia mencapai pria itu. Kemudian mereka berdua berpisah dan pergi ke tempat mereka.
Kini pianis mulai memainkan lagu untuk mengiringi pengantin wanita. Semua orang berdiri dan berbalik untuk melihat sebuah limo. Dalam beberapa detik, Sakura muncul dari dalam limo tersebut. Ia memandang para tamu sejenak sebelum melihat ke tempat Sasuke berdiri. Ia tersenyum saat ia berjalan ke arah pria itu. Sasuke tersenyum ketika melihat betapa cantiknya Sakura dalam balutan gaun pengantinnya.
Dengan setiap langkah yang Sakura ambil, ia melewati tamu-tamunya dan lebih dekat dengan Sasuke yang akan menjadi suaminya. Pria itu mengulurkan tangannya untuk Sakura. Sakura meraih tangan Sasuke dan Ino mengambil buket bunga yang dipegang Sakura. Keduanya tersenyum satu sama lain saat Sai mulai berbicara. Sai diminta langsung oleh Sasuke untuk menikahkan mereka.
Setelah pidato panjang dari Sai, akhirnya tiba saatnya bagi Sasuke dan Sakura untuk mengucapkan janji mereka.
"Aku, Haruno Sakura, menerimamu Uchiha Sasuke, untuk menjadi suamiku. Untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang hingga selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelebihan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita. Dan di sini, aku berjanji padamu dengan kesetiaanku." ucap Sakura sambil tersenyum dan memasangkan cincin di jari manis Sasuke. Pria itu menyeringai dengan kebahagiaan.
"Giliranmu, Sasuke," kata Sai.
Sasuke mengangguk dan mulai berbicara, "Aku, Uchiha Sasuke, memberimu cincin ini, memakaikannya dengan cinta dan kebahagiaan. Aku memilihmu untuk menjadi istriku, untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelebihan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, dan inilah janji setiaku yang tulus." Ia kemudian memasangkan cincin di jari manis Sakura.
"Kau sekarang bisa mencium pengantinmu," kata Sai sambil tersenyum.
Sasuke melingkarkan lengannya di pinggang Sakura saat ia mulai mencium istrinya itu. Sakura balas mencium Sasuke kembali dan melingkarkan lengannya di leher Sasuke, hingga semua orang bersorak. Mereka memutus ciuman mereka dan bergegas melangkah ke limo. Di pintu limo, Ino memberikan buket bunganya. Sakura tersenyum ketika ia melihat kerumunan gadis-gadis yang menumpuk beberapa meter darinya.
Hinata menghela napas saat Hanabi tersenyum dan berbisik padanya, "Siap-siap!" Hinata memutar matanya. Ia sebenarnya tidak ingin terjebak dalam kerumunan gadis-gadis yang berebut untuk mendapatkan buket bunga. Tapi Naruto dan Hanabi memaksanya.
Sakura berbalik dengan memunggungi kerumunan gadis-gadis. Ia melemparkan buket melewati atas kepalanya dan berbalik untuk melihat siapa yang berhasil menangkapnya. Hanabi melompat sama halnya seperti yang dilakukan gadis-gadis lainnya. Hinata diam saja, tapi ia memperhatikan bahwa buket itu mengarah langsung padanya. Ia menghela napas dan meraih buket itu begitu berada di jangkauannya. Hanabi tersenyum cerah padanya.
"Heh, kau mendapatkannya!" Hanabi berkata dengan gembira. Hinata membalas senyum Hanabi dan kemudian melangkah menuju Naruto yang juga tersenyum.
Sakura dan Sasuke segera masuk ke dalam limo. Juugo yang bertugas sebagai sopir, menutup pintu dan menuju ke kursi kemudi dan mulai menjalankan mobil keluar dari taman.
Konohamaru dan Shion tersenyum atas kebahagiaan ini, mereka saling berpegangan tangan dan mulai kembali ke tempat mereka.
***
The End.

Jealousy #6



Mata Shion melebar ketika ia mendengar nama Uchiha Sasuke.
"Uchiha Sasuke…?" ulangnya seraya menatap Konohamaru.
Konohamaru memiringkan kepalanya bingung ketika Shion menatapnya. Shion mengalihkan pandangannya ke tangannya saat ia menyadari tangannya terkepal.
"Kau kenal dia?" tanya Konohamaru pada Shion. Shion menatap kembali pada Konohamaru dan mengangguk.
"Ya, aku kenal dia. Dia seorang... teman... Kenapa dia tidak memberitahuku kalau dia akan menikah!" ucap Shion sedikit terlalu keras.
"Um, dia baru saja melamar tadi malam," jawab Konohamaru. Konohamaru mengerjap ketika ia menyadari apa yang ia katakan. Apakah ia sedang membela Uchiha Sasuke, musuh terbesarnya? Namun pikirannya segera diinterupsi oleh gadis di depannya.
"Kenapa kita tidak memisahkan mereka saja?" tanya Shion. Konohamaru berkedip mendengar saran Shion. Apakah gadis itu sama dengannya, kehilangan seseorang yang sangat disayangi?
"Bagaimana mungkin?"
"Um, kau berusaha menjauhkan gadis itu dari Sasuke, sementara aku akan menjauhkan Sasuke dari dia. Membuat mereka menghabiskan waktu dengan orang lain mungkin akan membuat mereka berpisah... atau membuat mereka cemburu hingga mereka putus."
Konohamaru tersenyum ketika memikirkan rencana itu. "Itu mungkin berhasil!" serunya dan Shion mengangguk.
"Baiklah misi Break up the Love Birds dimulai sekarang!" Shion berbicara dengan keras.
Konohamaru menatap Shion mendengar nama sebutan misi mereka. Membuat gadis itu mengernyit.
"Apa kau tidak suka?" tanya Shion sambil melotot pada Konohamaru.
"Uh... tidak..." Konohamaru berbohong sambil tersenyum, menggaruk bagian belakang kepalanya.
"Baiklah, jadi seperti yang aku katakan, Misi Break up the Love Birds dimulai sekarang!"
Konohamaru menghela napas sedikit dan mengangguk. Shion memutar matanya dan memalingkan muka. Konohamaru 
meregangkan tubuhnya dan ia melihat ke arah Shion ketika gadis itu menatapnya. Membuatnya tersenyum sedikit.
"Kita sebaiknya mulai sekarang," kata Konohamaru. Shion tersenyum dan mengangguk.
"Yeah..." gumam Shion sambil menyerahkan ponselnya. "Tulis nomor teleponmu. Aku akan meneleponmu nanti untuk memberitahumu apa yang terjadi pada misiku. Kau akan memberitahuku juga bagaimana keadaan di misimu."
Konohamaru mengambil ponsel itu dan memasukkan nomor teleponnya, kemudian mengembalikannya kembali pada Shion. 'Mungkin aku masih punya kesempatan untuk memenangkannya!' batin Konohamaru saat mereka mulai berjalan berpisah.
***
Dalam perjalanan menuju ke rumah Sakura, Konohamaru melihat seorang gadis berambut coklat gelap berjalan di depannya. Dan di sebelahnya ada seorang gadis yang lebih tinggi. Konohamaru berkedip dan memanggil mereka, "Hanabi, Hinata-nee!" Mereka berdua menoleh ke arahnya dan tersenyum.
"Konohamaru!" seru Hanabi sambil tersenyum. "Bagaimana kabarmu?"
Konohamaru tersenyum ketika ia mencapai mereka. "Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?" tanyanya.
"Sama, aku juga baik."
"Kau mau kemana, Konohamaru?" tanya Hinata. Konohamaru memandangnya dengan senyum.
"Ke rumah Sakura-nee," jawab Konohamaru.
Hanabi tersenyum saat Hinata menatapnya. "Masih belum menyerah, eh?" tanya Hinata. Konohamaru menggelengkan kepalanya.
"Tidak."
"Senang mendengarnya," kata Hinata sambil tersenyum tipis. "Kami juga ingin ke rumah Sakura-chan."
Konohamaru memandang Hanabi. Senyumnya memudar ketika ia mengingat suara ayahnya yang mengatakan padanya bahwa gadis yang membantunya mengakui perasaannya ini benar-benar memiliki rasa untuknya.
Hanabi memperhatikan Konohamaru yang sedang menatapnya, membuatnya tersenyum.
"Apa kau baik-baik saja, Konohamaru?" tanya Hanabi. Konohamaru mengerjap dan mengangguk.
"Ya," jawab Konohamaru sambil tersenyum. Hanabi balas tersenyum dan lanjut berjalan bersama Hinata ke rumah Sakura. Diikuti Konohamaru yang berjalan tenang di belakang mereka.
***
Sasuke masih memandang Naruto dengan kesal. Meskipun sakit kepalanya mulai memudar.
Naruto menatap Sasuke sambil menyengir lebar. Ia tahu ia dalam masalah besar tapi ia tidak peduli. Dalam beberapa detik keheningan itu dipecah oleh suara ketukan pintu.
"Masuklah," ucap Sasuke sambil memandang pintu. Shion melangkah masuk ke dalam kamar, mengejutkannnya. "Apa yang…"
"Aku datang untuk menghabiskan waktu bersamamu hari ini!" potong Shion. "Aku juga dengar kau sudah bertunangan."
"Lalu kenapa?" ucap Sasuke dengan kasar. Naruto memandang mereka berdua tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Kenapa?" Shion bertanya kesal. "Kenapa kau bertunangan dengan gadis lain?"
Sasuke mengangkat alis kebingungan. Naruto menatap Shion tanpa mengatakan apapun. Setelah beberapa detik terdiam, Naruto berdiri dan berjalan menuju pintu keluar.
"Um, sepertinya aku harus pergi. Hinata-chan akan membunuhku jika aku terlambat." ucap Naruto seraya berjalan keluar kamar dan menutup pintu di belakangnya. Sasuke memperhatikan kepergian temannya sebelum kembali menatap ke arah Shion.
"Apa pentingnya bagimu? Kita tidak akan pernah berhasil."
"Itu tidak benar! Semuanya akan menjadi luar biasa jika... jika kau dulu tidak pergi tanpa mengatakan apapun padaku."
"Aku tidak punya pilihan…"
"Apa? Tentu saja kau punya pilihan! Semua orang mempunyainya!"
Sasuke menghela napas seraya tersenyum miring menatap Shion. "Lupakan itu... sudah terlambat. Aku sudah bertunangan dan aku bahagia dengannya."
Sasuke menatap Shion yang melotot padanya. Ia berdiri dari tempat tidur dan berjalan menuju ke kamar mandi. Shion hanya memperhatikannya berjalan ke kamar mandi.
"Bisakah kita menghabiskan hari bersama?" tanya Shion sebelum Sasuke menutup pintu. Sasuke memandangnya bingung. "Kau berhutang banyak padaku."
"Tidak ada yang akan terjadi di antara kita... Semuanya sudah berakhir," ucap Sasuke sambil menutup pintu kamar mandi, mengabaikan bagian 'berhutang banyak padaku'. Shion menghela napas seraya memandang pintu kamar mandi.
"Itu menurutmu," bisik Shion pada dirinya sendiri.
Setelah beberapa menit di kamar mandi, Sasuke keluar dengan pakaian casual. Ia menatap Shion yang sekarang duduk di tempat tidurnya.
"Aku tidak bisa menghabiskan hari bersamamu, aku harus pergi menemui tunanganku." ucap Sasuke seraya mengambil kunci mobil di meja. Saat ia akan meraih kunci itu, Shion meraih lengannya dan menariknya menjauh dari meja. Tidak mungkin ia akan membiarkan Sasuke pergi, tidak ketika ia yakin bahwa pria itu masih menyimpan perasaan untuknya.
Sasuke tersentak saat Shion menarik dirinya ke arah gadis itu dan berbisik "Jangan pergi," ke telinganya. Ia menatap Shion dan aroma tubuh gadis itu menari-nari di indera penciumannya. Kenapa Shion harus datang hari ini. Ia benar-benar harus pergi, ia harus meminta maaf pada Sakura karena meneleponnya larut malam dan ia juga sangat ingin bertemu gadis itu.
"Shion...," ucap Sasuke pelan, "Mungkin besok aku bisa menghabiskan hari bersamamu, tapi tidak hari ini." Shion menggelengkan kepalanya dan memegang lengan Sasuke lebih erat.
"Hai, Sasukee!"
Sebuah suara yang dikenal Sasuke terdengar dan pintu kamar terbuka. Sasuke dan Shion menoleh dan mendapati Suigetsu berdiri disana.
"S-Suigetsu!" ucap Sasuke terkejut. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya. Suigetsu mengangkat alisnya kebingungan ketika ia melihat Shion yang memegang lengan Sasuke erat-erat.
"Aku datang untuk meminjam mobilmu..." jawab Suigetsu.
Sasuke menarik lengannya menjauh dari Shion saat cengkeraman gadis itu mengendur.
"Tentu, dan apa kau bisa mengantarku ke rumah Sakura?" tanya Sasuke sambil berjalan ke arah Suigetsu dengan kunci di tangannya. Suigetsu menjawab dengan anggukan dan kemudian menunjuk pada Shion bingung. Sasuke menoleh menatap gadis itu.
"Aku harus pergi, kita bisa bicara besok," kata Sasuke dan kemudian meninggalkan kamarnya bersama Suigetsu.
Suigetsu sesekali menatap Sasuke, menunggu jawaban, saat ia berjalan di samping temannya itu menuju pintu keluar.
Sasuke menyadari bahwa Suigetsu sedang menunggunya untuk menjelaskan apa yang terjadi antara dirinya dan Shion. "Tidak ada yang terjadi."
"Benarkah?"
"Ya, benar."
"Jadi kenapa dia memegang lenganmu seperti itu jika kalian berdua tidak berkencan lagi?"
"Aku tidak akan mengkhianati Sakura!"
"Aku tidak bilang kau mengkhianatinya."
"Bagus, kalau begitu lupakan saja."
"Jadi apa yang..."
"Dia datang ke kamarku dan mulai berbicara tentang pertunanganku dengan Sakura dan kenapa dia bukan orang yang aku lamar. Aku sudah mengatakan padanya aku tidak lagi mencintainya, jadi kenapa dia terus datang?" ucap Sasuke kesal, menyela Suigetsu.
Suigetsu tetap diam begitu Sasuke menginterupsinya. Ia mendengarkan dengan baik sampai mereka mencapai mobil.
"Itu tidak benar, kan?" Suigetsu akhirnya bertanya sambil membuka pintu mobil. Sasuke menatap Suigetsu bingung dan menunggu temannya itu melanjutkan. "Maksudku kau memang masih mencintainya tapi itu tidak sama dengan cinta yang kau miliki untuk Sakura. Kau putus dengan Shion karena orang tuanya, dan karena kau belum memberitahu Shion, dia akan terus datang sampai kau memberitahu yang sebenarnya alasanmu putus dengannya, dan bukan terus memberinya jawaban tentang kau yang tidak mencintainya lagi."
Sasuke masuk ke mobil tanpa mengatakan apapun. Suigetsu mengikuti dengan masuk ke sisi pengemudi dan menutup pintu.
***
Sakura, Ino, dan Sai sedang duduk di meja makan membicarakan tentang kencan yang Sakura lalui dengan Sasuke semalam. Sai memutar matanya saat istrinya menjerit ketika Sakura menunjukkan cincin pertunangannya.
"Kapan? Kapan kau akan mencari gaun untuk pernikahanmu? Lalu apa yang akan kau persiapkan untuk bulan madumu?" tanya Ino, tidak memberi kesempatan pada Sakura untuk menjawab. Sakura hanya tersenyum gugup tepat ketika bel pintu berbunyi, menginterupsi Ino dengan sederet pertanyaannya.
"Aku akan membukanya!" ucap Sakura, ia berdiri dan berjalan menuju pintu dengan cepat. Ino mengerjap pada kecepatan berjalan temannya itu. Ia menatap Sai yang tersenyum padanya.
Sakura membuka pintu dan melihat Hinata, Hanabi, dan Konohamaru berdiri disana. Ia berkedip beberapa kali sebelum berbicara, "Hai, apa yang kalian lakukan di sini?"
"Apa? Apa kita tidak boleh mengunjungi seorang teman?" tanya Hinata dengan senyum lebar. Hanabi juga tersenyum sedangkan Konohamaru mengalihkan pandangannya dari Sakura.
"Kami ingin tahu bagaimana kencanmu dengan Sasuke-san," kata Hanabi. Sakura menatap Konohamaru, tahu bahwa ini bukan alasan remaja lelaki itu datang ke sini.
"Bagaimana denganmu, Konohamaru?" tanya Sakura pada Konohamaru yang sedang menatap Hanabi dan Hinata bergantian. Konohamaru memperhatikan ekspresi dari dua temannya dan menelan ludah dengan keras saat ia kembali menatap ke arah Sakura.
"A-Aku datang untuk menjelaskan tentang apa yang terjadi tadi malam," gumam Konohamaru pelan, ia memandang ke arah tangannya, bermain dengan jari-jarinya. Sakura tersenyum sedikit dan melangkah ke samping untuk membiarkan mereka masuk.
"Ino dan Sai juga ada di sini," ucap Sakura ketika mereka masuk.
"Benarkah?" tanya Hinata saat ia berjalan menuju ruang makan untuk bertemu dengan Ino dan Sai. Hanabi dan Konohamaru mengikuti di belakangnya. Sakura menutup pintu dan juga menuju ke ruang makan. Ia menghela napas sebelum ia memasuki ruang makan dan bergabung dengan yang lain.
Begitu semua orang duduk mengelilingi meja, bel pintu berbunyi lagi.
"Aku akan membukanya," ucap Konohamaru sambil berdiri dari tempat duduknya. Sakura menggelengkan kepalanya dan berdiri. Ia tersenyum pada Konohamaru.
"Tidak, aku saja," kata Sakura dan berjalan menuju pintu. Ia membuka pintu dan melihat Sasuke berdiri di hadapannya.
Sasuke berkedip, ia mendesah dan memiringkan kepalanya. "Apa? Tidak senang melihatku?" ucap Sasuke dengan cemberut. Sakura menatapnya selama beberapa detik sebelum melangkah ke samping untuk membiarkannya masuk. Sasuke berjalan dengan kesal mendapat sambutan seperti itu dari tunangannya. Ia mengharapkan ciuman atau sesuatu yang manis seperti biasanya, tapi malah sebaliknya, ia tidak mendapat apa-apa selain tatapan.
"Apa aku mengatakan sesuatu atau melakukan sesuatu yang salah?" tanya Sasuke saat Sakura hanya memandangnya.
Setelah beberapa saat dalam keheningan, Sakura menutup pintu dan berjalan menuju ruang makan, mengabaikan Sasuke yang kebingungan, yang akhirnya mengikuti di belakangnya. Semua orang memandang pasangan itu saat mereka masuk. Segera semua mata tertuju pada orang di sebelah Sakura.
Sasuke mengerjap ketika ia melihat seisi ruangan duduk tenang di sekeliling meja. Ia melihat Konohamaru  dan mulai merasa tak nyaman. Dari awal ia memang tak menyukai Konohamaru, dan dengan sikap lancang bocah itu yang mencium Sakura-nya, membuatnya semakin tak menyukai bocah itu.
Sakura memandang Konohamaru dan Sasuke bergantian, menunggu sesuatu yang mungkin akan terjadi di antara mereka. Keheningan itu pecah ketika Ino bertanya pada Sasuke, pertanyaan yang sudah ditanyakannya pada Sakura sebelumnya.
"Jadi, Sasuke, kapan pernikahannya?"
Sasuke mengalihkan pandangannya ke arah Ino dan tersenyum sedikit.
"Um, kami belum memutuskan. Aku hanya melamarnya semalam dan aku datang hari ini untuk mengajak Sakura mendiskusikannya malam nanti." jawab Sasuke.
"Aku harus pergi," kata Konohamaru sambil berdiri dari kursinya. Semua orang menoleh melihatnya.
"Kuantar...?" ucap Sakura. Konohamaru mengangguk ketika ia berjalan menuju pintu. Sakura mengikutinya dalam diam. Konohamaru membuka pintu dan melihat ke arah Sakura.
"Maaf aku tidak bisa menjelaskannya," ucap Konohamaru sambil memaksakan diri untuk tersenyum. Sakura mengangguk dan balas tersenyum palsu.
"Jangan khawatirkan tentang itu." ucap Sakura. Konohamaru mengangguk dan melangkah pergi.
Sakura menutup pintunya dan kembali ke ruang makan. Seisi ruangan sekarang berbicara tentang pernikahan antara Sasuke dan Sakura. Keduanya mendesah dan mereka hanya menjadi pendengar percakapan.
Setelah beberapa jam, Sasuke dan Sakura akhirnya ditinggal berdua. Sai dan Ino pamit pulang karena harus berbelanja makanan, sedangkan Hinata akan bertemu dengan Naruto dan harus bersiap-siap, dan Hanabi akan membantu Hinata memilih sesuatu yang nyaman untuk kencannya.
Sakura dan Sasuke tidak berbicara apapun. Pikiran mereka masih terjebak dalam percakapan yang diangkat Ino sebelum pergi. Pembicaraan tentang Sasuke yang harus siap menghadapi perubahan suasana hati Sakura 'ketika' ia membuat gadis itu hamil nantinya. Sakura mencoba membayangkan dirinya yang sedang hamil, sedangkan Sasuke tampak menebak-nebak perubahan suasana hati apa yang akan Sakura rasakan jika gadisnya itu hamil.
"Jadi, apa yang kau lakukan jam tiga pagi, Sasuke-kun?" tanya Sakura begitu ia tersadar dari imajinasinya. Sasuke mengerjap dan menatap Sakura. Ia tersenyum gugup. Oh, ia dalam masalah besar.
"Aku... aku minta maaf," ucap Sasuke mencoba mencari cara untuk menjelaskan seluruh situasinya. "Sampai di rumah aku tiba-tiba merindukanmu, jadi aku memutuskan untuk meneleponmu."
"Apa yang kau lakukan hingga pulang ke rumah jam tiga pagi?"
"Um, Naruto membawaku ke... bar?" ucap Sasuke, lebih seperti bertanya daripada menceritakannya.
Sakura memiringkan kepalanya bingung. "Tapi kau tidak minum, kan?"
"Itu yang aku pikirkan."
"Apa yang kau pikirkan?"
"Maksudku, aku tidak tahu aku tidak minum...?"
Sakura memutar matanya, ia berdiri dan tersenyum sedikit. Sasuke memandang gadis itu dengan wajah polos. Ia tidak ingin mendapat masalah dengan orang yang paling ia cintai.
"Jadi um malam ini?" tanya Sasuke, mengubah topik pembicaraan.
"Malam ini?" tanya Sakura sambil menatap Sasuke. "Diskusi tentang pernikahan?"
Sasuke mengangguk sebagai jawaban.
"Datanglah kesini sekitar jam tujuh dan kita bisa mulai merencanakan semuanya. Aku juga ingin membuatkanmu makan malam, Sasuke-kun."
Sasuke tersenyum dan menarik Sakura hingga gadis itu jatuh dipangkuannya. "Dan setelah itu?" Ia menatap Sakura dengan seringai.
Sakura tersipu, melingkarkan lengannya di leher Sasuke. "Setelah itu..." Sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, Sasuke telah melumat bibirnya.
***
Konohamaru bertemu dengan Shion setelah ia meninggalkan rumah Sakura. Misi itu sepertinya gagal untuk mereka berdua.
Shion memandang Konohamaru, ia berdiri di sana dalam keheningan. Ia menghela napas dan mulai bermain dengan rambutnya. Keduanya tidak mengatakan apapun kecuali "Apa yang terjadi" yang berasal dari mulut Konohamaru.
"Aku minta maaf," akhirnya Shion berbicara. "Aku mencoba menghentikannya tapi kemudian temannya datang dan dia melarikan diri."
Konohamaru menatap Shion dan tersenyum sedikit. Siapa dirinya? Ia tahu sejauh apapun, rencana ini tidak akan berhasil.
"Tidak apa-apa; ayo lupakan saja misi ini. Mereka akan tetap bersama satu sama lain tanpa peduli tentang kita," ucap Konohamaru. Shion mengerjap dan menatap Konohamaru. Ia menyelipkan rambutnya ke belakang dan terus menatap Konohamaru. Bagaimana bisa Konohamaru mengatakan itu?
"B-Bagaimana kau bisa menyerah pada seseorang yang kau cintai?" tanya Shion sedikit terlalu keras. Konohamaru hanya tersenyum padanya.
"Kau tahu, mungkin aku akan mengatakan hal yang sama kemarin, tapi sekarang aku berpikir kenapa aku ingin membuat orang yang kucintai menderita? Jika aku mencintainya, aku akan membiarkannya pergi sehingga dia bisa bahagia, bahkan jika itu berarti aku tidak akan menjadi orang yang membuatnya bahagia."
"Aku... aku tidak bisa..." Shion mulai berbicara ketika tiba-tiba sepasang bibir mengunci bibirnya. Ia tersipu saat menyadari siapa yang menciumnya.
Wajah Konohamaru memerah saat ia menarik diri. Ia memalingkan muka agar Shion tidak bisa melihat wajahnya yang memerah. Ia tak percaya ia mencium orang lain, terutama seseorang yang baru saja ia kenal. Tapi orang itu sama seperti dirinya, kehilangan seseorang yang dicintai.
"Maaf," bisik Konohamaru, memecah kesunyian. Shion menatap Konohamaru yang masih memerah. Ia menggelengkan kepalanya sedikit untuk membebaskan diri dari pikirannya yang terasa penuh.
"Jangan minta maaf..," Shion berbisik cukup keras sehingga Konohamaru bisa mendengarnya. Konohamaru menatap Shion lagi. Gadis itu menyengir lebar, yang membuatnya terkekeh.
"Misi Break up the Love Birds gagal." ucap Shion sebelum ia mencium Konohamaru sebagai balasan ciuman pemuda itu tadi.
***
To be continued.

Jealousy #5



Sasuke segera melesat pulang setelah meninggalkan rumah Sakura. Ia menghela napas saat ia berjalan masuk ke dalam rumah. Ia melihat teman berambut pirangnya duduk di tangga yang mengarah ke lantai atas.
Naruto mendongak dari ponselnya dan memandang ke arah Sasuke. Ia menyengir, siap mengajukan pertanyaan, namun cengirannya memudar saat ia melihat raut wajah temannya itu.
"Teme! Apa yang terjadi? Apa Sakura-chan menolakmu?" tanya Naruto. Sasuke menggelengkan kepalanya dan ia duduk di samping temannya itu.
"Tidak, dia bilang 'ya'," jawab Sasuke.
Naruto memiringkan kepalanya dengan kebingungan. Jika Sakura berkata ya, lalu mengapa temannya ini terlihat kesal? "Lalu apa yang salah?"
"Bocah tengik itu mencium Sakura...," geram Sasuke sambil menatap lantai. Suaranya menahan amarah, frustrasi, dan kesedihan.
Mata Naruto melebar saat ia mendengar berita itu. Ia terkejut. Ia pernah mendengar tentang bocah laki-laki yang menyukai Sakura dari Hinata, tapi ia tidak tahu persis siapa bocah itu. "Lalu apa kalian masih berhubungan?"
"Tentu saja…"
"Kalau begitu bicara pada bocah itu bahwa Sakura-chan adalah milikmu."
"Aku tidak mau...."
"Kenapa?"
"Karena sekarang yang ingin aku lakukan hanya membunuhnya..."
"...Dan kenapa tak kau bunuh saja?"
"Dia masih teman Sakura. Kalau aku membunuhnya, Sakura mungkin akan mencoba membunuhku..."
"Oh begitu ya..." Naruto tampak manggut-manggut. "Jadi, apa yang akan kau lakukan?"
Sasuke mengangkat bahu. Ia tidak yakin harus berbuat apa dan apa yang bisa ia lakukan.
Naruto memandang temannya yang mulai berantakan. Dan ia tidak suka melihat Sasuke seperti ini, antara depresi dan sedih.
"Mau pergi jalan-jalan?" tawar Naruto sambil mengangkat tangannya bersemangat. Sasuke memandang Naruto dan memikirkan tawaran temannya itu. Ia ingin mengembalikan mood-nya yang buruk, tapi di sisi lain ia juga sedang malas melakukan sesuatu.
"Kapan-kapan saja..." jawab Sasuke malas. Naruto melihat ke sekeliling rumah yang kosong. Ia berdiri di depan Sasuke.
"Ayo," seru Naruto. Sasuke memandang temannya itu bingung. Naruto tidak mengatakan apapun tapi menggerakkan tangannya agar Sasuke mengikutinya.
Sasuke berdiri dari tempat duduknya dan mengikuti Naruto. Temannya itu membawanya keluar rumah dan menuju mobilnya. Ia mengangkat alisnya namun tak mengatakan apapun. Ia bertanya-tanya ke mana Naruto berencana untuk membawanya. Jam sudah menunjukkan tengah malam dan sebagian besar tempat pasti telah tutup. Satu-satunya tempat yang masih buka adalah klub dan bar, dan Sasuke tidak berencana masuk ke salah satu dari mereka.
Sasuke masuk dan duduk di sisi penumpang. Sedangkan Naruto duduk di sisi kemudi dan mulai menjalankan mobil itu.
"Kemana kita akan pergi?" Sasuke akhirnya bertanya. Naruto menyengir dan menggelengkan kepalanya. Naruto tidak mau mengatakannya dan itu membuat Sasuke menghela napas.
***
Naruto berbelok ke sebuah bar dan memarkir mobil itu. Ia memandang temannya yang sedang menatapnya. Ia hanya menyengir lebar dan keluar dari mobil.
Sasuke menolak untuk keluar dari mobil. Membuat Naruto harus membuka pintu dan menyeretnya keluar mobil hingga ke dalam bar. Ini tidak mudah baginya tapi ia masih berhasil.
"Sekarang, ayo bersenang-senang!" seru Naruto sambil menuju meja bar dan memesan dua gelas. Sasuke menghela napas dan mengikutinya. Ia memandang sekelilingnya, pada orang-orang yang menurutnya hanya membuang waktunya secara sia-sia.
"Kenapa kita ke sini?" tanya Sasuke jengkel seraya menatap temannya. Naruto hanya menyengir saat ia balas menatap Sasuke. Bartender datang dengan dua gelas sesuai pesanan dan meletakkannya di depan Naruto. Pria itu menyerahkan satu pada Sasuke dan mengangkatnya untuk bersorak.
"Ini untukmu. Semoga kau memiliki kehidupan yang bahagia dengan Sakura-chan!" seru Naruto.
Sasuke melihat gelas yang diberikan Naruto padanya. Ia akhirnya mengangkatnya juga dan mereka berdua meminumnya dengan cepat. Mereka menggelengkan kepala setelah merasakan seberapa kuat rasa minuman itu. Naruto memandang bartender dan meminta dua gelas lagi. Bartender itu segera mengisi ulang gelas mereka. Sasuke mengerjap saat melihat Naruto menyeringai. Ia menghela napas dan kemudian meminumnya dengan cepat lagi.
Sasuke tampak mabuk setelah gelas kedua. Sedangkan Naruto telah berhenti minum karena dirinya yang akan mengemudi. Ia mengangkat alis saat melihat temannya itu mabuk berat. Ia tidak mencoba menghentikannya meskipun ia tahu bahwa ia akan berada dalam masalah besar.
Naruto mengerjap saat menyaksikan temannya tiba-tiba mulai berjalan terhuyung ke luar bar. Ia segera berdiri dan membayar. Kemudian ia dengan cepat mengejar Sasuke.
Naruto menemukan Sasuke bersandar di dekat tempat sampah, memuntahkan isi perutnya. Dan ia segera berjalan mendekatinya.
"Teme, kau baik-baik saja?" tanya Naruto. Sasuke membalas dengan gumaman diantara muntahannya.
Sasuke memandang Naruto begitu ia selesai dengan urusan muntahnya. "Aku membencimu..." ia bergumam. "Kau melakukan ini padaku."
Naruto mengerjap dan ia mulai tertawa. "Aku tidak melakukan apapun. Kau sendiri yang meminta lebih banyak tadi," ucapnya dengan seringai, "Dan jangan membuatku terdengar salah."
Sasuke menatap Naruto dengan tatapan yang seolah berkata 'Aku sangat membencimu sekarang.'
"Aku ingin pergi menemui Sakura!" ucap Sasuke dengan lantang.
Naruto tersenyum gugup saat melihat temannya kini mulai berubah bertindak kekanak-kanakan. Jika Sakura tahu bahwa ia yang membuat Sasuke mabuk, mungkin gadis itu akan membunuhnya.
"Itu bukan ide yang bagus," ucap Naruto cepat. "Dia mungkin sedang tidur."
Sasuke menggelengkan kepalanya.
"Tidak, dia tidak tidur! Lihat," ucap Sasuke ketika ia mengeluarkan ponselnya. Naruto berkedip cepat ketika melihat Sasuke memanggil nomor telepon Sakura dan mendekatkannya di telinganya saat mulai berdering. Naruto mendesah dan ia menggelengkan kepalanya pasrah. Sasuke mengubah telepon ke mode speaker. Dering itu segera berhenti dan digantikan dengan suara napas seseorang.
"Halo?" ucap suara itu tampak mengantuk.
Sasuke menutup telepon dan memasukkannya kembali ke sakunya. "Lihat kan, dia tidak tidur."
Mata Naruto melebar melihat temannya yang sedang mabuk itu. Ia menggelengkan kepalanya dan menghela napas. Ia tidak percaya ini terjadi. "Bagaimana kalau aku membawamu pulang sekarang dan kau menemuinya besok?"
"...TIDAK!"
"Teme, dia sedang tidur dan kau membangunkannya."
"YA YA, BAIKLAH!" teriak Sasuke akhirnya.
Naruto menghela napas sekali lagi dan mendorong temannya itu ke mobil. Begitu mereka sampai di mobil, ia membukakan pintu penumpang dan menyuruh Sasuke masuk. Naruto segera menutup pintu dan masuk dari sisi kemudi. Ia menyalakan mobil dan melesat kembali ke rumah. Selama di perjalanan, Sasuke tertidur lelap.
***
Keesokan paginya, Konohamaru bangun dengan sinar matahari menerpa wajahnya dari jendela kamar tidurnya. Ia duduk di tempat tidur sambil menatap lantai. Ia menguap dan meregangkan badan. Ia segera berdiri dari tempat tidurnya dan menuju ke kamar mandi.
Setelah bersiap, ia menuju ke dapur untuk sarapan. Ayahnya sedang duduk di meja membaca koran seraya menikmati sarapannya. Pria itu memandang putranya yang berjalan ke dapur.
"Selamat pagi," ucap pria paruh baya itu pada anaknya. Konohamaru tersenyum kecil saat ia duduk di meja.
"Pagi juga, Tousan," balas Konohamaru seraya memandang ayahnya. Ia kemudian kembali fokus pada sarapannya dan mulai makan. Namun ayahnya segera menginterupsinya.
"Jadi, bagaimana dengan gadis itu?" tanya sang ayah sambil meletakkan korannya di atas meja dan menghadap putranya. Konohamaru memandang ayahnya bingung. Siapa yang dibicarakan?
"Tentang Hanabi," ucap sang ayah sebelum Konohamaru dapat mengajukan pertanyaan. Ia mengerjap saat ia menelan makanannya. Dan ayahnya tampak memiringkan kepalanya.
"Dia bukan pacarku, dia temanku, Tousan," jelas Konohamaru ketika ia memandang kembali pada makanannya. Sang ayah mengangkat alis bingung. Entah bagaimana pria paruh baya itu merasa tidak bisa percaya kata-kata anaknya.
"Tapi kalian berdua selalu bersama dan dia terlihat menyukaimu," ucap sang ayah. Konohamaru menghela napas, ia mulai mengaduk-ngaduk makanannya.
"Tidak, dia tidak menyukaiku. Dia pasti akan memberitahuku jika dia menyukaiku," ucap Konohamaru, 'Dan dia tidak akan menyuruhku untuk menyatakan perasaanku pada Sakura-nee.' tambah Konohamaru dalam hati.
Konohamaru tiba-tiba berdiri dari meja dan memandang ayahnya. "Aku tidak lapar lagi," ucapnya sambil memaksakan untuk tersenyum. "Aku akan keluar sebentar. Aku akan segera kembali."
Konohamaru melangkah ke pintu dengan sang ayah yang memperhatikan putranya itu meninggalkan rumah.
'Dia masih anak-anak,' pikir sang ayah sambil tersenyum.
Konohamaru berhenti begitu ia sudah menutup pintu di belakangnya. Bagaimana bisa ayahnya berpikir bahwa Hanabi adalah kekasihnya ketika ia sedang jatuh cinta dengan orang lain?
Ia kemudian mulai berjalan dengan pikiran tentang Hanabi yang menyukainya.
Setelah berjalan selama dua puluh menit dan tidak bisa mengeluarkan bayangan Hanabi dari kepalanya, ia duduk di bangku trotoar sambil memegangi kepalanya.
"Sialan, dia tidak menyukaimu! Lagipula, kau menyukai orang lain!" Konohamaru berkata pada dirinya sendiri dengan bisikan keras.
Tanpa Konohamaru ketahui, ada seorang gadis berjalan di belakangnya dan tersenyum kecil.
***
Sasuke bangun keesokan paginya dengan kepala yang terasa berat. Ia mengerang ketika ia melihat sekeliling kamarnya. Hal terakhir yang diingatnya adalah ia pergi ke bar bersama Naruto. Sisanya terasa kabur dalam kepalanya. Ia duduk dan ia mulai merasa mual.
Naruto membuka pintu kamar tepat ketika Sasuke berlari ke kamar mandi. Mata Naruto melebar melihat pintu kamar mandi dibanting menutup, tepat ketika ia masuk. Ia berjalan ke kamar mandi dan mengetuk pintu.
"Teme, kau baik-baik saja?" tanya Naruto. Tak mendapat jawaban, ia berjalan ke tempat tidur dan duduk. Setelah beberapa menit, Sasuke keluar dari kamar mandi. Ia melotot pada temannya itu.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Sasuke kesal ketika ia berbaring di tempat tidurnya lagi.
"Bagaimana perasaanmu?"
"Seolah-olah aku ditabrak truk."
"Uum, seharusnya kau berhenti pada gelas kedua."
Sasuke menatap Naruto. Temannya itu menyeringai seraya mengeluarkan beberapa obat.
"Tapi sekarang aku datang untuk memberitahumu bahwa Sakura-chan meneleponmu pagi ini dan dia terdengar tidak senang."
Sasuke mengangkat alisnya kebingungan dan menutup matanya. "Kenapa?"
"Kau meneleponnya tadi malam ketika dia sedang tidur, atau kau sudah lupa?"
Sasuke duduk di tempat tidurnya dengan cepat, yang membuat kepalanya semakin berdenyut. Ia memegang kepalanya dengan satu tangannya. Naruto mendesah dan menyerahkan obat pada Sasuke. Pria itu segera mengambil obat dan segelas air dari meja di samping tempat tidurnya. Ia meneguk habis air itu dalam beberapa detik. Begitu ia selesai, ia menatap kembali ke arah Naruto. "Kenapa kau membiarkanku meneleponnya!"
"Aku mencoba menghentikanmu tapi kau tak mau mendengarkan."
"Sialan kau! Kenapa kau harus membawaku ke bar!"
"Karena kau seperti bukan dirimu sendiri semalam. Ngomong-ngomong, lihat," ucap Naruto seraya menunjuk ke arlojinya. "Kau terlambat menemuinya."
Sasuke mengerjap dan segera bangkit dari tempat tidur. Ia mulai panik. Tiba-tiba tawa Naruto terdengar. Sasuke memandang temannya itu dengan kesal.
"Hahaha, Teme, kau benar-benar tergila-gila pada Sakura-chan, eh. Aku bercanda. Dia tidak menelepon dan aku tidak pernah memberitahunya jam berapa kau akan menemuinya." ucap Naruto sambil menyeringai. Sasuke menatap teman berambut pirangnya itu dengan penuh kejengkelan di matanya. Temannya itu sepertinya akan menjadi musuh terbesarnya.
***
Konohamaru tersentak saat ia merasakan sebuah tangan menyentuh pundaknya. Ia terlalu tenggelam dalam pikirannya hingga tak menyadari ada seseorang berdiri di belakangnya.
"Maaf, tapi apa kau baik-baik saja?" tanya seseorang itu. Konohamaru mendongak dan melihat seorang gadis dengan rambut pirang panjang tersenyum padanya.
"Y-Ya... aku baik-baik saja," jawab Konohamaru sambil berdiri.
"Namaku Miroku Shion, kau bisa memanggilku Shion," ucap gadis itu seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Konohamaru memandang tangan gadis itu dan meraihnya. "Konohamaru," jawabnya singkat sambil menjabat tangan gadis itu dan tersenyum.
"Senang bertemu denganmu, Konohamaru."
"Senang bertemu denganmu juga."
"Apa kau ingin jalan-jalan?" tanya Shion, sedikit tak yakin pada dirinya sendiri. Konohamaru menatap gadis itu beberapa detik sebelum menjawab.
"Um, ya tentu,"
Shion mulai berjalan di samping Konohamaru. Tak satu pun dari mereka membuka suara, membuat Konohamaru kembali merenungkan tentang Hanabi. Ia masih tak percaya pada ayahnya dan mencoba mencari semacam petunjuk yang memberi ayahnya kesimpulan seperti itu.
Shion memandangi Konohamaru dan akhirnya menemukan sesuatu untuk dibicarakan sehingga ia memutuskan untuk bertanya, "Hei, Konohamaru, apa yang kau pikirkan?"
Konohamaru menatap Shion begitu pikirannya di interupsi. "Uh..." gumamnya dan melihat ke tanah. Ia tak yakin apakah ia harus memberitahu Shion, ia baru saja bertemu dengan gadis itu. Tapi di sisi lain, ia benar-benar ingin meluapkan semuanya. Mungkin berbagi dengan seseorang akan membantunya mencari tahu.
"Um, bagaimana jika salah satu temanmu menyukaimu tapi dia mendorongmu untuk mengatakan perasaanmu pada seseorang yang kau sukai?" tanya Konohamaru.
Shion menatap Konohamaru dan tersenyum sedikit. Entah bagaimana ia sedikit mendapatkan gambaran.
"Dan sekarang gadis yang kusukai itu akan menikah dengan pria dingin yang tidak pantas baginya," Konohamaru melanjutkan ceritanya.
"Siapa pria dingin itu?" tanya Shion. Tidak tahu mengapa, tapi ia tiba-tiba berpikir tentang Sasuke. Itu tidak mungkin dia, kan.
"Uchiha Sasuke," jawab Konohamaru dengan nada kesal.
***
Sakura berada di kamarnya, memandangi gaun merah yang sengaja ia robek tadi malam saat berlari mengejar Konohamaru. Ia menghela napas saat melihat jam di dinding.
"Bagaimana aku harus memperbaiki gaun ini?" tanya Sakura pada dirinya sendiri. Ia tak tahu bagaimana memperbaiki gaun itu.
Jarum panjang pada jam baru saja bergabung dengan jarum pendek tepat di angka dua belas. Benar, sekarang jam dua belas dan suara bel pintu bergema di seluruh rumah.
Sakur mengerjap dan ia mendongak melihat jam di dindingnya lagi.
"Sial, dia datang tepat waktu..." Sakura bergumam sambil menuruni tangga dan menuju pintu. Ia membuka pintu dan menemukan dua orang di depan pintunya. Ia menyipitkan matanya saat ia menatap pria di belakang sahabat perempuannya.
"Hai Jelek! Bagaimana kabarmu?" sapa pria berambut cepak itu. Sedangkan Ino tertawa saat melihat ekspresi Sakura.
"Hai, Forehead," kata gadis berambut pirang itu. Sakura menatap sahabat perempuannya dan tersenyum.
"Hai, Pig," kata Sakura sambil melangkah ke samping. Memberi jalan pada Ino dan Sai untuk masuk ke dalam rumah. Mereka berdua melihat sekeliling sambil tersenyum. Sai berjalan ke sofa, meraih remote TV, dan duduk santai disana. Sakura menatap pria itu kesal sampai Ino meraih lengannya dan menuntunnya menaiki tangga.
"Kami akan kembali!" seru Ino pada suaminya.
"Baik," jawab Sai.
Sakura menarik dan menghembuskan napas saat ia melihat mata Ino tertuju pada gaun merahnya yang robek. Ino dengan cepat berbalik menghadap Sakura. Ia terus menatap sahabat perempuannya itu dan gaunnya secara bergantian.
"Apa yang kau lakukan!" tanya Ino dengan keras saat ia mengambil gaunnya.
"Aku... berlari mengejar Konohamaru," jawab Sakura.
"Forehead, gaun ini adalah hadiah dari Sai! Kenapa kau harus merobeknya!"
"Gaun itu menghalangi lariku."
"Kau bisa mengangkatnya dan itu tidak akan menghalangi larimu!"
"..."
"Jangan diam saja! Aku ingin penjelasan yang bagus!"
Sakura tetap diam sambil berharap seseorang akan menyelamatkannya dari sahabatnya yang marah. Ia hanya memandang Ino ketika sahabatnya itu mulai memberi ceramah.
"Lagipula tidak ada yang menyuruhmu untuk meminjamkan gaun itu padaku..." Sakura menyela Ino. Membuat sahabatnya itu menatapnya.
"KALAU BEGITU JANGAN HUBUNGI AKU LAGI JIKA KAU PERLU GAUN UNTUK KENCAN KECILMU!" Ino berteriak. Sakura menghela napas. Sahabatnya itu ada benarnya.
Seorang pria berambut cepak sedang berdiri di pintu memandangi mereka. "Apa yang terjadi," tanya Sai khawatir. Keduanya, Sakura dan Ino berbalik memandangnya.
"Forehead merobek gaun yang kau belikan untukku!" kata Ino sambil mencoba menenangkan diri. Sakura mengalihkan tatapannya ke jendela seraya mengabaikan Ino dan Sai. Pasangan itu terus berbicara, lebih tepatnya Ino berbicara keras dan Sai berusaha menenangkannya.
"Maafkan aku, Pig," ucap Sakura seraya melihat ke arah mereka. Membuat Sai dan Ino menatapnya.
"Sudahlah..." gumam sahabat perempuannya itu seraya menghela napas. Ino tersenyum sedikit ketika ia berusaha mengubah topik dari gaun itu. "Jadi bagaimana kencannya?"
"Itu... hebat," jawab Sakura.

***
To be continued.