expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Remember?


Haruno Sakura tertawa bersama teman-temannya, tapi senyumnya tidak mencapai matanya. Bagaimana mungkin ia bisa tersenyum lepas saat ia merasa seperti akan sakit. Ia bahkan tidak ingin bersama mereka, tapi terapisnya mengatakan padanya bahwa ini adalah langkah penting jika ia ingin terus maju dalam hidupnya. Ia ingin terus maju. Ia harus.

Klub itu sangat ramai, jadi mungkin ini tidak akan seburuk yang ia pikirkan. Ia bahkan tidak perlu berbicara. Ia hanya akan mendengarkan musik, minum, menari, dan melupakan segalanya. Itu rencananya. Sejauh ini ia berhasil. Masih di awal, tapi tiga pria sudah menawari untuk membelikannya minuman, dan ia menerima setiap tawaran itu.

Musik berdentum di sekitarnya ketika ia mengangkat lengannya di atas kepalanya. Wajahnya mendongak, lampu biru dan hijau menyala di kulitnya. Ia merasa seperti bergerak lambat. Saat itu pukul setengah sepuluh dan sosok itu belum ada di sana. Mungkin ia akan berhasil melewati malam ini. Mungkin.

Sakura merasakan tangan menyelinap di pinggangnya. Ia menepis tangan itu tanpa membuka matanya, "Aku ingin menari sendiri malam ini," Kata-katanya tegas, tapi ujungnya melembut akibat efek alkohol.

"Ini aku, Sakura-chan."

Sakura bisa merasakan senyum dalam suara itu. Ia membuka matanya dan disambut cengiran cerah dari pemuda berambut kuning.

"Hei!" Sakura mengayunkan lengannya di leher pemuda itu, "Senang bertemu denganmu, Naruto. Senang akhirnya kau ada di sini. Teman-teman kita yang lain sungguh membosankan." Ia menambahkan leluconnya dengan menjulurkan lidah pada Naruto.

Naruto tertawa sebelum berubah menjadi serius—ekspresi langka untuk seorang Uzumaki Naruto, "Aku ingin memberitahumu bahwa Sasuke sudah tiba di sini. Aku tidak ingin saat kau kembali bergabung ke meja kau akan terkejut."

"Terima kasih," suara Sakura terdengar pahit dan ia menghembuskan napas, "Aku akan ke kamar mandi dulu."

Di seberang ruangan, mata onyx Sasuke mengamati setiap gerakan Sakura. Gadis itu adalah misteri baginya. Ia dibayang-bayangi oleh gadis itu setiap hari, namun ia tidak tahu apa-apa tentang gadis berambut merah muda itu, "Haruno Sakura yang terkenal," ucapnya keras, menyebabkan teman-temannya mengalihkan perhatian mereka padanya. "Aku tidak percaya ini adalah pertama kalinya aku bertemu dengannya."

"Tidak juga," sahut Ino mengingatkan sebelum menyesap minumannya.

"Kau tahu maksudku," Sasuke mengoreksi dirinya sendiri, tapi kata-katanya mengandung kepahitan yang tidak luput dari perhatian teman-temannya.

"Di mana Shion?" Ino mengubah topik pembicaraan.

"Dia akan ke sini nanti," jawab Sasuke. "Dia sedang menyelesaikan latihan finalnya sekarang." Sasuke terdiam sesaat sebelum berbicara lagi, "Dia lebih cantik daripada di semua foto yang pernah kulihat tentang dia."

"Kau sudah memberitahuku bahwa dia adalah gadis paling cantik di dunia," Sai mengingatkan dari seberang meja sebelum tulang keringnya ditendang oleh Ino, "Aduh! Sial! Apa-apaan itu?"

Sasuke memperhatikan ketika teman-temannya memandang satu sama lain dengan cepat sebelum Naruto menepuk pundaknya, "Ayo minum, Teme. Ayo kita mulai pesta ini! Tidak setiap hari kita bisa bersama-sama seperti ini."

Tepat ketika Sasuke dan Naruto berjalan mendekati bar, Sakura sedang berjalan kembali menuju ke meja teman-temannya, bergumam menguatkan dirinya sendiri, "Kau bisa melakukan ini, Sakura. Kau bisa melakukan ini! Sudah setahun. Dia hanya Sasuke. Ini hanya Sasuke," matanya mulai berair ketika ia mengucapkan nama pemuda itu dengan keras. Ia tidak ingat kapan terakhir kali ia mengucapkannya dengan keras. Dan ia tidak punya waktu untuk memikirkan hal itu, karena ia bertubrukan dengan dada kokoh seseorang, dan segera tersentak jatuh ke belakang. Itu dia!

"Sial! Aku minta maaf!" Sasuke membungkuk untuk membantu Sakura, menawarkan tangannya, dan ketika Sakura mendongak ke atas, gadis itu mulai menangis. Mata onyx itu sama. Aroma parfum itu sama, dan dengan senyum yang sama. Tapi mengapa hal lainnya tidak sama? Sosok itu adalah orang yang sama secara fisik. Dan kenapa ia memutuskan untuk minum malam ini? Ia lupa bahwa minuman keras membuatnya menangis. Ia tidak pernah bisa menangani minuman keras dengan baik.

"Jangan sentuh aku!" Sakura berteriak. "Tolong! Tolong jangan sentuh aku."

"Hei," suara Sasuke terdengar lembut dan menghibur seperti yang diingat Sakura, "Apa kau baik-baik saja? Kau menangis. Apa kau terluka?"

Sakura menggelengkan kepalanya dengan kuat, "Tidak, aku baik-baik saja," Ia berdiri terhuyung dari lantai dan memandang Naruto, "Kurasa aku akan pulang. Panggilkan aku taksi?"

"Tentu, Sakura-chan," Naruto melewati Sasuke dan merangkul Sakura dengan lengannya. "Aku akan memanggilkanmu taksi. Kenapa kau tidak duduk bersama Ino-chan dan Hinata-chan dulu?"

Sakura mengangguk, tapi ketika Naruto mulai membimbing Sakura ke meja teman-teman mereka, ia merasakan tangan Sasuke di lengannya.

"Kau tidak harus memanggilkannya taksi," mata onyx Sasuke seolah memohon pada Naruto, "Aku bisa mengantarnya pulang. Aku membawa mobil."

"Aku tidak yakin itu ide yang bagus, Teme."

"Kenapa tidak?" Sasuke memandang dari Naruto ke Sakura, tidak yakin pada siapa ia harus berbicara. Tapi kemudian ia memilih fokus pada Naruto, "Aku datang malam ini hanya karena aku tahu dia akan ada di sini."

Sakura terkesiap dan meremas tangannya. Ia sepenuhnya terisak sekarang. Sasuke ada di sini hanya karena dirinya?

"Teme, dia benar-benar tidak dalam keadaan baik," Naruto masih merangkul Sakura, "Aku tidak tahu apakah sekarang adalah waktu yang tepat. Aku akan memanggilkannya taksi."

"Tidak," Sasuke bersikeras, dan suaranya terdengar hampir putus asa. Ia mengalihkan perhatiannya pada Sakura, "Tolong ijinkan aku mengantarmu pulang. Kau bahkan tidak perlu bicara apa pun. Aku hanya... aku merasa perlu mengenalmu."

Sakura menatap Sasuke, dan ia menjadi sangat sadar mengapa ia tidak pernah bisa mengatakan 'tidak' pada pemuda itu. Akhirnya ia mengangguk, "Aku akan mengambil tasku."

"Sakura-chan?" tanya Naruto khawatir.

"Tidak apa-apa. Apartemenku hanya berjarak dua puluh menit dari sini. Aku bisa menangani ini."

***

Sakura cukup yakin bahwa Sasuke sengaja mengemudi di bawah batas kecepatan normal. Ia tidak bisa memutuskan apakah ia senang atau kesal karena hal itu. Dari sudut matanya, ia bisa melihat bahwa Sasuke terus mencuri pandang padanya, tapi ia menolak untuk menatap pemuda itu. Mereka telah berkendara selama sepuluh menit, dan benar, Sasuke tidak berbicara atau meminta Sakura untuk berbicara. Dan Sakura bertanya-tanya berapa lama ini akan berlangsung. Jika sosok pemuda itu masih seperti Sasuke-nya, pemuda itu tidak bisa didiamkan begitu lama.

"Boleh aku bertanya sesuatu?"

Mungkin sebagian dari Sasuke-nya masih ada.
"Tidak."

"Kenapa tidak?"

"Kau bilang kita tidak perlu bicara."

"Kau tidak seperti gadis yang diceritakan orangtuaku, atau bagaimana aku membayangkan tentang dirimu."

Sakura tahu ia seharusnya tidak bertanya, tapi ia tetap mengajukan pertanyan, "Bagaimana kau membayangkan tentang diriku?"

Sasuke menoleh untuk tersenyum pada Sakura, dan Sakura hampir mulai menangis lagi, "Lembut, manis, dan lucu. Aku membayangkan tentang dirimu yang tertawa dengan mata berbinar."

Sakura tidak merespon untuk beberapa saat, tapi ia memikirkan kata-kata Sasuke. Mungkin ia dulu seperti apa yang Sasuke katakan. Mungkin. Ia juga tidak bisa mengingat tentang dirinya sendiri. "Mataku merah, dan aku tidak tertawa. Kau membayangkan orang yang salah."

"Kuharap aku bisa mengingatmu secara benar, Sakura," Sasuke mengakui dengan malu-malu. "Rasanya seperti jika aku bisa mengingatmu, aku bisa mengingat semuanya."

"Belok kanan di sini." Sakura tidak bisa membalas ucapan Sasuke. Ini sudah terlalu jauh. Ia sudah terlalu patah.

"Sakura, tolong," Sasuke menepi tiba-tiba. "Aku sudah mencoba untuk mengingat seluruh hidupku selama setahun terakhir, dan aku telah mengenal semua orang dari masa laluku kecuali dirimu. Aku menghabiskan waktu berjam-jam dengan Naruto berbicara tentang masa sekolah dan hal lainnya. Aku sudah makan banyak manisan bersama Sai untuk menemukan apakah ada selera dalam ingatanku, tapi aku bahkan belum bertemu denganmu secara pribadi sampai malam ini."

"Aku tidak bisa, Sasuke."

"Kau bahkan belum berusaha," suara Sasuke meninggi. "Kau tidak ingin aku mengingat semuanya?! Aku merasa bahwa kau penting. Kau benar-benar ada di mana-mana. Baru minggu lalu aku menemukan ini ketika aku sedang membersihkan mobil. Kau adalah bagian dari diriku yang dulu, tapi aku tidak tahu. Aku tidak tahu apa-apa tentangmu." Ia merogoh sakunya sejenak sebelum mengeluarkan anting-anting mutiara kecil.

Sebelum Sakura tahu apa yang terjadi selanjutnya, Sasuke menyingkirkan rambutnya menjauh dari wajahnya, dan menyelipkan anting-anting itu ke telinganya.

Suara Sasuke melembut dan keintiman memenuhi mobil, "Aku tahu anting itu milikmu. Aku sudah melihatnya di foto." Jari-jarinya bergerak ke belakang telinga Sakura, bermain-main dengan rambut merah muda gadis itu.

"Jangan sentuh aku," Sakura menangis lagi. Ia segera membuka pintu mobil Sasuke dan berlari keluar.

"Sakura, tunggu! Maaf!"

***

"Kau yakin mau melakukan ini?" tanya Tsunade, terapis Sakura.

"Kau sendiri yang mengatakan bahwa aku hanya akan bisa melanjutkan hidupku jika aku menghadapinya."

"Ya, tapi aku tidak mengantisipasi bahwa kau akan menghabiskan banyak waktu bertemu dengannya. Maksudku, penting untuk mengakui bahwa dia masih ada dan merupakan bagian dari kehidupan teman-temanmu."

"Ya, tentu saja aku mengakui keberadaannya, dan sekarang dia ingin menjadi temanku." Sakura menghela napas dan bermain dengan cat kuku yang terkelupas di ibu jarinya.

"Bagaimana perasaanmu?"

"Aku merasa butuh minuman keras."

Tsunade sedikit tersenyum, "Sakura, kau tahu bahwa ini terlalu berat untukmu, bukan?"

"Ya, aku tahu itu."

"Dan kau masih akan melakukannya?"

"Ya," Sakura memutar matanya, "Aku sudah memberitahumu bahwa aku tidak akan pernah bisa mengatakan 'tidak' padanya. Apa yang membuat kali ini berbeda?"

"Kurasa kau tahu jawaban untuk pertanyaan itu."

"Ya, kurasa begitu," Sakura berdiri, bersiap untuk pergi, "Sampai jumpa minggu depan."

***

"Bagaimana dengan ini?" Sasuke memamerkan pakaian barunya pada ibunya.

Mikoto menatap putranya dengan gelisah, meremas-remas tangannya, "Kau tahu bahwa bagiku kau selalu terlihat tampan. Nak, bisakah kau jelaskan lagi padaku apa yang akan kau lakukan? Kenapa kau makan siang dengan Sakura dan kenapa penampilanmu sangat penting?"

"Aku hanya ingin mengenalnya, dan aku ingin membuat kesan yang lebih baik daripada yang pertama kali. Kurasa dia tidak menyukaiku."

"Siapa yang tidak menyukaimu? Kau sempurna."

"Kurasa Sakura tidak akan setuju."

Sesuatu melintas di wajah ibunya, ekspresi yang tidak bisa Sasuke baca. "Berhati-hatilah, Sasu-kun."

"Apa maksud Kaasan?"

"Aku... aku merasa harus mengatakannya sebelum kau makan siang bersamanya. Aku tidak ingin ada yang berakhir kecewa."

"Kaasan, aku tidak tahu apa-apa tentang dia. Kau dan Tousan tidak pernah banyak membicarakannya. Teman-temanku juga tidak pernah banyak membicarakannya, tapi aku tahu dia adalah temanku. Aku juga ingin mengenalnya, aku tidak tahu kenapa semua orang berpikir ini adalah ide yang buruk. Apa dia melakukan sesuatu?"

"Apa tanggapan Shion tentang kau yang akan makan siang dengan Sakura?" Ibunya mengubah topik pembicaraan.

"Dia marah, tapi aku sudah terbiasa dengan itu. Kurasa dia hanya ingin aku berhati-hati juga."

"Shion selalu sedikit iri pada Sakura."

Ucapan ibunya membuat Sasuke penasaran, "Kenapa?"

"Siapa yang tahu?" Ibunya berbohong, dan Sasuke tahu itu.

***

"Ibuku berkata bahwa ini adalah tempat makan favoritku ketika aku berumur sembilan tahun." Sasuke sedang melihat-lihat menu restoran yang begitu melekat diingatan Sakura.

Sakura berharap Sasuke bisa ingat bahwa pemuda itu menciumnya di bilik di seberang meja mereka sekarang ketika mereka berusia enam belas tahun. Ia menunduk menatap ke pangkuannya, dan menelusuri pola pada gaunnya dengan jari-jarinya.

"Apa kita pernah datang ke sini bersama?" tanya Sasuke, onyx-nya terus menelusuri tulisan di menu.

"Ya."

"Apa kau tahu apa makanan kesukaanku di sini?"

"Nomor enam."

"Dan kesukaanmu?"

"Nomor dua."

"Kau ingin makan itu sekarang?"

"Tentu."

"Sakura, aku benar-benar berusaha di sini. Kau bisa menolak jika kau benar-benar tidak ingin makan siang bersamaku."

"Tidak, aku tidak bisa menolak."

"Kenapa tidak?"

"Bukan apa-apa."

Sasuke tersenyum lembut yang membuat Sakura merasa seperti akan menangis, "Aku senang kau memakai anting-anting itu hari ini." Ia menunjuk ke telinga Sakura. "Aku bertaruh, pasangan anting itu senang bisa kembali bersama. Rasanya lucu bahwa aku punya satu dan kau punya satu."

"Aku akan ke kamar mandi dulu."

***

Sudah lima belas menit sejak Sakura pergi ke kamar mandi, dan Sasuke mulai khawatir.

"Anda siap memesan, Tuan?" Pelayan menghampiri dan bertanya lagi.

"Belum. Aku akan pergi mengecek temanku dulu. Aku tidak ingin memesan tanpa dia." Sasuke berdiri dan berjalan ke arah toilet.

Setelah mengetuk dan tidak ada jawaban dari balik pintu toilet wanita, Sasuke nekat membukanya, "Sakura?" Ia dengan gelisah berjalan masuk ke dalam dan mendapati bahwa semua bilik toilet kosong.

***

"Apa-apaan ini, Sakura?!"

Sakura tersentak dan berjengit mundur, "Ya Tuhan! Kau membuatku takut!"

"Aku membuatmu takut?! Bayangkan betapa takutnya aku menyadari bahwa kau telah meninggalkan restoran. Kenapa kau pergi diam-diam?"

Sasuke menyaksikan tubuh Sakura bergetar, dan ia langsung menyesal telah berteriak pada gadis itu. Gadis itu telah mengganti pakaiannya dengan piyama, dan sepertinya juga telah menangis.

"Maaf," ucap Sakura lirih sambil menatap jari kakinya.

"Kenapa kau pergi?"

"Aku tidak bisa tetap di sana."

"Kenapa tidak?"

"Aku tidak bisa menjelaskannya. Aku hanya perlu pergi."

"Sakura," Sasuke ingin meraih tangan Sakura, tapi ia tahu Sakura tidak akan suka itu, "Apa yang terjadi di antara kita? Aku bisa merasakan bahwa kau tidak suka padaku, bahwa kau tidak ingin berada di dekatku."

"Bukan begitu," Sakura ingin mengatakan pada Sasuke bahwa ia mencintai pemuda itu.

"Tapi sikapmu memperlihatkan bahwa kau tidak menyukaiku, dan aku mulai mengerti kenapa semua orang mengatakan padaku untuk berhati-hati di dekatmu."

"Mereka berkata begitu?" Sakura mendongak terkejut dan berlinang air mata. Suaranya bergetar, "Mereka mungkin benar. Kau seharusnya tidak berada di dekatku, Sasuke. Kita seharusnya tidak berada dekat satu sama lain."

"Tapi aku ingin bersamamu, Sakura. Aku ingin tahu siapa dirimu."

"Tidak, kau tidak bisa."

***

Sakura telah membaca banyak buku belakangan ini. Fantasi, fiksi ilmiah, dan romansa—mungkin ide yang buruk untuk membaca romansa. Ia berjalan perlahan ke setiap lorong rak, mencari sesuatu yang baru untuk dibaca. Ia suka melarikan diri tenggelam ke dalam halaman buku. Ia suka berpura-pura bahwa hidupnya sendiri—dunianya sendiri—tidak ada. Ia berjongkok untuk melihat rak paling bawah, dan sebuah buku menarik perhatiannya. Ia meletakkan buku yang ia pegang di sebelahnya ketika ia duduk bersila di lantai, membaca beberapa halaman pertama dari buku temuan barunya.

"Senang melihatmu di sini," suara Sasuke tiba-tiba menyusup ke telinga Sakura. Sakura menoleh, dan disambut oleh kaki Sasuke. Ia mendongak, dan dalam hati mengerang. Sasuke duduk di sampingnya, "Apa yang kau temukan?" Dengan hati-hati Sasuke mengambil buku itu dari tangan Sakura, jari-jari mereka sedikit bersentuhan.

Sasuke membaca dalam diam selama beberapa menit, "Aku juga suka fiksi ilmiah. Boleh aku memberitahumu sebuah rahasia?"

Perut Sakura terasa bergejolak, tapi ia mengangguk.

Sasuke mengeluarkan sebuah buku dari tasnya dan menunjukkannya pada Sakura, "Aku telah membaca banyak fiksi remaja dan ya baru-baru ini... terutama hal-hal romantis. Aku tidak tahu kenapa," Ia mengangkat bahu, "Kurasa karena aku tidak benar-benar bisa mengingat tentang hal-hal semacam itu dari hidupku sendiri, jadi aku sedikit mengenangnya di dalam halaman buku. Aku bahkan tidak bisa mengingat ciuman pertamaku, dan kehilangan ingatan terasa menyebalkan sepanjang waktu, tapi yang paling menyebalkan ketika aku memikirkan semua hal pertama yang pernah kumiliki, dan aku tidak dapat mengingatnya."

Sakura mengangguk dan berusaha untuk menahan air matanya. Ia tidak boleh menangis. Sudah setahun. Ia harus melanjutkan hidupnya sendiri. Mengetahui bahwa Sasuke tidak ingat ciuman pertama mereka ketika mereka berusia empat belas tahun tidak seharusnya membuatnya ingin menangis.

"Pegang tanganku," Sakura remaja menginstruksikan pada Sasuke remaja. Sasuke menurutinya dengan senyum konyol di wajahnya.
Dan itu membuat Sakura terkikik, tapi Sasuke segera menyuruh gadis itu diam, "Sstt... orang tua kita akan mendengarnya."

Sakura mengangguk sebelum menyadari bahwa ia tidak bisa melihat Sasuke dengan jelas. Saat itu pukul empat pagi dan mereka menyelinap keluar dari kamar hotel masing-masing untuk bertemu di lobi yang gelap dan sunyi. Mereka berjalan di lorong gelap selama dua puluh menit sebelum Sakura mengingatkan Sasuke bahwa mereka harus segera kembali ke kamar mereka sebelum ayah Sasuke membangunkan pemuda itu untuk latihan basket.

Sekarang mereka berdiri di depan pintu kamar mereka, berpegangan tangan dan saling memandang dengan penuh harap, "Aku belum pernah mencium siapa pun sebelumnya," Sasuke mengakui, "Tapi aku benar-benar ingin menciummu, Sakura."

"Aku ingin kau menciumku juga," bisik Sakura. Mereka saling tersenyum dan mendekat, hidung mereka mulai bersentuhan.

"Sakura?" Sasuke melambaikan tangannya di depan wajah gadis itu sampai gadis itu menatapnya. "Kau kenapa?"

"Bukan apa-apa."

"Kau sering mengatakan itu."

"Aku harus mengurus peminjaman bukuku. Perpustakaannya akan segera tutup."

"Biarkan aku berjalan bersamamu. Aku bisa mengantarmu pulang. Aku tahu kau berjalan ke sini. Aku tidak melihat mobilmu."

"Baik." Sakura bahkan tidak merasa ingin berdebat dengan Sasuke, dan hatinya terlalu lelah untuk peduli dengan beratnya mencintai seorang pemuda yang tidak mengingat apa-apa.

***

"Bagaimana dengan Sakura?" tanya Shion ketika ia menyisir rambutnya dengan jari.

"Aku tidak mengerti. Dia terus mengatakan dia baik-baik saja di dekatku, tapi aku terus berpikir bahwa dia tidak menyukaiku. Dia tidak baik-baik saja. Setiap kali aku bertemu dengannya, dia tampak sedikit berbeda. Seperti menjaga jarak. Dia tidak mau memberitahuku apa-apa tentang bagaimana kami dulu berteman. Maksudku, dia memberitahuku beberapa kenangan yang dia miliki bersamaku, tapi itu hanya hal-hal biasa. Seolah dia tidak mau berusaha."

"Sakura selalu aneh. Mungkin dia tidak ingin menjadi temanmu lagi. Mungkin kau terlalu berbeda sekarang."

Sasuke mengerutkan alisnya, "Aku tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. Mungkin kau benar."

***

"Aku tahu sikapku ini menyakitinya, Pig, dan aku tidak bermaksud melakukannya, tapi ini sangat sulit. Sangat sulit." Sakura menyesap tehnya. "Dia hanya ingin tahu lebih banyak tentang bagaimana kami dulu, tapi aku tidak bisa menceritakannya. Bagaimana aku memberitahunya bahwa kami tidak pernah berteman?"

Ino menepuk kaki Sakura dengan penuh perhatian, "Aku tidak punya jawaban untuk itu, Forehead, tapi kau dan aku sama-sama tahu bahwa kau tidak sengaja menyakiti Sasuke dalam hal ini. Apa kau sudah mencoba jujur ​​padanya?"

Mata Sakura melebar, "Aku tidak bisa melakukan itu!"

"Tidak, bukan tentang itu. Maksudku, apa kau sudah mencoba mengatakan padanya bahwa ini juga sulit bagimu?"

***

Sakura merasa bahwa berbelanja lebih menyenangkan ketika ia membawa Sasuke bersamanya. Lebih menyenangkan ketika ia bermain-main dengan menukar Froot Loops kesayangan pemuda itu dengan Cheerios, dan ia akan terkikik melihat ekspresi terkejut pemuda itu saat di kasir. Ia tersenyum mengingat bagaimana Sasuke akan berlari kembali ke lorong rak sereal dan kembali dalam hitungan tiga puluh detik.

"Kau tersenyum adalah pemandangan langka!"

Sakura tersentak ketika mendengar suara Sasuke. Ia harus berhenti memikirkan pemuda itu. Sepertinya pemuda itu muncul di saat-saat seperti ini. Ia bertemu tatap dengan Sasuke, dan senyumnya langsung memudar dari wajahnya. Pemuda itu berbelanja dengan Shion, tapi bukan itu masalahnya. Bagaimana pun juga ia akan selalu sedih jika melihat pemuda itu.

"Dan senyum itu sekarang sudah tidak ada," Sasuke menghela napas, tapi ia melanjutkan pembicaraan, "Sedang bersenang-senang berbelanja?"

Sakura mengangkat bahu, "Ini suatu keharusan. Aku harus makan."

Sasuke mengangguk. "Ngomong-ngomong, apa kalian berdua saling kenal?" Ia sudah tahu jawabannya, tapi ia memperhatikan bahwa Sakura mengangguk.

"Kami saling kenal," jawab Shion keras. "Bagaimana kabarmu, Sakura?"

"Aku baik-baik saja. Aku harus menyelesaikan belanjaku. Sampai jumpa, Sasuke. Sampai jumpa, Shion." Sakura berbalik dan mendorong trolinya. Apa pun yang ia butuhkan di lorong itu kini tidak terlalu penting.

***

"Maafkan aku," ucap Sakura, "Maaf aku selalu menangis, dan aku selalu berantakan, dan aku menyakitimu."

"Hei, tidak apa-apa," Sasuke mengulurkan tangan pada Sakura, tapi gadis itu mundur, "Kau tidak menyakitiku, Sakura."

"Aku menyakitimu. Kau ingin tahu tentang kita sebelum kecelakaan terjadi, tapi aku tidak bisa membantumu. Aku tidak bisa memberitahumu tentang kita, dan aku tahu itu membuatmu marah, sedih, dan terluka, tapi ini juga sulit bagiku."

Sasuke memandang gadis di depannya dengan mata lebar. Ia tidak lagi melihat gadis yang tertutup dan frustasi yang telah ia kenal selama beberapa bulan terakhir. Tapi ia melihat seorang gadis yang patah hati. "Aku hanya berpikir kau tidak memberitahuku karena kau tidak menyukaiku, atau karena kau tidak ingin berteman lagi."

"Itu tidak benar," Sakura menggelengkan kepalanya dengan kuat. "Berhentilah mengatakan bahwa aku tidak menyukaimu. Itu tidak benar. Tidak!"

"Aku tahu, aku tahu," Sasuke mengulurkan tangannya, menyerah. "Aku juga tidak tahu bahwa ini sulit bagimu, Sakura. Maaf aku sudah begitu bersikeras ingin tahu tentang kita."

"Aku tidak menyalahkanmu karena kau ingin tahu tentang kita, Sasuke, tapi aku tidak bisa menjadi orang yang memberitahumu. Belum, mungkin. Atau mungkin tidak akan pernah, dan aku benar-benar membutuhkanmu untuk menghargai keputusanku, karena aku tidak tahu apa aku bisa melakukan ini lagi."

"Melakukan apa?"

"Ini," Sakura menunjuk jarak di antara mereka, "Berada di dekatmu."

"Kupikir kau baru saja mengatakan bahwa kau menyukaiku," ucap Sasuke dengan bingung.

"Ya."

"Lalu kenapa kau tidak bisa berada di dekatku."

"Ini sulit."

Sasuke menghela napas dan mengacak rambutnya. Ia melakukan itu ketika ia merasa frustrasi, "Oke. Mungkin kita sudah melakukan ini dengan cara yang salah. Duduklah," Ia menunggu sampai Sakura duduk, dan kemudian ia duduk di samping gadis itu. "Mungkin ini akan bekerja lebih baik jika kita memulai dari sekarang daripada mencoba untuk memulai dari masa lalu. Kenapa kau tidak menceritakan padaku tentang dirimu, Sakura? Dan aku bisa menceritakan padamu tentang diriku. Kita bisa saling mengenal sekarang, bukan tentang siapa kita dulu. Apa kau merasa kita bisa melakukan itu?"

"Aku akan mencoba."

***

Sakura tersenyum lembut ketika Sasuke kembali dengan membawa minuman mereka.

"Aku tidak tahu minuman kesukaanmu, jadi aku hanya menebak-nebak," ucap Sasuke dan menyerahkan smoothie mangga pada Sakura.

Sakura menatap Sasuke dengan mata lebar dan berkaca-kaca.

"Apa aku mengacau?"

Sakura menggelengkan kepalanya, "Tidak, ini favoritku," kemudian tanpa ia sadari, ia mengatakan sesuatu yang ia tidak yakini harus ia katakan, "Kau dulu membelikannya untukku setiap hari Sabtu. Terima kasih, Sasuke."

Senyum Sasuke membuat Sakura sedikit meleleh, dan ia merasakan debaran yang sama seperti yang ia rasakan untuk pemuda itu saat di masa sekolah ketika mereka pertama kali berkencan.

"Aku melakukan itu?"

"Ya," jawab Sakura pelan sebelum menyesap smoothie-nya.

***

"Jangan tertawa, tapi aku benar-benar suka hal-hal yang berkaitan dengan princess. Renda-renda, dan bunga, dan mutiara, dan lampu berkelap-kelip, dan kain-kain lembut," Sakura menjawab pertanyaan Sasuke tentang apa yang tidak diketahui orang-orang tentang gadis itu.

"Psshh," Sasuke mengibaskan tangannya dengan acuh tak acuh, "Aku sudah tahu itu. Kau memakai bunga dan renda sekarang," Ia terkekeh dan memperhatikan wajah Sakura merona. Dan itu dengan cepat menjadi hal favoritnya di dunia.

Sebelum Sakura bisa membalas, ponsel Sasuke berdering.

"Oh, sial! Aku benar-benar lupa bahwa aku seharusnya pergi ke latihan Shion malam ini. Deidara mengirim sms padaku. Latihannya dimulai empat puluh menit lagi. Mau ikut denganku?"

Mereka sekarang berjalan di sekitar taman dekat apartemen Sakura. Mereka sudah sering melakukannya. Bertemu pada hari Rabu dan saling memahami lebih banyak tentang siapa diri masing-masing.

Sakura menyukai itu. Tidak perlu ada harapan. Ia tidak perlu membicarakan masa lalu. Ia hanya harus berada di dekat Sasuke. Pada awalnya, ia berpikir bahwa berada di dekat pemuda itu akan sangat sulit, berada di dekat pemuda itu tapi tidak bisa bersama pemuda itu akan lebih buruk daripada tidak berada di dekat pemuda itu. Namun, ia salah. Mereka memahami satu sama lain dengan mudah. Dan hanya menyakitkan ketika Sasuke harus pulang dan kembali pada Shion. Sakura tidak terkejut bahwa cintanya yang sama untuk Sasuke selalu hadir dan terasa nyata. Ia memang sangat mencintai pemuda itu. Kadang-kadang ia berharap Sasuke akan meraih tangannya saat mereka berjalan. Ia berharap Sasuke akan memberinya bunga, atau mengatakan padanya bahwa pemuda itu mencintainya. Tapi baguslah bahwa pemuda itu tidak melakukan hal-hal itu, karena pemuda itu bukan Sasuke-nya lagi.

"Kumohon, Sakura? Ini akan sangat membosankan. Kita bisa duduk di belakang dan berbicara sepanjang Shion latihan, dan kemudian aku hanya harus mengatakan padanya bahwa dia luar biasa sesudah latihan." Sasuke menyikut Sakura dengan sikunya, "Kumohon!"

"Oke," setuju Sakura dengan pelan. Haruskah ia benar-benar pergi bersama Sasuke ke acara latihan kekasih pemuda itu?

***

"Kuharap tidak ada yang keberatan jika aku membawa Cherry." Sasuke memberi isyarat pada Sakura yang sedikit mundur dari kelompok orang-orang di studio itu.

"Kau memanggilnya apa?" tanya Deidara menatap Sasuke.

Sasuke menggaruk bagian belakang lehernya dan tersipu ketika ia menatap Sakura, "Cherry? Itu... itu tidak masalah, kan? Apa aku tidak boleh memanggilmu seperti itu?"

"Kau bisa memanggilku begitu," Sakura terkejut sendiri dengan kata-kata yang meluncur dari mulutnya. Ia tidak memberitahu Sasuke bahwa pemuda itu biasa memanggilnya Cherry sepanjang waktu.

Deidara kembali menatap Sakura, mata mereka bertemu sebentar, "Ayo cari tempat duduk."

Sasuke menunggu sampai Sakura melangkah di sampingnya sebelum mengikuti Deidara dan teman-teman teater mereka yang lain. Tidak, teman-teman teater Shion. Mereka bukan teman Sasuke atau Sakura.

"Sayang sekali mereka tidak menyediakan popcorn seperti di bioskop." Sasuke berbisik pada Sakura.

Sakura terkikik, ia merogoh tasnya, "Aku punya granola bar jika kau mau." Ketika ia menyerahkannya pada Sasuke, tangan pemuda itu menggenggam tangannya. Pemuda itu memegangnya lebih lama dari yang seharusnya. Mata mereka bertemu, dan Sakura menarik tangannya dari Sasuke, "Aku perlu ke kamar mandi."

Sasuke mengerutkan kening, "Kau pernah mengatakan itu sebelumnya dan kau menghilang," Ia mengingatkan Sakura dengan cemas, dan raut wajah Sasuke membuat Sakura malu dengan kenyataan bahwa ia sudah hampir menghilang lagi.

Bibir Sakura bergetar, "Kali ini tidak akan."

"Terima kasih, Sakura."

***

Sekarang Sakura benar-benar ingin menghilang. Ia berdiri di belakang panggung teater bersama Sasuke saat pemuda itu memuji Shion.

"Kau luar biasa!"

Shion menarik Sasuke ke dalam sebuah ciuman, "Terima kasih, Sayang."

Saat itulah Sakura berjalan menjauh dan menghilang. Sasuke tidak pernah mencium orang lain selain dirinya, dan ia tidak pernah mencium orang lain selain Sasuke. Ini membuatnya sangat marah karena mereka tidak bersama, dan ia kadang-kadang berharap bahwa dirinyalah yang kehilangan ingatan, bukan Sasuke. Maka ia tidak perlu merasakan apa yang ia rasakan sekarang. Tapi kemudian, ia merasa seperti seseorang yang brengsek, karena ia tahu betapa sulitnya hal ini bagi Sasuke. Tapi setidaknya Sasuke punya pilihan untuk terus maju dalam hidupnya. Sedangkan ia tidak akan pernah memiliki opsi itu. Ia akan mati dengan gelar seorang wanita tua yang kesepian dan patah hati tanpa suami atau anak-anak yang mencintainya, dan Sasuke akan menikah dengan seseorang—ya Tuhan semoga bukan Shion—dan pemuda itu akan hidup bahagia. Pemuda itu akan mempunyai anak, dan menjadi tua bersama wanita lain.

Sakura menyelinap pergi diam-diam. Ia tidak akan menghilang sepenuhnya. Lagipula, Sasuke berkata akan mengantarnya pulang, dan ia berjanji pada pemuda itu bahwa ia akan 'mencoba'. Itu berarti ia harus bertahan, tapi bukan berarti ia harus melihat Sasuke berinteraksi dengan Shion.

***

"Sasuke mencarimu," suara Shion membuat Sakura tersentak. Ia sedang bersembunyi di balkon teater.

"Oh, aku... aku akan pergi menemuinya." Sakura berbalik dan mencoba melangkah pergi, tapi Shion mengangkat tangannya.

"Tunggu sebentar, Sakura," Shion melihat langsung ke arah rambut merah muda Sakura yang memunggunginya, "Kita berdua sudah dewasa sekarang, dan aku dengan tulus menghargaimu karena telah menjauh dari Sasuke. Dia sudah melanjutkan hidupnya, dan kurasa masa lalunya sudah tidak mungkin terjadi. Kami sudah bahagia bersama. Dia tidak akan pernah mengingat bagaimana hidupnya sebelum kecelakaan, jadi kurasa yang terbaik adalah biarkan dia menjalani hidupnya seperti sekarang tanpa memunculkan kenangan lama yang hanya akan membingungkannya. Apa kau setuju?"

Sakura mengangguk, tanpa berbalik.

"Kau ingin dia bahagia, kan?" tanya Shion.

Sakura mengangguk lagi, ia tidak mempercayai suaranya sendiri, dan berusaha keras untuk tidak fokus pada cengkeraman kuat di dalam dadanya. "Aku harus..." Ia menelan ludah, tidak bisa menyelesaikan kata-katanya, jadi ia hanya menunjuk ke arah pintu keluar.

"Sakura." Sakura bertemu Sasuke tepat ketika gadis itu keluar dengan cepat. "Kau dari mana? Kupikir kau menghilang lagi."

"Aku meninggalkan tasku supaya kau tahu aku tidak pergi," Itu adalah alasan yang menyedihkan, tapi tampaknya berhasil.

Sasuke tersenyum, "Ya. Aku mengerti. Tapi itu berbahaya. Bagaimana jika seseorang mencurinya? Mencuri identitasmu?"

"Aku tidak akan merasa terlalu buruk jika seseorang mencuri identitasku. Mereka bisa memilikinya."

Sasuke tersenyum lagi, "Ayo, aku akan mengantarmu pulang."

Ketika mereka memasuki kompleks apartemen Sakura, Sasuke mematikan mobilnya, tapi tidak membuka kunci pintu seperti biasanya. Alih-alih, ia membuka sabuk pengamannya dan berbalik ke arah Sakura, "Aku mendengar Shion berbicara denganmu. Apa yang dia katakan?"

"Tidak ada. Dia hanya berbicara tentangmu."

"Tentangku?"

Sakura hanya mengangkat bahu.

"Teman macam apa kau? Seharusnya kau memberitahuku saat pacarku berbicara tentangku diam-diam."

Sakura tahu bahwa Sasuke bercanda, tapi secara emosional ia sangat tidak stabil hingga ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis. Demi Tuhan, ia tidak ingin hanya menjadi teman Sasuke.

"Hei, hei, aku hanya bercanda," Sasuke berkata dengan cepat. "Sakura, maafkan aku." Ia mengulurkan tangan dan mengusap air mata dari wajah gadis itu, "Biarkan aku mengantarmu ke pintu?"

***

Sasuke duduk di sofa ruang tamu Shion, menatap ke depan ke arah televisi, "Aku mendengarmu berbicara dengan Sakura. Kenapa kau mengatakan padanya bahwa kau senang dia menjauh dariku? Kenangan lama apa yang tidak boleh dia sampaikan?"

Shion tidak pernah sesenang ini karena ia adalah seorang pemain teater, karena sekarang aktingnya sangat dibutuhkan. Ia berjalan ke arah Sasuke dan mengusap punggung pemuda itu, "Aku hanya ingin memastikan dia tidak membuat ini lebih sulit untukmu. Maksudku, kaulah yang berbicara tentang seberapa menjaga jarak dan pasifnya dia. Tentu saja aku akan senang jika hal itu tidak mengganggu hidupmu. Dan aku hanya ingin kau fokus pada masa depan. Aku ingin kau bahagia, Sayang."

Sasuke mencium Shion untuk tanda penerimaannya atas penjelasan gadis itu, tapi sesuatu rasanya seperti tidak benar. Ia melihatnya dalam diri Sakura. Ada sesuatu tentang diri gadis itu yang membuatnya percaya bahwa apa yang ia pikirkan benar. Bahwa Sakura adalah gadis yang lembut, manis, dan lucu. Kadang-kadang ia akan memandang Sakura dan melihat mata berbinar yang ia harapkan akan ditampilkan gadis itu lebih sering. Sakura memang terlihat pasif, tapi gadis itu telah mengakui betapa sulitnya ini bagi gadis itu sendiri. Apa yang sebenarnya disembunyikan Sakura? Apa yang disembunyikan semua orang tentang Sakura?

***

"Bisa aku bertanya sesuatu?"

"Kurasa itu pertanyaan retoris." sahut Naruto.

"Apa yang dilakukan Sakura?"

"Apa maksudmu?"

"Kenapa tidak ada yang berpikir ini ide yang bagus jika aku mengenalnya?"

Naruto menghela napas, "Bukan hanya kau yang kami semua khawatirkan, Teme. Kau telah menghabiskan waktu bersamanya selama enam bulan terakhir ini. Aku tahu kau telah melihat betapa sulitnya Sakura-chan menyeimbangkan dirinya di dekatmu." Ia menatap langsung pada Sasuke, "Dengar, aku tidak mengatakan hal buruk tentang Sakura-chan sama sekali, tapi tidak ada yang tahu apakah dia bisa menghadapi ini. Bukan saja dia mungkin berpengaruh buruk untukmu, tapi kau mungkin juga berpengaruh buruk untuknya. Seperti, sudah berapa kali kau bersamanya, hanya melakukan sesuatu yang normal dan dia menangis?"

Sasuke memikirkannya selama beberapa menit, "Kenapa dia seperti itu?"

"Aku bahkan tidak tahu harus mulai dari mana, Teme."

"Aku menyukainya," ucap Sasuke pada Naruto. "Aku suka saat bersamanya, bahkan jika aku harus berjalan di atas kulit telur, atau mencarinya berjam-jam, atau pada dasarnya berbicara pada diriku sendiri. Aku hanya suka menatapnya," Sasuke tampak merona ketika ia memikirkan Sakura.

Naruto tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Kita pernah melakukan percakapan yang sangat mirip seperti ini sebelumnya. Saat kita berusia empat belas atau lima belas tahun, dan kau mengatakan hal yang sama padaku."

"Mungkin ingatanku tidak begitu kacau."

"Teme, tidak ada yang bisa mengaturmu dengan siapa kau harus menghabiskan waktu, atau bagaimana kau harus berinteraksi dengan Sakura-chan, tapi kami juga menyayangi dia, dan kami ingin dia baik-baik saja. Jujur, aku tidak tahu apakah dia bisa baik-baik saja dengan dirimu berada di sekitarnya. Dan lagi, apakah dia bisa baik-baik saja dengan tidak ada dirimu di sekitarnya."

"Apa maksudmu?"

"Itu haknya untuk memberitahumu."

***

Sakura meringkuk di bawah selimut di sofa ketika seseorang mengetuk pintu apartemennya. Tidak ada yang mengunjunginya hari ini. Ia yakin itu. Ibunya hanya datang pada hari Minggu, dan ibunya tidak akan datang di sore hari begini. Ia membungkus selimut birunya di sekeliling tubuhnya dan berjalan ke pintu. Setelah melihat dari lubang intipnya, ia ingin merangkak ke bawah tempat tidurnya. Kenapa Sasuke ada di sini?

"Sakura, aku tahu kau ada di dalam. Aku melihat mobilmu. Aku bertaruh kau berdiri di balik pintu ini. Buka saja. Aku membawa makanan."

"Aku sudah makan," jawab Sakura sebelum ia bisa menahannya, ia segera menutup mulutnya dan mengumpat dalam hati.

"Apa?" tanya Sasuke dengan penuh tantangan. Suaranya terdengar jelas bahkan ketika mereka dipisahkan oleh pintu.

Sakura melihat kembali ke meja dapurnya. Ada kotak es krim kosong, dan piring kotor bekas ia memakan sepiring sayuran panggang.

"Makanan."

"Cherry, buka saja pintunya. Aku bahkan menghubungi ibumu untuk bertanya makanan apa yang menjadi favoritmu."

Sakura segera menyentak pintu terbuka, matanya terbelalak, "Kau menghubungi ibuku?"

"Kenapa? Kadang-kadang dia mengunjungi ibuku. Biasanya ketika aku pergi, tapi aku sudah bertemu dengannya beberapa kali. Dia wanita yang baik."

Sasuke memperhatikan Sakura menggigit bibirnya, dan kemudian gadis itu mengangguk, "Dia wanita yang baik. Kau membawa masakan Cina?"

"Ya. Boleh aku masuk?"

Pertanyaan Sasuke membuat Sakura benar-benar harus berpikir. Setelah kecelakaan itu terjadi, butuh waktu seminggu bagi Sasuke untuk bangun. Pada saat itu, Sakura mengira itu adalah minggu terpanjang dalam hidupnya, tapi kemudian, ketika tatapan Sasuke mendarat pada dirinya dan pemuda itu tidak mengenalinya, waktu seolah memberi arti baru. Sasuke berada di rumah sakit selama tiga minggu setelah pemuda itu bangun. Dalam tiga minggu itu Sasuke tidak mengingat apa-apa. Orangtua dan dokter Sasuke setuju bahwa akan lebih baik bagi Sasuke untuk tinggal kembali bersama orang tuanya untuk sementara waktu—membiarkan ingatan Sasuke berkembang perlahan dengan sendirinya.

Sakura masih ingat bagaimana ia terisak ketika ia mengemasi semua barang-barangnya, dan semua barang-barang Sasuke dari apartemen yang mereka tinggali bersama. Ia tinggal di apartemennya saat ini baru lima bulan. Ini adalah upayanya untuk melanjutkan hidupnya tanpa Sasuke. Terapisnya menyarankan agar ia keluar dari ruang kenangannya dan pindah ke tempat yang tidak memiliki kenangan tentang Sasuke.

Sebagian besar, itu tidak berhasil. Semuanya tetap mengingatkan Sakura pada Sasuke, tidak peduli di mana ia berada. Dan sekarang ia tidak tahu apakah ia bisa mengundang pemuda itu masuk ke dalam apartemennya. Apakah ia bisa duduk di sebelah pemuda itu di sofa?

"Sakura?"

Sakura melangkah ke samping, membiarkan Sasuke masuk ke dalam apartemennya. Apartemennya kecil namun hangat karena pemanas sentral, tapi bagi Sakura terasa sangat menyedihkan.

"Apartemenmu indah."

"Kau pembohong yang buruk."

Sasuke terkekeh. "Indah, tapi aku tidak tahu apakah ini menggambarkan tentang dirimu."

"Apa maksudmu?"

"Aku tidak tahu," Sasuke mengangkat bahu, "Seperti bukan dirimu."

"Kau bahkan tidak tahu apa-apa tentangku," mata emerald Sakura berkaca-kaca, tapi ia segera mengedip-ngedipkan matanya.

"Aku tahu kau suka masakan Cina. Aku tahu kau baik. Kurasa aku benar tentang dirimu, Sakura. Bahwa kau lembut, dan manis, dan lucu. Matamu berbinar, dan meskipun aku hanya mendengarmu tertawa sekali, tapi itu mungkin suara terbaik yang pernah kudengar."

"Aku tidak bisa melakukan ini," Sakura menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. "Aku ingin kau pergi." Ia berjalan ke sofa dan duduk di sana. Sasuke mengikutinya.

"Tunggu. Kumohon, Sakura. Aku tidak mengerti dengan semua ini. Kita dulu berteman, dan kita berteman dengan baik. Aku punya foto-foto tentang kita semasa kecil. Dinding rumah orang tuaku banyak terisi foto denganmu. Ada banyak fotomu bersamaku, tapi semua orang terus mengatakan padaku untuk berhati-hati. Mereka terus mengatakan padaku bahwa kita mungkin berpengaruh buruk untuk satu sama lain. Itu tidak masuk akal, karena sejak aku kehilangan ingatanku, aku mencari sesuatu, apa saja yang dapat menghubungkanku dengan diriku yang sebenarnya, dan kau terasa ada hubungannya, tapi Shion mengatakan padaku untuk fokus ke masa depan, dan Naruto mengatakan bahwa kau tidak bisa menangani ini. Apa yang terjadi di antara kita?"

"Kita tidak pernah berteman!" teriak Sakura. Ia menopang sikunya di atas lutut dan menangis di kedua telapak tangannya. Isak tangisnya terdengar dalam dan berat, dan itu membuat Sasuke merasa seolah dunia akan berakhir. "Aku berbohong. Kita tidak pernah berteman." lirih Sakura mengakui.

"Apa yang sedang kau bicarakan?"

"Kau mencintaiku." Sakura membungkuk sehingga ia bisa melepas kaus kakinya.

Sasuke memperhatikan Sakura melepaskan perhiasan yang tergantung di pergelangan kaki halus gadis itu, "Sakura, apa yang kau lakukan?"

"Aku seharusnya menyingkirkan ini," Sakura melepaskan perhiasan kecil dari gelang kakinya dan meletakkannya di jari manis kirinya. Itu bukan sekedar perhiasan. Itu adalah sebuah cincin, "Aku seharusnya menyingkirkan ini supaya aku bisa melanjutkan hidupku, tapi aku tidak bisa melakukan itu," Sakura menatap ke arah Sasuke, wajahnya memerah karena menangis, "Aku juga mencintaimu. Aku berkata ya, dan kau menciumku."

Sakura mengangkat tangannya dan memutarnya sehingga Sasuke bisa melihat cincin pertunangan yang ia kenakan, "Kau memberikan ini padaku sebulan sebelum kecelakaan terjadi. Aku sangat mencintaimu, Sasuke-kun," Ia terisak lagi, "Kau satu-satunya orang yang kucintai, dan kau juga mencintaiku. Kau mengatakan itu setiap hari setiap kau bangun tidur."

Sasuke memperhatikan tangan Sakura yang gemetar, bibir gadis itu yang bergetar. Ia menyaksikan air mata mengalir di pipi dan dagu Sakura, menetes ke pakaiannya saat gadis itu bergerak.

"Kau dulu... kau dulu selalu memegang tanganku, dan menciumku, dan tersenyum padaku, dan menyebutku Sakura-mu. Kita biasa bangun dengan berpelukan satu sama lain. Dulu kau menatapku dengan begitu banyak cinta hingga rasanya seperti aku tidak bisa bernapas. Aku juga tidak bisa bernapas ketika kau menatapku sekarang, tapi ini tidak sama lagi, karena sekarang aku tahu bahwa kau tidak akan pernah mencintaiku lagi. Bahwa satu-satunya orang yang pernah kubayangkan ada dalam hidupku, orang yang aku anggap cinta sejatiku, belahan jiwaku, tidak bisa mengingat bahwa dia dulu mencintaiku." Sakura mulai panik. "Aku tidak bisa. Aku tidak bisa menghadapi ini."

Ini adalah pembicaraan terpanjang yang pernah Sakura lakukan dengan Sasuke saat ini, dan kata-kata itu menghantam Sasuke dengan kekuatan penuh. Ia tidak bisa memahami semua yang dikatakan Sakura. Perlahan ia duduk di sebelah gadis itu.

"Kau tidak bisa membayangkan betapa sulitnya aku tanpa dirimu. Kita selalu berbagi kehidupan, Sasuke. Semuanya mengingatkanku padamu. Aku bahkan tidak bisa memakai kaus kaki selama beberapa bulan pertama tanpamu, karena kau dulu selalu menggulungnya sementara aku melipat cucian lainnya, dan kau akan mencoba melemparkannya ke laci kaus kaki. Aku bahkan tidak bisa menyentuh kaus kaki-kaus kaki itu tanpa menangis untukmu."

"Sakura," Sasuke akan meraih Sakura, tapi gadis itu menarik diri.

"Tolong jangan sentuh aku. Jika kau menyentuhku, aku akan benar-benar hancur."

"Kenapa kau tidak memberitahuku? Kenapa tidak ada yang memberitahuku?!" Suara Sasuke meninggi karena marah dan tidak percaya. Ini menyebabkan Sakura terkesiap dan menahan air matanya.

"Doktermu mengatakan bahwa kami tidak seharusnya memaksamu mengingat. Doktermu mengatakan kami harus membiarkanmu sembuh dengan sendirinya tanpa membuatmu kewalahan. Selain itu..." Sakura terdengar menyerah dan mata emerald-nya yang bulat tampak kosong, "Apa gunanya memberitahumu? Kau bangun dan bahkan tidak mengenalku. Aku sangat... sangat hancur ketika akhirnya kau kembali, tapi tidak benar-benar bisa memilikimu. Aku tidak bisa mengunjungimu untuk waktu yang lama karena rasanya sangat menyakitkan, tapi kemudian, suatu hari saat aku datang untuk mengunjungimu, Shion ada di kamarmu. Kau memegang tangannya dan tertawa bersamanya. Jadi tidak ada gunanya lagi bagiku untuk memberitahumu."

Kali ini Sasuke meraih tangan Sakura sebelum gadis itu bisa menghentikannya.

Sakura mencoba menarik tangannya kembali, "Tidak, tidak, tolong. Sasuke, jangan. Aku tidak bisa."

"Bagaimana kau bisa berpikir itu tidak ada gunanya, Sakura?" Mataonyx Sasuke buram dengan air matanya sendiri. "Jika apa yang kau katakan ini benar, apa kau pernah berpikir ini bisa menciptakan kembali hidupku, cintaku padamu mungkin saja bisa membantuku mengingat?" Suara dan sentuhan Sasuke berubah menjadi lebih lembut, "Aku telah menghabiskan satu setengah tahun terakhir mencoba mencari tahu siapa dirimu, Sakura, dan bagaimana kau terasa familiar dengan hidupku. Aku merasa bahwa kau penting. Aku merasa kau adalah apa yang sedang kucari, dan apa yang kubutuhkan, tapi aku tidak tahu kenapa, dan tidak ada yang mau memberitahuku alasannya. Tidak ada yang memberitahuku bahwa kau sebenarnya adalah hidupku."

Sakura terisak saat ia menatap onyx Sasuke, mata yang ia rindukan lebih dari napasnya. Bibirnya bergetar, dan setiap rambut di tubuhnya berdiri tegak ketakutan. Bagaimana jika ia hanya bermimpi?

"Maukah kau menciumku?" bisik Sakura. Dengan begitu ia akan segera bangun dari mimpi ini. Ia selalu bangun ketika ia bermimpi Sasuke menciumnya. Selalu membawanya kembali ke kenyataan bahwa ia tidak akan pernah mencium Sasuke lagi.

Tangan Sasuke membelai pipi Sakura, dan jari-jarinya meluncur di rambut merah muda gadis itu sebelum menghapus jarak diantara mereka. Sakura merasakan napas Sasuke yang hangat di wajahnya sebelum bibir pemuda itu menempel di bibirnya. Sakura menahan napas di dalam ciuman itu, mengingat setiap kali Sasuke menciumnya. Aku sangat mencintaimu, pikirannya berkelana pada Sasuke di masa lalu, Sasuke yang juga mencintainya.

"Aku memang mencintaimu," bisik Sasuke. Sakura merasakan Sasuke berbisik di mulutnya ketika pemuda itu terus menciumnya. Ia bertanya-tanya kapan ia akan bangun dari mimpi ini. Lengan Sasuke menyelinap di lehernya, dan ia merasa pemuda itu membaringkannya di sofa, beban tubuh pemuda itu sebagai penangguhan hukuman untuk malam-malam kesepiannya.

"Kau tidak mencintaiku," bisik Sakura di antara ciuman itu. "Kau bahkan tidak mengenalku, tapi aku menginginkanmu."

"Aku juga menginginkanmu." Lidah Sasuke menjelajahi kulit Sakura yang hangat.

"Kamar tidurku ada di ujung lorong."

Sakura berpikir bahwa ia tidak akan pernah disentuh seperti ini lagi, jadi merasakan bibir dan tangan Sasuke di tubuhnya lagi hampir terasa luar biasa. Ia merasa seperti terbakar dari dalam ke luar. Sasuke mengangkat Sakura ke dalam pelukannya dan membawanya ke kamar gadis itu, onyx-nya tidak pernah berpaling dari Sakura.

"Sebelum kita melakukan ini," ucap Sakura pelan, "Kau harus tahu bahwa aku mencintaimu. Bahwa ini bukan hanya sekedar seks untukku."

"Bukan hanya sekedar seks untukku juga, Sakura."

Sakura mengangguk pelan menerima kata-kata Sasuke. Ia juga menerima tangan Sasuke yang tangkas saat melepas pakaian dan branya; dan saat pemuda itu melepas kemejanya sendiri, Sakura membantu membuka ikat pinggang dan celana pemuda itu.

"Aku pikir ini tidak akan pernah terjadi lagi. Aku pikir kau tidak akan pernah menginginkanku lagi. Aku tidak... aku tidak tahu apakah kau akan menyukai apa yang kau lihat. Aku bukan Shion."

Sasuke merendahkan dirinya hingga ia berbaring di sebelah Sakura. Ia menarik Sakura ke pelukannya. Sakura bergidik ketika jari-jari Sasuke bergerak di rambutnya, "Aku tidak menginginkan Shion. Aku hanya menginginkan gadis merah muda di dalam foto. Aku menginginkan gadis paling cantik di dunia, dan mereka kebetulan gadis yang sama." Ia mencium Sakura dan kilat kasih sayang bersinar dari mata onyx-nya, "Tapi apa kau menginginkanku, Cherry? Apa kau menginginkan versi rusak dari lelaki yang kau ingat? Atau kau menginginkan Sasuke yang kau ingat? Yang mengingat semua kenangan? Karena aku tidak tahu apakah aku bisa menjadi dia."

"Kau tidak rusak. Aku hanya menginginkanmu. Bagiku kau Sasuke yang sama. Bagiku kau tidak berubah. Kau masih lelaki baik dengan mata hitam yang indah. Kenangan tidak menciptakanmu. Kau yang menciptakan kenangan. Aku tidak peduli tentang kenangan kita saat berseluncur di taman, atau menyeruput smoothie setiap hari Sabtu. Yang aku pedulikan bahwa aku bisa terus melakukan hal-hal itu denganmu. Kita berbagi begitu banyak kenangan indah, tapi yang sangat kuinginkan selama satu setengah tahun terakhir adalah memilikimu kembali. Bukan Sasuke dalam ingatanku, tapi kau. Aku tidak akan berbohong. Sungguh menyakitkan memang bahwa aku harus menyimpan semua kenangan itu sendiri. Akulah satu-satunya yang akan memilikinya, tapi akan lebih buruk jika aku tidak berada di pelukanmu."

"Mungkin kau bisa membantuku mengingatnya."

"Mungkin, tapi kalau tidak, tidak apa-apa, kan?"

"Tentu saja." Tangan Sasuke bergerak di sepanjang punggung Sakura, dan ia tersenyum pada gadis itu.

***

"Aku tidak percaya aku sudah begitu lama tanpamu," Sasuke mencium kening Sakura di sisa-sisa kegiatan kamar tidur mereka.

"Begitu?" Sakura bercanda malu-malu, hati dan kepalanya tidak benar-benar tahu apa yang harus dilakukan selain tetap berada aman di lengan Sasuke.

Sasuke meraih dagu Sakura sehingga ia bisa mencium bibir gadis itu, "Ya. Aku tahu ada sesuatu yang hilang, tapi aku tidak tahu apa itu, dan sekarang aku tahu," desahnya, "Aku bahkan tidak tahu kenapa aku ingin memahami segalanya tentangmu, Sakura." Ia merasakan lekuk tubuh gadis itu di tubuhnya.

Sakura memejamkan mata, "Otakmu mungkin tidak mengingatku, tapi kurasa tubuhmu ingat." Kemudian ia menatap Sasuke, "Apa menurutmu kau akan bisa mencintaiku lagi?"

"Tentu. Aku tahu itu."

***

Sakura berbalik saat mendengar seseorang mencibir di belakangnya ketika ia menurunkan barang belanjaan dari mobilnya. "Shion?"

"Aku datang untuk berbicara sedikit dengan Sasuke."

"Dia tidak ada di sini sekarang." Sakura menyeimbangkan tas belanjaannya dengan satu tangan saat ia mengunci mobilnya.

Shion menatap sejenak ke arah Sakura, "Dari awal kau bahkan tidak mau berjuang. Kau juga tidak berjuang saat pertama kali dia memilihku."

"Dia tidak memilihmu! Kau tidak tahu betapa sulit bagiku untuk melihat orang yang kucintai lebih dari apa pun di dunia tidak bisa mengingatku. Dan kau memanfaatkannya sebagai kesempatan untuk mengambil keuntungan darinya."

"Oh tolong, kau bisa bertindak kapan saja untuk mencoba memenangkannya kembali."

Sakura meletakkan tas-tasnya, "Dia bukan hadiah yang harus dimenangkan! Dia Sasuke. Bagaimana kau bisa begitu dibutakan oleh egosentrisme dan kesombonganmu sendiri? Bagaimana kau tidak bisa melihat betapa berartinya dia bagiku, betapa berartinya aku baginya." Sakura mencengkeram cincin pertunangan yang sekarang tergantung pada kalungnya, berharap mendapat kekuatan dari simbol cinta Sasuke.

Shion menghela napas dan memutar matanya, "Tipikal Haruno Sakura."

"Apa maksudmu?"

Sebelum Shion bisa menjawab, mereka mendengar klakson mobil mendekat. Mereka menoleh dan melihat Sasuke masuk ke kompleks apartemen Sakura. Memarkir mobilnya di samping mobil Sakura.

"Sakura? Shion? Apa yang terjadi?" Sasuke melihat di antara kedua gadis itu sebelum menyadari wajah Sakura yang memerah, "Hei, apa kau baik-baik saja? Apa yang terjadi? Ada apa?" tanyanya pada Sakura.

"Bukan apa-apa," Sakura mencoba tersenyum pada Sasuke. "Maukah kau membantuku membawa belanjaan ini?"

"Aku baru saja memberi pelajaran pada Sakura tentang tingkat ketidakdewasaan dan ketidakberperasaan yang dia lakukan dengan memutuskan hubungan kita. Aku hanya tidak mengerti bagaimana dia tidak bisa melihat betapa bahagianya kita bersama dan masih baik-baik saja. Ini sebenarnya sangat egois." Shion tiba-tiba menyela.

Sakura terkesiap, dan menatap Sasuke, "Aku tidak bisa melakukan ini, Sasuke-kun."

"Apa maksudmu?"

"Aku tidak bisa bertarung untukmu seolah kau adalah hadiah. Aku sudah memberitahumu betapa aku mencintaimu, betapa aku menginginkanmu. Kau sangat berarti bagiku, tapi aku tidak tahu bagaimana membuktikannya dalam cara lain dari apa yang telah kulakukan selama ini. Jika kau ingin bersama Shion, pergilah. Lakukan sekarang, karena tidak akan cukup sulit untuk menyatukan kembali potongan-potongan hatiku jika kau mengambil keputusan saat ini juga. Tapi jika kau mengambil keputusan dalam sehari, seminggu, sebulan, aku akan..." Ia seakan menelan benjolan besar di tenggorokannya. "Pilih dia sekarang jika kau menginginkannya."

"Sakura," Sasuke menangkup wajah gadis itu di antara tangannya, "Bukankah kau sudah mendengar apa yang kukatakan beberapa minggu terakhir ini? Ini bukan pilihan," Sasuke kemudian melepaskan kaitan kalung yang menggantung di leher Sakura, dan untuk sesaat, Sakura pikir Sasuke akan membawa kalung itu pergi. Ia pikir Sasuke akan mengambil cincin yang tergantung disana dan meninggalkannya, tapi ia merasakan Sasuke menyelipkan cincin itu ke jarinya.

"Ini akan selalu tentang dirimu. Sasuke di masa lalu tahu itu. Sasuke di masa sekarang tahu itu. Dan bisa kau tebak?"

"Apa?"

"Aku jatuh cinta padamu lagi."

***

"Kau sudah membawa semua barangmu dari dapur?"

"Aku tidak percaya kita tinggal bersama... lagi."

Sasuke mengecup kening Sakura ketika ia mendapati gadis itu di dapur, "Kali ini selamanya. Jika aku kehilangan ingatan lagi, lebih baik kau beritahu dokter bahwa aku harus langsung pulang ke rumah untuk menemui gadisku."

"Tentu," janji Sakura. "Kau akan melakukan hal yang sama untukku?"

"Tanpa keraguan."

"Aku mencintaimu," Sakura membiarkan Sasuke menariknya ke pelukan pemuda itu.

"Dan aku juga mencintaimu," Sasuke mengangkat tangan Sakura mendekat ke bibirnya, mencium buku jari Sakura yang memakai cincin pertunangan.

"Kurasa kau harus menunjukkan padaku betapa kau mencintaiku," Sakura meraih punggungnya dan membuka ritsleting dressnya. Dress itu dengan mudah terlepas dari bahunya dan jatuh di sekitar kakinya, hanya menyisakan bra dan celana dalamnya.

Sasuke mengulurkan tangan dan melepas ikat rambut Sakura, mengerang saat rambut merah muda gadis itu tergerai bebas.

"Ini tidak akan menyenangkan jika hanya aku yang telanjang," Sakura mengangkat ujung kaos Sasuke, dan pemuda itu membungkuk sedikit sehingga Sakura bisa menarik kaosnya ke atas kepalanya. Begitu Sakura disambut oleh bentangan kokoh dada Sasuke, ia mendorong Sasuke perlahan ke belakang sampai bagian belakang kaki pemuda itu menyentuh sofa. Dan ia mengangkang di pangkuan pemuda itu.

"Aku suka ini," Sasuke berkomentar tentang langkah Sakura yang berani, dan menyeringai menatap wajah cantik gadis itu. Ia jatuh cinta pada Sakura cukup cepat, dan ia masih menemukan hal-hal tentang Sakura yang ia cintai. Sejauh ini, ia cukup yakin ia menyukai segala hal tentang Sakura. Ia suka cara Sakura mencelupkan hamburgernya ke saus barbeque ketika mereka makan di luar. Ia suka cara Sakura menopang laptop di atas kaki dan perutnya ketika gadis itu mengecek email di tempat tidur. Ia suka cara Sakura meringkuk ke dalam pelukannya ketika tidur. Ia suka cara tubuh Sakura melengkung ketika ia bergerak di dalam diri gadis itu. Sakura adalah segala yang diinginkannya sejak ia terbangun dari kecelakaan, dan ia harus berjuang melawan keraguan teman-teman dan keluarganya tanpa menyadari betapa berartinya Sakura baginya bahkan ketika ia tidak bisa mengingat gadis itu.

***

Sakura memandang dirinya di cermin. Ia melihat cincin di jarinya. Hari ini ia akan menikah dengan satu-satunya pemuda yang ia cintai.

"Kau terlihat cantik, Nak," Haruno Mebuki mencium pipi Sakura, dan mereka berdua mulai tertawa melihat noda lipstik yang Mebuki tinggalkan. Tapi kemudian, mata mereka berdua mulai berkaca-kaca.

"Jangan menangis, Kaasan, atau aku akan mulai menangis juga."

"Aku sangat bahagia untukmu."

"Aku juga," Sakura menghembuskan napas, "Setahun yang lalu aku berpikir ini tidak akan mungkin terjadi. Kupikir dia tidak akan pernah mencintaiku lagi."

"Lelaki mana yang bisa menahan diri untuk tidak jatuh cinta pada putriku yang sempurna ini?"

"Banyak dari mereka," ucap Sakura, "Tapi itu tidak penting. Aku tidak percaya dia akan menungguku di atas altar." Mata emerald Sakura melebar dan penuh dengan air mata, "Bagaimana jika dia tidak menungguku di sana, Kaasan," Ia meraih lengan ibunya. "Kaasan."

Mebuki tersenyum, "Dia mengenalmu lebih baik daripada yang dia pikirkan. Kemarilah." Ia membawa Sakura ke pintu. Membukanya sedikit. "Ulurkan tanganmu."

"Apa?"

"Ulurkan saja," ucap ibunya, dan Sakura melakukan apa yang diperintahkan. Ia tersentak ketika ia merasakan seseorang meraih tangannya.

"Nasib buruk untuk melihat pengantin wanita sebelum upacara, tapi tidak ada yang mengatakan apa-apa tentang memegang tangan pengantin wanita sebelum upacara."

Sakura menahan air mata bahagia, "Kau luar biasa."

"Aku mencintaimu. Sangat, Cherry, sangat, sangat mencintaimu. Aku tidak sabar untuk menjadi suamimu."

***

Sasuke melepaskan tangan Sakura dan menarik gadis itu lebih dekat. Ia melingkarkan satu lengan di pinggang Sakura dan tangannya yang lain membelai pipi gadis itu. Mereka berdiri di depan kerumunan orang yang menghadiri upacara pernikahan mereka, tapi Sakura merasa seolah-olah hanya Sasuke yang ada di bumi bersamanya.

"Untuk waktu yang lama setelah ingatanku hilang, aku benci saat aku tidak bisa mengingat apa-apa," Sasuke mulai mengucapkan sumpahnya, menatap lurus ke mata Sakura. "Aku benci saat merasa aneh untuk bangun dan menyapa orang tuaku saat sarapan. Tapi yang paling penting, aku benci menanggung perasaan bahwa ada sesuatu yang hilang dan aku tidak tahu apa itu. Ternyata bukan apa yang hilang, tapi siapa yang hilang. Ternyata itu adalah gadis yang mengisi hariku tanpa menyadarinya. Satu-satunya gadis yang pernah kucintai." Ia berhenti untuk menenangkan diri, "Kau mencuri napasku setiap hari, Sakura. Segala sesuatu tentangmu membuatku takjub, dan ketika aku memikirkan betapa aku mencintaimu, itu memusingkanku. Aku tidak mengetahuinya, tapi alasan aku benci kehilangan ingatanku adalah karena itu mencurimu dariku, tapi sekarang, memandangmu, aku tahu bahwa kehilangan ingatanku adalah hal yang indah, karena aku memiliki kesempatan untuk jatuh lebih dalam, lebih gila, dan benar-benar jatuh cinta dengan gadis paling menawan di dunia. Bukan hanya sekali, tapi dua kali." Lalu ia tersenyum pada Sakura yang berlinangan air mata, "Aku tahu aku belum seharusnya mencium pengantin wanita, tapi aku tidak berpikir aku bisa menyelesaikan sumpahku jika tidak segera menciummu."

Sakura melingkarkan lengannya di leher Sasuke dan mencium pemuda itu, jari-jari Sakura menyelinap di rambut Sasuke dan aroma gadis itu memabukkan Sasuke.

Ketika mereka menarik diri, Sasuke mendengar orang-orang yang hadir tertawa, tapi ia tidak bisa melepaskan pandangannya dari Sakura, "Aku bersumpah untuk mencintaimu selamanya, untuk menciummu setiap pagi dan setiap malam. Aku bersumpah untuk menggenggam tanganmu ketika kita berjalan melewati taman. Aku bersumpah untuk tertawa bersamamu, dan menangis bersamamu. Untuk menjadi seberani dan sekuat dirimu. Aku bersumpah untuk menciptakan hidup ini bersamamu, Sakura-ku." Ia menempelkan keningnya dengan kening Sakura, "Giliranmu," bisiknya.

Sakura tersipu dan membuktikan dirinya sebagai gadis yang lembut dan manis yang selalu Sasuke kenal. Sakura menekankan tangannya ke dada Sasuke, "Aku tidak pernah mencintai siapa pun seperti aku mencintaimu, dan aku punya waktu yang menakutkan mencoba memikirkan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan betapa berartinya kau bagiku, dan aku terus berpikir kembali ke saat kau bertanya padaku apakah aku menginginkan Sasuke di masa sekarang atau Sasuke di masa lalu. Jadi, ini adalah jawabanku, dan ini adalah sumpahku."

Sakura berbalik dan mengambil selembar kertas terlipat dari tangan Ino yang terulur.

"Aku akan menggenggam tanganmu di malam yang dingin, dan bangun menatap wajahmu di pagi hari. Aku akan melakukan perjalanan yang panjang di dalam pikiranmu dan menyingkirkan segala pikiran buruk. Aku akan tidur diiringi suara detak jantungmu dan merasakan nuansa menggoda kulitmu. Aku akan memelukmu erat-erat dan tidak pernah membiarkanmu pergi. Aku akan terlelap dengan suaramu, dan bangun dengan keindahan senyummu. Aku akan menciummu dari ujung kepala sampai ujung kaki dan tenggelam dalam tawamu. Aku menginginkanmu, secara keseluruhan, dan aku ingin mencintaimu tanpa henti." Sakura mendongak dari kertasnya dengan tangan gemetar, "Sasuke-kun, aku akan mencintaimu selama sisa hidupku. Ini sumpahku, aku akan mencintai versi barumu, versi lamamu, saat bahagia, saat sedih, dan dalam keadaan apa pun, karena kau Sasuke-kun-ku, dan hanya itu yang aku butuhkan."

The End.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)