expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Calon Mertua


Usia Lima Tahun

"Ojisan, kurasa sudah waktunya aku dan kau duduk bersama dan berbicara ditemani segelas jus manis." Bocah kecil berusia lima tahun itu bersikeras, menganggukkan kepalanya ketika ia menatap pria yang jauh lebih tua yang kini berdiri di pintu. Haruno Kizashi hanya melirik ke arah teman putrinya itu dengan seringai di wajahnya, memperhatikan penampilan bocah laki-laki itu. Rambut hitamnya yang mengkilat jatuh membingkai wajahnya dan onyx-nya bersinar dengan keseriusan dan tatapan teguh.

"Baiklah kalau begitu, ayo masuk Sasuke dan duduklah." ucap Kizashi pada bocah berusia lima tahun itu secara profesional. Sasuke mengangguk, memasuki ruang tamu dan buru-buru melompat ke kursi goyang kayu yang biasanya ia dan Sakura perebutkan ketika ia berkunjung ke sana, ia menunggu ayah Sakura duduk untuk melanjutkan pembicaraan.

"Ojisan! Cepat! Ini masalah penting!" Sasuke merengek ketika ia mengayunkan kaki kecilnya bolak-balik. Kizashi tertawa kecil pada bocah di depannya, ia duduk di sofa di seberang bocah itu.

"Jadi, Sasuke, kau ingin memberitahuku tentang apa?" tanya Kizashi ketika ia menyilangkan kakinya dan menatap Sasuke. Bocah kecil itu hanya tersenyum malu-malu sambil berdeham dan mengangkat dagunya.

"Kaasan bilang bahwa untuk menikahi seorang gadis aku harus berbicara pada ayahnya lebih dulu. Jadi boleh aku menikahi Sakura-ku?" tanya Sasuke, memohon dengan mata onyx kecilnya yang lucu. Kizashi tertawa kecil ketika ia memperhatikan bagaimana bibir bawah bocah laki-laki itu maju sedikit dan cara matanya yang berbinar.

"Jadi, kau ingin menikahi gadis kecilku?" tanya Kizashi dengan geli, memperhatikan bagaimana Sasuke bahkan tidak memikirkan pertanyaannya sebelum menganggukkan kepalanya. "Well, Sasuke, jika kau menikahi Sakura, di mana kalian berdua akan tinggal?" tanya Kizashi dengan main-main. Ia tahu betapa putrinya memuja Uchiha bungsu itu.

"Um, kamar Sakura lebih besar daripada kamarku jadi kurasa aku dan Sakura bisa tinggal di sana. Tempat tidur Sakura juga cukup besar jika aku menendang keluar semua boneka beruang yang ada disana." Sasuke memberitahu Kizashi. Ayah Sakura itu hanya terkekeh. Bocah ini agak lucu.

"Benarkah?" tanya Kizashi dan Sasuke mengangguk. "Lalu, bagaimana dengan uang. Kau tidak punya pekerjaan, Sasuke. Bagaimana kau akan menghidupi putriku?" tanya Kizashi, menyeringai. Ia tahu Sasuke tidak akan bisa lolos dengan pertanyaan ini. Tapi bocah itu hanya tersenyum.

"Uang sakuku sepuluh dolar seminggu dan uang saku Sakura lima dolar, jadi kami bisa menghasilkan enam puluh dolar sebulan dan aku bisa membelikan Sakura semua yang dia inginkan!" seru Sasuke dengan penuh semangat. Senyum Kizashi memudar ketika ia memandang Sasuke dengan cemas. Bocah itu menjawab terlalu cepat. Sasuke tidak serius tentang ini, bukan? Apa bocah itu benar-benar berpikir untuk menikahi putrinya yang mungil dan berambut merah muda?

"Um... lalu... bagaimana dengan cincin? Ya! Kau tidak bisa menikahi putriku tanpa cincin!" Kizashi menyeringai bahagia, mengira ia akhirnya bisa menghentikan bocah laki-laki itu. Lagi, Sasuke hanya tersenyum lebar ketika ia mengeluarkan cincin kecil yang ia dapatkan dari dalam snack yang ia beli sebelumnya. Mata Kizashi membelalak ketika ia melihat cincin di tangan bocah laki-laki itu.

"Aku mendapatkan ini tadi, jadi aku bisa melamar Sakura setelah kau menjawab ya! Kurasa dia akan menyukainya!" Sasuke menjawab dengan gembira, sangat bangga dengan dirinya sendiri. Kizashi menghela napas. Bagaimana ia akan menjelaskan pada Sasuke bahwa ia tidak akan mengizinkan bocah laki-laki itu menikahi putrinya. Sambil menggelengkan kepala, ayah Sakura tersenyum, bocah kecil ini cukup lucu.

"Bagaimana dengan anak, Sasuke? Apa yang akan kau lakukan jika kau punya anak?" tanya Kizashi, akhirnya berpikir bahwa mungkin pertanyaan ini bisa menghentikan bocah itu. Tapi Sasuke hanya mengangkat bahu.

"Sejauh ini aku dan Sakura beruntung tidak sampai menciptakan anak." Sasuke menjawab dengan malas sambil tersenyum pada pria yang lebih tua di depannya.

Wajah Kizashi mengeras dan tatapan maut menghiasi wajahnya. Ia tidak menganggap omong kosong ini lucu lagi.

***

Usia Lima Belas Tahun

"S-Sasuke-kun! Berhenti!" pekik Sakura main-main ketika ia mencoba berguling dari bawah Uchiha bungsu yang berada di atasnya. Sasuke hanya menyeringai ketika ia mulai menggigit kulit Sakura lagi. Giginya dengan menggoda menjepit kulit Sakura, ia juga menggunakan lidahnya berulang kali. "Sasuke-kun!" Sakura terkikik, menyelipkan jari-jarinya ke rambut hitam Sasuke dan memijat kulit kepala pemuda itu, ia mendesah lembut dan senyum terlukis di wajahnya.

"Hn," gumam Sasuke ketika ia menggerakkan jari-jarinya ke atas dan ke bawah di tubuh Sakura dengan penuh kasih sayang, melepas tank top biru yang dikenakan Sakura hingga memperlihatkan bra gadis itu. Sakura bergidik ketika udara dingin mengenai kulitnya. Ia tidak pernah bisa merasa cukup dari remaja laki-laki di hadapannya itu. Ia telah jatuh cinta pada Sasuke sejak mereka masih kecil.

Sampai akhirnya saat kelas tujuh Sasuke meminta Sakura untuk menjadi kekasihnya. Sakura sangat bahagia hingga tidak ada yang bisa merusak suasana hatinya yang baik pada hari itu. Bahkan ketika ia pulang, ia berulang kali berseru keras tentang 'Aku pacar Sasuke selamanya dan selalu', dan ayahnya benar-benar mencoba untuk mencari cara menjauh dari ibunya sehingga ayahnya itu bisa pergi membunuh Sasuke, hal itu bahkan tidak membuat suasana hati Sakura goyah.

"Sasuke-kun, kurasa kau sedikit kehilangan kendali." gumam Sakura, menutup matanya dan membiarkan erangan rendah keluar dari bibirnya ketika ia merasakan gigi Sasuke mulai menggigit kulit tepat di atas payudara kirinya. Ia melengkungkan punggungnya ke arah Sasuke, menggertakkan giginya pada perasaan menyenangkan yang diberikan lelaki impiannya padanya.

"Tidak juga," adalah jawaban Sasuke ketika ia menggerakkan tangannya ke atas payudara Sakura yang masih tertutup, meremasnya pelan hingga erangan keluar dari bibir gadis itu. Sasuke tidak bisa menahan seringainya saat warna merah mulai merayap di pipi dan leher Sakura ketika gadis itu mencoba untuk tidak memikirkan di mana tangan Sasuke berada. Ini adalah pertama kalinya Sasuke menyentuh payudara Sakura. Ia tidak bisa melupakan seberapa pas payudara Sakura di telapak tangannya dan seberapa lembut gumpalan daging itu saat ia meremasnya dengan ringan.

Sasuke tahu ia harus segera berhenti. Ayah Sakura bisa pulang kapan saja dan mereka harus menjaga jarak sepuluh kaki dari satu sama lain saat ayah Sakura berada di rumah. Sasuke memutar matanya pada pikiran itu. Ia bahkan tidak tahu mengapa Kizashi membencinya. Ia bisa bersumpah ketika ia kecil, Kizashi tidak membencinya sebesar sekarang. Ia tidak mengerti. Seolah-olah Kizashi tidak ingin dirinya bersama Sakura, meskipun pria paruh baya itu tahu bahwa ia memperlakukan putrinya dengan benar. Selalu.

Sasuke mengerutkan kening saat ia menarik tangannya sedikit sebelum menyelipkannya di bawah bra tipis yang dikenakan kekasihnya itu.

"S-Sasuke-kun!" Sakura menjerit ketika ia merasakan telapak tangan Sasuke yang dingin menyentuh langsung payudaranya. Matanya terpejam dan erangan mulai keluar dari mulutnya saat jari-jari Sasuke memijat payudaranya dengan lembut. Sasuke mendekatkan wajahnya dan memberikan ciuman lembut di bibir Sakura yang terbuka. Sakura bergumam dan tersenyum. Ini sempurna. Mereka sempurna. Sasuke sempurna. Hanya itu yang bisa ia pikirkan...

...Sampai akhirnya pintu dibanting terbuka dan Haruno Kizashi yang tampak sangat marah menerobos masuk, napasnya terengah dan ia menggertakkan gigi ketika ia melihat pemandangan di depannya. Matanya melebar ketika ia melihat dua remaja berbaring dalam posisi yang jauh dari kata polos di tempat tidur putrinya. Ketika matanya mendapati tangan Sasuke yang bergerak naik dan menghilang di balik pakaian dalam putrinya, semua neraka terasa meledak berantakan.

"Dasar brengsek! Jauhkan tanganmu dari gadis kecilku!" Kizashi berteriak marah ketika ia meraih piala besar yang berdiri di meja rias putrinya. Ia bisa merasakan panas menyapu telinganya dan ia tidak akan terkejut jika ada uap keluar dari sana.

"T-Tousan, letakkan piala itu!" pekik Sakura, memeluk Sasuke di sebelahnya di tempat tidur. Yang mana hanya membuat Kizashi semakin marah. Mengapa gadis kecilnya tetap bergelayut pada bajingan itu ketika bajingan itu baru saja mencoba mengambil kesempatan?

"Aku ingin dia keluar dari sini!" teriak Kizashi, melangkah lebih dekat pada dua remaja itu. Sakura hendak membalas ayahnya ketika gerakan tiba-tiba dari Sasuke membuatnya berhenti dan ia memandang pemuda itu. Sasuke perlahan-lahan menarik diri dari tempat tidur dan berdeham, merasa terintimidasi oleh Kizashi, tapi ia tidak membiarkan hal itu terlihat di wajahnya. Ingat, ia adalah seorang Uchiha.

"Sampai jumpa lagi, Saku." gumam Sasuke, memberikan ciuman lembut pada kekasihnya, mencium bibir gadis itu sebentar. Kizashi dengan marah memandang adegan di depannya. Bagaimana bisa putrinya tampak bergantung pada bajingan itu dan terlihat mencoba mendekatkan bibirnya ke bibir bajingan itu lagi. Senyum menghiasi bibir Sakura setelahnya dan ia terkikik kecil ketika Sasuke mendekatkan wajahnya lagi tapi kali ini, memberikan ciuman di kening Sakura. Tapi yang benar-benar membuat Kizashi marah bukanlah ketika Sasuke mengambil baju Sakura dan memakaikannya ke tubuh mungil putrinya dengan penuh kasih, tapi cara Sasuke melakukan segalanya. Sangat tenang. Seolah pemuda itu sama sekali tidak takut padanya.

Ketika Sasuke berjalan melewati Kizashi, ia berhenti dan berbisik rendah, "Satu-satunya cara untuk menjauhkanku dari Sakura adalah dengan membunuhku."

***

Usia Lima Tahun

"Aku tidak mau sekolah TK! Aku akan pergi mencari seorang istri!" teriak seorang bocah berambut pirang yang bertingkah berlebihan, melemparkan huruf 'W' besar berwarna ungu ke lantai kelas sambil menyilangkan lengannya. Seisi kelas menoleh untuk menatapnya.

"Uzumaki Naruto! Ambil tugasmu dan duduklah!" Kurenai memarahi, mengetuk-ngetuk meja dengan marah. Naruto hanya mendengus dan memelototi wanita yang lebih tua itu.

"Tapi aku tidak bisa memikirkan benda apa pun yang dimulai dengan huruf 'w'! Ketika aku menikahi Sakura-chan, dia bisa membelikanku kartu pintar!" Seisi kelas tertawa terbahak-bahak, kecuali untuk bocah laki-laki berambut gelap yang sangat marah dan seorang gadis berambut merah muda yang merona di sampingnya. Kurenai akan membuka mulutnya ketika Sasuke tiba-tiba berdiri dengan marah.

"Kau monyet! Kau tidak boleh menikahi Sakura karena dia seorang Uchiha!" Sasuke yang berusia lima tahun berteriak dan menggertakkan giginya. Naruto tidak boleh menikahi Sakura karena Sakura miliknya dan semua orang tahu itu! Naruto berkedip saat ia memandang temannya, terkejut pada sikap Sasuke yang tiba-tiba terhadapnya.

"Aku bukan monyet! Dan aku akan menikahi Sakura-chan karena dia bukan Uchiha!"

"Sudah cukup! Jika kalian berdua tidak berhenti maka aku akan memanggil kepala sekolah ke sini!" Kurenai berteriak dengan marah, menggertakkan giginya sambil menatap kedua bocah laki-laki itu. Sebelum Kurenai bisa mengatakan hal lain, Sasuke mencondongkan tubuhnya pada gadis berambut merah muda kecil di sampingnya dan menempelkan bibirnya ke bibir gadis kecil itu dengan lembut, dan menarik diri dengan cepat. Seisi kelas terdiam saat mereka menatap Uchiha bungsu itu dengan kagum.

"Dia milikku." ucap Sasuke merengut, menautkan jari-jarinya yang kecil dengan jari-jari Sakura, membuat gadis kecil itu memerah.

"Oh tidak! Sensei, Sensei! Sasuke baru saja mencium Sakura dan dia bahkan tidak memakai lipbalm! Mereka akan punya bayi!" Naruto menjerit panik saat air mata mulai menggenang di kelopak matanya. Seisi kelas menatapnya seolah ia gila.

"Apa yang dia bicarakan?" Seorang gadis kecil berambut pirang dengan mata biru bertanya pada bocah laki-laki yang duduk di sebelahnya. Shikamaru hanya menoleh ke arah teman sekelasnya, Ino, dengan malas.

"Orang bilang jika kau tidak memakai lipbalm sebelum mencium seorang gadis, dia bisa hamil." Shikamaru memberitahu Ino, tanpa basa-basi. Bocah-bocah di sekitar Shikamaru yang mendengar itu tersentak. Sementara Kurenai sedang mencoba membuat Naruto berhenti menangis tapi bocah itu tidak mau. Ketika Sasuke mendengar kata-kata Shikamaru, ia mengerutkan kening, menatap pada gadis kecil di sampingnya yang ekspresinya berubah takut membayangkan memiliki bayi.

"Jangan khawatir!" Sasuke meyakinkan Sakura, menepuk kepala gadis kecil itu dengan ringan. "Aku akan ingat untuk selalu membawa lipbalm mulai sekarang!" ucapnya dengan cengiran lebar. Sakura tersipu ketika kikikan akhirnya keluar dari bibirnya.

"Yang ada kepala kelinci di tutupnya?" tanya Sakura dengan gembira. Sasuke mengerutkan hidungnya.

"Ew! Tidak! Itu untuk anak perempuan. Aku memakai khas Uchiha!" Sasuke berkata dengan bangga. Sakura menaikkan sebelah alisnya.

"Khas Uchiha apa?"

"Stroberi."

***

Usia Delapan Belas Tahun

"Aku ingin menikahi Sakura."

"Tidak"

"Kenapa tidak?"

"Karena kita sudah melakukan diskusi ini, Uchiha!" desis Kizashi, hendak bangkit dari kursinya untuk meninggalkan ruangan, tapi tangan Sasuke segera terulur menahan lengan pria itu. Kizashi berbalik dan menatap pemuda yang dengan berani membalas tatapannya.

"Diskusi apa? Aku belum pernah meminta izinmu untuk menikahinya!" protes Sasuke, tidak menyukai bagaimana ini berakhir. Ia mencintai Sakura dengan semua yang dimilikinya dan ayah Sakura tidak bisa merusak rencana yang ia miliki bersama Sakura.

Kizashi mendengus. "Ya, sudah lama sekali ketika kau berusia lima tahun. Kau bertanya dan aku bilang 'tidak'." ucapnya memberitahu Sasuke, menarik lengannya dari cengkeraman Uchiha bungsu itu dan mulai melangkah lagi.

"Tapi itu bertahun-tahun yang lalu!" Sasuke berteriak marah, darahnya mendidih. Kizashi tidak mengatakan apa-apa dan terus berjalan pergi. "Apa yang sebenarnya aku lakukan hingga membuatmu sangat membenciku! Kau dan aku sama-sama tahu bahwa aku akan merawat Sakura! Aku—"

"Merawatnya? Ha! Itu hanya lelucon! Kau bahkan tidak tahu bagaimana untuk merawat dirimu sendiri, Uchiha! Kau hanya bisa menggunakan uang ayahmu! Jadi jangan duduk di sini dan bertingkah seolah kau bisa merawat orang lain ketika kau bahkan belum cukup dewasa untuk mengurus dirimu sendiri!" teriak Kizashi, berbalik untuk menatap Sasuke. Ia gila jika Sasuke pikir ia akan menyerahkan putrinya begitu saja.

"Bukan berarti aku tidak bisa memghidupinya! Fakta bahwa keluargaku punya cukup uang untuk tidak mengharuskanku bekerja menunjukkan betapa terjaminnya Sakura bersamaku secara finansial! Aku akan memperlakukannya dengan hormat dan—"

"Hormat?" Kizashi tertawa. "Hormat. Kau akan memperlakukan putriku dengan hormat. Apa? Jenis penghormatan yang sama ketika dia berusia lima tahun dan kau mengambil keperawanannya?" Ia berteriak marah pada pemuda yang tampak terpana di depannya. Sasuke menatap Kizashi dengan mata lebar. Apa yang pria itu katakan tadi?

"Aku tidak mengambil keperawanannya pada usia lima tahun, kau gila! Siapa di dunia ini yang memberitahumu itu!"

"Kau melakukannya! Apa kau tidak ingat? Aku pernah bertanya padamu apa yang akan kau lakukan jika kalian berdua punya anak dan kau mengatakan padaku 'sejauh ini aku dan Sakura beruntung tidak sampai menciptakan anak'." Kizashi mengingatkan Sasuke, menirukan suara anak kecil ketika ia mengulangi kata-kata Sasuke saat berusia lima tahun.

Sang Uchiha bungsu hanya menatap pria itu, tercengang. Bayangan memori lama mulai membanjiri pikirannya. Jadi Kizashi berpikir bahwa ia telah berhubungan seks dengan Sakura ketika mereka berusia lima tahun. Itu sebabnya Kizashi membencinya selama ini. Tiba-tiba, seringai terbentuk di wajah Sasuke memikirkan hal itu. Kizashi berpikir bahwa mereka sudah tahu apa itu seks ketika mereka masih berusia lima tahun.

"Haruno-san, aku tidak mengambil keperawanan putrimu pada usia lima tahun."

"Lalu apa—"

"Biarkan aku menyelesaikan ucapanku dulu. Saat kami masih berada di taman kanak-kanak, ada anak laki-laki di sana mengatakan bahwa jika kau mencium seorang gadis tanpa menggunakan lipbalm, kau bisa membuat gadis itu hamil. Aku pernah mencium Sakura di kelas satu kali karena seorang anak laki-laki kecil bersikeras bahwa dia akan menjadikan Sakura istrinya dan aku cemburu, jadi aku mencium Sakura." Sasuke bergumam rendah. Tidak suka mengakui bahwa ia, seorang Uchiha, bisa cemburu pada hal bodoh seperti itu di usia muda. Kizashi menatap Sasuke sejenak, tidak tahu harus berkata apa, tapi kemudian menghela napas lega.

"Jadi yang kau lakukan hanya menciumnya ketika kau berusua lima tahun?" tanya Kizashi dan Sasuke mengangguk. Tiba-tiba, kebahagiaan memenuhi Kizashi. Sakura belum dimanfaatkan ketika gadis itu berusia lima tahun! "Well, Sasuke, kalau begitu aku akan mempertimbangkan untuk membiarkanmu menikahinya." ucapnya pada pemuda bermata onyx di depannya.

Mata Sasuke membelalak senang karena hal ini. "Sungguh?"

"Ya. Selama putriku masih perawan!" Kizashi tertawa kecil. Tapi kemudian ketika ia memperhatikan bagaimana pemuda di depannya sedikit bergeser tak nyaman, suasana hatinya yang bahagia memudar. "Dia masih... perawan, kan?" Suaranya berubah mengancam saat ia memandang Sasuke.

"Itu..."

"Keluar dari rumahku!"

***

Usia Lima Tahun

"Aku membawa ini untukmu tapi ayahmu berkata aku tidak bisa menikah denganmu." Sasuke bergumam rendah, menyerahkan cincin kecil pada gadis berambut merah muda yang berjalan di sampingnya. Sakura hanya tersenyum dan menyelipkan cincin itu di jarinya.

"Jangan khawatir, suatu hari kau akan menikah denganku! Kau yang terbaik!" Sakura terkikik, memberikan ciuman lembut di pipi Sasuke, dan Sasuke hanya tersipu.

"T-Tentu saja aku akan menikahimu! Bahkan jika kita harus melarikan diri dan tinggal di rumah pohon milikku di halaman belakang rumahku!" Sasuke bersikeras, meraih tangan Sakura dan menggenggamnya saat mereka berjalan ke ruang kelas.

Sakura terkikik. "Aku cinta Sasuke-kun!" serunya, memeluk lengan Sasuke dan tersenyum lebar.

"Aku juga cinta Sakura." Sasuke bergumam malu-malu, menarik tubuh kecil Sakura lebih dekat ke tubuhnya. Ia akan menikahi Sakura suatu hari nanti. Bahkan jika itu adalah hal terakhir yang bisa ia lakukan. Ia akan menikahi Sakura dan tidak pernah melepaskan gadis itu. Karena Sakura adalah miliknya. Sakura adalah seorang Uchiha.

***

Usia Delapan Belas Tahun

"Aku memakai kondom dan kami sudah berusia tujuh belas tahun! Aku memastikan dia juga menginginkannya dan dia bahagia!"

"Aku tidak peduli, Uchiha! Itu tidak membuat perbedaan!"

"Biarkan aku menikahinya!"

"Tidak! Sekarang, keluarlah dari sini!"

"Dengar! Aku akan—"

"Keluar dari rumahku, Uchiha."

"Tidak! Dengarkan aku! Aku—"

"Aku bilang keluar atau aku akan memanggil polisi!"

"Kalau begitu panggil mereka karena aku tidak akan pergi sebelum aku mendapatkan anak perempuanmu!"

***

Musik bergema ketika gadis-gadis itu tertawa dan terkikik, bernyanyi bersama dengan gembira. Hinata dan Tenten mengecat kuku di atas tempat tidur, sementara Sakura dan Ino bermain-main dengan bantal, saling memukul dan tertawa. Segalanya sempurna. Mereka belum melakukan girls night seperti ini dalam kurun waktu yang lama.

"Hei Sakura, kurasa ponselmu berdering." Tenten berseru mencoba mengalahkan suara musik, melihat ponsel Sakura yang menyala dengan nomor tidak dikenal. Sakura bergegas ke sana, naik ke tempat tidur dan terkikik ketika Hinata dan Tenten menjerit saat cat kukunya hampir ke mana-mana. Ino meraih sound system dan mengecilkan volumenya.

Masih terkikik, Sakura meraih ponselnya yang memiliki foto dirinya dan Sasuke sebagai latar belakang. "Halo?"

"Sakura? Um... ini aku Sasuke. Ayahmu memanggil polisi dan aku ditahan."

***

"Aku tidak percaya kau memanggil polisi untuk Sasuke-kun-ku!" Gadis berambut merah muda itu menjerit, menggerakkan tangannya ke udara dengan jengkel. Ayahnya hanya duduk di sana, menatapnya dengan tatapan kosong. Kerutan yang muncul di wajahnya hanya menunjukkan bahwa ia sedang ingin membicarakan hal lain; sesuatu yang mengganggunya lebih dari sekedar melemparkan Sasuke ke penjara, tapi Sakura sepertinya belum siap untuk mengganti topik pembicaraan.

"Aku ingin dia keluar dari rumahku." Kizashi bergumam dengan berbahaya. Sakura hanya mendengus sambil menggelengkan kepalanya.

"Jika dia pergi, aku juga pergi." ucap Sakura dengan keras kepala, menunjuk tangga ke arah kamar mandi dimana ada Uchiha bungsu yang sangat marah di sana. Sasuke sebenarnya ingin segera pulang, mengetahui harga dirinya sudah terkubur dalam-dalam di tanah, tapi Sakura bersikeras membawanya ke rumah gadis itu lagi dan menyuruh Sasuke untuk membersihkan diri dari debu-debu penjara.

"Kenapa kau begitu konyol, Sakura! Dari semua laki-laki hebat di luar sana yang bisa kau pilih, kau memilih bajingan sialan yang tidak bernilai apa-apa! Kenapa kau tidak bisa melihat seberapa baik dirimu? Kenapa kau tidak bisa melihat dirimu sendiri seperti aku melihatmu!" Kizashi terus berteriak, berdiri dari kursinya terlalu cepat hingga membuatnya terpeleset. Sakura meringis mendengar bunyi keras yang menggema di seluruh ruangan.

"Kenapa kau tidak bisa melihat bahwa penilainmu salah! Sasuke-kun adalah segalanya bagiku!" Sakura menjerit, ia tidak akan mundur. Jari-jarinya mengepal menjadi kepalan kecil dan ia menggertakan giginya. Kenapa ayahnya tidak bisa mengerti!

"Kau pikir dia segalanya bagimu." Kizashi mendengus. "Kau belum pernah berhubungan dengan laki-laki lain sebelumnya! Bagaimana kau tahu bahwa dia adalah yang terbaik?"

"Karena—"

"Tidak! Dengarkan aku! Aku tidak duduk di sini dan membesarkanmu hanya untuk melihatmu membuang segalanya untuk bajingan yang kau pikir kau cintai itu. Tumbuhlah dewasa, Sakura! Kau seorang Haruno, bukan gadis kecil bodoh seperti yang kau lakukan saat ini!" teriak Kizashi, berbalik dari putrinya untuk mengatur napas.

Hening sesaat.

Sakura berdiri di sana, tidak bergerak dan matanya melebar. Ia bisa merasakan air mata jatuh dari matanya dan mengalir di pipinya. Ayahnya tidak pernah mengatakan hal kejam seperti itu padanya sebelumnya. Ayahnya selalu ada untuknya, menyayangi dan mendukungnya melewati segalanya. Sulit dipercaya bahwa pria di hadapannya ini adalah ayahnya.

"Aku sudah cukup mendengar." Suara serak terdengar, datang dari tangga. Sakura berbalik dan melihat Sasuke. Mata onyx Sasuke menatap tajam ke belakang kepala ayah Sakura dan rambut hitamnya masih terlihat basah karena ia baru saja selesai mandi. Sasuke tampak luar biasa. Selalu.

"S-Sasuke-kun," bisik Sakura, cukup keras hingga Sasuke bisa mendengarnya. Hanya dalam beberapa detik, Sakura bergegas melingkarkan lengannya di pinggang Sasuke. Ia terisak beberapa kali sebelum membenamkan wajahnya ke dada kekasihnya itu. Sasuke adalah segalanya baginya.

Mendengar suara tangisan putrinya, Kizashi berbalik, menatap ke arah Uchiha bungsu. "Kurasa sudah waktunya kau pergi. Yang terjadi di antara aku dan putriku tidak ada hubungannya denganmu."

"Apa pun yang ada hubungannya dengan Sakura ada hubungannya denganku." Sasuke berkata rendah, wajahnya menggelap ketika ia menatap tajam pada pria paruh baya di depannya. "Terutama ketika ayahnya memutuskan untuk menyebut putrinya bodoh dan tidak tahu apa yang dia inginkan. Kau nelakukan semua ini dan aku masih tidak mengerti apa yang aku lakukan seburuk itu hingga disebut dengan berbagai sebutan mengerikan." Sasuke terkekeh suram, kehilangan kendali atas kata-kata dan perasaannya. Ekspresi Sasuke yang sedang menatap ke arah Kizashi membuat pria paruh baya itu bergidik.

"Dia tidak tahu apa yang dia inginkan. Tidak ada yang istimewa tentang dirimu—"

"Berhenti, Tousan!" Sakura menyela, menyebabkan ruangan menjadi sunyi dan semua mata tertuju padanya. Ia mengusap air matanya beberapa kali sebelum menarik wajahnya dari dada Sasuke, menatap tegas ke arah ayahnya. "Kau tidak mengerti." ucapnya, menggelengkan kepalanya dan mata ayahnya melebar. "Aku tidak tahu apa definisi istimewa menurutmu, Tousan, tapi definisiku kurang lebih seperti ini."

Sakur tersenyum pada dirinya sendiri ketika ia mulai memikirkan darimana ia harus memulainya.

"Istimewa adalah ketika kau berusia lima tahun dan ada bocah laki-laki kecil memberimu cincin, berjanji akan menikahimu suatu hari nanti. Istimewa adalah ketika kau sampai di sekolah pada hari ulang tahunmu, mengira semua orang tidak tahu tentang ulang tahunmu sehingga kau hanya akan memiliki hari normal tapi kemudian ketika kau berjalan masuk ke kelas ada laki-laki duduk di sana, dengan mawar merah dan cincin yang bertulis 'selamanya' terukir di sana meskipun dia adalah orang yang paling keras kepala dan tidak romantis." Sakura tertawa kecil sementara Sasuke hanya memelototi Sakura ketika gadis itu meraih jari-jarinya dan mulai memainkannya dengan senyum di wajah gadis itu. Kizashi hanya memperhatikannya, mulutnya terbuka.

"Istimewa adalah ketika kau menangisi sesuatu yang benar-benar bodoh tapi kemudian ada laki-laki yang menjadi sangat marah hingga dia pergi dan memukuli anak yang membuatmu menangis, terlepas dari konsekuensinya. Istimewa adalah ketika ada laki-laki datang dan menjemputmu dari sebuah pesta yang kau datangi yang membuatnya marah tapi dia masih mau memegang rambutmu ke belakang saat kau muntah di toilet. Istimewa adalah ketika ada laki-laki yang sangat mencintaimu hingga dia mau membawamu ke sebuah bukit untuk menyaksikan matahari terbenam bersamamu dan kemudian menggendongmu kembali ke mobil meskipun kau bersikeras kau bisa berjalan. Istimewa adalah ketika ada laki-laki mau membantumu memilih bra karena temanmu sakit meskipun itu menyebabkan dia kehilangan harga diri dan martabatnya untuk hari itu." Sasuke merengut pada kalimat terakhir Sakura yang ini. Apakah gadis itu benar-benar harus membahasnya sekarang?

"Tapi yang terpenting, istimewa adalah ketika ada laki-laki yang sangat mencintaimu hingga dia rela melewati apapun hanya untuk mendapatkan izin menikahimu, meskipun izin pernikahan tidak penting karena aku akan selalu menjadi miliknya bahkan tanpa beberapa kata yang diucapkan di sebuah gereja." ucap Sakura berbisik, mengalihkan pandangannya pada Sasuke di sebelahnya dan mencium lembut pipi pemuda itu. "Definisi istimewaku adalah Sasuke. Karena semua yang dia lakukan untukku istimewa dan aku tidak akan menyerah untuk apa pun." Ia bergumam cukup keras.

Kizashi terdiam. Ia belum pernah mendengar putrinya berbicara seperti itu. "Sakura—"

"Aku menyayangimu, Tousan. Tapi hatiku milik Sasuke dan aku tidak menginginkan yang lain. Kau bisa memilih untuk menghargai perasaanku dan tetap memilikiku dalam hidupmu. Atau kau bisa mencoba untuk menjauhkanku darinya dan aku tidak akan pernah bicara denganmu lagi." Sakura bergumam sedih, tidak menyukai pilihan terakhir. Ia menyayangi ayahnya dengan seluruh hidupnya, dan ia juga menyayangi Sasuke dengan cara yang berbeda.

Kizashi menatap kakinya dengan kening mengerut. Mungkinkah gadis yang berkemauan kuat ini benar-benar gadis kecilnya yang dulu, yang harus ia temani setiap malam untuk melindunginya dari monster? Sakura begitu blak-blakan dan tumbuh dewasa sekarang. Tiba-tiba senyum menghiasi bibirnya. Mungkin, mungkin saja gadis cantik di depannya ini tahu apa yang sebenarnya diinginkannya. Mungkin, ia salah kali ini. Mungkin, Sasuke adalah segalanya bagi putrinya.

Sambil mendesah rendah, Kizashi menatap dua remaja yang sedang memandangnya, ia tersenyum kecil pada mereka. "Jadi, kapan pernikahannya?"

Mata Sasuke dan Sakura melebar. Mereka tercengang. Sakura memecah keheningan itu dengan memekik dan memberikan ciuman singkat di bibir Sasuke sebelum berlari ke ayahnya dan melompat ke dalam pelukan ayahnya sambil tertawa gembira. Sasuke hanya berdiri diam di sana, memperhatikan Sakura dan ayahnya ketika pria paruh baya itu mengeluarkan tawa kecil pada tindakan putrinya.

"Aku tidak percaya ini! Sasuke-kun, bukankah ini hebat?!" Sakura berseru dengan gembira ketika ia menoleh ke arah Sasuke yang hanya menatapnya. Senyum Sakura memudar dam ia mengangkat alisnya khawatir. "Sasuke-kun?"

"Aku bahkan belum melamarmu."

"Tidak masalah." Sakura mengibaskan tangannya. "Mungkin pada saat kau akhirnya bisa menyingkirkan harga dirimu dan melamarku, aku sudah akan menjadi tua." ucapnya, terkikik sedikit ketika ayahnya tertawa mendengar leluconnya.

Sasuke merengut. "Lagipula, siapa yang bilang aku ingin menikah denganmu?" Ia mendesis, jengkel pada gadis berambut merah muda di depannya. Sakura tersenyum pada Sasuke sebelum berlari dan memeluk leher pemuda itu.

"Kau yang bilang." gumam Sakura, mencium pipi Sasuke ringan. "Ditambah lagi..." Ia menarik diri dari Sasuke. "Kau tidak akan mau meninggalkan bayimu tanpa ayah, kan?" tanyanya dengan manis. Meraih tangan Sasuke dan meletakkannya di perutnya diiringi tawa kecil.

Mata Sasuke melebar, begitu pula Kizashi.

"Kau membuat putriku hamil pada usia delapan belas." Suara murka Kizashi terdengar mendesis ketika ia menatap lurus Uchiha bungsu.

Keringat mulai menghiasi pelipis Sasuke. Tidak lagi...

"Itu..."

"Keluar dari rumahku!"

***
The End.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)