expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jealousy #5



Sasuke segera melesat pulang setelah meninggalkan rumah Sakura. Ia menghela napas saat ia berjalan masuk ke dalam rumah. Ia melihat teman berambut pirangnya duduk di tangga yang mengarah ke lantai atas.
Naruto mendongak dari ponselnya dan memandang ke arah Sasuke. Ia menyengir, siap mengajukan pertanyaan, namun cengirannya memudar saat ia melihat raut wajah temannya itu.
"Teme! Apa yang terjadi? Apa Sakura-chan menolakmu?" tanya Naruto. Sasuke menggelengkan kepalanya dan ia duduk di samping temannya itu.
"Tidak, dia bilang 'ya'," jawab Sasuke.
Naruto memiringkan kepalanya dengan kebingungan. Jika Sakura berkata ya, lalu mengapa temannya ini terlihat kesal? "Lalu apa yang salah?"
"Bocah tengik itu mencium Sakura...," geram Sasuke sambil menatap lantai. Suaranya menahan amarah, frustrasi, dan kesedihan.
Mata Naruto melebar saat ia mendengar berita itu. Ia terkejut. Ia pernah mendengar tentang bocah laki-laki yang menyukai Sakura dari Hinata, tapi ia tidak tahu persis siapa bocah itu. "Lalu apa kalian masih berhubungan?"
"Tentu saja…"
"Kalau begitu bicara pada bocah itu bahwa Sakura-chan adalah milikmu."
"Aku tidak mau...."
"Kenapa?"
"Karena sekarang yang ingin aku lakukan hanya membunuhnya..."
"...Dan kenapa tak kau bunuh saja?"
"Dia masih teman Sakura. Kalau aku membunuhnya, Sakura mungkin akan mencoba membunuhku..."
"Oh begitu ya..." Naruto tampak manggut-manggut. "Jadi, apa yang akan kau lakukan?"
Sasuke mengangkat bahu. Ia tidak yakin harus berbuat apa dan apa yang bisa ia lakukan.
Naruto memandang temannya yang mulai berantakan. Dan ia tidak suka melihat Sasuke seperti ini, antara depresi dan sedih.
"Mau pergi jalan-jalan?" tawar Naruto sambil mengangkat tangannya bersemangat. Sasuke memandang Naruto dan memikirkan tawaran temannya itu. Ia ingin mengembalikan mood-nya yang buruk, tapi di sisi lain ia juga sedang malas melakukan sesuatu.
"Kapan-kapan saja..." jawab Sasuke malas. Naruto melihat ke sekeliling rumah yang kosong. Ia berdiri di depan Sasuke.
"Ayo," seru Naruto. Sasuke memandang temannya itu bingung. Naruto tidak mengatakan apapun tapi menggerakkan tangannya agar Sasuke mengikutinya.
Sasuke berdiri dari tempat duduknya dan mengikuti Naruto. Temannya itu membawanya keluar rumah dan menuju mobilnya. Ia mengangkat alisnya namun tak mengatakan apapun. Ia bertanya-tanya ke mana Naruto berencana untuk membawanya. Jam sudah menunjukkan tengah malam dan sebagian besar tempat pasti telah tutup. Satu-satunya tempat yang masih buka adalah klub dan bar, dan Sasuke tidak berencana masuk ke salah satu dari mereka.
Sasuke masuk dan duduk di sisi penumpang. Sedangkan Naruto duduk di sisi kemudi dan mulai menjalankan mobil itu.
"Kemana kita akan pergi?" Sasuke akhirnya bertanya. Naruto menyengir dan menggelengkan kepalanya. Naruto tidak mau mengatakannya dan itu membuat Sasuke menghela napas.
***
Naruto berbelok ke sebuah bar dan memarkir mobil itu. Ia memandang temannya yang sedang menatapnya. Ia hanya menyengir lebar dan keluar dari mobil.
Sasuke menolak untuk keluar dari mobil. Membuat Naruto harus membuka pintu dan menyeretnya keluar mobil hingga ke dalam bar. Ini tidak mudah baginya tapi ia masih berhasil.
"Sekarang, ayo bersenang-senang!" seru Naruto sambil menuju meja bar dan memesan dua gelas. Sasuke menghela napas dan mengikutinya. Ia memandang sekelilingnya, pada orang-orang yang menurutnya hanya membuang waktunya secara sia-sia.
"Kenapa kita ke sini?" tanya Sasuke jengkel seraya menatap temannya. Naruto hanya menyengir saat ia balas menatap Sasuke. Bartender datang dengan dua gelas sesuai pesanan dan meletakkannya di depan Naruto. Pria itu menyerahkan satu pada Sasuke dan mengangkatnya untuk bersorak.
"Ini untukmu. Semoga kau memiliki kehidupan yang bahagia dengan Sakura-chan!" seru Naruto.
Sasuke melihat gelas yang diberikan Naruto padanya. Ia akhirnya mengangkatnya juga dan mereka berdua meminumnya dengan cepat. Mereka menggelengkan kepala setelah merasakan seberapa kuat rasa minuman itu. Naruto memandang bartender dan meminta dua gelas lagi. Bartender itu segera mengisi ulang gelas mereka. Sasuke mengerjap saat melihat Naruto menyeringai. Ia menghela napas dan kemudian meminumnya dengan cepat lagi.
Sasuke tampak mabuk setelah gelas kedua. Sedangkan Naruto telah berhenti minum karena dirinya yang akan mengemudi. Ia mengangkat alis saat melihat temannya itu mabuk berat. Ia tidak mencoba menghentikannya meskipun ia tahu bahwa ia akan berada dalam masalah besar.
Naruto mengerjap saat menyaksikan temannya tiba-tiba mulai berjalan terhuyung ke luar bar. Ia segera berdiri dan membayar. Kemudian ia dengan cepat mengejar Sasuke.
Naruto menemukan Sasuke bersandar di dekat tempat sampah, memuntahkan isi perutnya. Dan ia segera berjalan mendekatinya.
"Teme, kau baik-baik saja?" tanya Naruto. Sasuke membalas dengan gumaman diantara muntahannya.
Sasuke memandang Naruto begitu ia selesai dengan urusan muntahnya. "Aku membencimu..." ia bergumam. "Kau melakukan ini padaku."
Naruto mengerjap dan ia mulai tertawa. "Aku tidak melakukan apapun. Kau sendiri yang meminta lebih banyak tadi," ucapnya dengan seringai, "Dan jangan membuatku terdengar salah."
Sasuke menatap Naruto dengan tatapan yang seolah berkata 'Aku sangat membencimu sekarang.'
"Aku ingin pergi menemui Sakura!" ucap Sasuke dengan lantang.
Naruto tersenyum gugup saat melihat temannya kini mulai berubah bertindak kekanak-kanakan. Jika Sakura tahu bahwa ia yang membuat Sasuke mabuk, mungkin gadis itu akan membunuhnya.
"Itu bukan ide yang bagus," ucap Naruto cepat. "Dia mungkin sedang tidur."
Sasuke menggelengkan kepalanya.
"Tidak, dia tidak tidur! Lihat," ucap Sasuke ketika ia mengeluarkan ponselnya. Naruto berkedip cepat ketika melihat Sasuke memanggil nomor telepon Sakura dan mendekatkannya di telinganya saat mulai berdering. Naruto mendesah dan ia menggelengkan kepalanya pasrah. Sasuke mengubah telepon ke mode speaker. Dering itu segera berhenti dan digantikan dengan suara napas seseorang.
"Halo?" ucap suara itu tampak mengantuk.
Sasuke menutup telepon dan memasukkannya kembali ke sakunya. "Lihat kan, dia tidak tidur."
Mata Naruto melebar melihat temannya yang sedang mabuk itu. Ia menggelengkan kepalanya dan menghela napas. Ia tidak percaya ini terjadi. "Bagaimana kalau aku membawamu pulang sekarang dan kau menemuinya besok?"
"...TIDAK!"
"Teme, dia sedang tidur dan kau membangunkannya."
"YA YA, BAIKLAH!" teriak Sasuke akhirnya.
Naruto menghela napas sekali lagi dan mendorong temannya itu ke mobil. Begitu mereka sampai di mobil, ia membukakan pintu penumpang dan menyuruh Sasuke masuk. Naruto segera menutup pintu dan masuk dari sisi kemudi. Ia menyalakan mobil dan melesat kembali ke rumah. Selama di perjalanan, Sasuke tertidur lelap.
***
Keesokan paginya, Konohamaru bangun dengan sinar matahari menerpa wajahnya dari jendela kamar tidurnya. Ia duduk di tempat tidur sambil menatap lantai. Ia menguap dan meregangkan badan. Ia segera berdiri dari tempat tidurnya dan menuju ke kamar mandi.
Setelah bersiap, ia menuju ke dapur untuk sarapan. Ayahnya sedang duduk di meja membaca koran seraya menikmati sarapannya. Pria itu memandang putranya yang berjalan ke dapur.
"Selamat pagi," ucap pria paruh baya itu pada anaknya. Konohamaru tersenyum kecil saat ia duduk di meja.
"Pagi juga, Tousan," balas Konohamaru seraya memandang ayahnya. Ia kemudian kembali fokus pada sarapannya dan mulai makan. Namun ayahnya segera menginterupsinya.
"Jadi, bagaimana dengan gadis itu?" tanya sang ayah sambil meletakkan korannya di atas meja dan menghadap putranya. Konohamaru memandang ayahnya bingung. Siapa yang dibicarakan?
"Tentang Hanabi," ucap sang ayah sebelum Konohamaru dapat mengajukan pertanyaan. Ia mengerjap saat ia menelan makanannya. Dan ayahnya tampak memiringkan kepalanya.
"Dia bukan pacarku, dia temanku, Tousan," jelas Konohamaru ketika ia memandang kembali pada makanannya. Sang ayah mengangkat alis bingung. Entah bagaimana pria paruh baya itu merasa tidak bisa percaya kata-kata anaknya.
"Tapi kalian berdua selalu bersama dan dia terlihat menyukaimu," ucap sang ayah. Konohamaru menghela napas, ia mulai mengaduk-ngaduk makanannya.
"Tidak, dia tidak menyukaiku. Dia pasti akan memberitahuku jika dia menyukaiku," ucap Konohamaru, 'Dan dia tidak akan menyuruhku untuk menyatakan perasaanku pada Sakura-nee.' tambah Konohamaru dalam hati.
Konohamaru tiba-tiba berdiri dari meja dan memandang ayahnya. "Aku tidak lapar lagi," ucapnya sambil memaksakan untuk tersenyum. "Aku akan keluar sebentar. Aku akan segera kembali."
Konohamaru melangkah ke pintu dengan sang ayah yang memperhatikan putranya itu meninggalkan rumah.
'Dia masih anak-anak,' pikir sang ayah sambil tersenyum.
Konohamaru berhenti begitu ia sudah menutup pintu di belakangnya. Bagaimana bisa ayahnya berpikir bahwa Hanabi adalah kekasihnya ketika ia sedang jatuh cinta dengan orang lain?
Ia kemudian mulai berjalan dengan pikiran tentang Hanabi yang menyukainya.
Setelah berjalan selama dua puluh menit dan tidak bisa mengeluarkan bayangan Hanabi dari kepalanya, ia duduk di bangku trotoar sambil memegangi kepalanya.
"Sialan, dia tidak menyukaimu! Lagipula, kau menyukai orang lain!" Konohamaru berkata pada dirinya sendiri dengan bisikan keras.
Tanpa Konohamaru ketahui, ada seorang gadis berjalan di belakangnya dan tersenyum kecil.
***
Sasuke bangun keesokan paginya dengan kepala yang terasa berat. Ia mengerang ketika ia melihat sekeliling kamarnya. Hal terakhir yang diingatnya adalah ia pergi ke bar bersama Naruto. Sisanya terasa kabur dalam kepalanya. Ia duduk dan ia mulai merasa mual.
Naruto membuka pintu kamar tepat ketika Sasuke berlari ke kamar mandi. Mata Naruto melebar melihat pintu kamar mandi dibanting menutup, tepat ketika ia masuk. Ia berjalan ke kamar mandi dan mengetuk pintu.
"Teme, kau baik-baik saja?" tanya Naruto. Tak mendapat jawaban, ia berjalan ke tempat tidur dan duduk. Setelah beberapa menit, Sasuke keluar dari kamar mandi. Ia melotot pada temannya itu.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Sasuke kesal ketika ia berbaring di tempat tidurnya lagi.
"Bagaimana perasaanmu?"
"Seolah-olah aku ditabrak truk."
"Uum, seharusnya kau berhenti pada gelas kedua."
Sasuke menatap Naruto. Temannya itu menyeringai seraya mengeluarkan beberapa obat.
"Tapi sekarang aku datang untuk memberitahumu bahwa Sakura-chan meneleponmu pagi ini dan dia terdengar tidak senang."
Sasuke mengangkat alisnya kebingungan dan menutup matanya. "Kenapa?"
"Kau meneleponnya tadi malam ketika dia sedang tidur, atau kau sudah lupa?"
Sasuke duduk di tempat tidurnya dengan cepat, yang membuat kepalanya semakin berdenyut. Ia memegang kepalanya dengan satu tangannya. Naruto mendesah dan menyerahkan obat pada Sasuke. Pria itu segera mengambil obat dan segelas air dari meja di samping tempat tidurnya. Ia meneguk habis air itu dalam beberapa detik. Begitu ia selesai, ia menatap kembali ke arah Naruto. "Kenapa kau membiarkanku meneleponnya!"
"Aku mencoba menghentikanmu tapi kau tak mau mendengarkan."
"Sialan kau! Kenapa kau harus membawaku ke bar!"
"Karena kau seperti bukan dirimu sendiri semalam. Ngomong-ngomong, lihat," ucap Naruto seraya menunjuk ke arlojinya. "Kau terlambat menemuinya."
Sasuke mengerjap dan segera bangkit dari tempat tidur. Ia mulai panik. Tiba-tiba tawa Naruto terdengar. Sasuke memandang temannya itu dengan kesal.
"Hahaha, Teme, kau benar-benar tergila-gila pada Sakura-chan, eh. Aku bercanda. Dia tidak menelepon dan aku tidak pernah memberitahunya jam berapa kau akan menemuinya." ucap Naruto sambil menyeringai. Sasuke menatap teman berambut pirangnya itu dengan penuh kejengkelan di matanya. Temannya itu sepertinya akan menjadi musuh terbesarnya.
***
Konohamaru tersentak saat ia merasakan sebuah tangan menyentuh pundaknya. Ia terlalu tenggelam dalam pikirannya hingga tak menyadari ada seseorang berdiri di belakangnya.
"Maaf, tapi apa kau baik-baik saja?" tanya seseorang itu. Konohamaru mendongak dan melihat seorang gadis dengan rambut pirang panjang tersenyum padanya.
"Y-Ya... aku baik-baik saja," jawab Konohamaru sambil berdiri.
"Namaku Miroku Shion, kau bisa memanggilku Shion," ucap gadis itu seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Konohamaru memandang tangan gadis itu dan meraihnya. "Konohamaru," jawabnya singkat sambil menjabat tangan gadis itu dan tersenyum.
"Senang bertemu denganmu, Konohamaru."
"Senang bertemu denganmu juga."
"Apa kau ingin jalan-jalan?" tanya Shion, sedikit tak yakin pada dirinya sendiri. Konohamaru menatap gadis itu beberapa detik sebelum menjawab.
"Um, ya tentu,"
Shion mulai berjalan di samping Konohamaru. Tak satu pun dari mereka membuka suara, membuat Konohamaru kembali merenungkan tentang Hanabi. Ia masih tak percaya pada ayahnya dan mencoba mencari semacam petunjuk yang memberi ayahnya kesimpulan seperti itu.
Shion memandangi Konohamaru dan akhirnya menemukan sesuatu untuk dibicarakan sehingga ia memutuskan untuk bertanya, "Hei, Konohamaru, apa yang kau pikirkan?"
Konohamaru menatap Shion begitu pikirannya di interupsi. "Uh..." gumamnya dan melihat ke tanah. Ia tak yakin apakah ia harus memberitahu Shion, ia baru saja bertemu dengan gadis itu. Tapi di sisi lain, ia benar-benar ingin meluapkan semuanya. Mungkin berbagi dengan seseorang akan membantunya mencari tahu.
"Um, bagaimana jika salah satu temanmu menyukaimu tapi dia mendorongmu untuk mengatakan perasaanmu pada seseorang yang kau sukai?" tanya Konohamaru.
Shion menatap Konohamaru dan tersenyum sedikit. Entah bagaimana ia sedikit mendapatkan gambaran.
"Dan sekarang gadis yang kusukai itu akan menikah dengan pria dingin yang tidak pantas baginya," Konohamaru melanjutkan ceritanya.
"Siapa pria dingin itu?" tanya Shion. Tidak tahu mengapa, tapi ia tiba-tiba berpikir tentang Sasuke. Itu tidak mungkin dia, kan.
"Uchiha Sasuke," jawab Konohamaru dengan nada kesal.
***
Sakura berada di kamarnya, memandangi gaun merah yang sengaja ia robek tadi malam saat berlari mengejar Konohamaru. Ia menghela napas saat melihat jam di dinding.
"Bagaimana aku harus memperbaiki gaun ini?" tanya Sakura pada dirinya sendiri. Ia tak tahu bagaimana memperbaiki gaun itu.
Jarum panjang pada jam baru saja bergabung dengan jarum pendek tepat di angka dua belas. Benar, sekarang jam dua belas dan suara bel pintu bergema di seluruh rumah.
Sakur mengerjap dan ia mendongak melihat jam di dindingnya lagi.
"Sial, dia datang tepat waktu..." Sakura bergumam sambil menuruni tangga dan menuju pintu. Ia membuka pintu dan menemukan dua orang di depan pintunya. Ia menyipitkan matanya saat ia menatap pria di belakang sahabat perempuannya.
"Hai Jelek! Bagaimana kabarmu?" sapa pria berambut cepak itu. Sedangkan Ino tertawa saat melihat ekspresi Sakura.
"Hai, Forehead," kata gadis berambut pirang itu. Sakura menatap sahabat perempuannya dan tersenyum.
"Hai, Pig," kata Sakura sambil melangkah ke samping. Memberi jalan pada Ino dan Sai untuk masuk ke dalam rumah. Mereka berdua melihat sekeliling sambil tersenyum. Sai berjalan ke sofa, meraih remote TV, dan duduk santai disana. Sakura menatap pria itu kesal sampai Ino meraih lengannya dan menuntunnya menaiki tangga.
"Kami akan kembali!" seru Ino pada suaminya.
"Baik," jawab Sai.
Sakura menarik dan menghembuskan napas saat ia melihat mata Ino tertuju pada gaun merahnya yang robek. Ino dengan cepat berbalik menghadap Sakura. Ia terus menatap sahabat perempuannya itu dan gaunnya secara bergantian.
"Apa yang kau lakukan!" tanya Ino dengan keras saat ia mengambil gaunnya.
"Aku... berlari mengejar Konohamaru," jawab Sakura.
"Forehead, gaun ini adalah hadiah dari Sai! Kenapa kau harus merobeknya!"
"Gaun itu menghalangi lariku."
"Kau bisa mengangkatnya dan itu tidak akan menghalangi larimu!"
"..."
"Jangan diam saja! Aku ingin penjelasan yang bagus!"
Sakura tetap diam sambil berharap seseorang akan menyelamatkannya dari sahabatnya yang marah. Ia hanya memandang Ino ketika sahabatnya itu mulai memberi ceramah.
"Lagipula tidak ada yang menyuruhmu untuk meminjamkan gaun itu padaku..." Sakura menyela Ino. Membuat sahabatnya itu menatapnya.
"KALAU BEGITU JANGAN HUBUNGI AKU LAGI JIKA KAU PERLU GAUN UNTUK KENCAN KECILMU!" Ino berteriak. Sakura menghela napas. Sahabatnya itu ada benarnya.
Seorang pria berambut cepak sedang berdiri di pintu memandangi mereka. "Apa yang terjadi," tanya Sai khawatir. Keduanya, Sakura dan Ino berbalik memandangnya.
"Forehead merobek gaun yang kau belikan untukku!" kata Ino sambil mencoba menenangkan diri. Sakura mengalihkan tatapannya ke jendela seraya mengabaikan Ino dan Sai. Pasangan itu terus berbicara, lebih tepatnya Ino berbicara keras dan Sai berusaha menenangkannya.
"Maafkan aku, Pig," ucap Sakura seraya melihat ke arah mereka. Membuat Sai dan Ino menatapnya.
"Sudahlah..." gumam sahabat perempuannya itu seraya menghela napas. Ino tersenyum sedikit ketika ia berusaha mengubah topik dari gaun itu. "Jadi bagaimana kencannya?"
"Itu... hebat," jawab Sakura.

***
To be continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)