expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Leads to You #24

 


Pada saat Sasuke kembali ke apartemen dari membeli makanan, hanya beberapa menit setelah mereka mengetahui bahwa mereka akan menjadi orang tua, Sakura sudah selesai dengan urusan meneleponnya dan sudah menyiapkan alat makan di meja. Begitu makanan mendarat di atas meja, Sakura mencium aroma sandwich ayam panggang dan kentang panggang, ia bergegas mengeluarkan makanan dari kantong dengan penuh semangat. Sasuke yang duduk di seberang Sakura di meja ruang makan, jelas merasa geli ketika ia melihat wajah cantik istrinya tampak sangat menikmati makanan itu, menjilat campuran krim asam dan mentega dari jari-jarinya yang ramping.

Menatap Sasuke, Sakura bertemu mata dengan suaminya itu dan tersenyum lebar. "Ini enak, Sasuke-kun. Terima kasih sudah membelinya."

Sasuke menggigit sandwich ayamnya dan ada ekspresi berbinar di wajahnya. "Sayang, aku belum pernah melihatmu melahap Applebee-mu secepat itu. Bahkan, aku belum pernah melihatmu menghabiskan makanan apa pun dari sana. Biasanya, di tengah-tengah makanmu, kau mendorong piringmu menjauh, menggerutu dan mengingatkanku betapa kau membenci makanan itu dan bahwa kau hanya memakannya karena kau mencintaiku."

Sakura berhenti mengunyah cukup lama untuk menatap Sasuke dengan main-main. "Aku lapar. Dan hamil. Dan aku baru saja berbicara dengan ibumu selama tiga puluh tiga setengah menit tanpa bosan! Lagipula, Crapplebee ini enak!"

Sasuke mengangkat bahu. "Itu sebabnya aku menyuruhmu meneleponnya, Saku. Dia pasti melacak dan menebak kapan kita berhubungan seks di kalendernya sendiri di rumah. Aku tidak yakin dia tidak memiliki semacam kamera yang dipasang di apartemen kita. Dia membutuhkan bayi ini..."

Sakura tersenyum dan mengambil kentang panggang terakhirnya sebelum menyingkirkan piringnya. "Aku juga perlu menelepon ibuku. Dan Ino. Dan apa ada orang lain yang perlu kita beritahu sekarang?"

"Sayang, kita tahu bahwa kau hamil..." Sasuke melirik jam tangannya, "...baru satu setengah jam lalu. Telepon ibumu malam ini dan setelah itu kita tidur. Kau bisa memberitahu Ino besok."

Sakura menghela napas, berdiri dan berjalan ke kursi Sasuke. Sasuke mendorong kursinya ke belakang sehingga Sakura bisa duduk di pangkuannya. Lengan Sakura melingkari leher Sasuke saat jari-jari pria itu membelai pinggangnya. Sasuke mengecup hidung Sakura dan wanita itu menghela napas lagi, "Bisakah kita melakukan ini?" tanya Sakura dengan pelan.

"Masalah menjadi orang tua?"

Sakura mengangguk.

"Sakura, kita pasti bisa melakukan ini. Coba pikirkan... kita sudah menikah selama empat tahun sekarang. Aku mendapat gaji yang cukup besar, dan kita telah menabung banyak uang. Dan, well... aku siap menjadi ayah, dan kau mungkin akan membuat anak itu jengkel dan aku harus turun tangan setiap lima detik, sehingga ia tidak mencoba untuk mengemas popok ke dalam tas kecil dan berencana pindah rumah, tapi selain itu, aku yakin kau akan menjadi ibu yang hebat... Shit, Saku, aku sangat bersemangat!"

Sasuke memperhatikan ekspresi cemberut yang melintasi wajah Sakura sebelum terganti dengan senyum bahagia dan mata hijaunya yang melebar. "Aku tidak akan membuat anak kita jengkel, Sasuke-kun! Aku akan menjadi ibu yang luar biasa. Aku hanya tidak percaya bahwa kita akan punya bayi, Sasuke-kun. Kita! Kau dan aku... Ini... nyata."

Sasuke menyelipkan tangannya ke rambut Sakura dan menarik wanita itu ke arahnya, menangkap bibir istrinya dalam ciuman panas. Sangat sulit untuk mengatakan pada Sakura bagaimana perasaannya, tapi ia tahu ia selalu bisa menunjukkannya pada wanita itu. Mereka berdua memahami bahasa tubuh satu sama laim dengan sangat baik. Ketika mereka memutuskan ciuman, Sasuke menyeringai pada Sakura dan kemudian menurunkan istrinya dari pangkuannya. Berdiri, ia menepuk punggung Sakura. "Ayo, wifey, telepon ibumu dan segera tidur." Sasuke mengangkat alisnya dengan sugestif dan Sakura terkikik. Tentu saja suaminya itu ingin seks untuk merayakan ini. Seks adalah jawaban suaminya untuk segalanya!

Satu setengah jam kemudian, Sakura berbaring dengan kepala di dada Sasuke dengan jari tengah suaminya membuat semacam pola di punggungnya yang telanjang.

"Itu hebat," bisik Sakura di dada Sasuke.

Sasuke tertawa kecil dan menjatuhkan ciuman di pucuk kepala Sakura. Ia menyukai saat-saat tenang seperti ini bersama Sakura. Perasaan bahagia setelah bercinta panas dengan fakta bahwa hanya ada mereka berdua—atau bertiga sekarang?—sementara seluruh dunia terkunci dengan aman di luar pintu rumah mereka sangat terasa mengagumkan. Kagoshima bisa saja meledak di luar sana dan ia tidak berpikir ia akan peduli selama ia bersama Sakura, sama seperti saat ini.

"Saku?" Sasuke berbisik di kamar yang gelap itu.

"Ya?" gumam Sakura.

Jari Sasuke bergerak ke atas untuk memutar puting Sakura dan napas istrinya itu berubah menjadi lebih cepat. "Kau masih belum memberitahuku tentang percakapanmu dengan ibuku. Begitu aku sampai di rumah, kau langsung merebut makanan dari tanganku. Apa yang dia katakan?"

Sakura mengerang sebagai respon dan berguling telentang di sebelah Sasuke. Lengan Sasuke berayun ke belakang bahu Sakura untuk menarik istrinya ke arahnya dan tangannya meluncur ke rambut merah muda wanita itu. Sakura menatap langit-langit dan tersenyum ke dalam gelapnya malam. "Well, dia menjerit sangat keras hingga kupikir polisi akan mendatanginya. Setelah akhirnya aku bisa membuatnya tenang, dia menghabiskan 10 menit bertele-tele tentang bagaimana dia menunggu sangat lama untuk bayi ini, dan bla bla bla... kemudian dia ingin tahu kapan aku melahirkan dan kemudian dia ketakutan bahwa aku belum pergi ke dokter dan bersikeras bahwa aku harus pergi sesegera mungkin. Dan kemudian dia hanya diam di telepon dan kemudian berkata 'Oh Sasu, oh Sakura-chan-ku... seorang bayi' sebelum hanya menangis di telepon selama sekitar 15 menit."

Dada Sasuke bergetar akibat tawa. "Aku akan meneleponnya besok, tapi shit, itu hal terakhir yang ingin kulakukan."

Sakura berguling dan mencium bibir Sasuke, "Jangan begitu, Sasuke-kun. Lagipula da bilang dia akan meneleponmu pagi-pagi."

Sasuke menggumamkan "Omong kosong" dan Sakura tertawa. Menindih Sakura, Sasuke menangkap bibir istrinya, menjilat bibir bawah wanita itu dan kemudian menghisapnya di antara giginya sampai wanita itu mengerang di mulutnya. Sambil menyeringai di bibir Sakura, Sasuke berbisik "Selamat malam" dan berguling kembali ke sebelah Sakura. Pagi akan segera muncul dan jika ibunya benar akam menelepon, ia membutuhkan tidur sebanyak mungkin.

***

Beberapa hari kemudian, Sakura melangkah di bawah langit abu-abu yang menghalangi sinar matahari. Kantor dokternya berada di gedung yang sama, tepat di ujung jalan dari tempat kerja Sasuke, jadi ia memutuskan untuk mampir, berharap ia bisa menemui suaminya di antara janji temu dengan pasien.

Berjalan melewati lobi yang ramai dan melangkah ke meja resepsionis, Mauri tersenyum pada Sakura dari belakang meja, "Halo, Sakura-chan, Bagaimana kabarmu?"

Sakura tersenyum, meletakkan tasnya di tepi meja resepsionis. "Aku baik-baik saja, Mauri-chan. Apa Sasuke sibuk? Aku ingin menemuinya sebentar."

Mauri menatap kalender janji temu dan kemudian menggelengkan kepalanya. "Tidak, dia melakukan evaluasi hari ini dan tidak ada janji temu dengan pasien. Aku akan memberitahunya bahwa kau di sini."

Sakura melirik ke sekeliling lobi sementara Mauri menelepon. Mauri terdiam sesaat dan kemudian berkata, "Sasuke, istrimu ada di sini untuk bertemu denganmu." Sambil tersenyum, Mauri menutup telepon. "Dia akan segera keluar, Sakura-chan."

Telepon berdering lagi dan Mauri beralih ke mode resepsionis, membiarkan Sakura sibuk dengan pikirannya sendiri. Beberapa menit kemudian, pintu terbuka dan Sasuke melangkah keluar. Sakura diam sejenak untuk mengagumi bentuk tubuh Sasuke yang tinggi—ia telah jatuh cinta pada Sasuke selama bertahun-tahun tapi tidak pernah bosan menatap pria itu yang tampak semakin tampan dengan setiap tahun yang berlalu—Sasuke mengenakan celana panjang berwarna hitam dan kemeja biru tua dengan logo di dada. Pria itu tersenyum pada Sakura saat ia berjalan ke arah istrinya, menariknya ke dalam pelukannya dan mengunci bibir Sakura dengan bibirnya. Sakura balas mencium Sasuke, bahkan meskipun wajahnya memerah karena ada pasien di lobi sedang menonton mereka. Menarik menjauh, Sasuke menyeringai tanpa malu pada Mauri, yang mulutnya sedikit ternganga.

Sasuke menggenggam tangan Sakura dan membimbing istrinya kembali melewati pintu dan menyusuri lorong menuju kantornya. Ia membawa Sakura ke dalam kantornya dan kemudian menutup pintu di belakang mereka, meraih Sakura dan menghimpit wanita itu ke pintu dengan ciuman lagi. Ketika ia menarik diri beberapa menit kemudian, Sakura memerah dan bergetar sedikit.

"Astaga, Sasuke-kun... apa-apaan itu?"

Sasuke menyeringai, duduk di kursinya dan menarik Sakura ke pangkuannya. "Apa aku tidak boleh terkejut melihat istriku yang seksi di tengah hari? Jadi ada apa, Sayang?"

Sakura tersenyum, "Aku pergi ke dokter pagi ini. Aku sudah 4 minggu sekarang... Mau tahu kapan anak kita akan lahir?"

Sasuke memperhatikan kilat kebahagiaan di mata istrinya dan ia menyeringai ketika ia menjawab. "Kapan?"

Sakura mencium pipi Sasuke. "23 Desember!"

Sasuke mengangkat alisnya, "Oh, ya? Bayi Natal terdengar hebat... tapi jika kita merayakannya."

Tertawa, Sakura memutar matanya. "Tapi bulan itu akan banyak liburan, Sasuke-kun. Dan itu sempurna. Waktu yang begitu... luar biasa!"

"Itu masih lama sekali, Saku," pikir Sasuke, menatap kalender yang tergantung di dinding di atas mejanya.

Sakura menyentuh leher Sasuke dengan hidungnya dan menghela nafas. "Ya, benar. Tapi 36 minggu ke depan akan sangat menyenangkan dan memberi edukasi."

Sasuke menatap istrinya. "Edukasi? Sayang, serius, hanya kau yang akan mendapat edukasi muntah, mengidam hal aneh, dan suasana hati yang menyebalkan."

"Aku belum muntah sekali pun! Aku akan mempertahankan diet sehat dengan olahraga yang keras dan aku berjanji, suasana hatiku tidak akan terpengaruh. Kurasa ini akan menjadi kehamilan yang relatif mudah!"

Sasuke tampak skeptis pada pernyataan istrinya. Membungkuk untuk mencium Sakura lagi—karena mendiamkan Sakura dengan bibirnya jauh lebih mudah daripada mencoba membuktikan bahwa wanita itu salah—tapi kemudian mereka diinterupsi oleh ketukan di pintu. Sasuke menurunkan Sakura dari pangkuannya dan berkata, "Masuk!"

Seorang gadis muda, tampak pemalu mengenakan seragam karyawan melangkah masuk. "Kau...uh... ingin bertemu denganku, Uchiha-san?"

Sasuke tersenyum, mengisyaratkan tangannya agar gadis itu duduk di kursi. "Tunggu sebentar, Nashina. Aku akan mengantar istriku keluar."

Sasuke dan Sakura melangkah ke lorong dan pria itu menutup pintu kantornya. Sakura menatap suaminya dengan sorot mata bertanya. Sasuke melingkarkan lengannya ke bahu Sakura dan membimbing istrinya menuju pintu keluar. "Itu gadis baru di sini, namanya Nashina. Dia baru lulus dari perguruan tinggi dan dia sudah di sini 90 hari. Dia mendapatkan evaluasi hari ini dan dia kelihatan gelisah, tapi dia perlu tenang karena dia luar biasa. Aku mungkin masih akan menakutinya sebentar. Aku suka menakuti anak-anak baru. Omong kosong itu tidak pernah membosankan."

Begitu mereka kembali ke pintu lobi, Sasuke mencium Sakura lagi. Sebelum Sakura pergi, ia bertanya, "Sasuke-kun, aku berpikir untuk mengundang Ino dan Sasori untuk makan malam nanti malam. Bagaimana menurutmu?"

Sasuke menyeringai. "Aku akan bermain basket dengan Sasori sepulang kerja. Kau telepon Ino, kemudian Sasori dan aku akan langsung pulang bersama dari gym."

Dengan senyum dan kecupan terakhir pada bibir Sakura, wanita itu memperbaiki tali tas kecil di bahunya dan melangkah keluar gedung. Pikirannya penuh dengan pertanyaan tentang bayinya, tapi untuk hari ini, ia akan menikmati kenyataan bahwa ia sudah tahu tanggal kelahiran dari bintang kecil masa depan mereka.

***

Ketika Sasuke dan Sasori tiba di apartemen beberapa jam kemudian, mereka berharap setidaknya disambut dengan aroma makanan. Biasanya, ketika Sakura dan Ino berkumpul, mereka memasak makanan begitu banyak untuk Sasuke dan Sasori, tunangan Ino. Alih-alih makanan, mereka malah disambut dengan pemandangan yang membuat Sasuke memandang Sasori dengan ekspresi bingung dan Sasori hanya mengangkat bahu. Sakura dan Ino duduk di lantai di tengah ruang tamu, tumpukan pakaian ada di sekitar mereka, dan kedua wanita itu tertawa histeris. Ino tertawa hingga meneteskan air mata di pipinya dan makeupnya meluber di wajahnya. Sedangkan wajah Sakura tampak merah padam dan ada air mata di sudut matanya.

"Ada apa ini?" Sasuke akhirnya bertanya setelah beberapa menit menatap bingung pada Sakura dan Ino yang terkikik-kikik. Masih tertawa, Sakura dan Ino bangkit dari lantai untuk memberi ciuman pada pasangan mereka. Sasuke melingkarkan lengannya di pinggang Sakura dan menunjuk ke arah tumpukan pakaian di lantai. "Apa itu, Sayang?"

Sakura menyeka air mata dari sudut matanya, berusaha agar tidak mulai tertawa lagi. "Ketika aku sampai di rumah siang ini, sebuah paket sudah menungguku. Itu dari ibumu."

Sasuke pucat pasi pada kata 'ibu' karena ia tahu bahwa apa pun yang ada di dalam paket itu tidak mungkin ada gunanya. "Apa... apa yang dia kirim?"

Sakura keluar dari pelukan Sasuke dan mengambil jumpsuit merah kecil yang lucu. "Ini milik kakakmu."

Sasuke menatap jumpsuit itu. "Apa yang lucu dengan itu?"

Ino tertawa terbahak-bahak dan berdiri di samping Sakura, "Bukan hanya itu yang lucu, Sasuke. Dia mengirim banyak pakaian bayi yang benar-benar lucu milikmu dan kakakmu. Itu, ini, itu juga," ucap Ino sambil tertawa, menunjuk ke tumpukan kain bermotif cerah dan bermotif bunga. Sakura membungkuk dan mengambil daster bunga-bunga, merentangkannya agar Sasuke bisa melihatnya.

Mata Sasuke membelalak. "Shit... Aku ingat daster itu! Ibuku mengenakan daster itu ketika dia hamil kakakku! Aku melihatnya di foto. Kenapa dia mengirimnya padamu?"

Sakura mendengus. "Dia ingin aku memiliki pakaian hamil, dan semua pakaian bayi yang ada di loteng rumahnya. Tapi ini hanyalah setumpuk daster kebesaran seperti yang dulu digunakan oleh Bibiku, dan dia beratnya hampir 500 pound."

Ino melirik ke salah satu daster berwarna hijau cerah, dan kemudian mulai tertawa lagi. "Oh, Forehead," serunya, "Aku tidak sabar ingin melihatmu memakai beberapa dari ini!"

Sasuke menyentak daster dari tangan Sakura dan melemparkannya kembali ke tumpukan. "Bakar omong kosong itu. Kita akan belanja pakaian baru. Istriku yang hamil harus terlihat seksi sampai hari dia melahirkan."

Sasori, yang diam selama seluruh perdebatan, akhirnya angkat bicara. "Bisakah kita makan, kumohon? Kita punya waktu berbulan-bulan untuk mengolok-olok daster jelek Sakura, tapi sekarang aku lapar. Aku berhasil menendang pantat Sasuke saat bermain basket malam ini dan omong kosong itu melelahkan diriku."

Ino langsung beraksi, menyeret Sasori ke dapur bersamanya sehingga mereka bisa mulai menyiapkan makanan. Sasuke menatap tajam ke belakang kepala Sasori karena ia jelas-jelas memenangkan semua pertandingan mereka malam ini tapi... terserahlah. Mengalihkan perhatiannya kembali ke tumpukan 'berbahaya' yang dikirim ibunya dari Hakodate, Sasuke menendang daster hijau jelek itu ke sudut. Dasar, Kaasan...

***

Keesokan paginya, keberuntungan Sakura terhindar dari morning sickness tampaknya telah habis. Wanita itu membungkuk di atas wastafel dan mengeluarkan isi perutnya, sedangkan Sasuke berdiri di belakangnya, memegangi rambutnya yang panjang agar tidak menghalangi.

Setelah selesai, Sakura berdiri, menyikat giginya, dan mencuci wajahnya. Sasuke bersandar di dinding belakang kamar mandi, lengannya terlipat, tanpa kata mengawasi istrinya dengan seringai di wajahnya.

Sakura bertemu mata dengan Sasuke di cermin. "Apa?"

"Jadi, Sayang, apa ini 'edukasi' seperti yang kau kira?"

Berbalik, Sakura memelototi Sasuke sebelum berjinjit dan mencium bibir suaminya. "Jangan sombong dan aku akan menciummu sebelum menyikat gigiku lain kali." Sakura melangkah keluar dari kamar mandi setelah berbicara, mematikan lampu dan meninggalkan Sasuke dalam keadaan gelap.

Sambil terkekeh, Sasuke melangkah keluar menyusul istrinya. 36 minggu ke depan akan menjadi hari yang menyenangkan...

***
To be continued

1 komentar:

  1. Anonim9:44 PM

    Sasuke pas jadi suami, siaga sekali. Bahkan yg dulu GK kurang ajar Dy blm tentu bisa seperti Sasuke

    BalasHapus

Berkomentarlah dengan sopan :)