expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Leads to You #23


Uchiha Sasuke berdiri di antara rak di sebuah apotek di tepi pusat kota Kagoshima, wajahnya berubah menjadi tatapan bingung pada kotak-kotak berwarna cerah di depannya. What the hell? Melirik nama-nama merek, ia menghela napas dan mengacak rambutnya dengan telapak tangannya. Ia benar-benar berharap Sakura melakukan ini sendiri. Tapi wanita itu meneleponnya ketika ia baru melangkah keluar dari tempat kerja dan dengan manis berkata, "Sayang, aku ingin kau mampir ke apotek dan... membeli tes kehamilan... dua atau tiga... sebelum kau pulang."


Napas Sasuke tercekat di tenggorokannya dan ia terhuyung hampir terjerembab ke jalanan Kagoshima yang sibuk setelah mendengar kata-kata istrinya. "Tes... tes kehamilan?" Ia tergagap di telepon. Mendapatkan kembali pijakannya, ia berjalan kembali ke gedung, bersandar pada dinding untuk memastikan ia tidak akan jatuh. Sakura? Hamil?

Sakura terkekeh-kekeh di telepon saat ia mengenali suara suaminya yang tampak gugup. "Ya, Sasuke-kun. Aku... aku tidak ingin memberitahumu sampai aku benar-benar yakin tapi... aku benar-benar terlambat menstruasi sekarang. Awalnya, kupikir ini hanya siklusku yang konyol tapi aku tidak berpikir..."

Kata-kata Sakura menghilang dan Sasuke tahu, setelah empat tahun sebagai suami Sakura dan mencintai wanita itu lebih dari apapun di dunia, bahwa wanita itu sedang menggigit bibirnya di ujung telepon sana. Sambil menunduk, Sasuke memandang ke arah sinar matahari yang menerangi lantai. Sakura mungkin hamil. Mengangguk, ia menyadari bahwa ia tidak bisa melihat bayangan ujung kepalanya. "O-Oke, Sayang. Ada merek tertentu yang kau inginkan?"

"Tidak, belikan saja merek apapun, yang penting bisa kugunakan."

Sasuke mengakhiri telepon dengan cepat, "Aku mencintaimu," dan menutup telepon. Dengan gugup, ia berjalan menuju mobilnya di tempat parkir. Sakura mungkin hamil. Kami mungkin akan menjadi orang tua. Fuck...

Menjatuhkan tubuh berototnya ke kursi mobilnya yang dingin, ia menatap kosong ke depan ketika jutaan kalimat dan kata-kata acak tampak berputar di otaknya. Hamil. Bayi. Uang. Popok. Muntah. Seks. Payudara besar. Ayah. Perlahan-lahan, sebuah senyuman merayap di wajah tampannya. Shit! Aku mungkin akan menjadi seorang ayah!

Senyum konyol yang hampir terlihat seperti orang mabuk itu tetap ada di wajah Sasuke sampai ia berdiri di antara rak apotek. Namun, senyum itu memudar ketika ia melihat EPT, First Response, ClearBlue Easy, dan macam-macam kotak tes kehamilan yang berada di rak-rak di atas kondom. Beberapa merek mengharuskan kencing di dalam cangkir dan mencelupkan alat tes ke sana, yang mana hanya terdengar sangat kotor dan ia tahu, tidak diragukan lagi, bahwa jika ia membeli salah satunya, Sakura akan memberikan tatapan menjijikkan. Sedangkan yang lain menggunakan pembacaan digital, dan ada juga yang masih menggunakan tanda satu atau dua baris untuk menunjukkan hasilnya. Apa-apaan ini? Serius?

Tiba-tiba Sasuke merasakan kehadiran seseorang, ia berbalik dan melihat wanita tua berbaju biru, "Hei, anak muda," ucap wanita tua itu dengan sopan. "Boleh aku membantumu?"

Sasuke tersenyum gugup pada wanita tua itu. "Tidak, aku baik-baik saja... hanya... bingung."

Wanita tua itu menepuk pundak Sasuke dan meraih sebuah kotak, "Yang ini bisa diandalkan."

Untuk sesaat, Sasuke mempertimbangkan untuk bertanya pada wanita tua itu apakah wanita tua itu tahu apa yang dia bicarakan mengingat wanita tua itu mungkin bahkan tidak memakai tes kehamilan ketika dia hamil, mungkin sekitar enam puluh tahun yang lalu. Tapi alih-alih menjadi dirinya yang sedikit brengsek, ia menggigit lidah untuk tidak bertanya, setengah tersenyum pada wanita tua itu, dan meraih tiga kotak lagi dari berbagai merek. Persetan. Biar Sakura saja yang memutuskan yang mana untuk dipakai.

Sasuke berjalan ke kasir dan membayar dengan cepat—mengabaikan kasir yang tersenyum menggoda padanya seperti baru saja memenangkan lotre—kemudian melesat pulang ke apartemen secepat mungkin dalam lalu lintas Kagoshima yang menjengkelkan yang telah menjadi kutukan bagi Sasuke sejak pindah ke kota itu lima tahun sebelumnya untuk mengejar Sakura. Hari itu Sakura tidak ada kegiatan apapun dan memilih tidur di pagi hari, yang menurut Sasuke aneh. Padahal istrinya itu sangat rajin bangun pagi, berolahraga, dan makan sarapan sehat. Tapi pagi ini, Sakura menepis tangan Sasuke ketika ia mencoba membangunkan istrinya itu, jadi Sasuke membiarkan istrinya untuk tidur sementara ia bersiap-siap untuk bekerja. Ketika ia membungkuk untuk mencium Sakura, wanita itu hampir tidak membuka matanya untuk membalas ciumannya dan malah mendengkur keras. Sambil terkekeh, Sasuke melangkah pergi menuju tempat ia bekerja di pusat terapi fisik Kagoshima.

Dalam lima tahun ia berada di Kagoshima, ia bekerja keras dan sekarang telah menjadi terapis senior, mengawasi semua asisten terapis yang bekerja di fasilitas besar. Sedangkan Sakura telah berhenti bekerja sejak dua tahun lalu atas permintaan Sasuke—yang mengatakan bahwa pekerjaan shift Sakura sebagai perawat di rumah sakit membuat wanita itu jarang di rumah dan ia kesepian, hell—jadi Sakura mengisi waktunya dengan menjalankan hobi bernyanyinya, seperti memberikan les menyanyi dan sesekali menjadi pengisi beberapa festival sejak setahun lalu. Ia sangat terkenal di daerah Kagoshima, sesuatu dari penyanyi lokal kecil yang bahkan kadang-kadang tidak diakui.

Setelah mereka menikah, mereka sebentar—sangat-sangat singkat—membahas pindah kembali ke Hokkaido. Pada kenyataannya, satu-satunya alasan mereka di Kagoshima adalah karena Sakura telah pindah ke sana dalam upaya sia-sia untuk menjauhkan Sasuke dari kehidupannya tepat sebelum pria itu dijadwalkan untuk menikahi wanita lain. Tapi begitu Sasuke sadar dan menyadari bahwa Sakura adalah yang terpenting, ia mencari tahu dimana Sakura dan setelah mengetahui di mana Sakura berada, ia pergi ke Kagoshima. Pindah ke sana, ia memenangkan hati Sakura, menarik kembali sahabatnya dan mengubahnya menjadi istrinya. Mereka menikah di kapal feri di Shiroyama, berbulan madu di Cozumel, dan kembali hidup di Kagoshima. Dan sejak itu, Kagoshima pasti menjadi 'rumah'.

Sasuke memarkir mobilnya di jalan di luar gedung apartemen dan bergegas masuk ke pintu utama. Ia mendadak berhenti di ujung lorong untuk mengantisipasi apartemen di sebelah mereka tinggal, si tua Natsumi. Sasuke tidak tahu apakah wanita tua itu berusia 80 atau 120 sekarang; yang ia tahu bahwa wanita tua itu manis, suka menolong, dan sangat menjengkelkan hingga Sakura harus menghentikannya berkali-kali agar ia tidak mencekik wanita tua itu dan menyembunyikan tubuhnya di koper di dalam lemari penyimpanan mereka. Sementara Sakura biasanya tidak keberatan ketika wanita tua itu mengetuk pintu apartemen mereka ketika Sasuke tiba di rumah dan berbicara selama 20 menit tentang gigi baru atau apa yang terjadi pada telenovela favoritnya, Sasuke tahu si tua Natsumi berada di sebuah misi malam itu, wanita tua itu sedang mencari tahu apakah Sasuke telah meniduri gadis kesayangannya.

Dengan diam-diam, Sasuke melompat melewati pintu kamar Natsumi seperti ninja, kunci siap di tangan. Ketika mencapai pintu apartemennya dengan Sakura, ia membuka kuncinya dan dengan cekatan menyelinap masuk, menutupnya dengan pelan di belakangnya. Melemparkan kuncinya di meja, ia membawa kantong apotek dan berjalan lebih dalam ke apartemen.

"Sayang?" panggil Sasuke. Ketika ia mendekati kamar tidur, ia mendengar suara televisi. Membuka pintu, matanya menyesuaikan diri dengan ruang redup dan onyxnya menetap pada sosok mungil istrinya, meringkuk dan tertidur.

Sambil menyeringai pada ekspresi tenang di wajah Sakura, Sasuke meraih remote dan mematikan televisi sebelum menjatuhkan kantong dari tangannya dan melepas sepatunya. Ia merangkak ke tempat tidur dengan pelan sampai ia mencapai Sakura, mengecup bibir istrinya dan berbisik, "Sayang, aku pulang."

Kelopak mata Sakura terbuka perlahan mendengar nada suara Sasuke yang dalam dan senyum perlahan merayapi wajahnya yang mengantuk. Mendorong dirinya sedikit ke atas, ia menekankan bibirnya ke bibir suaminya sebelum berbaring kembali ke bantal. "Hei, Sasuke-kun. Maaf aku tertidur. Aku hanya merasa sangat lelah hari ini."

Sasuke berbaring telentang di ranjang, meraih Sakura dan menarik wanita itu ke arahnya. Sakura menghela napas dan mengistirahatkan kepalanya di dada Sasuke.

"Bagaimana harimu?" tanya Sakura dengan lembut, matanya terpejam lagi.

"Baik. Hanya ada pasien yang dulunya suka melukai orang-orang... sekarang mulai melakukan hal buruk lagi. Menyebalkan."

Sakura dengan pelan menampar dada Sasuke sebelum memainkan kancing kemeja suaminya, "Sikap acuh tak acuhmu tentang pekerjaanmu yang menyebalkan, Sasuke-kun. Kau melakukan pekerjaan penting."

Sasuke mengecup kening Sakura, menyingkirkan helai merah muda menjauh dari wajah wanita itu. "Aku tahu, Sayang. Bukan berarti ini tidak membuatku gila hampir sepanjang waktu."

Mereka berbaring diam selama beberapa menit sampai keheningan ruangan itu terisi oleh gemuruh perut lapar Sasuke. Sakura terkikik dan bangkit dari tempat tidur. "Aku akan membuatkan sesuatu untuk makan malam. Aku yakin kau sudah kelaparan sekarang."

Sasuke meraih lengan Sakura, menghentikan wanita itu melangkah ke dapur. "Kita bisa membeli makanan Cina. Atau mungkin Applebee's."

Mengangguk, Sakura merentangkan tangannya di atas kepalanya dan menguap. Sasuke mengayunkan kakinya ke sisi tempat tidur dan berdiri di samping Sakura. Lengannya melingkari tubuh istrinya dan menariknya erat ke dadanya. Menundukkan kepalanya hingga bibirnya sejajar dengan telinga Sakura, ia bertanya, "Apa kau ada keinginan kencing sekarang?"

Sakura tersenyum lebar dan meremas lengan Sasuke yang melingkar di perutnya. "Kau membelinya?"

"Kau meneleponku dan memberitahuku bahwa kau mungkin hamil dan kau pikir aku tidak akan membelinya? Aku membeli empat jenis merek berbeda, Sayang, hanya untuk memastikan kita mendapatkan jawaban yang meyakinkan." Sasuke meraih ke lantai, menyerahkan pada Sakura kantong yang ia jatuhkan di lantai sebelumnya.

Sakura melihat ke dalamnya dan kemudian menutupnya lagi, senyum gugup muncul di bibirnya. "Kapan aku harus melakukannya? Sekarang atau nanti?"

Sasuke menggerakkan tangan ke pinggul Sakura. "Apa kau bercanda? Tentu saja sekarang!" Membalik Sakura, ia mendorong istrinya ke pintu kamar mandi. "Lakukan tugasmu dan beritahu aku!"

Sakura melangkah ke kamar mandi namun Sasuke meraih lengannya, menariknya keluar untuk mencium bibirnya. "Moment of truth," Sasuke berbisik di bibir Sakura. "Somebody's life's about to change."

Memutar matanya, Sakura menarik diri dan berbicara dengan nada jengkel dalam suaranya. "Uchiha Sasuke, aku tidak ingin kau mengatakan lagi padaku bahwa kau tidak menyukai Titanic karena kau baru saja mengutip ucapan Jack. Dan lain kali saat kau mengatakan bahwa kau kelilipan yang membuat matamu berair selama adegan di mana tubuh Jack tenggelam, aku tidak akan percaya."

Sambil nyengir, Sasuke mendorong Sakura kembali ke kamar mandi dan menutup pintu. "Cepat kencing, Sayang. Kita bisa membicarakan film tua yang jelek itu nanti."

Di dalam kamar mandi, Sakura merogoh kantong apotek dan mengeluarkan stik tes kehamilan. Membuka semua kotak-kotak itu, ia akhirnya memilih yang paling mudah untuk dibaca—karena Sasuke, tentu saja, mungkin akan bingung jika ia menyerahkan tes yang menggunakan banyak garis. Ia bisa membayangkan Sasuke berkata 'What the hell?' di kepalanya.

Dengan cepat, Sakura mengikuti cara pemakaian yang tertera di kotak dan kemudian mencuci tangannya dan menunggu, pandangan matanya teralih dari stik plastik kecil yang ada di ujung meja kamar mandi. Ia bermain-main dengan ujung handuk biru yang tergantung di rak dan kemudian melipatnya kembali agar terlihat rapi. Akhirnya, ia melihat ke bawah ke alat tes dan mulutnya ternganga terkejut. Ia sudah mendapat jawabannya, lebih tepatnya jawaban mereka.

Mengambil alat tes itu, Sakura menatapnya ketika serangkaian emosi menyapu dirinya. Bagaimana Sasuke akan bereaksi? Apakah pria itu akan senang atau kecewa? Oh, Tuhan... Sakura tersenyum ketika ia menatap bacaan yang tertera di stik dan kemudian menggigit bibirnya dan bangkit dari posisinya di kloset kamar mandi.

"Sayang," panggil Sasuke dari luar pintu. "Apa hasilnya? Aku menunggu!"

Membuka pintu dengan cepat, Sakura mengulurkan alat tes di tangannya pada Sasuke. Sasuke melihat ke bawah dan membacanya, menatapnya lebih lama dari yang dibutuhkan untuk membaca jawabannya. Ekspresi aneh melewati wajah Sasuke dan Sakura tidak tahu apa artinya.

"Sasuke-kun?" tanya Sakura dengan takut-takut. "Apa kau baik-baik saja?"

Sasuke mengangkat kepalanya dan tersenyum lebar pada Sakura. "Tentu saja aku baik-baik saja. Ini... luar biasa." Ia tampak terpesona, menatap menerawang dengan senyum konyol di wajahnya yang tampan. Sakura terkikik-kikik saat Sasuke membungkuk untuk mencium bibirnya. Sambil memeluk istrinya, Sasuke berbisik, "Aku akan menjadi ayah..." Sorot matanya berubah lembut untuk sesaat. Ia memeluk Sakura dengan erat. "Aku mencintaimu, Sakura. Aku sangat bahagia."

Air mata mengalir di pipi Sakura. "Aku juga mencintaimu, Sasuke-kun... Dan aku bahagia sekali!"

Mereka tetap berpelukan untuk sesaat ketika keduanya berpikir tentang kehidupan mereka yang akan berubah. Apakah mereka perlu pindah? Mungkinkah mereka perlu uang banyak untuk membiayai bayi? Apakah Sakura akan menjadi wanita hamil yang merepotkan? Akhirnya, perut Sakura bergemuruh keras karena lapar dan Sasuke melonggarkan cengkeramannya pada istrinya. Ia memandang ke bawah ke arah istrinya yang mungil dan wanita itu menyaksikan kilatan muncul di mata suaminya.

"Apa?" Sakura memiringkan kepalanya dengan bingung sambil menunggu jawaban.

Sasuke tertawa, menjatuhkan ciuman di kening Sakura. "Sayang... kau MILF sekarang."

Sakura menatap Sasuke tajam, lalu mengerang. "Kau selalu saja berpikiran aneh-aneh, Sasuke-kun!"

Sasuke menyeringai lebar pada Sakura, "Telepon ibuku. Katakan padanya bahwa dia akhirnya akan mendapatkan cucu Yahudi yang lucu, imut, dan berambut hitam. Aku akan membeli makanan untuk kita sebelum aku mati kelaparan."

Sakura memperhatikan Sasuke pergi, tersenyum pada punggung berotot suaminya yang lebar ketika pria itu menghilang di balik pintu. Meraih ponselnya, ia menarik napas dan mempersiapkan dirinya untuk kegilaan yang menantinya di ujung telepon. Tapi untuk sekali ini, Sakura tahu ia bisa menangani ibu mertuanya. Dan untuk apa yang mungkin pertama kalinya dalam empat tahun mereka menikah, ia mungkin benar-benar akan mendengarkan saran ibu mertuanya tanpa merasa bosan dan khawatir telinganya pendarahan.

Sakura mendengar telepon tersambung sebelum ibu mertuanya menjawab dari rumahnya yang mungil di Hakodate, Hokkaido. Menyeringai seperti orang bodoh, ia mulai berbicara...

***
To be continued

1 komentar:

Berkomentarlah dengan sopan :)