expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Leads to You #22


Chapter 22 - All That I'm Asking For

Angin bertiup menerpa Sasuke saat ia berjalan di sepanjang pantai, kakinya menendang-nendang pasir di sekitarnya dan terpaan angin sedikit mengangkat kaosnya. Matahari mulai terbenam tapi bagian tepi lautan masih penuh dengan orang-orang yang mencoba menikmati suasana sebelum malam tiba. Sasuke berjalan selama beberapa menit, memandangi air dan pasir sambil mengamati tempat-tempat tertentu di pantai. Ia berhenti sejenak untuk menyaksikan dua anak kecil berebut pasir, sebelum terkekeh dan melangkah menuju tujuannya. Tenda bobrok di salah satu hotel mengingatkan Sasuke tentang sesuatu dan ia menyadari bahwa itu adalah hotel yang ia tinggali saat terakhir kali ia berada di sana. Jadi aku berdiri dekat dengan tempat itu. Pasir menyelinap di antara jari-jari kakinya, menempel di kaki dan pergelangan kakinya yang telanjang, sambil terus berjalan. Sampai akhirnya ia menemukan tempat tujuannya dan duduk di atas pasir. Sambil menekuk satu kaki ke atas, ia menumpukan lengannya di atas lutut, bersandar ke belakang dengan bertumpu di lengan satunya. Saat tangannya tenggelam ke dalam pasir yang hangat, ia menutup matanya dan mengarahkan wajahnya ke arah sinar matahari yang memudar.

Di mana Sakura?

Matanya masih tertutup, dan memikirkan kembali tentang sesuatu tepat di pantai ini. Di sinilah ia membuat keputusan untuk menemukan Sakura. Di sinilah ia pertama kali benar-benar menyadari bahwa hidup tanpa Sakura sangatlah tidak mungkin. Ia suka berpikir bahwa tempat ini merupakan akhir dari kehidupan lamanya.

Sasuke membuka sebelah matanya mendengar suara burung yang mencicit di dekatnya. Menutup matanya lagi, ia tersenyum pada fakta bahwa hanya empat belas bulan yang lalu, ia duduk di sana dengan perasaan lelah. Mirip seperti sekarang. Dan ia juga bertanya-tanya di mana Sakura dulu.

Ketika matahari terbenam lebih jauh, Sasuke meregangkan tubuh sepenuhnya, dan menopang kepalanya di atas lutut. Ia menyeret jarinya di atas pasir, membuat pola sembarangan dengan bantalan jari telunjuknya berulang kali.

Serius, di mana Sakura?

Di ujung pantai, Sasuke melihat salah satu pekerja hotel berjalan di sepanjang tepi pasir, menyalakan obor untuk mereka yang ingin menghabiskan malam di sepanjang pantai. Itu terdengar seperti ide yang bagus baginya, menyaksikan kegelapan menyelimuti Cozumel dari atas pasir pantai.

"Sasuke-kun?"

Sasuke menoleh dan menyeringai mendengar suara Sakura.

"Hei, Sayang... kau cukup lama. Kemarilah." Sasuke mengisyaratkan Sakura dan gadis itu berjalan mengelilinginya, duduk di sampingnya di atas pasir. Sakura memperbaiki dress merah jambunya yang jatuh di sekeliling kakinya saat ia duduk, melingkarkan lengannya di satu tangan Sasuke.

Mereka duduk dalam keheningan yang menyenangkan selama beberapa menit, menyaksikan sinar matahari terakhir menghilang dan kegelapan menyelimuti mereka.

Sakura mendesah sambil melamun, menyandarkan kepalanya di bahu Sasuke, "Sangat indah di sini. Kurasa aku bisa tinggal di sini selamanya."

Sasuke memberikan ciuman di pucuk kepala Sakura dan menarik gadis itu lebih dekat padanya ketika ia menyaksikan gelombang demi gelombang menggulung di pantai.

"Jauh lebih baik kali ini. Terakhir kali aku di sini, itu sangat buruk. Aku pikir ini alasan utama aku ingin kembali... untuk memperbaikinya. Tidak bisa hidup seumur hidupku dengan berpikir Cozumel benar-benar tolol."

Beralih untuk menatap Sasuke, satu alis Sakura terangkat. "Bagaimana mungkin kau berpikir tempat ini buruk? Ini sangat mempesona."

Sasuke mengangkat bahu. "Terakhir kali aku berada di sini dalam keadaan yang sangat berbeda, kau tahu. Aku mencampakan dia dan kau tidak dapat ditemukan. Satu-satunya bagian Cozumel yang pernah kulihat adalah toko minuman keras, restoran hotel, kamar hotelku, dan pantai ini."

Sakura memandangi pasir, seolah mencari tanda bahwa Sasuke pernah ke sana sebelumnya. "Kenapa kau datang ke tempat ini?"

Sasuke mengeluarkan tawa kecil, serak. "Itu tepat sebelum aku kembali ke Sapporo. Aku memutuskan aku akan menemukanmu, entah bagaimana, selagi aku di sini. Aku belum menemukan apa-apa, kecuali kenyataan bahwa kau pergi dan aku tidak yakin aku bisa hidup tanpamu."

Sakura bergidik, lebih karena kata-kata Sasuke daripada angin dingin yang bertiup dari atas lautan. Mendongak, ia dengan lembut mencium pipi Sasuke. "Aku mencintaimu," bisiknya pada Sasuke sebelum menyandarkan kepalanya ke bahu pemuda itu lagi.

"Aku juga mencintaimu, Sayang." Sasuke menyelipkan tangannya ke pasir dan meletakkannya di atas tangan Sakura, menjalin jari-jari berpasir mereka.

Selama beberapa menit, mereka menyaksikan para pengunjung pantai. Ada keluarga bersama anak-anak, ada pasangan seperti mereka, dan beberapa sekumpulan teman di sana-sini semua bergegas kembali ke hotel masing-masing ketika malam sepenuhnya menutupi langit Cozumel.

"Jadi, apa kau sudah menelepon?"

Sakura menghela napas, mengangguk di bahu Sasuke. "Kurasa ibumu tidak akan pernah melepaskanku dari telepon. Dia ingin tahu tentang penerbangan dan hotel dan makanan dan jika kita memiliki masalah lambung karena air di sini. Dia bertanya apa aku bertemu dengan laki-laki eksotis sejak kedatangan kita di sini. Aku memberitahu dia bahwa kita baru berada di Meksiko dua belas jam dan telah menghabiskan sebagian besar waktu untuk tidur, jadi kita belum benar-benar melihat-lihat."

Sasuke terkekeh pada pilihan kata-kata Sakura. Tidur, tepat sekaliii.

"Ngomong-ngomong, aku meyakinkannya bahwa kita hanya akan minum air botolan. Dan aku terpaksa berjanji untuk membawakan sesuatu kembali untuknya. Oh, dan kita diminta untuk mengambil foto sebanyak mungkin. Dan membawakan kerang untuknya karena dia ingin meletakkannya di meja kopi."

Tawa keluar dari tenggorokan Sasuke, "Apa dia meminta sesuatu yang lain?"

Sakura berpikir sejenak, memiringkan kepalanya dan menggigit bibirnya. "Belum, tapi aku yakin dia akan melakukannya. Dan itu sebabnya kau yang harus ganti meneleponnya. Aku sudah melakukannya!"

Sasuke tersenyum ke rambut Sakura. "Kau benar. Aku yang akan menelepon nanti. Ini adil. Apa kau juga sudah berbicara dengan ibumu?"

"Ya. Dia kembali ke Hokkaido sekarang. Lebih senang berada di rumah, kurasa. Dia terbang kembali bersama keluargamu, seperti yang kau tahu, jadi kupikir dia sedikit lelah. Dia bilang, dia... uhh... punya sedikit masalah dengan pramugari dan menghabiskan sebagian besar penerbangan untuk memelototi pramugari itu setiap kali dia lewat."

Sasuke mengangguk bersimpati. Siapa yang tidak lelah jika melakukan penerbangan dengan ibunya dalam jarak berapa pun pasti terasa menyakitkan telinga. Ibu Sakura pantas mendapatkan medali. Atau mungkin hadiah uang tunai.

"Kau juga menelepon orang lain? Kau pergi cukup lama."

"Aku menelepon Ino. Dia masih di Kagoshima!"

Sasuke menatap Sakura dengan heran, mengingat Ino secara eksplisit memberitahu mereka berdua bahwa si pirang itu hanya bisa tinggal selama dua hari.

Sakura melihat Sasuke dan tahu apa yang dipikirkan pemuda itu, "Aku tahu. Well, dia menelepon sekolah dan meminta beberapa cuti tambahan. Rupanya, rencananya berubah."

Sasuke menyaksikan senyum bermain di bibir Sakura, "Dan?" Ia mendesak.

"Aku sedih saat mendengar Ino dan Sai putus beberapa bulan lalu, tapi sekarang melihat Ino tampak ceria lagi, aku sangat lega. Dan kau tahu, bagaimana genitnya dia pada Sasori di resepsi?"

Sasuke mengangguk, mengingat kembali gaun Ino yang pendek dan sepatu hak yang seksi. Si pirang itu tampak lebih panas daripada yang pernah dilihatnya dan ia sudah mengenal gadis itu selama setengah hidupnya. Jadi ia tidak terkejut ketika ia melihat Sasori memperhatikan Ino beberapa kali selama malam itu. Ia bahkan lebih terkejut ketika ia melihat mereka berdansa dan tangan Sasori berada di pantat Ino.

"Sasori kelihatannya menyukai Ino malam itu," ucap Sasuke.

Sakura mencibir pada kata-kata pilihan Sasuke. "Kurasa Sasori sudah mengenal Ino hanya dalam satu hari... seperti saat kita meninggalkan resepsi, Ino seolah rela melompat ke dalam karung yang sempit bersama Sasori."

Mata Sasuke membelalak, menatap Sakura dan kemudian tertawa, bercampur dalam angin Cozumel dan tawa cekikikan Sakura. Ia memperhatikan binar di mata Sakura dan bisa tahu bahwa gadis itu senang dengan perkembangan di antara teman-teman mereka. Menggerakkan tangannya untuk menangkup wajah Sakura, ia memalingkan wajah Sakura ke arahnya dan menempelkan bibir mereka dengan lembut pada awalnya sebelum mencium gadis itu lebih dalam. Menarik diri, Sakura meletakkan kepalanya kembali di bahu Sasuke ketika mereka memandangi lautan yang sekarang tampak hitam.

"Aku senang mereka cocok," ucap Sasuke, "Memperkenalkan mereka adalah yang paling bisa kita lakukan setelah semua yang mereka lakukan untuk kita."

Sakura mengangguk setuju. "Kalau bukan karena Ino dan kemudian Sasori, aku tidak yakin kita akan berada di sini sekarang."

"Fuck, Sayang, gadis keras kepala seperti dirimu? Jika bukan karena mereka berdua, aku mungkin akan menjadi tunawisma di Sapporo sekarang, masih bertanya-tanya di mana kau berada. Karena, jujur, tanpa Ino, aku tidak akan pernah tahu kau berada di Kagoshima sialan!"

"Dan aku masih akan marah dan berpura-pura bahwa aku tidak mencintaimu," ucap Sakura mengingat kesedihan yang telah menguasai kehidupan mereka selama berbulan-bulan. "Tapi itu sebabnya mereka yang melihat kita kesulitan melangkah masuk dan membantu membuat perbedaan."

"Itulah gunanya teman yang luar biasa," ucap Sasuke, berpikir tentang persahabatan yang telah berkembang antara Sasori dan dirinya dalam satu tahun terakhir. Begitu ia menyadari bahwa Sasori bukan ancaman bagi hubungannya dengan Sakura, ia benar-benar menemukan teman yang baik dalam diri pemuda berambut merah itu. Mereka bermain basket beberapa kali dalam seminggu dan keluar untuk minum bir sesekali. Dan Ino, bahkan dari Hokkaido, telah terbukti menjadi teman yang luar biasa bagi Sakura. Ino tidak pernah ragu-ragu untuk menarik Sakura keluar dari omong kosongnya, yang berguna saat pertama kali Sakura dan Sasuke bertengkar hebat setelah secara resmi menjalin hubungan. Mereka tidak akan seperti ini tanpa mereka berdua.

Angin sepoi-sepoi bertiup melintasi ombak laut dan Sakura bergidik lagi.

"Ayo, Sayang. Ayo kembali ke hotel, makan malam, dan mencoba sesuatu di bathub air panas." Sasuke berdiri, menarik Sakura, menarik gadis itu ke arahnya. Lengannya berayun di pinggang Sakura dan ia menekan tubuh bagian bawahnya pada gadis itu, sedikit menggesek di sana.

Sakura memukul lengan Sasuke, "Jangan mesum! Kita di tempat umum!"

Menekan tubuhnya lagi pada Sakura, Sasuke berbisik, "Tidak ada orang di sekitar sini, Sayang." Sakura menatap Sasuke tajam, jadi Sasuke menyerah. Sambil melingkarkan lengan di pundak Sakura, mereka berjalan kembali ke arah mereka datang. "Aku senang kau di sini bersamaku kali ini," ucap Sasuke lembut. "Cozumel jauh lebih baik bersama istriku, daripada bersama Jack Daniels."

Sakura berhenti berjalan dan berjinjit untuk memberikan ciuman di leher Sasuke. "Ayo, kita coba bathub air panas lebih dulu, Sasuke-kun. Makan malam bisa kita tunda dulu."

Sasuke menggeram, menggigit bibir Sakura dengan giginya. "Aku sangat suka cara otakmu bekerja." Meraih tangan Sakura, keduanya melanjutkan langkah mereka.

Sakura mengeratkan jarinya dengan Sasuke saat mereka berjalan. Ia bisa merasakan cincin pernikahan Sasuke menekan jari-jarinya dan itu membuat senyum lebar terpasang di wajahnya. Mereka sudah menikah selama dua hari sekarang. Mereka mengadakan pernikahan kecil di atas kapal feri. Mereka berdua sepakat bahwa feri adalah tempat yang paling pas karena, bagaimanapun, di mana semua pembicaraan keluar dan di mana mereka akhirnya mengakui bahwa mereka saling membutuhkan. Ibu, ayah dan saudara Sasuke, ibu Sakura, dan Ino dan Sasori hadir. Malam itu, mereka mengadakan resepsi kecil dengan banyak rekan kerja Sasuke dan Sakura juga hadir, dan Natsumi menghabiskan malam itu dengan bercerita pada siapa pun yang mau mendengarkan bahwa ia yang menjebak Sakura dan Sasuke, sama sekali mengabaikan fakta bahwa mereka sudah saling kenal selama bertahun-tahun. Mereka berdua memiliki titik lemah bagi tetangga tua mereka yang menyebalkan itu bahkan jika Natsumi membuat mereka jengkel dan mengganggu beberapa seks panas lebih dari satu kali dengan mengetuk pintu apartemen mereka.

Begitu mereka berhasil kembali ke Honeymoon Cottage, yang berada di tempat terpencil di pantai dekat hotel utama, Sasuke membuka kunci pintu dan mendorongnya terbuka agar Sakura bisa masuk terlebih dulu. Sambil melingkarkan lengan ke pinggang Sakura lagi, Sasuke mencium bahu gadis itu dan dengan sembunyi-sembunyi meraih ke belakang punggung Sakura untuk melepaskan bagian belakang dress gadis itu, membuat dress itu jatuh ke lantai. Sakura memekik, melompat menjauh dari pintu untuk menyembunyikan ketelanjangannya. Sasuke mengerang, menyadari bahwa Sakura tidak memakai celana dalam dan sekarang berjalan ke bathub air panas tanpa busana. Sasuke cepat-cepat mengunci pintu, menarik bajunya ke atas kepalanya saat matanya mengawasi setiap gerakan istrinya. Sakura melirik dari bahunya, mengedip-ngedipkan bulu matanya, dan Sasuke merasa dirinya langsung menjadi keras. Aku memuja gadis ini. Berjalan ke belakang Sakura, Sasuke menyelipkan tangannya di sekeliling Sakura dan meremas payudara gadis itu di tangannya. Memelintir puting Sakura dengan ujung jari-jarinya, ia memberi leher dan bahu Sakura ciuman-ciuman kecil. Sakura mengerang, bersandar ke dada Sasuke yang lebar, melebur ke pelukan pemuda itu.

Ketika air di bathub mulai mengalir, Sasuke melepaskan Sakura dan melepas boxernya sebelum berbalik untuk melihat Sakura. Matanya menyapu tubuh telanjang Sakura, lalu dengan cepat menangkap bibir gadis itu, menekan erangan gadis itu di mulutnya. Ia membimbing Sakura menuju bathub dan melangkah masuk, mendudukkan Sakura di pangkuannya, gadis itu memeluk leher Sasuke dan menempelkan kening mereka.

"Terima kasih telah membawaku ke sini, Sasuke-kun," bisik Sakura. "Ini luar biasa."

Sasuke mengangguk pada Sakura dan menjilat setetes air dari tulang selangka gadis itu, tangannya meluncur ke dalam air di antara mereka. Ketika ibu jari Sasuke menekan klitoris Sakura, gadis itu merintih. Jempolnya bergerak membuat lingkaran lembut dan menyapu di sekitar inti Sakura yang peka sampai gadis itu gemetar terhadapnya. Ia terkekeh melihat respon istrinya dan saat air cukup memanas, tangannya menyentuh pinggul Sakura, mengangkatnya cukup tinggi agar ia bisa meluncur masuk ke dalam diri gadis itu. Sambil mengerang, ia menekan Sakura ke arahnya dan mereka berdua bergidik ketika kejantanan Sasuke diselimuti sepenuhnya di dalam diri Sakura.

Sasuke membimbing pinggul Sakura bergerak ke atas dan ke bawah, masuk dan keluar dari tubuh Sakura dengan gerakan malas dan tidak tergesa-gesa saat bibir dan lidahnya membelai leher, bahu, bagian atas payudara Sakura dan dimana saja yang bisa ia jangkau. Mereka memiliki waktu berdua dan Sasuke berniat untuk menikmati setiap detiknya.

Pinggul Sakura naik dan turun dengan kecepatan lambat yang menyiksa. Tangan Sakura meremas rambut hitam Sasuke, lengannya bertumpu di pundak suaminya itu saat ia memejamkan mata dan berkonsentrasi pada perasaan yang sangat indah tentang Sasuke yang bergerak di dalam dirinya. Ujung jari Sasuke yang basah menari-nari ke atas dan ke bawah di tulang belakang Sakura, meninggalkan jejak air di sekujur tubuh gadis itu.

Tangan Sasuke meluncur ke rambut Sakura, di mana ia menggenggam rambut Sakura dan menarik kepala istrinya itu ke bawah. Sakura berteriak ketika ciuman Sasuke yang ganas menyerang bibirnya yang sudah memanas. Air dari tangan dan lengan Sasuke menetes ke tubuhnya, mengalir di putingnya yang mengerut. Saat gerakan Sasuke menjadi lebih cepat dan lebih kuat, pemuda itu mengunci matanya dengan mata Sakura.

"Aku mencintaimu," bisik Sasuke, bibirnya bergerak untuk menggigit puting Sakura. Menjerit dengan keras, mata Sakura terpejam ketika panas familiar yang hanya bisa disebabkan oleh Sasuke mulai berpacu melewati tubuhnya.

"Aku juga mencintaimu," Sakura merintih ketika intinya berdenyut di sekitar milik Sasuke.

Ketika Sasuke merasakan otot-otot Sakura yang berdenyut menekan dan membelai kejantanannya, ia mengangkat pinggul Sakura, dan kemudian menghentakkan dirinya jauh di dalam diri gadis itu, dan membiarkan dirinya mengeluarkan umpatan ketika pembebasan mereka seakan menyedot angin dari paru-parunya.

Keduanya gemetaran, pasangan itu bersandar satu sama lain ketika buih-buih hangat terus berputar-putar di sekeliling tubuh mereka. Sasuke dengan lembut mencium bibir Sakura lagi dan kemudian perlahan-lahan menarik keluar dari diri gadis itu. Berdiri, Sasuke melangkah keluar dari bathub. Sakura mengamati dengan penuh kekaguman ketika Sasuke menggosokkan handuk di atas tubuh telanjangnya. Ia tidak pernah bosan memandangi tubuh Sasuke yang selalu pemuda itu jaga agar tetap dalam bentuk fisik yang sangat baik.

Sasuke memberi isyarat pada Sakura untuk mendekatinya setelah ia melilitkan handuk di pinggangnya, gadis itu berdiri dan Sasuke membantunya keluar dari bathub, dan kemudian dengan lembut, Sasuke mengeringkan tubuh istrinya itu dengan handuk lain. Mata Sakura terpejam pada sentuhan lembut suaminya. Dengan gerakan cepat kepalanya, Sasuke menggigit payudara Sakura dengan bibirnya, dan kemudian meraih jubah besar berbulu, memegangnya terbuka sehingga Sakura bisa memakainya.

Mereka kemudian berjalan ke meja bersama dan Sasuke mengambil menu makanan hotel. Ketika mereka membacanya, Sakura menyelipkan tangannya ke tangan Sasuke. Mata Sasuke tidak berpaling dari menu ketika ia meremas tangan istrinya.

"Sasuke-kun, ibumu meminta kita untuk membawakan satu hal lagi."

"Oh ya? Apa lagi yang dia inginkan?" Mata Sasuke memusatkan perhatian pada menu steak T-bone. Ia merasa sangat lapar. Memanjakan istrinya tiga kali hari ini benar-benar melelahkan, pikirnya dengan tatapan puas.

"Dia bilang 'Cucu Yahudi yang imut, berambut hitam, bermata hijau'. Oh dan mempunyai bakat bernyanyi sepertiku." Sakura menirukan suara ibu mertuanya.

Sasuke tergagap mendengar kata-kata Sakura, menu melayang-layang dari genggamannya ketika kepalanya berputar ke arah Sakura "Lalu ap... apa yang kau katakan padanya?"

Sakura tertawa, memukul lengan Sasuke. "Aku bilang padanya bahwa aku baru saja membeli pil pengatur kehamilanku dan memintanya untuk bertanya lagi pada ulang tahun ketiga pernikahan kita."

Sasuke menutup matanya, menghembuskan napas keras. "Terima kasih. Aku tahu sejak aku melamarmu, dia akan mencari cucu, tapi serius, sekarang? Kita masih sedang berbulan madu!" Sasuke meraih Sakura, tangannya menyentuh pantat istrinya dan meremasnya dengan kasar di tangannya. Mata Sakura membelalak ketika Sasuke menariknya ke arah pemuda itu dan berbisik di telinganya. "Dan berhubungan seks saat bulan madu bukan tentang membuat bayi," ucapnya dengan senyum mesum.

Sakura terkikik, mengangkat kepalanya untuk mencium Sasuke. Ketika ia menarik diri, ia mengangkat tangan mereka yang terjalin untuk mencium jari manis Sasuke. Sasuke memperhatikan bibir Sakura yang bergerak dengan lembut di atas cincinnya dan merasakan jantungnya berdebar pada tindakan lembut dan intim istrinya. Cinta yang Sakura miliki untuknya, bahkan berbulan-bulan setelah semua yang terjadi di antara mereka akhirnya keluar secara terbuka, dan itu tidak pernah berhenti membuatnya takjub. Ia masih merasa seperti ia tidak pantas mendapatkan ini semua, tapi ini membuat hidupnya sangat sempurna.

Melirik kembali ke menu, Sasuke bertanya, "Jadi, apa yang ingin kau makan, Saku? Serius, pilih sesuatu."

Mata Sakura memperhatikan menu. "Aku tidak tahu, Sasuke-kun. Tidak ada yang benar-benar terlihat enak untukku."

Sasuke menggeleng, "Fuck, kita harus makan. Kita tidak bisa melakukan hal-hal seperti barusan lagi," Ia menunjuk ke arah bathub air panas, "Sampai aku mendapatkan makanan di perutku. Membuatmu puas butuh energi, kau tahu. Pilih satu, tolong."

Sakura memutar matanya pada permintaan dramatis Sasuke karena mereka berdua tahu bahwa Sasuke lah yang memiliki nafsu seksual tak terbatas. Sambil mendesah, ia menunjuk item di menu dan Sasuke segera menelepon untuk memesan makanan. Sakura berjalan menjauh dan duduk di sofa sementara ia menunggu Sasuke memesan. Ketika ia bersandar di sofa besar dan mewah itu, ia memandang Sasuke, dan mendesah dengan puas. Jika ia bisa lebih bahagia dari ini, ia mungkin akan meledak. Ia jatuh cinta pada Sasuke bertahun-tahun yang lalu, tapi pada saat itu, ia tidak pernah menambah kadar cintanya. Tapi sekarang, sepuluh menit dari sekarang, cintanya akan terus bertambah. Bahkan ketika Sasuke seseorang yang cukup brengsek, ia masih sangat mencintai pemuda itu. Untuk sesaat, ia bertanya-tanya apa yang akan dikatakan oleh semua orang dari masa lalu mereka di SMA Hakodate jika mereka tahu bahwa gadis mungil Haruno Sakura, telah menikahi lelaki berandal Uchiha Sasuke. Mereka pasti akan terkejut, itu pasti.

Begitu Sasuke akhirnya selesai memesan, ia menutup telepon dan bergabung dengan Sakura di sofa. Menarik Sakura ke pangkuannya, ia mencium gadis itu perlahan, membujuk bibir istrinya terbuka untuk membiarkan lidahnya masuk. Tangannya menyelinap ke dalam jubah Sakura, jari-jarinya meluncur dan meremas payudara gadis itu. Sakura bergidik karena kehangatan sentuhan Sasuke dan menarik pemuda itu menjauh untuk mencium leher suaminya. Sasuke mendekap Sakura erat-erat di tubuhnya dan mereka berdua menatap pintu teras kaca menuju laut. Ketika mereka menyaksikan cahaya bulan menari di atas ombak, perut Sasuke bergemuruh dan Sakura terkikik ke bahu suaminya itu.

"Hei, Sayang?" tanya Sasuke dengan lembut.

"Ya, Sasuke-kun?"

"Menurutmu ada Applebee di Cozumel? Jika ya, kita bisa membatalkan pesanan dan berganti pakaian untuk keluar."

Sakura memutar matanya membayangkan restoran yang disukai Sasuke, yang masih membuat perutnya berontak. "Aku membencimu, Uchiha Sasuke," gerutunya.

Sasuke tertawa, dan melingkarkan lengannya erat-erat di sekeliling Sakura. Mengangkat kepalanya, ia berbicara di rambut istrinya. "Yeah, Sayang, tentu. Kau mencintaiku selama bertahun-tahun dan kau tahu itu."

Sakura mengangguk, tidak bisa berselisih dengan Sasuke ketika mereka menyaksikan malam Cozumel yang diterangi cahaya bulan bermain dari sudut pandang mereka di dalam tempat bulan madu yang gelap.

Sasuke menghela napas dan pura-pura terdengar sedih. "Kurasa aku akan memberimu waktu di sini sebagai free-Applebee. Tapi begitu kita kembali ke Kagoshima, kita harus pergi ke sana."

Sakura mengangkat kepalanya dan menatap mata Sasuke. "Sepakat. Kita akan pergi ke sana segera setelah kita mendarat." Ia sanggup jika ia harus makan Applebee setiap hari selama sisa hidupnya, setidaknya Sasuke akan berada di sisinya. Dan itu membuat omong kosong terburuk yang bisa dilemparkan Applebee padanya benar-benar sepadan.

Sasuke tampak puas dengan jawaban Sakura dan kembali menonton gelombang putih yang bergulung-gulung di pantai, jari telunjuknya membelai lembut, bergerak dengan pola acak di punggung tangan Sakura.

Sakura bergeser di pangkuan suaminya, tanpa sengaja menggesek bagian bawah Sasuke, membuat Sasuke mengeluarkan erangan tak disengaja pada kontak itu. Dengan seringai jahat, Sakura 'secara tidak sengaja' bergeser lagi, pantatnya bersentuhan dengan kejantanan Sasuke yang dengan cepat mengeras.

Sasuke mencengkeram pinggang Sakura, membalik tubuh istrinya sehingga gadis itu tepat berada di atas miliknya sekarang. Sakura terkikik ketika Sasuke menggeram, "Kau harus membayar untuk itu," ucap Sasuke dan membuka bagian bawah jubah Sakura. Melirik jam, ia menyadari bahwa mereka masih punya 15 menit sebelum layanan kamar akan ada di sana untuk mengantar makanan.

Sasuke menatap Sakura yang bibirnya sudah bengkak karena kegiatan mereka hari itu, dan kemudian kembali memandang ke jam dinding. Sambil mengerang, bibirnya menekan bibir Sakura dalam ciuman yang kasar dan mendesak.

Ini benar-benar harus cepat.

***
To be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)