Chapter 6 - Breakeven
Beberapa hari pertama Sakura sebagai lulusan perguruan tinggi, ibunya yang hadir pada wisudanya tidak langsung pulang ke Hakodate, ibunya memesan kamar suite di salah satu hotel agar ia bisa membantu Sakura menemukan apartemen dan membayar semua perabotan yang dibutuhkan putrinya. Di sela perburuan apartemen, Sakura juga menaruh beberapa lamaran pada beberapa rumah sakit dan klinik untuk mengembangkan kemampuan medis yang ia dapatkan di bangku kuliah.
Ketika Sakura mengemudi menuju salah satu rumah sakit yang menghubunginya dan memintanya untuk datang, ia memikirkan teman-teman lamanya di Hakodate. Mereka semua akan terkejut bahwa ia tidak naik pesawat untuk terbang ke L.A begitu ia lulus kuliah. Haruno Sakura yang berusia 16 tahun mungkin percaya bahwa ia bisa bekerja di Children's Hospital International L.A secara instan tapi Haruno Sakura yang berusia 21 tahun, yang telah mempelajari ini dengan serius selama bertahun-tahun, memiliki filosofi baru. Ia tahu peluang dirinya menjadi diterima sangat kecil. Setiap hari, tenaga medis persis seperti dirinya muncul di sana dengan harapan yang sama seperti dirinya. Karena itu, ia berencana untuk bekerja di rumah sakit yang lebih kecil selama beberapa tahun sebelum memutuskan apakah ia siap untuk mencoba kemampuannya yang diperkuat dengan pengalaman di luar kota.
Keputusan inilah penyebab ia sekarang dalam perjalanan menuju ke Children's Clinic Sapporo untuk memenuhi panggilan. Ia memarkir mobilnya di halaman dan berjalan masuk ke gedung. Melangkah ke dalam pintu masuk, ia tersenyum manis pada resepsionis. Beberapa menit kemudian, seorang wanita dengan wajah ramah melangkah ke pintu kaca.
"Haruno Sakura?"
Sakura mengangguk, senyumnya berseri-seri.
"Ikutlah bersamaku..."
Sakura berdiri, menarik napas dalam-dalam, dan mengikuti wanita itu.
***
Dua jam kemudian, ia berdiri di luar pintu apartemen Sasuke dengan sebotol anggur di tangannya dan senyum gembira yang menyilaukan.
Ketika Sasuke membukakan pintu, ia menatap Sakura dan kemudian anggur itu, seulas senyum merayap di wajahnya. "Kau di terima bekerja di sana?"
Sakura melewati Sasuke dengan cepat masuk ke apartemen. "Tentu saja! Apa ada keraguan?"
Sakura meletakkan botol dan Sasuke memeluknya. "Itu Sakura yang hebat, selamat!"
Sakura berjalan ke dapur, mengambil dua gelas plastik kecil. Sasuke menatap tajam ke arah gelas itu karena jelas-jelas itu bukan gelas anggur, "Sayang, aku seorang pria. Kami minum langsung dari botol."
Dengan tatapan tajam, Sakura tetap membawa gelas itu dan kemudian membuka sumbat botol anggur. Menuangkan sedikit ke setiap gelas, ia menyerahkan satu untuk Sasuke dan mengambil untuk dirinya sendiri.
"Ke fase selanjutnya dalam hidup kita," seru Sakura sambil mengangkat gelasnya. "Semoga kita berdua sukses dan bahagia."
"Tentu saja," Sasuke setuju. Gelas plastik mereka berdenting dan kemudian mereka berdua menyesapnya. Well, Sakura menyesap minuman itu sementara Sasuke meneguk habis apa yang ada di gelasnya dan kemudian mengambil botol anggur langsung. Sakura memutar matanya dan melihat jam tangannya.
"Aku harus pergi, Sasuke. Aku harus menemui ibu untuk makan malam dan kemudian kami akan mempersempit pencarian apartemen. Aku ingin pindah akhir pekan ini."
Sasuke mengantar Sakura ke pintu. "Hati-hati, Sayang. Dan telepon aku saat kau memutuskan di mana kau akan tinggal agar aku bisa datang berkunjung."
Sakura memberi pelukan cepat untuk menghindari ciuman dan kemudian pergi. Ia tidak sabar untuk berbagi kabar baru ini dengan ibunya.
***
Sakura berdiri di tengah-tengah apartemen barunya dan menganggap tempat itu 'benar-benar luar biasa'. Perabotan barunya, pakaiannya, dapur dan semuanya baru saja dibereskan. Ia akhirnya menetap di sebuah apartemen di tengah-tengah antara pusat kota dan gedung apartemen Sasuke. Apartemennya berada di lantai dua, memiliki langit-langit yang tinggi, dan jendela-jendelanya berukuran besar dari lantai hingga ke langit-langit, membiarkan banyak cahaya masuk. Ini sangat cantik. Karena tidak bisa mengendalikan diri, Sakura bertepuk tangan dan melompat-lompat seperti anak berusia dua tahun.
Tempat pertamaku di sini yang bukan kamar asrama.
Melirik ke sekeliling untuk terakhir kalinya, untuk memastikan semuanya sempurna, ia kemudian buru-buru menghubungi Sasuke. Selain ibunya, Sasuke harus menjadi orang pertama yang melihatnya.
***
Pertengahan Juni, Sakura berjalan menuju gedung klinik tempat ia bekerja setelah selesai memarkir mobilnya, ia tersenyum saat berpapasan dengan keluarga pasien atau petugas medis lain, ia cukup dikenal sebagai perawat yang ramah dan manis meskipun baru sebentar bekerja di sana.
Ia berjalan melewati pintu masuk dan berbelok ke lorong sebelum tanpa sengaja menubruk seorang pria tampan yang tak pernah dilihatnya. Membuat keduanya jatuh di pantat masing-masing. "Maafkan aku! Apa kau baik-baik saja?"
Pria berambut merah dan bermata jade itu menatap Sakura, bertemu pandang dengan Sakura untuk pertama kalinya. "Ditabrak oleh seorang wanita secantik dirimu? Aku lebih dari baik-baik saja."
Sakura memerah karena pujian dari orang asing yang memakai jas dokter di depannya. Pria itu bangkit dan mengulurkan tangannya untuk membantu Sakura berdiri. Sakura dengan senang hati menerimanya, dan pria itu menarik dirinya dari lantai. Pria itu terus memegangi tangan Sakura, menggoyangkannya dengan kuat.
"Aku Sabaku Gaara, dan kau?" Pria itu menaikkan alis dengan cara yang paling menggemaskan yang pernah dilihat Sakura.
"Halo, Gaara. Aku Haruno Sakura."
Gaara melepaskan tangan Sakura dan memberi isyarat bagi gadis itu untuk berjalan bersamanya. "Jadi kau perawat baru disini? Luar biasa! Aku tidak sengaja mendengar sedikit tentangmu dari beberapa perawat yang menemaniku melakukan operasi kemarin. Mungkin kita bisa jalan-jalan bersama, dan kemudian... kau bisa menceritakan padaku tentang dirimu." Ia berhenti sejenak dan menatap Sakura, "Dan aku yakin 'dirimu' luar biasa."
Sakura memerah pada apa yang ia anggap sebagai nada seksual itu. Pria ini hampir seperti pria lain yang ia kenal...
***
Sasuke menatap Sakura dengan ragu. "Kau pasti bercanda, Sakura."
"Apa?" Sakura meletakkan tangan di pinggulnya, jelas kesal dengan sikap kasar Sasuke.
"Kau berkencan dengan pria bernama 'Gaara'? Dan dia bukan gay?" Sasuke membalik burger di atas panggangannya, memeriksa jagung, dan kemudian berbalik ke arah Sakura. Hari itu adalah akhir Juli sore, Sakura dan Sasuke menikmati waktu berdua yang langka. Miyuki sedang ada shift ganda dan tidak akan berada di rumah sampai malam.
"Sasuke, kau harus tahu bahwa nama seseorang tidak menentukan orientasi seksual mereka." Sakura menghela napas setelah berbicara. Sasuke bisa sangat bodoh.
"Oke, baiklah, Sakura... Tapi kembali ke inti masalah. Dalam bahasa Hungaria, Gaara berarti elang. Siapa yang menamai anak mereka dengan burung?"
Sakura terkekeh. "Mungkin penggemar Kenny Loggins. Atau penggemar film Footloose yang dibintangi Kevin Bacon." Sakura menghela napas dalam-dalam, menghirup aroma makanan panggang yang menghampiri teras Sasuke menuju hidungnya.
"Ya Tuhan, film itu sangat konyol."
Menyilangkan tangannya dengan marah, Sakura mengejek. "Kau tidak punya selera yang bagus, Sasuke. Ya, ini film lama tapi film yang luar biasa. Adegan penutup? Di pesta dansa? Lagu 'Almost Paradise' oleh Mike Reno dan Ann Wilson?" Sakura mencengkeram dadanya dan menatap ke kejauhan, membayangkan. "Bagaimana mungkin kau tidak suka film itu?"
"Ngomong-ngomong," ucap Sasuke, mengangkat tutup panggangan lagi untuk memeriksa perkembangan makan malam mereka. "Jadi, kau berkencan dengan pria yang diberi nama aneh seperti Kevin Bacon pada film 1980 atau apalah? Wow."
"Aku tidak berharap kau mengerti." Sakura berdiri dan berjalan mendekati Sasuke. "Tapi dia dokter muda yang luar biasa. Dia juga pintar bernyanyi. Dan dia adalah pria yang sempurna." Ia sedikit menekankan kata terakhir.
Sasuke terkekeh. "Jadi maksudmu dia belum mencoba untuk menidurimu?" Thank fuck.
"Sasuke, dia dan aku belum resmi. Kami hanya menikmati kebersamaan satu sama lain pada beberapa kesempatan." Haruskah semuanya tentang seks?
"Baguslah... jadi kau tidak berhubungan seks dengannya..." Sasuke kembali memeriksa makanan mereka.
Sakura menatap punggung Sasuke dengan rasa ingin tahu. Jika aku berhubungan seks, apakah itu mengganggumu? Ia sangat ingin bertanya pada Sasuke tapi ia tidak melakukannya, takut akan jawaban pemuda itu dan bahwa pemuda itu hanya menganggapnya sebagai adik perempuan.
Perut Sakura bergemuruh dan ia berusaha mengganti topik pembicaraan, "Apa sudah hampir selesai? Aku belum pernah makan burger keju dalam hampir sembilan bulan dan bau ini menyiksa."
Sasuke membalik burger dari panggangan dan meletakkannya di piring saji. "Kau beruntung, Saku." Ia memasukkan makanan yang lain ke piring lagi dan kemudian mendorong pintu teras terbuka dengan kakinya, melangkah ke dalam.
Mereka dengan tenang menikmati makanan di piring mereka, duduk di meja kecil Sasuke. Sasuke menggigit burger dan dengan mulutnya penuh burger yang belum dikunyah, ia bertanya, "Jadi, ceritakan lebih banyak tentang pacarmu, Kevin Bacon..."
Sakura memutar matanya, menggigit cheeseburgernya sendiri, dan mulai mengoceh.
***
"Sial,... ini luar biasa," Sasuke mengerang ketika ia berguling dari atas Miyuki. Gadis itu tersenyum, dan bersembunyi di bawah selimut.
"Senang kau menyukai ini," Miyuki berkata pelan. Sasuke berbaring miring ke samping ketika ia menyelinap ke bawah selimut juga.
"Aku sedang berpikir," Sasuke memulai, "Mungkin kita harus mengundang Sakura dan Birdboy untuk makan malam. Kita belum benar-benar menghabiskan waktu bersama... kau tahu... kita berempat."
"Birdboy?" ucap Miyuki.
Sasukr tertawa kecil. "Maaf... maksudku Gaara."
"Oh Sasuke-kun, kau memanggilnya Birdboy? Itu mengerikan..." Miyuki tertawa.
"Dan 'Kevin Bacon'... dan kadang-kadang 'Kenny Loggins'... dan apa pun yang muncul di kepalaku ketika Sakura mengoceh tentang dia."
Miyuki merasa sedikit kasihan pada Sakura. Tapi hanya sedikit. "Terkadang kau benar-benar jahat pada Sakura, Sasuke-kun..."
Sasuke menyelipkan lengannya di bawah pinggang Miyuki, menariknya mendekat. "Aku tidak jahat... dia adalah sahabatku."
Miyuki menyelipkan tangannya ke bawah, meraih di antara paha Sasuke, "Sudah siap untuk ronde kedua, Sasuke-kun? Jangan bicara tentang Sakura sekarang..." Ia menekankan bibirnya pada bibir Sasuke untuk mengalihkan perhatian pemuda itu dari sahabatnya, setidaknya untuk sementara waktu.
***
"Jadi, katakan lagi padaku, Sakura, kenapa kita harus makan malam dengan dua orang ini?" Gaara berada di mobil Sakura untuk pergi ke apartemen Sasuke pada awal September malam itu.
"Sudah kubilang sebelumnya, Gaara," ucap Sakura, nadanya kasar, "Bahwa Sasuke adalah sahabatku dan Miyuki adalah pacarnya. Mereka ingin kita berempat berkumpul dan kupikir sudah waktunya. Dia sudah berkencan dengan gadis itu selama 13 bulan dan aku telah bersamamu selama beberapa bulan sekarang." Hati Sakura mengencang ketika ia menyadari bahwa Sasuke mulai bersama Miyuki pada bulan Agustus sebelum ia memulai tahun keempatnya. Ini jelas merupakan hubungan terpanjang Sasuke dan Miyuki pasti telah tinggal di apartemen Sasuke. Ia mulai merasa semakin tidak nyaman pergi ke sana karena, dengan setiap kunjungan, ia menemukan beberapa barang-barang Miyuki yang tersebar di seluruh apartemen. Dan meskipun ia tidak serta merta percaya itu disengaja, ia merasa seolah Miyuki secara subliminal menandai wilayahnya. Memang, Sakira jatuh cinta pada Sasuke, tapi Miyuki tidak tahu itu.
Sakura melirik Gaara, yang sedang duduk di kursi penumpang. Pemuda itu benar-benar tampan. Aku berharap aku bisa mencintainya. Sakura mendesah. Kurasa menyukainya sydah cukup, untuk saat ini. Karena sehebat apapun dia... dia bukan yang kuanggap benar. Tapi hanya dialah yang bisa kumiliki...
Di dalam apartemen, Sasuke mondar-mandir. Ia tidak percaya semua ini adalah idenya. Mengundang Sakura dan kekasihnya, serius? Ia tidak pernah terlalu mendesak Sakura dan Miyuki untuk menghabiskan waktu bersama. Bahkan, ia tahu mereka hanya bertemu beberapa kali dan mereka jelas tidak 'akrab' dan itu benar-benar tidak masalah untuknya. Gagasan mereka berbagi rahasia dan terkikik dengan cara bodoh yang dilakukan wanita ketika mereka bersama hanya membuat perutnya berputar. Tidak, 'nyawa Sakura' dan 'nyawa Miyuki' harus tetap terpisah. Dan aku, sialan mengundang mereka untuk berkumpul.
Sambil mendesah, Sasuke mendengar Miyuki memanggilnya ke dapur dan ia melangkah ke sana untuk membantu gadis itu.
***
Sakura menarik napas saat pintu terbuka. "Hei, Sayang..." Sasuke langsung menarik Sakura ke dalam pelukannya.
Gaara mengamati. Sasuke atau siapapun ini jauh lebih mengesankan daripada yang dibayangkannya. Pria itu tinggi, sedikit lebih tinggi daripada dirinya. Ngomong-ngomong pria ini adalah sahabat Sakura?
Mereka melangkah masuk dan Sasuke memanggil Miyuki untuk keluar dari dapur. Miyuki melangkah keluar dan mulut Gaara menganga. Sialan. Ia menatap Miyuki dan kemudian kembali pada Sakura. Matanya bergerak turun dan ia memandang tubuh Miyuki dan kemudian memutar kepalanya kembali pada Sakura. Sial... pria bernama Sasuke ini berpacaran dengan saudara kembar Sakura...
"Sasuke, Miyuki... ini Sabaku Gaara," ucap Sakura dengan manis membuat perkenalan.
Gaara. Sasuke mendengus dalam hati. Dia bahkan terlihat seperti gay. Lihat rambutnya dan tato di dahinya yang aneh...
Sasuke mengulurkan tangannya, untuk berjabat tangan. Gaara tersenyum miring dan menerimanya.
Sungguh jabat tangan yang lemah, pikir Sasuke.
Pria ini bisa membunuhku jika dia mau, pikir Gaara.
Sakura dan Miyuki hampir memasang senyum mirip Stepford Wife di wajah mereka ketika mereka menyaksikan perkenalan itu.
Aku ingin merangkak ke dalam lubang saja, pikir Sakura. Ini memalukan. Mr. Love of My Life dan Mr. Right Now berjabatan tangan. Tolong Tuhan, serang aku.
Sasuke berhutang budi padaku karena berurusan dengan omong kosong ini, pikir Miyuki. Mendengar ding dari dapur, ia melesat berbalik seolah rambutnya terbakar dan bergegas masuk ke dapur untuk memeriksa makanan.
Menyebut bahwa makan malam itu canggung adalah pernyataan yang kurang tepat. Bukan hanya pembicaraan terhambat, tapi karena Miyuki ternyata adalah seorang juru masak yang mengerikan. Makanannya, menurut perkiraan Sakura, paling baik disimpulkan dengan satu kata; bubur. Miyuki sepertinya berusaha membuat ayam panggang tapi ternyata setengah kenyal dan sedikit hangus, tergantung pada bagian mana dari daging yang disajikan. Dan asparagus kukusnya sebenarnya membuat Sakura ingin muntah.
Mengamati kentang yang disiram dengan sesuatu yang tampaknya seperti keju Velveeta, Gaara berpura-pura tidak biasa mengonsumsi laktosa, meskipun faktanya Sakura telah melihatnya meneguk milkshake cokelat tepat pada hari yang sama.
Sasuke menghabiskan sebagian besar waktu dengan memilih-milih ayamnya, mencoba menemukan potongan-potongan yang bisa dimakan, dan memelototi Gaara, yang bersikap begitu rendah diri sehingga membuat Sasuke ingin mencongkel matanya.
Setelah makan malam, mereka berempat duduk, berusaha mati-matian untuk menghilangkan rasa 'mengerikan' dari mulut mereka dengan anggur.
Pada jam 9:30, Sakura mulai sering menguap dan berdiri untuk berpamitan pulang bersama Gaara malam itu. Mereka mengucapkan sampai jumpa dengan cepat pada Sasuke dan Miyuki dan berjalan pergi setelah Sasuke berjanji akan menghubungi Sakura keesokan harinya.
Berjalan ke mobil, Gaara mulai berkomentar, "Gadis itu tidak bisa memasak. Kuharap kita tidak pernah melakukan ini lagi."
Di dalam apartemen Sasuke, Miyuki memutar matanya. "Kita jangan pernah melakukan ini lagi, oke? Ini sangat tidak nyaman."
Sasuke tidak bisa lebih setuju dari ini...
***
Pekerjaannya sungguh melelahkan. Saat itu akhir Oktober dan dinginnya Musim Gugur berputar di Sapporo. Musim gugur selalu membuat Sakura ingin meringkuk di bawah selimut dengan cangkir besar berisi cokelat panas dan DVD favoritnya... dan Sasuke di sisinya. Tapi ia sudah hampir setengah minggu tidak bertemu pemuda itu.
Salah satu rekan kerja Sasuke tiba-tiba berhenti dan Sasuke mengambil alih semuanya. Sasuke menjadi kelelahan sendiri, sering pulang ke rumah dan jatuh ke tempat tidur dengan hampir tidak mencium Miyuki. Di awal Oktober, Miyuki secara resmi telah tinggal bersama Sasuke.
Sakura berusaha menerima kabar itu dengan cukup baik. Ia dengan ramah tersenyum dan memberi selamat pada Sasuke atas langkah serius menuju sebuah komitmen. Kemudian ia pulang, muntah, dan meminta Gaara datang untuk melakukan seks kotor. Gaara tampaknya tidak keberatan apapun yang terjadi pada Sakura dan gadis itu tidak repot-repot mencurahkan isi hatinya. Yang Sakura tahu adalah bahwa pada menit-menit terakhir saat Gaara bergerak di dalam dirinya, ia sedikit melupakan sakitnya saat Sasuke memberitahunya tentang Miyuki yang resmi tinggal bersama pemuda itu.
***
Pada bulan Oktober yang dingin ini, Sakura masuk ke apartemennya dari pulang bekerja dan segera melangkah ke kamar mandi untuk mengisi bathub. Berendam akan menjadi satu-satunya hal yang mungkin bisa memuaskannya pada saat ini.
Sakura baru saja menyalakan kran ketika ia mendengar ketukan di pintu depan apartemennya. Sambil mendesah, ia mematikan air, mengikat tali di jubah mandinya, dan membuka pintu.
"Sasuke," Sakura terkejut. Saat itu sudah tengah sore hari, ketika biasanya pemuda itu akan bekerja.
"Hei, Sakura... apa kau sibuk?" Sasuke tampak gugup menurut Sakura. Mata onyxnya tampak lebih gelap dari biasanya, seperti yang terjadi ketika pemuda itu sedang berkonsentrasi.
"Tidak sama sekali, masuklah." Sakura melangkah ke samping sehingga Sasuke bisa masuk dan kemudian ia menutup pintu dengan pelan di belakangnya. "Ada apa?" Ia menjaga suaranya tetap tenang, meskipun ia bisa melihat ketegangan di bahu Sasuke. "Aku tahu kau tidak di sini hanya karena..."
Sasuke berbalik ke arah Sakura. "Aku... aku ingin meminta pendapatmu tentang sesuatu."
Sambil tersenyum, Sakura menepuk bantal sofa. Sasuke duduk dengan gelisah. "Sasuke, apa yang salah denganmu? Kau membuatku cemas." Sakura melingkarkan lengannya di bahu Sasuke dan memeluk pemuda itu, berharap ia bisa membantu membuat pemuda itu rileks seperti biasanya.
Sambil mendesah, Sasyke merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan kotak hitam kecil. Sakura langsung mengenalinya. Kotak cincin. Mual merayap ke tenggorokannya. Ini tidak mungkin...
"Aku... aku membeli ini kemarin dan aku ingin meminta pendapatmu..." Sasuke tergagap ketika ia perlahan membuka kotak itu sehingga Sakura bisa melihat isinya. Di dalam kotak beludru itu ada sebuah cincin dengan pita tipis dengan berlian yang sedikit besar. Mata Sakura melebar bahkan ketika kedua matanya dipenuhi dengan air mata.
"Itu..." Sakura diam-diam menarik napas. Jaga ketenanganmu, Sakura. "Cantik, Sasuke. Sungguh."
Sasuke tersenyum, tampak lega. Ia melihat kembali ke cincin itu. "Jadi menurutmu Miyuki akan menyukainya?"
Sakura mengangguk, tidak bisa bicara karena seolah ada benjolan besar bersarang di tenggorokannya. Menyadari tangannya sedikit gemetar, ia menyelipkannya di bawah kakinya. Dengan pelan ia bertanya, "Kapan kau akan melamarnya?"
"Aku akan membawanya keluar akhir pekan ini. Kurasa aku akan melakukannya nanti."
"Baiklah, selamat sebelumnya, Sasuke..."
Sasuke mengulurkan lengan untuk memeluk Sakura dan ketika lengan hangat pemuda itu melingkari Sakura, setetes air mata menyelinap di wajah gadis itu. Karena panik, Sakura perlahan menggerakkan tangannya ke atas dan mengusap air matanya. Ketika ia menarik diri, ia dengan cepat berdiri dan berjalan menuju jendela. Sambil menghela napas dalam-dalam, ia menenangkan diri dari jeritan yang menggelegak di dalam dirinya dan kemudian berbalik untuk menghadap Sasuke dengan senyum meyakinkan. Aku sahabatnya. Aku bisa mendukung... Aku bisa melakukan ini.
Beberapa menit kemudian, setelah Sasuke pergi dengan cincin dicengkeram erat di tangannya dan kombinasi kegembiraan di wajahnya. Sakura menutup pintu kamarnya, seluruh tubuhnya terasa lemas. Bersandar di pintu, ia merosot ke lantai dan menekuk kakinya, melingkarkan kedua lengannya erat-erat di kedua kakinya. Sambil menundukkan kepalanya, ia hampir yakin bahwa ia merasakan jantungnya hancur menjadi dua bagian. Dia akan menikah. Sasuke akan menikah.
Dan untuk pertama kalinya sejak ia jatuh cinta pada Uchiha Sasuke, Sakura terisak-isak sampai air mata mengaburkan pandangannya.
***
To be continued