expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Leads to You #5



Chapter 5 - Ingin Menjadi Dia


Jalan kaki tujuh blok ke asrama sangat berbeda tanpa Sasuke yang berjalan di sampingnya. Untuk pertama kalinya dalam empat tahun, Sakura memperhatikan bagaimana trotoar di sepanjang rute berkelok-kelok mulai retak. Ada rumput liar yang menembus celah di trotoar, sangat ingin mencapai cahaya matahari. Pohon-pohon besar tumbuh di bagian-bagian pinggir dari jalanan, memberinya jeda singkat dari sorot cahaya matahari pada hari di bulan Agustus yang terik ini. Singkatnya, ia belum pernah memperhatikan kampusnya seperti ini sebelumnya. Dan yang bisa ia pikirkan ketika ia berjalan saat ini adalah bahwa ini terasa tidak benar tanpa Sasuke.

Sakura akhirnya sampai di asramanya dan melangkah masuk ke kamarnya. Memperhatikan sekelilingnya, tidak ada yang berubah kecuali sejumlah kecil debu telah menetap di barang-barangnya saat ia pergi. Bangunan asrama tampak lebih tenang tahun ini daripada yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya selama hari pertama kuliah akan dimulai... mungkin ia sudah terbiasa dengan kebisingan sekarang atau mungkin ia hanya terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga tidak mendengarkan apapun lagi.

Sakura melepas sepatunya dan duduk di tempat tidur. Melirik ke sekeliling ruangan, ia dilanda kesepian. Ia merindukan Sasuke. Ia sangat bergantung pada Sasuke sejak pertama kuliahnya, pemuda itu telah ada di sana untuk setiap detiknya. Dan sekarang Sasuke telah menuju ke fase selanjutnya dalam hidupnya, sementara Sakura masih tetap terjebak di ujung fase ini sendiri. Meraih selimut, ia merasa lega karena setidaknya Sasuke ada di kota ini. Dan ketika ia duduk di sana, menatap dinding putih yang kusam, kepalanya berputar dengan gambar-gambar sahabatnya yang sepenuhnya tidak pantas untuk ia pikirkan, untung saja, sisi Haruno Sakura yang logis mengambil alih otaknya.

Sasuke adalah sahabatku... Aku tidak mau kehilangan dia hanya untuk peraasan konyol ini, yang mungkin akan hilang seiring waktu. Ini akan cepat berlalu. Persahabatan ini harus bertahan seumur hidup.

Meraih ponselnya dari dompetnya, Sakura memutuskan untuk memberitahu Sasuke bahwa ia telah sampai.

Aku akan berada di sana dalam setengah jam, Sayang! Adalah balasan Sasuke satu menit kemudian.

Sakura sedang menunggu di luar gedung, sedikit gelisah, ketika Sasuke berhenti dengan mobil barunya, yang menurut Sakura secara pribadi jauh lebih baik daripada mobil lama yang mengalami kecelakaan. Sakura berlari melintasi halaman dan masuk ke kursi penumpang. Setelah duduk di kursi, Sasuke menariknya ke dalam pelukan yang kuat.

Tubuh Sasuke hangat dan ketika pemuda itu semakin mengeratkan pelukannya, Sakura bisa menghirup aroma tubuh pemuda itu. Aku sangat merindukanmu, sangat, sangat. Lebih dari yang kau tahu, pikir Sakura. Secara mental memukul dirinya sendiri karena perasaannya mulai bertingkah konyol lagi dengan begitu cepat, ia menarik diri dan tersenyum pada Sasuke.

"Aku merindukanmu," hanya itu yang Sakura ucapkan sebagai salam.

Sasuke memberikan senyum khasnya, "Aku juga merindukanmu! Ini terlalu sunyi ketika kau tidak ada... Jadi di mana kau ingin makan?"

Seketika, mereka kembali ke peran lama mereka ketika berdebat tentang ke mana harus pergi untuk makan malam. Sasuke ingin makanan Italia dan Sakura ingin makanan Perancis, dan karena mereka tidak bisa menemukan restoran Italia terdekat, Sasuke harus menyetujui sesuatu yang lain.

Ketika Sasuke mengemudikan mobil di jalanan, ia melihat sebuah restoran di depan. "Bagaimana dengan Applebee?"

Bibir Sakura mengerucut jijik. "Jika kau ingin makan di Crapplebee, itu tidak masalah. Aku yakin aku bisa menemukan sesuatu di menu mereka yang tidak membuatku muntah."

Sasuke tertawa, lupa bahwa Sakura sangat membenci restoran itu sehingga gadis itu menamainya ulang dengan nama Crapplebee, kali terakhir Sakura makan di sana, gadis itu menemukan beberapa keping kertas timah di tengah saladnya.

"Nah, kalau begitu ke mana kau ingin pergi?" Sasuke jelas tidak sabar ketika perutnya bergemuruh keras, membuatnya meringis.

"Tidak, Sasuke. Tidak apa-apa. Ayo ke sana."

Sasuke memarkir mobilnya, senang Sakura setuju untuk makan di sana, karena secara pribadi, ia menyukai makanan di Applebee.

Ketika mereka duduk dan membaca menu dengan seksama, Sasuke memaksa Sakura untuk memberitahunya semua gosip terbaru terkait Hakodate.

"Sasuke, benar-benar tidak banyak yang bisa diceritakan. Aku menghabiskan banyak waktu dengan Ino, hanya itu saja. Sebagian besar musim panasku dihabiskan untuk berjemur di tepi kolam renang, meskipun aku tahu itu berpotensi merusak tubuhku."

"Apa kau tidak bertemu Naruto sama sekali?" Sasuke masih penasaran tentang mantan sahabatnya.

"Aku pernah bertemu sebentar di toko kelontong, itu saja. Aku tidak banyak bicara dengannya. Dan meskipun aku pernah berpacaran dengannya walaupun sebentar, tetap saja omong kosong itu sakit, sial!"

Sasuke tertawa. Sakura jarang mengumpat, biasanya umpatan digunakan pada waktu yang tepat dan tampaknya, ini adalah salah satunya.

Pelayan mengantarkan pesanan mereka dan kemudian Sasuke meneguk Mtn Dew dengan sedotannya. "Jadi giliranku, memberitahumu tentang Miyuki."

Miyuki. Dia pasti gadis impian. Bibir Sakura membentuk senyum setengah memaksa. "Miyuki?"

Wajah Sasuke berubah menjadi seringai lebar. "Dia luar biasa, Saku. Sungguh. Kau akan menyukainya."

"Kau... sudah merencanakan kami untuk bertemu? Kau hanya satu kali berkencan dengannya!" Menyadari bahwa reaksinya sedikit terlalu berlebihan, Sakura berusaha menenangkan dirinya.

Sasuke mengangguk. "Ya, dan... gadis ini pekerja keras, mandiri secara finansial, manis, cantik, seksi sekali... paket sempurna."

Sakura memandangi garpunya, memikirkan cara apa yang harus ia lakukan untuk mengeluarkan dirinya dari kesengsaraan ini. Sebagai gantinya, ia bertanya, "Jadi... kapan kau pergi berkencan lagi dengannya?"

"Itu masalahnya. Jadwalnya padat. Tapi kurasa aku akan bisa menemuinya akhir pekan depan."

"Well, itu bagus! Jadi kau mungkin telah menemukan cinta sejatimu?" Pertanyaan itu, segera setelah meninggalkan bibirnya, nyaris membuat Sakura ingin muntah.

"Shit, Saku. Terlalu cepat untuk mengatakan itu. Aku hanya menyukainya... itu saja. Jangan buru-buru mengambil kesimpulan!"

Oh, terima kasih Tuhan.

Sakura merasa sedikit lega pada cerita Sasuke yang hampir tiba pada gagasan komitmen serius dengan Miyuki. Tapi ketika mereka duduk di Applebee's pada hari di bulan Agustus itu, Sakura tahu bahwa tahun terakhir kuliahnya akan terasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Ia hanya berharap bisa menyesuaikan diri dengan perubahan ini.

***

Tiga minggu setelah kelas dimulai, Sakura akhirnya menemukan libur dalam jadwalnya untuk pergi ke apartemen Sasuke. Berdiri di lorong yang terang, ia mengetuk pintu dan kemudian berdiri tegak kembali, menunggu pintu terbuka.

"Hei, Sayang! Ayo masuk!" sapa Sasuke ketika ia membuka pintu apartemennya.

Melangkah ke dalam, mata Sakura mengamati ruangan itu. Ruangan itu benar-benar seperti terkena bencana dengan proporsi yang tak terbayangkan.

"Um... Sasuke... apa kau kerampokan?" Sakura mengamati DVD-DVD yang diletakkan dengan ceroboh di rak-rak dan ada beberapa yang tergeletak di lantai.

Sasuke melihat sekelilingnya, wajahnya memerah. "Kurasa ini sedikit berantakan. Aku menghabiskan banyak waktu di tempat kerja dan kemudian aku bersama Miyuki dan... tidak merawat tempat ini seperti yang seharusnya."

Sakura mengangguk. "Benar."

Sasuke memberi isyarat pada Sakura untuk mengikutinya. "Ini," ucapnya, mendorong pintu terbuka, "...adalah kamar tidurku." Sakura menjulurkan kepalanya, melihat pakaian dan pakaian dalam Sasuke yang tergeletak di lantai, dan meringis.

"Sasuke, jika lantai kamar mandimu lengket, aku benar-benar akan pergi saat ini juga!"

Sasuke menyilangkan lengannya dan merengut. "Baiklah, kalau begitu. Aku tidak akan menunjukkan kamar mandiku."

Sakura bergidik membayangkan kekacauan menakutkan yang ada di balik pintu kamar mandi yang tertutup. Pria bisa sangat menjijikkan.

Saat berjalan kembali ke ruang tamu, Sakura melirik ke sofa dan kemudian ke kursi santai Sasuke, mencoba menemukan permukaan yang tidak tertutup majalah gitar atau kotak pizza kosong. Ia mulai merasa jengkel, "Kenapa kita tidak duduk di lobi saja?"

"Saku, aku tersinggung kau tidak sopan padaku. Aku akan membuatkanmu makan malam!"

Sakura memutar matanya. "Oh, terserahlah, Sasuke. Apartemen ini adalah kandang babi dan kau tahu aku tidak mau makan di sini. Jadi, ke mana kita akan makan malam?"

Sasuke terkekeh saat ia memasang sepatunya. "Applebee ada di dekat sini."

Sialan.

***

Hampir dua bulan setelah kelas dimulai, Sakura menyadari bahwa tugas kuliahnya di akhir pekan hanya sangat sedikit. Ketertarikan hebat pada Sasuke yang membuatnya terpesona di awal tahun ajaran juga mulai berkurang dan pada pertengahan Oktober, ia bisa bernapas lega lagi.

Sakura menyantap sarapan yogurt dan apel seraya membaca edisi terbaru Cosmo, lalu mengikat rambut merah mudanya menjadi ekor kuda, mengenakan celana yoga dan tank top, meraih iPod-nya, dan jogging berkeliling kampus.

Setelah itu, Sakura mandi dan berpakaian. Pada jam 11 pagi, ia merasa sangat bosan. Ia tidak bertemu Sasuke sepanjang minggu ini dan mulai memiliki 'sindrom kerinduan', seperti yang dinamakan Sasuke beberapa minggu yang lalu ketika Sakura mengeluh tentang jarangnya waktu mereka untuk bersama. Jadwal kerja Sasuke membuat pemuda itu bekerja di jam-jam aneh dan Sasuke telah menunda beberapa tawaran akhir pekan dari Sakura karena pemuda itu punya rencana dengan Miyuki. Sakura telah mengabaikan kepahitan di tenggorokannya, memilih untuk mengabaikan kebencian yang ia rasakan terhadap wanita yang telah mengambil waktunya bersama sahabatnya. Sasuke berhak bahagia, Sakura tahu itu. Dan karena ia adalah sahabat Sasuke, jika Miyuki membuat pemuda itu bahagia, Sakura akan bahagia untuknya... bahkan jika itu ingin membuatnya muntah.

Sakura meraih dompetnya dan berjalan tujuh blok yang mengerikan menuju mobilnya. Tujuannya adalah ke Museum Center di pusat kota Sapporo, bangunan itu merupakan salah satu karya seni besar. Dari arsitektur art deco hingga motif masifnya, bangunan itu benar-benar mempesona. Sakura dan Sasuke banyak menghabiskan sore musim dingin Sapporo di sana. Gedung itu adalah satu-satunya objek yang Sasuke benar-benar peduli saat di SMA. Karena mereka bahkan belum mengunjungi tempat itu tahun ini, Sakura berpikir ini akan menjadi hari yang sempurna bagi mereka berdua untuk pergi ke sana.

Dua puluh menit kemudian, Sakura parkir di depan gedung Sasuke. Ia melangkah masuk dan berjalan menyusuri lorong. Mengetuk sekali, Sakura diam sejenak tapi tidak mendengar gerakan dari dalam. Ia mengetuk lagi dan setelah masih tidak menerima tanggapan, ia berbalik untuk pergi. Ia baru beberapa langkah ketika mendengar pintu terbuka.

Berputar ke belakang, mata Sakura bertemu dengan seorang gadis yang rambutnya sedikit terurai dan wajahnya masih tampak mengantuk. Gadis itu mengenakan jersey dan celana pendek kusut. Sakura menatap gadis itu, ekspresi terkejut muncul di wajahnya. Gadis itu menatap Sakura dengan pandangan yang sama.

"Ada yang bisa kubantu?" Gadis itu akhirnya bertanya.

"Um... Aku mencari Sasuke."

Gadis itu menguap. "Dia tidak di sini. Dia baru saja dihubungi untuk bekerja."

"Um... baiklah." Sakura berbalik untuk pergi.

"Apa kau Sakura?" Gadis itu memanggil Sakura.

Sakura berbalik dan mengangguk. "Apa kau Miyuki?"

Gadis itu mengangguk sebagai balasan.

Miyuki dan Sakura saling memperhatikan satu sama lain selama satu detik, masing-masing saling menilai. "Oke... senang bertemu denganmu," ucap Sakura, berusaha menjaga suaranya tetap tenang.

"Aku juga," ucap Miyuki, sebelum berbalik dan menutup pintu.

Canggung, hanya itu yang bisa dipikirkan Sakura ketika ia keluar dari gedung apartemen. Begitu ia kembali ke mobilnya, ia meletakkan tangannya di kemudi dan menatap lurus ke depan, tapi tidak benar-benar melihat apapun di hadapannya. Bukan pakaian Miyuki yang mengejutkan Sakura. Tidak. Tapi sosok Miyuki yang mengganggunya. Memandang Miyuki, Sakura merasa seperti menatap cermin. Selain fakta bahwa Miyuki lebih pendek darinya, memiliki payudara dengan ukuran cup penuh lebih besar, dan memiliki rambut lebih pendek, gadis itu terlihat seperti Sakura. Bentuk dan warna mata? Sama. Bentuk mulut? Hampir sama. Warna rambut dan kulit? Sama. Tubuh ramping? Sama!

Sakura menjatuhkan kepalanya di antara kedua tangannya di atas kemudi.

Sasuke mengencani versi lain dari diriku.

Sasuke tidur dengan versi lain dari diriku.

Sial.

Mengambil napas dalam-dalam, Sakura berusaha menghilangkan perasaan tertegun yang ia rasakan. Mulai menghidupkan mobilnya dan perlahan-lahan mundur dari tempat ia parkir, ia berbelok kembali ke jalanan. Perjalanan ke museum tidak memiliki daya tarik yang sama sekarang...

***

"Kau tidak akan pulang ke Hakodate untuk merayakan Thanksgiving?" Mulut Sakura menganga. Sasuke mengagumi masakan ibunya. Kalkun spesial Thanksgiving ibunya hampir membuat mulut pemuda itu berair.

Sasuke bersandar di tempat tidur Sakura, tangannya di belakang kepalanya.

"Miyuki mengundangku untuk merayakan Thanksgiving dengan orang tuanya." Suara Sasuke terdengar santai, seolah bertemu orangtua gadis itu bukan masalah besar.

"Tapi Sasuke... kau belum pernah bertemu orangtua gadis-gadis yang kau kencani sebelumnya. Belum pernah. Kau selalu mengatakan hal itu hanya membuatmu gatal-gatal!"

Sasuke duduk, mengayunkan kakinya ke sisi tempat tidur. Ia mengangkat kepalanya dan bertemu tatap dengan Sakura.

"Aku tahu, Saku. Tapi sudah kubilang, Miyuki spesial. Maksudku... dia benar-benar istimewa. Aku ingin bertemu keluarganya."

Sakura merasakan sengatan panas di balik matanya yang menandakan air mata akan keluar. Sambil menarik napas dalam-dalam, ia menatap Sasuke. Ketika ia berbicara, suaranya lembut. "Apa kau jatuh cinta padanya?" Apa kau jatuh cinta dengan gadis itu, aku akan terlihat persis seperti dia jika aku menjalani operasi plastik sedikit?

Sasuke memandang Sakura, terkejut dengan pertanyaan itu. Jari-jarinya mengusap rambutnya dan terdiam sejenak.

"Aku belum tahu apakah aku mencintainya. Tapi aku cukup yakin aku bisa..."

Sakura menundukkan kepalanya memikirkan kata-kata untuk membalas Sasuke, menyadari bahwa kata-kata yang mungkin diucapkannya pada saat ini akan mengkhianati dirinya.

"Kedengarannya sangat serius, Sasuke." Suara Sakura tampak ringan, meskipun ada emosi tak terucapkan yang bersarang di perutnya.

Sasuke tersenyum, wajahnya cerah dan bahagia. "Kurasa kau benar, Saku."

"Well, aku bahagia untukmu, Sasuke. Kau pantas mendapatkannya."

Dan ia akan bahagia untuk Sasuke. Ia benar-benar akan bahagia...

Dua hari kemudian, Sakura menambahkan pulang ke Hakodate untuk merayakan Thanksgiving masuk ke dalam daftar 'hal-hal yang tidak lagi kulakukan dengan Sasuke'.

***

15 Februari adalah hari yang sangat sulit bagi Sakura. Bukan karena itu adalah hari yang buruk tapi karena itu adalah hari ulang tahunnya yang ke-21 dan ia tidak bisa berkonsentrasi pada penjelasan profesornya.

Setelah kelas berakhir untuk hari itu, ia bergegas pulang dan berganti pakaian. Setelah selesai, ia memeriksa halaman Facebook-nya, melihat banyak ucapan selamat dan ia berkomentar kembali pada orang-orang itu. Ia juga menjawab email ulang tahun dari ibunya, Ino, Sai, Tenten, dan teman-teman SMA sepermainannya.

Dan ia menunggu telepon dari Sasuke. Berkali-kali memandangi ponselnya. Selama berjam-jam.

Sekitar jam 7 malam, nomor Sasuke akhirnya muncul di layar. Perut Sakura terasa menegang tapi perlahan mulai mereda dan menghilang saat ia menjawab telepon itu.

"Hei Sayang, bagaimana harimu?"

"Cukup bagus, Sasuke. Terasa sangat panjang tapi cukup bagus! Bagaimana denganmu?"

Sasuke mendesah. "Sedikit frustasi. Aku punya pasien yang tidak mau menjadi lebih baik. Dia tidak mau melakukan latihan di luar sesi, jadi tentu saja dia tidak akan menjadi lebih baik."

"Tapi kau tahu kan, kalau bekerja dengan orang-orang seperti itu..."

"...bisa menjengkelkan?" Sasuke menyelesaikan kalimat Sakura.

Sakura terkikik. "Ya."

"Well, Sayang... aku harus bersiap-siap. Miyuki sedang dalam perjalanan ke sini dan kami akan pergi untuk makan malam dan mungkin minum-minum."

Apa?

"Oh... oke. Selamat bersenang-senang." Sakura hampir menggertakkan gigi, terkejut bahwa Sasuke mengakhiri panggilan tanpa menyebutkan satu pun tentang ulang tahunnya.

"Tentu saja. Sampai nanti, Sayang."

Sakura menekan tombol merah mengakhiri panggilan.

Hari ini adalah hari ulang tahunku, ingat? Kau akan membawaku keluar... ingat? Kita sudah merencanakannya selama dua tahun.

Sakura menolak untuk menangis. Ini adalah hari ulang tahunnya dan ia harus bersenang-senang, dengan atau tanpa Uchiha Sasuke.

Melangkah ke lemari kecilnya, ia membukanya lebar-lebar. Matanya mencari pakaiannya, mencari pakaian yang sesuai. Sambil tersenyum, ia mengambil atasan hitam ketat tanpa lengan dan rok pendek hitam. Ia segera berganti pakaian, menolak untuk memikirkan fakta bahwa ia sekarang menghabiskan hari ulang tahunnya sendirian.

Berjalan menuju mobilnya, ia melompat masuk. Ia mengemudi di jalanan lebih cepat dari biasanya, tahu persis ke mana ia menuju. Di dekat kampus ada bar yang sangat populer tempat sebagian besar mahasiswa menghabiskan waktu. Bar itu akan menjadi tempat ulang tahunnya malam ini.

Sakura menemukan tempat parkir dengan cepat dan masuk ke dalam bar. Sial, pikirnya ketika ia masuk ke dalam ruangan remang-remang itu. Ini adalah ulang tahun ke-21 dan ia akan bersenang-senang.

***

Sasuke terbangun jam 2 pagi karena ia merasa ingin buang air kecil. Ia menjauhkan kepala Miyuki dari lengannya dan berjalan ke kamar mandi.

Setelah selesai, ia kemudian naik kembali ke tempat tidur. Perutnya terasa tidak benar dan ia terus merasa seperti ia melupakan sesuatu. Berbaring di kegelapan, ia memutar otaknya. Apa aku sudah membayar uang sewa? Asuransi mobil? Apa aku lupa tentang hari ulang tahun ibu?

Sasuke mencoba tidur lagi, mencoba menekan rasa tak nyaman yang serius di perutnya, tapi sesuatu tiba-tiba muncul di otaknya. Ia segera duduk tegak, mengumpat pelan.

Sakura! Ulang tahun ke-21 Sakura! AKU LUPA.

Sasuke menjatuhkan diri kembali ke tempat tidur, meraih ke meja untuk mengambil ponselnya. Saat memeriksa waktu, ia menyadari sudah sangat larut untuk menghubungi Sakura sekarang. Ia melemparkan ponselnya kembali ke meja, sedikit terlalu keras dan berguling ke samping. Ia tidak percaya ia telah melupakan ulang tahun Sakura. Mereka telah merencanakan untuk keluar merayakan ulang tahun ke-21 Sakura sejak gadis itu berusia 19 tahun. Dan ia telah melupakannya begitu saja dan pergi makan malam dengan Miyuki.

Fuck. Sakura akan membenciku.

Dan ketika ia memaksa matanya tertutup, berharap dirinya kembali tidur, ia menyadari bahwa jika Sakura membencinya, ia pantas mendapatkan semua itu.

***

Sakura sedang duduk di tempat tidurnya, memeriksa bukunya ketika ponselnya berdering. Ia menatap nama Sasuke sejenak sebelum menekan tombol 'abaikan'.

Di seberang kota, Sasuke berkali-kali menelepon Sakura, namun hanya voicemail yang terdengar.

Mencoba lagi, hal yang sama terjadi.

Sakura mengabaikannya. Ia tahu gadis itu akan melakukannya.

Rasa bersalah membebani seluruh tubuh Sasuke. Ia membayangkan Sakura duduk di kamarnya sepanjang malam sebelumnya, berlinang air mata dan sendirian, tanpa satu orang pun di sana untuk mengucapkan 'Selamat Ulang Tahun'. Sakura pasti sangat sedih. Tentu saja gadis itu sedih. Teman macam apa aku?

Sasuke menatap ponselnya, bertanya-tanya apa yang harus dilakukannya sekarang. Akhirnya, ia berjalan menuju pintu. Jika Sakura mengabaikan panggilannya, ia akan datang meminta maaf secara langsung.

***

Sakura seharusnya tahu bahwa Sasuke akan muncul. Ketika ia mendengar cara familiar Sasuke mengetuk pintu, bahunya terkulai. Aku tidak ingin berbicara denganmu. Pergi. Sakura tidak bergerak, berharap Sasuke akan berpikir ia tidak ada di kamar dan pergi. Sebaliknya, Sasuke mengetuk lagi. Dan lagi. Sekarang, Sakura merasa sangat jengkel.

Berjalan ke pintu, Sakura menyentaknya terbuka. "Apa?" bentaknya.

Nada suara Sakura yang keras mengejutkan Sasuke. Alisnya berkerut, tatapan terluka tersirat di matanya.

"Ya, Sasuke? Ada yang bisa kubantu?" Meskipun nada suara Sakura sedikit turun, amarahnya tetap utuh.

Sasuke menghela napas, jelas menyesal, dan bersandar pada kusen pintu. "Maaf aku lupa hari ulang tahunmu."

Tanpa menjawab, Sakura berbalik dan berjalan kembali ke tempat tidurnya dan duduk. Sasuke melangkah masuk dan menutup pintu dengan kakinya.

Sasuke berdiri menatap Sakura, menunggu gadis itu untuk mengatakan sesuatu. Apapun. Sakura hanya menatap buku pelajarannya dengan seksama, mengabaikan keheningan yang tidak nyaman yang tampaknya berderak di antara mereka.

"Apa kau akan berbicara denganku?"

"Aku tidak berencana untuk itu." Mata Sakura tidak beralih dari buku yang di pegangnya.

Sambil mengumpat, Sasuke berjalan ke tempat tidur Sakura, menyentak buku itu dari tangan Sakura, dan duduk di depan gadis itu. Ia mencoba lagi. "Sakura, aku minta maaf."

"Kau sudah mengatakan itu, Sasuke. Dan jika tidak ada lagi yang ingin kau katakan, kau boleh pergi."

Sakura yang ini, Sakura yang marah, adalah orang baru bagi Sasuke. Ia telah menghabiskan beberapa tahun terakhir membuat Sakura tertawa, menghibur Sakura ketika gadis itu menangis, atau mendengarkan kata-kata Sakura ketika seseorang telah berbuat salah pada gadis itu. Sakura yang marah adalah sesuatu yang asing baginya dan terus terang, ia tidak tahu bagaimana menanganinya.

"Aku akan menebusnya untukmu," ucap Sasuke lembut. "Aku tahu pasti kau menghabiskan ulang tahunmu yang ke 21 bersembunyi di kamar asramamu."

Untuk pertama kalinya, Sakura mendongak dan menatap mata Sasuke. "Aku tidak menghabiskannya di sini, Sasuke. Bahkan, aku tidak pulang sampai sekitar jam 7 pagi hari ini."

Apa? "Kau ke mana?"

Sakura tidak memutuskan pandangannya, ia menatap Sasuke lurus. "Aku pergi ke bar... dan kemudian aku dibawa pulang ke rumah seorang pria muda yang baik, yang kutemui di sana."

Sasuke yakin ia tidak mendengar dengan benar. Sakura pulang dengan seorang pria? What the motherfucking fuck?

Sakura melihat ekspresi Sasuke berubah. "Kau membiarkan beberapa pria tak dikenal menidurimu tadi malam?" tanya Sasuke.

"Dan dua kali pagi ini," Sakura menambahkan dengan cepat. Ia memperhatikan ekspresi wajah Sasuke yang semakin berubah tak terdefinisikan, ia kemudian menambahkan, "Sasuke, kau sangat familiar dengan seks saat kuliah, bukan? Tak perlu terkejut seperti itu. Kau sudah puluhan kali melakukannya selama bertahun-tahun."

Sasuke bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke sisi lain ruangan, memunggungi Sakura. Bayangan-bayangan Sakura menggeliat di bawah seorang pria berputar di otaknya. Pikiran itu membuatnya ingin meninju kaca di jendela kamar asrama Sakura.

Berbalik, mata Sasuke tampak menggelap. "Sakura, kau tidak melakukan hal seperti itu!"

"Normalnya memang tidak," Suara Sakura tenang dan datar, tidak menunjukkan penyesalan. "Tapi aku melakukannya kali ini dan aku benar-benar menikmatinya. Itu adalah... cara unik untuk merayakan ulang tahunku." Sebuah senyum malu-malu bermain di bibir Sakura dan ia menatap ke kejauhan, mengingat dengan singkat apa yang dilakukannya.

Sasuke berdecak, "Jadi siapa... pria ini?"

"Namanya Menma. Selain itu, sangat sedikit yang bisa kuceritakan padamu tentang dia, aku hanya tahu tentang keterampilan seksualnya atau staminanya yang fantastis."

Keparat.

Sasuke menghela napas, bayangan Sakura yang menjeritkan nama Menma mulai membuatnya marah. Sialan. Sakura benar... kau melakukan itu sepanjang waktu jadi kau tidak bisa menghakimi Sakura. Tapi fuck... apa yang Sakura pikirkan?

Sasuke berusaha mengubah topik pembicaraan karena ia merasa tidak nyaman dengan arah pemikirannya kali ini, "Ngomong-ngomong... kurasa aku lega karena kau punya... ulang tahun yang menyenangkan... dan aku minta maaf..."

Sakura mengangguk. "Kau sekarang sedang menjalin hubungan dengan seseorang, Sasuke. Seharusnya aku tidak berharap kau akan bersamaku ketika kau memiliki pacar yang menunggumu."

Kata-kata Sakura tenang dan faktual, tapi rasanya seperti peluru kecil menembus usus Sasuke. "Saku, aku tidak berusaha membuatmu merasa seperti dibuang."

Sakura menatap lantai, tidak yakin apa yang harus ia katakan. Aku dibuang.

Sasuke duduk di tempat tidur Sakura lagi dan mengangkat dagu gadis itu.

"Aku berjanji akan menebusnya," ucap Sasuke lembut. Dengan bodoh Sakura mengangguk setuju.

Sasuke menundukkan kepalanya untuk mencium Sakura dan tepat ketika bibir Sasuke akan menyentuh bibirnya, Sakura memalingkan kepalanya sehingga ciuman pemuda itu mendarat di pipinya. Tubuh Sakura sudah lama mengkhianatinya sehingga ia tahu bahwa semakin sedikit dari mereka melakukan kontak fisik, maka semakin baik.

Sasuke berdiri, mengeluarkan kunci dari sakunya. "Kurasa sebaiknya aku pergi. Aku akan meneleponmu besok."

"Oke, Sasuke."

Sakura berjalan di belakang Sasuke sehingga ia bisa mengunci pintu setelah pemuda itu pergi. Sasuke berbalik ketika ia melangkah ke luar pintu. "Selamat Ulang Tahun Yang Terlambat, Saku."

"Terima kasih, Sasuke." Menutup pintu, Sakura bersandar di pintu itu. Persahabatan ini menjadi lebih rumit dan ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia tidak punya buku instruksi untuk 'Bagaimana cara menghilangkan perasaan tertarik pada sahabatmu'...

***

"Menurutmu apakah mudah mengetahui bahwa kau sedang jatuh cinta?"

Pertanyaan itu membingungkan Sakura. Malam itu adalah malam yang berangin di bulan Maret dan Sasuke benar-benar memiliki hari bebas dalam jadwalnya, jadi ia berkunjung ke asrama Sakura dan mereka pergi ke Student Center jam 6 sore. Meskipun cuaca sangat dingin dan pilihan makanannya tidak terlalu bagus, Sakura merasa senang, sampai akhirnya kalimat itu keluar dari bibir Sasuke.

"Uh... aku tidak tahu, sungguh. Cinta itu... asing bagiku," ucap Sakura pelan.

Sasuke bersandar di kursinya, tampak berpikir. "Maksudku, hal ini dengan Miyuki baru saja terjadi dan sepertinya sangat natural."

"Jadi... apa kau berpikir kau mencintainya?"

Sasuke menyeringai, matanya berbinar. "Benar."

Ketika mereka pergi jalan-jalan malam itu, Sakura terus mengoceh tentang festival yang akan dibuka akhir pekan di pusat kota Sapporo. Ia telah membeli tiket dan tidak sabar untuk pergi. Dan semakin banyak ia berbicara, ia mampu mengabaikan detak jantungnya yang sangat tidak nyaman.

***

"Hei, Saku, aku akan pulang akhir pekan ini. Kau mau ikut?"

Sakura terkejut mendengar suara Sasuke di ujung telepon pada pagi hari di bulan April itu, yang merencanakan perjalanan pulang ke Hakodate.

"Itu akan luar biasa, Sasuke! Kau sudah lama belum pulang!"

"Aku tahu... jadi jam berapa kau siap untuk pergi hari Jumat?"

Sakura berpikir sejenak. "Um... aku akan siap jam 3 sore."

"Bagus, kami akan menjemputmu kalau begitu."

Tunggu. Hah? "Kami?"

"Ya. Aku akan membawa Miyuki pulang untuk bertemu ibuku."

"Oh, baiklah."

Sakura hampir memikirkan cara untuk keluar dari situasi ini tapi ia tahu ia sudah terjebak. Ia harus berkendara selama beberapa jam ke Hakodate bersama Sasuke... dan versi lain dari dirinya. Ugh...

***

Ketika mereka tiba di Hakodate setelah perjalanan yang sangat panjang yang dibumbui dengan obrolan ringan yang tidak nyaman dan banyak keheningan, Sasuke mengantar Sakura ke rumahnya dan mengatakan pada gadis itu bahwa ia akan menjemput pada hari Minggu. Dengan cepat, Sasuke keluar dari jalan masuk rumah Sakura dan pergi. Sakura menyaksikan mobil itu kembali ke jalan sampai menghilang dari pandangan. Mengasihani dirinya sendiri karena merasa sedih, ia masuk ke dalam untuk menghabiskan waktu bersama ibunya.

***

"Apa kau ingin mampir ke suatu tempat, Sakura?" tawar Sasuke dari kursi pengemudi. Hari itu adalah hari Minggu dan mereka bersiap untuk kembali ke Sapporo. Saat Sakura naik ke mobil, ia tidak ingin repot-repot bertanya bagaimana akhir pekan Sasuke. Apa yang dipikirkan keluarga Sasuke tentang Miyuki bukan urusannya.

"Bisakah kita mampir ke rumah Sai sebentar? Dia sedang bersama Ino di sana dan aku ingin bertemu mereka sebelum kita pergi."

"Tentu! Aku juga tidak keberatan bertemu mereka!"

Sakura tersenyum dari kursi belakang. "Well, aku yakin mereka akan senang melihatmu."

Sasuke berbelok ke halaman rumah Sai beberapa menit kemudian dan mereka bertiga keluar dari mobil. Sakura mengetuk pintu dan Sai akhirnya membukanya, ia tersenyum lebar ketika ia melihat Sasuke di belakang Sakura.

"Ino! Sasuke datang bersama Sakura!" Sai berteriak ke tangga. Ia menyuruh mereka masuk dan mereka semua mengikutinya.

Sakura memeluk Ino setelah sahabatnya itu menuruni tangga dan tetap di samping si pirang itu ketika Sai berusaha cepat melihat apa yang telah diperbuat waktu dan kehidupan pada seorang Uchiha Sasuke.

"Sasuke, kau terlihat... well," ucap Sai, matanya mengamati Sasuke dari atas ke bawah.

Sasuke berdeham dengan tidak nyaman, secara efektif mematahkan tatapan Sai. Teringat bahwa Miyuki berdiri di sebelahnya, ia memperkenalkan gadis itu, "Sai, Ino, ini pacarku, Takara Miyuki."

Mata Ino bertemu dengan mata Miyuki dan gadis itu tersenyum dan menyapa. Mulut Ino menganga untuk sesaat sebelum ia perlahan menatap Sakura dan kemudian kembali ke Miyuki lagi. Kemiripannya luar biasa!

Sai rupanya memperhatikan juga karena ia melakukan beberapa pandangan, menatap Sakura dan Miyuki dengan penasaran.

Sakura menyadari bahwa Sai sedang menatap Miyuki dan Ino mencubit pemuda itu.

"Oh, kalian duduklah," ucap Sai, masih mencuri-curi pandang melihat antara Sakura dan klonnya yang sedikit lebih pendek. Sakura hanya memiringkan kepalanya ke arah pemuda itu, tatapan menyedihkan muncul di wajahnya.

"Tidak perlu, Sai. Kami tidak bisa lama. Kami harus kembali ke Sapporo karena Miyuki ada jadwal bekerja besok pagi. Aku hanya ingin menyapa kalian karena aku belum bertemu dengan kalian selama bertahun-tahun." ucap Sasuke.

Ino berbicara. "Jadi, Sapporo memperlakukanmu dengan baik?"

Sasuke melingkarkan lengannya di bahu Miyuki, menariknya lebih dekat ke sisinya dan mencium pipi gadis itu. "Ya, Sapporo benar-benar luar biasa, sungguh. Hidup ini hebat."

Sai merasa ingin tersedak. Ino melirik Sakura, menyaksikan dengan sedih saat sahabatnya itu mengalihkan pandangannya ke lantai.

Apa yang terjadi? Forehead... apa kau...? Ya Tuhan...

Sai dan Ino mengobrol ringan selama beberapa menit sementara Sasuke dan Miyuki menjawab pertanyaan mereka. Sakura duduk diam, pura-pura membaca email di ponselnya. Terjadang, ia akan mendongak dan melirik Sasuke. Dan Ino memperhatikan setiap pandangan sahabatnya itu dengan rasa ingin tahu.

Setelah 20 menit mengobrol tentang omong kosong dan bergosip tentang teman lama mereka, Sasuke melihat jam tangannya dan berdiri. "Kurasa kami harus segera pergi. Senang bertemu kalian lagi."

Mereka saling berpelukan dan naik kembali ke mobil. Sakura melambai dari kursi belakang ketika mereka mundur dari halaman rumah Sai, diam-diam berharap ia memiliki lebih banyak waktu untuk dihabiskan bersama Ino.

Di tengah perjalanan, ponsel Sakura bergetar. Pesan dari Ino sedang menunggunya.

Kenapa kau tidak memberitahuku bahwa kau jatuh cinta pada Sasuke?

Mata Sakura melebar. Dengan panik, ia mulai mengetik balasan.

Apa yang kau bicarakan?

Aku melihat caramu memandangnya, Forehead.

Jangan gila, Pig. Aku tidak jatuh cinta pada Sasuke.

Sai berpikir sama denganku, Forehead.. jangan menyangkal.

Kalian berdua gila.

Terserah, Forehead. Pikirkan saja. Aku akan berada di sini ketika kau siap untuk berbicara.

Sakura menatap layar ponselnya. Perlahan, ia mengangkat kepalanya dan mengarahkan matanya ke belakang kepala Sasuke. Ino menganggap aku jatuh cinta padamu.

Sakura memperhatikan Sasuke ketika pemuda itu menoleh untuk mengatakan sesuatu pada Miyuki. Miyuki menertawakan kata-kata Sasuke dan pemuda itu tersenyum sebagai jawaban.

Kau menakjubkan.

Dan aku memang mencintaimu.

Aku mencintaimu.

Dalam diam, pengakuan perasaannya hampir terlalu berat untuk ditanggung Sakura, ia memasukkan earbud iPod-nya ke telinganya dan mengarahkan pandangannya pada pemandangan yang lewat, menahan air mata yang membara. Ini adalah perjalanan yang sangat panjang kembali ke Sapporo.

***

"Haruno Sakura."

Sakura mendengar namanya dipanggil dan memasang senyumnya ketika ia melangkah ke atas panggung. Ketika ia berjalan melintasi panggung pada sore Juni yang hangat itu, berhenti untuk memindah kucir dari satu sisi ke sisi yang lain dan menerima ijazah, perutnya bergetar. Perguruan tinggi telah berakhir dan kehidupan nyata telah menunggu. Ia telah terjebak dalam kebiasaan ini terlalu lama dan daya tarik fase baru hampir membuat giginya gemetar dengan antisipasi.

Duduk di kursinya selama sisa acara wisuda yang sangat panjang itu, ia memikirkan empat tahun di kampus dan seberapa banyak ia telah berubah. Ia telah tumbuh begitu besar, telah matang dengan cara yang tidak pernah ia bayangkan. Dan semua itu, yang ia lalui hampir setiap bagiannya, Sasuke telah ada di sana. Tapi masa depan memanggilnya sekarang dan ia tahu bahwa hidup Sasuke juga sudah dimulai. Dan Miyuki ada di kehidupan baru pemuda itu.

Sasuke mencintai Miyuki. Dan aku mencintai Sasuke.

Bahkan di hari yang bahagia, Sakura tidak bisa untuk tidak bertanya-tanya apa yang akan terjadi di masa depan. Ia bertanya-tanya apakah akan ada tempat baginya dalam kehidupan Sasuke atau apakah ia akan memudar dan hanya menjadi masa lalu Sasuke ketika masa depan pemuda itu mulai bersinar lebih cerah dan lebih jelas. Hanya waktu yang bisa menjawabnya...

***
To be continued