"Aku tidak percaya ini hari terakhir kita di sini dan masih hujan!" Sakura berbaring di ranjang hotel, mengerang.
Sasuke berbaring miring, bosan, "Aku tahu, aku masih tidak percaya tidak ada lapangan basket di hotel ini, aku merasa menderita tanpa basket."
"Dan semua gadis bermesraan di suatu tempat," Sakura menutupi wajahnya dengan tangannya, "Aku akan segera pulang dan aku belum mengunjungi Cambridge."
Sasuke bercanda, "Aku juga bisa bermesraan dengan Mei jika kau membiarkanku melakukannya."
Sakura mengabaikan Sasuke.
Sasuke mendekat hingga setengah badannya berada di atas Sakura, "Saku," ucapnya, melepaskan tangan Sakura dari wajah gadis itu, "Aku bosan dan horny."
Sakura menutupi telinganya, "Terlalu banyak informasi."
Sasuke memeluk Sakura, menyembunyikan wajahnya di leher gadis itu, "Aku serius."
Sakura menahan Sasuke dengan satu tangan, terkikik, "Aku tahu siapa kau, Boo."
"Kalau begitu bantu aku," Sasuke menatap Sakura, menempelkan kening mereka, "Manjakan aku atau biarkan aku pergi."
Mata Sakura melebar, "Kau tidak benar-benar menawarkan diri padaku, kan?" ucapnya bercanda.
"Ya, hampir seperti itu," ucap Sasuke mengakui, "Boleh aku mendapat ciuman?" tanyanya dengan puppy eyes.
Sakura mencium pipi Sasuke, "Apa lebih baik?"
Sasuke menggelengkan kepalanya.
"Oke," Sakura mencium dagu Sasuke, "Bagaimana sekarang?"
Sasuke memutar matanya, "Lebih ke atas."
Sakura terkikik dan mencium hidung Sasuke, "Di sini?"
"Ugh." Sasuke menyerah dan berbaring di tempat tidur lagi, menutup matanya.
Sakura tertawa dan duduk, "Boo-ku yang malang," Ia memeluk Sasuke, mencium lehernya perlahan, Sasuke mengerang dan Sakura tersenyum pada dirinya sendiri ketika ia merasakan lengan Sasuke di sekelilingnya. Ia menggerakkan bibirnya dengan lembut ke telinga Sasuke, menggigit cuping telinga pemuda itu.
"Hmm Saku," gumam Sasuke dengan mata masih tertutup dan mulai membelai punggung Sakura dengan lembut. Sakura membelai perut Sasuke di balik kaosnya, menggelitik tubuh pemuda itu dengan ujung jarinya. Pada saat ini Sakura sudah terbiasa menunjukkan kasih sayangnya pada Sasuke, jadi semuanya terasa lebih mudah.
Sakura mencium cuping telinga Sasuke, "Boo, apa kau yakin kita bisa melakukan ini?"
Sasuke mengangguk pelan, "Kenapa kau begitu takut akan segalanya?"
Sakura menghela napas, benar-benar memikirkan pertanyaan Sasuke. Ia menggigit bibir bawahnya, "Aku tidak tahu."
Sasuke membelai pipi Sakura, "Apa yang kau pikirkan?"
"Kita," jawab Sakura hampir berbisik, "Kita sangat berbeda satu sama lain. Maksudku, kau sangat berani dan aku selalu takut dengan apa yang akan orang pikirkan atau katakan."
Sasuke memanjakan leher Sakura dengan bibirnya, "Kau tidak perlu takut, Cherry. Aku di sini untuk melindungimu."
Sakura tersenyum, "Kau sangat lembut dan manis saat kau mau."
Sasuke tertawa, "Ya," ucapnya, "Dan kau kasar dan bersemangat."
Mata Sakura melebar, "Aku tidak begitu. Aku juga lembut."
"Ya, kau lembut," ucap Sasuke sarkastis, "Caramu menciumku semalam membuktikannya, eh?" Ia tertawa, "Kau harus melihat punggungku tergores kukumu!"
"Oh," Sakura memerah, "Ya, aku sedikit kehilangan kendali di sana."
"Tapi aku suka itu," Sasuke mengangkat kepalanya untuk mencium bibir Sakura, tapi gadis itu menolehkan wajahnya.
"Ada apa?"
Sakura duduk di atas perut Sasuke, "Kau tidak berpikir aku buruk dalam hal itu, kan?" tanyanya, "Maksudku, aku tidak pernah mencium siapa pun seperti aku menciummu," Ia mendesah, "Sebenarnya, aku tidak pernah mencium siapa pun sama sekali."
Sasuke duduk di tempat tidur, dengan Sakura masih di pangkuannya, "Kau tidak pernah mencium siapa pun kecuali aku? Bahkan Pain?"
"Dia tidak pernah menghubungiku lagi ketika kau merusak kencan kami."
Sasuke memeluk Sakura, tertawa, "Itu rencana yang bagus, bukan?"
"Rencana yang luar biasa," Sakura berpura-pura tersenyum.
Sasuke memberi ciuman ringan di leher Sakura, "Ayolah, itu benar-benar rencana bagus."
Sakura mendorong Sasuke ke belakang dengan lembut, mengusap lengan pemuda itu, "Tidak."
Sasuke tersenyum, menatap mata emerald Sakura, "Ya."
Sakura melepas kaos Sasuke perlahan; ia membelai perut pemuda itu, "Kenapa kau selalu mengacaukan segalanya untukku? Maksudku, aku sangat menyukai Pain dan kau tidak membiarkan aku berkencan dengannya."
"Pain menginginkan sesuatu yang tidak bisa kau berikan padanya," Sasuke meletakkan tangannya di perut Sakura.
Sakura tersenyum, "Oh, dia ingin menyentuhku seperti kau menyentuhku?"
Sasuke mengangguk, "Aku satu-satunya yang diijinkan menyentuhmu, Saku."
"Kenapa begitu?"
"Karena," ucap Sasuke, mencium tulang selangka Sakura.
Sakura menutup matanya, "Karena?"
"Aku Boo-mu," Sasuke menghisap leher Sakura dengan keras. "Ngomong-ngomong, bagaimana mungkin kau bisa menciumku dengan luar biasa jika kau belum berlatih sama sekali?"
Sakura melompat dari pangkuan Sasuke, "Aku tidak melakukan apa-apa. Tubuhku bereaksi sendiri, aku bersumpah."
"Saku, kemarilah," pinta Sasuke, ia duduk di tepi tempat tidur.
Sakura menggelengkan kepalanya, "Tidak."
Sasuke berdiri dan berjalan ke arah Sakura, memeluk gadis itu, "Cherry, aku sangat suka bagaimana tubuhmu bereaksi."
Sakura terkikik, "Aku pikir tubuhku juga sangat menyukaimu," Ia mengakui, "Setiap kali kau di sekitarku, aku kehilangan kendali atas tindakanku."
"Ha! Sudah kubilang tubuh kita bertingkah seperti yang mereka inginkan kadang-kadang."
Sakura memperhatikan Sasuke dengan matanya, tersesat di perut Boo-nya. Ya Tuhan, ia sangat mencintai tubuh Sasuke hingga ia bisa bersumpah darahnya mengalir deras di dalam dirinya, "Sial, aku mencoba mengendalikan diriku sekarang, tapi kau begitu luar biasa dan itu tidak membantu sama sekali." Emeraldnya beralih ke bibir Sasuke kemudian ke perut pemuda itu lagi, "Astaga."
Sakura mendorong keras Sasuke ke dinding, menekan tubuhnya ke tubuh Sasuke dan menyerang leher pemuda itu dengan lidah dan bibirnya. Sasuke memegang pinggang Sakura berjaga-jaga kalau gadis itu akan berubah pikiran, "Kau benar-benar penggemar beratku, Saku."
"Memang," Sakura menggigit leher Sasuke dan pemuda itu mengerang kesakitan.
"Cherry, kau tidak bisa lembut, eh!"
"Aku sedang bertingkah kasar di sini," Sakura membelai perut Sasuke dengan ujung jarinya, "Kau sendiri yang mengatakan bahwa kau menyukainya."
Sasuke tersenyum sebelum menangkap daun telinga Sakura dengan bibirnya, "Apa yang bisa kukatakan? Aku juga penggemar beratmu."
Sakura menyeringai dan menghisap leher Sasuke keras-keras, jarinya terus mengusap perut pemuda itu.
"Tapi aku akan mengajari sayangku untuk bersikap lembut juga," ucap Sasuke, membawa Sakura ke tempat tidur dan membaringkan tubuh gadis itu dengan lembut di sana.
Seluruh tubuh Sakura berdesir dan erangan kesenangan keluar dari bibirnya. "Sayangku?"
Sasuke mengangguk, menempelkan kening mereka, "Saku, apa kau mencintaiku?"
Sakura tersenyum, "Tentu saja."
"Oke," ucap Sasuke, "Aku ingin kau membuktikannya kalau begitu."
Sakura membelai rambut hitam Sasuke, "Bagaimana caranya?"
"Bagaimana kalau kita... kau tahu maksudku, kan? Ini akan membuat perjalanan kita benar-benar istimewa."
Sakura menggigit bibirnya, mengabaikan kupu-kupu di perutnya, "Aku tidak tahu."
Sasuke menghela napas sebelum jari-jarinya membelai pipi Sakura, "Kau bilang aku tidak pernah takut, tapi aku begitu tersesat dalam dirimu, Saku," Ia mengakui, "Dan itu benar-benar menakutiku."
Sakura menutup matanya, emosi menguasai tubuhnya lagi, "Aku mengerti perasaan itu."
"Aku bukan orang yang egois," ucap Sasuke, "Tidak selalu," Mereka tertawa dan Sasuke melanjutkan, "Aku mengerti kau takut, tapi aku tidak bisa berpura-pura aku tidak menyukai rasamu."
Sakura tersenyum, "Kau suka?"
"Aku suka," ucap Sasuke lembut.
Bibir Sakura tersenyum tipis, "Aku juga."
Sasuke menyeringai, "Baiklah, jadi ayo kita adakan vote," Ia duduk di tempat tidur.
Sakura mengangkat alisnya dengan bingung, "Vote?"
Sasuke mengangguk, "Ya, siapa yang ingin membuat malam ini menjadi malam yang tak terlupakan?" ucapnya, sambil mengangkat kedua tangannya.
Sakura terkikik, "Kau sangat bodoh."
"Kau tidak akan memilih?" tanya Sasuke pada Sakura, berkonsentrasi.
Perlahan Sakura mengangkat tangannya, "Oke, kau mendapat vote dariku."
"Luar biasa," Sasuke setengah berbaring di atas Sakura lagi, "Kurasa aku tidak akan pernah bosan denganmu, Saku."
Sakura tersenyum dan memijat daun telinga Sasuke.
"Kau benar-benar seksi, Saku. Aku ingin sekali merasakan bibirmu menempel di bibirku lagi."
Sialan Sasu. Dia tahu persis bagaimana merangsangnya, eh? Batin Sakura. Ia menyeringai, "Oh, Boo-ku," ucap Sakura, "Kemarilah, kau akan mendapat ciumanmu."
Sasuke tersenyum sebelum menempelkan bibirnya ke bibir Sakura, kini perasaan yang telah mereka bangun mulai berlipat ganda.
Sakura memijat cuping telinga Sasuke, menarik diri dari ciuman itu. "Uhm, Sasu?" tanyanya, bibirnya masih menempel di bibir Sasuke, "Kita tidak akan memberitahu Tousan dan Kaasan, kan?"
Sasuke mengangguk dan menangkap bibir Sakura lagi. Sakura tersentak sesaat saat ia berusaha menguasai dirinya, tapi sebelum ia bisa memikirkan apa pun, tubuhnya bereaksi terhadap ciuman Sasuke. Ia balas mencium Sasuke dengan bergairah. Sasuke ternyata benar; mereka tidak bisa mengendalikan tubuh mereka lagi.
Jari Sakura menjalar ke punggung Sasuke dan ia merasakan seluruh tubuhnya lemas ketika pemuda itu menghisap lidahnya. Sasuke menarik diri dari ciuman mereka dan membuka kancing celana jeans Sakura, menariknya sedikit ke bawah dan mengelus perut gadis itu dengan lembut.
Sakura memejamkan matanya, sedikit melengkungkan punggungnya, payudaranya naik turun seirama dengan tarikan napasnya. Tindakan tak sadar dari tubuh Sakura itu menarik perhatian Sasuke dan Sasuke mendapati dirinya ingin menyentuh payudara Sakura lagi. Ia mencoba mengendalikan dirinya setidaknya untuk saat ini dan menggerakkan bibirnya ke leher Sakura, memusatkan perhatiannya pada leher, tulang selangka dan daun telinga gadis itu, mendengar erangan manis dari gadis itu setiap kali ia menyentuh titik lemahnya.
Mata Sakura melebar ketika ia merasakan bagian diantara pahanya terasa basah lagi ketika tangan Sasuke sedikit bertumpu pada payudaranya dan bergerak lambat ke perutnya. "Boo?"
Sasuke menghisap tulang selangka Sakura, "Ya, Saku."
Sakura mengambil napas dalam-dalam, mengabaikan bahwa setiap kali tangan Sasuke semakin dekat dengan celana dalamnya, ia merasa lebih basah. Ia tahu dirinya menyukai sentuhan Sasuke, tapi apakah ini cukup untuk memberikan pemuda itu keperawanannya? Tentu saja Sasuke istimewa baginya, tapi mereka telah berkencan berapa lama? Empat hari, atau mungkin lima hari? Ini terlalu cepat dan jelas terlalu rumit. Ini adalah hari terakhir mereka bersama dan mereka harus kembali ke kenyataan begitu mereka tiba di rumah. Mungkin tidur dengan Sasuke bukanlah ide yang bagus jika mereka tidak bisa memiliki masa depan bersama.
Sakura tersentak membayangkan melakukan hubungan seks dengan seseorang yang tidak akan seromantis seperti yang ia inginkan. Untuk sesaat ia merasakan perutnya seperti diikat menggunakan simpul kuat dengan cara yang buruk dan membuatnya ingin muntah memikirkan bahwa ia sangat ingin menjadi kekasih Sasuke namun setelah esok hari, mereka akan berakhir hanya menjadi teman baik lagi, semua hal yang mereka lakukan selama seminggu ini hanya akan menjadi kenangan...
Sakura menghela napas, "Kurasa aku tidak siap untuk ini," Sasuke cepat-cepat berhenti mencium leher Sakura dan gadis itu memerah, "Maaf, Sasu."
Sasuke berpura-pura tersenyum, mengangguk dan mengecup bibir Sakura singkat. Ia bangkit dan pergi ke kamar mandi, memandangi dirinya sendiri di depan cermin seraya memercikkan air dingin ke wajahnya, berusaha mengembalikan warna normal pipinya. Ia melihat Sakura muncul di belakangnya dan ia menoleh ke belakang saat gadis itu memeluknya.
"Kau marah padaku?"
Sasuke berbalik dan mencium kening Sasuke, "Tentu saja tidak, Cherry."
Sakura bernapas lega, "Baguslah."
"Kau tidak menginginkannya, dan aku menerimanya," ucap Sasuke, berjalan kembali ke kamar dan mengambil kaos dan kemejanya. Ia berbalik lagi, memperbaiki pakaiannya dan menyaksikan ekspresi Sakura berubah dari kebingungan menjadi kesedihan.
Sasuke berjalan ke arah Sakura dan memeluk pinggang gadis itu, "Aku tahu apa yang kau pikirkan, tapi aku berjanji semuanya akan baik-baik saja," Ia mencium kening Sakura lagi, "Apa kau percaya padaku?"
Sakura mengangguk, "Selalu."
"Bagus," Sasuke tersenyum dan menjauh dari Sakura, "Ganti pakaianmu, aku akan membawamu ke suatu tempat, Saku."
"Kemana?!"
Sasuke tertawa, "Ini kejutan."
Sakura meletakkan kopernya di atas tempat tidur, mencari pakaiannya, "Aku benci kejutan."
"Aku tahu," Sasuke mengedipkan matanya, "Aku pergi sebentar."
Sasuke berjalan keluar kamar dan menutup pintu. Ia melangkah menuju ke kamar Tsunade. Ia harus membuat beberapa negoisasi untuk dapat melakukan apa yang ia inginkan, tapi ia pandai meyakinkan orang, mungkin ia bahkan bisa berkarir di bidang hukum ketika ia kuliah.
Setelah beberapa menit berlalu, Sasuke akhirnya kembali ke kamar, mengabaikan pertanyaan Sakura tentang dari mana ia dan melakukan apa. Ia segera mencari jumper di dalam tas punggungnya lalu memberikannya pada Sakura, "Pakai ini."
Sakura tampak bingung, "Untuk apa?"
Sasuke memutar matanya, "Pakai saja, Saku."
Sakura melakukan apa yang Sasuke minta; lalu pemuda itu memegang tangannya, menariknya ke koridor, masuk ke dalam lift dan kemudian membawanya ke luar hotel.
"Ke mana kita pergi, Sasu? Sekarang sedang hujan."
Sasuke menutupi kepala Sakura dengan hoodienya, mencium kening Sakura, "Aku janji kau akan menyukainya."
"Bagaimana denganmu? Kau akan basah," protes Sakura.
Sasuke mengabaikan Sakura lagi dan mencari taksi, "Itu dia," Ia menarik tangan Sakura, mendorong gadis itu ke dalam mobil.
"Oh, pelan-pelan, Boo," Sakura mengejek Sasuke.
Sasuke duduk di samping Sakura dan tersenyum pada gadis itu, "Tutupi telingamu."
"Untuk apa?"
Sasuke menghela napas, "Astaga Saku, kau terlalu banyak bertanya!"
Sakura cemberut, "Maaf."
Sasuke memastikan Sakura menutupi telinganya dan ia segera berbicara dengan pengemudi arah tujuan mereka. Sakura meletakkan tangannya di lutut Sasuke dan Sasuke mulai mengetuk-ngetukkan ujung jarinya perlahan-lahan di punggung tangan gadis itu. Sakura memejamkan mata, berpikir mungkin Sasuke marah padanya hingga bersikap diam seperti ini, tapi seandainya saja Sakura bisa berada di dalam pikiran Sasuke selama sehari, gadis itu akan tahu bahwa Sasuke hanya tenggelam dalam pikirannya.
Sebagian dari diri Sasuke berharap mereka bisa tinggal di London selamanya dan sebagian lagi mengetahui bahwa ia terlalu sulit untuk mengabaikan semua yang terjadi dalam seminggu bersama Sakura dan berpura-pura mereka adalah orang yang sama yang masuk ke dalam pesawat seminggu yang lalu. Andai Sakura tahu bagaimana takutnya ia sekarang mungkin gadis itu tidak akan pernah menyebutnya pemberani seperti yang gadis itu pikir. Sasuke begitu takut, tidak, bukan takut dengan apa yang akan dikatakan orang-orang atau bahkan apa yang akan dikatakan orang tua mereka jika mereka memutuskan untuk bersama. Ia hanya takut akan kehilangan Sakura-nya; ia tahu Sakura mempunyai perasaan untuknya dan ia cukup yakin ia merasakan hal yang sama untuk Sakura, tapi sial, Sakura selalu begitu khawatir dengan apa yang akan orang lain pikirkan... Sasuke tahu itu akan menghancurkan hati Sakura jika orang-orang mulai mengatakan hal-hal buruk tentang hubungan mereka, tapi akan lebih buruk jika orang tua mereka tidak mengijinkan mereka bersama, itu akan menghancurkan hati Sakura berkeping-keping dan Sasuke seratus persen yakin ia tidak ingin melihat itu terjadi.
"Apa kau marah padaku?" tanya Sakura pelan, menatap jari-jari Sasuke yang mengetuk punggung tangannya, "Karena aku tidak bisa melakukan 'itu'?"
Sasuke melihat ke bawah ke tangannya juga, "Tentu saja tidak," Ia mengusap bagian belakang lehernya dengan tangannya yang lain, "Maaf aku tidak sadar aku melakukannya."
"Aku tahu," Sakura mencium pipi Sasuke dengan cepat, "Jangan khawatir."
Sakura memandang rintik hujan menerpa jendela mobil. Ia memperhatikan orang-orang yang berlarian di jalan mencoba mencari tempat yang hangat. London adalah kota yang sangat bagus dan ia sangat menyukai segalanya, bahkan cuaca hujan sekalipun. Ia yakin setiap kali ia memikirkannya senyum lebar akan muncul di wajahnya, terlebih karena momen spesialnya dengan Sasuke yang ia bagikan di sana.
Sakura merasakan Sasuke meraih tangannya dan mengaitkan jari-jari mereka, "Oh, aku mendapatkan Boo manisku kembali." ucap Sakura.
Sasuke tersenyum, meletakkan kepalanya di bahu Sakura, membelai punggung tangan gadis itu dengan ibu jarinya, "Aku akan bersikap lembut, aku janji."
Sakura mengusap rambut Sasuke yang basah menjauh dari matanya, "Kau sangat manis."
"Kau juga," ucap Sasuke dengan suara serak, "Aku akan merindukan kebersamaan kita di sini."
Sakura mengangguk, merasa ia bisa menangis sekarang juga, "Aku juga."
Mobil berhenti di depan stasiun kereta api, Sasuke dan Sakura keluar dari mobil dan dalam diam Sakura membiarkan Sasuke membimbingnya.
"Tetap di sini," ucap Sasuke.
Sakura mengangguk, memperbaiki rambutnya dan melihat Sasuke membeli tiket untuk menuju ke suatu tempat. Sekitar lima menit kemudian, Sasuke kembali, meletakkan dompetnya di belakang saku celana jeansnya.
"Kita akan berangkat 10 menit lagi."
Sakura memeluk Sasuke, "Ke mana kita pergi, Sasu?"
Sasuke balas memeluk Sakura kembali, "Sudah kubilang ini kejutan."
"Oke," Sakura menghela napas dan membelai dada Sasuke, "Tubuhmu basah."
Sasuke mencium rambut Sakura, "Tidak masalah, asalkan kau tidak."
Suara speaker terdengar dan mulai membacakan jadwal keberangkatan.
"Oh, sial," Sasuke melihat sekeliling, "Ini akan mengacaukan kejutanku."
"Siapa?" tanya Sakura bingung,
"Apa kau bawa earphone?" tanya Sasuke dan Sakura mengangguk, "Kenakan earphonemu dan nyalakan musik... yang keraas."
Sakura melakukan apa yang Sasuke katakan dan keduanya berjalan ke kereta. Mereka mencari dua kursi kosong, berdampingan; Sakura menyandarkan kepalanya di bahu Sasuke dan dengan cepat tertidur ketika kereta mulai bergerak. Sasuke tetap terjaga, memperhatikan Sakura tidur dan mengagumi kecantikan yang masih ada disampingnya ini, setidaknya untuk hari ini.
Sekitar satu jam kemudian, mereka tiba di tempat tujuan. Sasuke membimbing Sakura keluar dari stasiun kereta, ia memandang ke atas dan melihat matahari muncul malu-malu.
"Oh, lihat siapa yang ada di sini juga," ucap Sasuke, memandang ke langit.
Sakura tersenyum, "Boleh aku membuka mataku sekarang? Aku ingin melihat siapa yang ada di sini juga."
Sasuke melepas tangannya dari mata Sakura yang masih tertutup, "Jangan buka sampai aku menyuruhmu."
Sakura mengangguk pelan, Sasuke memeluknya dari belakang, melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu, "Nah, buka matamu, Cherry," bisiknya di telinga Sakura.
Sakura terkikik dan ketika matanya melihat di mana ia berada, ia tersenyum lebar, "OH KAMI-SAMA."
Sasuke tersenyum, meletakkan dagunya di bahu Sakura, "Selamat datang di Cambridge, Saku."
***
Sasuke duduk di sebuah bangku dan menunggu sampai Sakura kembali. Ia benar-benar lelah setelah mengunjungi museum, gereja, universitas, dan bahkan pemakaman. Kenapa ada orang yang suka melakukan kunjungan semacam ini? Sasuke tidak bisa memahaminya sama sekali. Tapi ketika Sakura kembali, dengan senyum lebar di wajahnya dan duduk di pangkuan Sasuke, mengatakan bahwa ini adalah hal terbaik yang pernah dilakukan seseorang padanya, kelelahan Sasuke menghilang, melihat Sakura bahagia adalah perasaan terbaik yang bisa dirasakan Sasuke.
Sakura memeluk leher Sasuke, mencium pipi pemuda itu, "Hari ini adalah hari yang sangat istimewa bagiku Boo, dan aku tidak akan pernah melupakannya."
Sasuke membelai pipi Sakura, "Aku tidak bisa membiarkanmu pulang tanpa mengunjungi Cambridge, Saku."
Sakura tersenyum, "Aku juga punya hadiah untukmu."
Sakura mengambil sesuatu di dalam tasnya dan memberikannya pada Sasuke.
"T-shirt Cambridge." Sakura bertepuk tangan bersemangat, "YAY!" Ia memandang Sasuke, "Apa kau tidak menyukainya?"
Sasuke tertawa, melepas bajunya dan memakai baju Cambridge barunya, "Aku menyukainya, Saku."
Sakura menempelkan bibirnya di bibir Sasuke, "Biru benar-benar warnamu."
Sasuke menggigit bibir bawah Sakura, "Hmm, Kaasan mengatakan hal yang sama."
Sakura menghela napas dan menunduk, "Aku khawatir dengan situasi ini, Boo."
"Aku tahu, tapi apa yang harus dikhawatirkan?"
Sakura memutar matanya, "Orang-orang mengira kau kakakku dan kita bermesraan?" Ia meletakkan kepalanya di dada Sasuke, "Bukankah itu aneh?"
Sasuke membelai rambut Sakura, "Orang-orang perlu mengurusi hidup mereka sendiri sebelum mengkritik kita, Saku," Ia tertawa meskipun situasi mereka tidak lucu sama sekali, "Ketika kita sampai di Jepang, semuanya akan sama lagi, aku janji."
Sakura mendongak dan Sasuke mencium hidungnya.
"Sekarang tersenyumlah, "Sasuke meniru aksen Inggris, "Kita di Cambridge, Saku."
Sakura terkikik, "Kau lucu, Boo."
Sasuke tersenyum, "Aku tahu," dan kemudian berdiri dengan Sakura di gendongannya, Sakura terkikik keras membuat semua orang memandang mereka dan tersenyum pada kebahagiaan pasangan muda itu.
"Ayo kembali sebelum kita ketinggalan kereta. Aku ingin memamerkan baju Cambridge baruku."
Sakura mengangguk, mencium bibir Sasuke ringan, "Tunggu, satu lagi."
"Apa?" tanya Sasuke, menurunkan Sakura dari gendongannya.
"Terima kasih banyak untuk ini."
Sasuke mengangguk dan tersenyum, "Tidak masalah sama sekali..."
***
Ketika mereka tiba kembali di hotel, Tsunade sudah menunggu mereka di aula, menyayangkan tindakan Sasuke karena tak kunjung kembali. Sasuke menunggu dengan sabar sampai Kepala Sekolah selesai berbicara dan mengatakan pada wanita paruh baya itu bahwa ia menyesal telah membuat Tsunade khawatir, tapi ia meyakinkan Tsunade bahwa meskipun ia akan mendapatkan hukuman dua minggu ketika mereka kembali ke Jepang, ia akan melakukan semuanya dengan baik karena senyum Sakura ketika gadis itu berada di Cambridge adalah hal terbaik yang pernah dilihatnya.
Tsunade tiba-tiba berpikir itu adalah hal yang sangat manis yang seorang kakak lakukan pada adiknya, tindakan yang begitu peduli terhadap seorang adik perempuan, dan ia memutuskan untuk mencabut hukuman Sasuke.
Akhirnya mereka berjalan dalam diam menuju ke kamar mereka, Sakura masih memikirkan kata-kata yang Sasuke ucapkan pada Kepala Sekolah, "Aku tidak takut mengulanginya lagi hanya untuk melihat senyum di wajahnya".
Sakura menggigit bibirnya ketika ia berjalan masuk ke dalam kamar, berpikir betapa Sasuke peduli padanya hingga rela mengambil resiko kehilangan latihan basketnya selama dua minggu untuk menjalani hukuman dan itu semua hanya karena dirinya. Sial, itu benar-benar sesuatu yang luar biasa.
"Aku akan mandi lebih dulu," ucap Sasuke, mencium sisi kepala Sakura dan tersenyum, "Apa kau baik-baik saja?"
Sakura mengangguk, "Ya."
Sasuke sama sekali tidak percaya, "Hm, kau yakin?"
Sakura duduk di tempat tidur, menghindar untuk menatap Sasuke, "Yup."
Sakura menyalakan TV dan mengganti-ganti saluran tanpa minat. Tiba-tiba bayangan wajah kagum Sasuke ketika pemuda itu melihatnya telanjang untuk pertama kalinya dan sehari sebelumnya saat di kolam renang muncul di benaknya. Ia menyadari bahwa Sasuke melihatnya telanjang, tapi ia tidak pernah melihat Sasuke tanpa pakaian, Sasuke selalu mengenakan boxer atau celana pendek.
Sskura merubah posisinya menjadi berbaring, mengusap wajahnya dan mengerang frustrasi. Ia sepertinya akan menjadi gila karena ia bisa merasakan dirinya hampir kehilangan akal sehat. Ia menarik napas dalam-dalam, mengabaikan fakta bahwa tubuhnya bergetar karena penasaran.
Sakura berdiri, memastikan Sasuke tidak akan mendengar langkah kakinya saat ia berjalan mendekati kamar mandi, ia meletakkan tangannya di gagang pintu yang dingin, masih berpikir apakah ia benar-benar harus mengikuti perasaannya. Ia ingin membuktikan cintanya pada Sasuke. Ia ingin menunjukkan pada Sasuke betapa bersyukurnya ia karena memiliki pemuda itu dalam hidupnya. Jauh di lubuk hatinya, Sakura ingin melakukan hal yang sama seperti yang Sasuke lakukan untuknya, mempertaruhkan sesuatu yang penting hanya untuk melihatnya bahagia. Setidaknya untuk malam ini, ia tidak akan menggunakan otaknya seperti sebelumnya, kali ini ia akan mendengarkan hatinya.
Sakura mendorong pintu terbuka perlahan, berusaha untuk tidak membuat suara sama sekali. Ia ingin mengejutkan Sasuke dan ia harus diam-diam untuk ini. Ia melangkah masuk, melihat pakaian Sasuke berada di atas bak cuci, ia menggigit bibirnya ketika adrenalin mengalir di dalam tubuhnya. Ia menanggalkan semua pakaiannya, membiarkannya tergeletak di lantai dan masuk ke dalam kamar mandi.
Sasuke sedang mencuci rambutnya, menggumamkan sebuah lagu dan yang bisa dilihat Sakura hanyalah punggung Sasuke yang berotot dan pantatnya yang indah. Jantung Sakura berdebar kencang, tapi ia berhasil menenangkan diri. Tangan Sakura yang gemetar akhirnya menyentuh bahu Sasuke dan ketika pemuda itu berbalik menemukan Sakura yang benar-benar telanjang di depannya, matanya melebar dan Sasuke merasa seperti udara tidak lagi ada di sana.
Sakura menghindari kenyataan bahwa matanya ingin melihat ke bawah, ia tersenyum pada Sasuke, "Boleh aku mandi denganmu?"
Sasuke kehilangan kata-katanya, ia hanya memandang Sakura dari atas ke bawah, mulutnya menganga pada kecantikan gadis itu. Oh Kami-sama, ia mungkin sudah mati dan berada di surga. Hanya itu yang bisa Sasuke pikirkan ketika matanya menatap sosok mungil di depannya, rambut merah mudanya yang panjang terurai menyembunyikan leher dan putingnya, perutnya yang rata dan kakinya yang jenjang lebih cantik daripada yang Sasuke imajinasikan.
"Astaga, kau sangat cantik," ucap Sasuke, mencoba fokus pada napasnya lagi.
Wajah Sakura memerah, otaknya tidak mematuhinya lagi dan rasa penasaran serta kesenangan mengalahkan dirinya, kini emeraldnya yang bulat bergerak turun. Ketika pikiran dan matanya menangkap perut, kejantanan, dan kaki Sasuke, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengamatinya. Ia ingin merekam momen ini selama sisa hidupnya, wajah Sasuke, tubuh Sasuke, apa yang dirasakannya, itu adalah sesuatu yang istimewa. Ia mungkin tidak akan merasa seperti ini lagi seumur hidupnya. "Wow..." ucap Sakura berbisik.
Sasuke maju selangkah lebih dekat pada Sakura, "Boleh aku memandikanmu?"
Sakura tidak menjawab dengan kata-kata, tapi ia mengangguk. Sasuke mengambil sabun dan mulai mengoleskannya ke tubuh Sakura; leher, payudara, perut, pinggul, kemaluan, paha dan kaki.
Sakura tidak bisa menahan senyum ketika Sasuke menyentuhnya. Sasuke begitu manis dan lembut padanya hingga ia merasa seperti akan sekarat setiap kali Sasuke menyentuh tubuhnya.
Sasuke membalik tubuh Sakura dan mengusap lembut punggung gadis itu dengan sabun. Ketika selesai, ia mulai mencuci rambut gadis itu dengan sampo dan kondisioner.
Sasuke mencium bibir Sakura dengan cepat dan Sakura membelai dada pemuda itu, "Apa giliranku?" tanya Sakura.
Sasuke menggelengkan kepalanya, "Kurasa aku tidak bisa menanganinya jika kau menyentuhku seperti yang kulakukan padamu," ucapnya mengakui.
Sakura melihat ke bawah dan melihat kejantanan Sasuke benar-benar ereksi sekarang. Tapi kali ini ia tidak merasa takut sama sekali, ia kagum, bagian tubuh itu benar-benar indah dan besar, sama sekali berbeda dari apa yang ia lihat di kelas biologinya saat membahas reproduksi manusia. Tubuh Sasuke sempurna, menawan, dan menakjubkan. Tangannya perlahan meraih kejantanan Sasuke, menyentuh ujungnya yang membengkak dengan lembut, yang membuat Sasuke mundur selangkah.
"Maaf," Sakura memerah, "Apa aku menyakitimu, Sasuke-kun?"
Sasuke menggelengkan kepalanya, "Jika kau menyentuhnya, kita tidak bisa ke tempat tidur, Cherry."
Sasuke melangkah keluar dari kamar mandi, melilitkan handuk di pinggangnya dan membawa satu handuk lagi untuk Sakura, melilitkannya di tubuh gadis itu juga.
Sasuke menggendong Sakura, "Aku akan memberimu tumpangan."
Sakura terkikik dan mencium leher Sasuke, "Kau sangat manis."
Sasuke menempatkan Sakura dengan lembut di tempat tidur, mencium keningnya dan setengah berbaring di atas gadis itu. Mereka tidak mengatakan sepatah kata pun, hanya saling menatap kagum dan penuh kasih sayang... membuat kata-kata tidak diperlukan sama sekali pada saat ini.
Tidak perlu mengatakan 'Aku mencintaimu', mereka berdua tahu seberapa besar mereka jatuh cinta meskipun itu tidak keluar dari mulut mereka. Jantung mereka yang berdegup kencang di dalam diri mereka yang akan menunjukkan semuanya, melalui ciuman, belaian, dan akhirnya, tindakan puncak mereka.
"Kau yakin sudah siap?" tanya Sasuke, membelai rambut Sakura.
Sakura mengangguk, "Aku yakin," Ia membelai pipi Sasuke, "Aku tidak akan pernah menyesal melakukan apa pun denganmu atau untukmu."
Sasuke tersenyum sebelum menangkap bibir Sakura ke dalam ciuman penuh gairah, kali ini perlahan dan dengan hati-hati, ia tidak ingin Sakura takut dengan rasa bersemangat yang ia rasakan saat ini.
Sakura merindukan bibir Sasuke di bibirnya begitu pemuda itu menarik diri dari ciuman mereka dan menyerang leher dan tulang selangkanya dengan begitu lembut, ya, Sasuke memang begitu lembut.
Sakura mengerang pelan dan membelai rambut belakang Sasuke sementara pemuda itu melepas handuk dari tubuh Sakura, menatap tubuh telanjang gadis itu yang berbaring di tempat tidur dengan mata kagum.
Sakura menutup matanya ketika ia merasakan bibir Sasuke di payudaranya, menghisap dan menjilati putingnya hingga sangat sensitif. Tangan Sakura bergerak melewati punggung Sasuke, berhasil menarik handuk yang meliliti tubuh pemuda itu. Ia melemparkan handuk itu ke lantai dan membelai pantat Sasuke.
Sasuke tersenyum dan mencium Sakura ringan, kemudian menempelkan kening mereka, "Jika kau memintaku untuk berhenti, aku akan berhenti."
Sasuke menyeringai ketika Sakura melebarkan kakinya, mengundang Sasuke untuk berbaring di atasnya. Sasuke menempatkan dirinya di atas Sakura, memastikan gadis itu cukup sibuk dengan ciuman dan belaiannya sehingga tidak akan merasa terlalu sakit.
Sasuke memainkam bibirnya di telinga Sakura, "Mungkin akan sedikit sakit, Cherry."
Sakura mengangguk, "Aku tahu."
Sakura memejamkan matanya ketika ia merasakan kejantanan Sasuke perlahan-lahan menerobos masuk ke dalam dirinya. Ia mencengkeram seprai dengan kuat, berusaha untuk tidak menjerit karena tekanan di dalam dirinya semakin berat.
Sasuke telah benar-benar berada di dalam diri Sakura, tapi ketika ia merasakan Sakura bergetar di bawahnya, ia memutuskan untuk menghentikan gerakannya, memberi Sakura waktu untuk terbiasa dengan tubuhnya. "Kau baik-baik saja?"
Sakura hanya mengangguk dengan mata masih tertutup ketika setetes air mata mengalir di pipinya. Sasuke menjilat air mata itu, mencium leher dan tulang selangka Sakura selama beberapa menit, mengabaikan perasaannya yang butuh melanjutkan gerakannya.
"Sasuke-kun, bergeraklah, aku sudah merasa lebih baik," ucap Sakura berbohong.
"Aku bisa menunggu," ucap Sasuke berbohong juga.
Sakura menarik wajah Sasuke dan mencium pemuda itu dalam-dalam. Sasuke melepaskan ciuman itu dan mulai bergerak perlahan di dalam diri Sakura, membelai tubuh Sakura dengan tangannya yang panas, mengirimkan gelombang kejut pada gadis itu.
Sakura memeluk leher Sasuke, tubuh mereka menjadi satu. Sasuke menyembunyikan wajahnya di leher Sakura, tapi ia harus membungkam Sakura dengan ciuman ketika gadis itu mulai mengerang, sekarang gadis itu tampaknya telah menikmati kegiatan mereka.
Sasuke membawa Sakura ke suatu tempat yang Sakura tak pernah mengira ia bisa pergi sebelumnya dan begitu pula sebaliknya yang dirasakan Sasuke. Entah bagaimana tubuh mereka seolah diciptakan sempurna untuk satu sama lain.
Setelah Sasuke meledak di dalam diri Sakura, ia membiarkan tubuhnya yang lemah jatuh di atas gadis itu, merebahkan kepalanya di payudara Sakura, mencoba menormalkan napasnya. Sakura begitu menakjubkan, mereka berdiam di posisi yang sama selama beberapa menit. Tarikan napas berat mereka menjadi satu-satunya yang terdengar di ruangan itu.
Beberapa menit kemudian, Sasuke telah merasa lebih baik dan berganti posisi dengan Sakura, kini gadis itu yang merebahkan kepalanya di dada Sasuke.
"Bagaimana perasaanmu?" tanya Sasuke dengan lembut.
Sakura mencium dada Sasuke, "Rasanya sedikit sakit."
"Kau menjadikanku laki-laki paling bahagia malam ini, Saku," ucap Sasuke, menciumi kepala Sakura, "Aku tidak akan pernah melupakannya."
Sakura mendongak, membelai dada Sasuke, "Aku akan melakukan apa saja untuk membuatmu bahagia, Boo."
Sasuke tersenyum, memejamkan matanya, dadanya masih naik turun saat ia bernapas. Sakura mengaitkan jari-jarinya dengan jari-jari Sasuke, ia memejamkan matanya juga, tak pernah merasa menyesal, bahkan sedetik pun ia tak menyesal telah memberikan keperawanannya untuk melihat senyum di wajah Sasuke...
***
To be continued
To be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)