Sasuke memandangi sosok telanjang yang tidur nyenyak di sampingnya, rambut merah mudanya yang panjang menempel di punggungnya ketika gadis itu berbaring telungkup. Mata Sasuke bergerak ke pinggang dan lekuk tubuh Sakura yang indah. Ia menjilat bibir bawahnya ketika kejantanannya mulai terangsang, perhatiannya beralih ke pantat Sakura yang sempurna.
Sasuke memberikan ciuman manis di punggung Sakura, menjilatnya dengan ujung lidahnya lagi. Ia tersenyum ketika ia merasakan tubuh Sakura bergidik sedikit dan bergerak, mengerutkan alis dan mengerang dalam tidurnya. Ujung jari Sasuke perlahan-lahan mengusap punggung Sakura, membuat pola lingkaran pada kulit halus gadis itu.
Sakura tersenyum, ia bangun ketika ia menyadari apa yang dilakukan Sasuke. Sasuke menyeringai saat matanya menangkap senyum gadis itu. Hidung Sasuke menelusup di leher Sakura, menggelitik kulit gadis itu, memberikan ciuman-ciuman kecil di tengkuk dan pundak gadis itu.
"Pagi, cantik," ucap Sasuke lembut ketika Sakura berbalik dan membuka matanya, "Bagaimana tidurmu?"
"Seperti bayi," jawab Sakura diikuti tawa, menarik wajah Sasuke lebih dekat dan menempelkan bibirnya ke bibir Sasuke. Ia bisa merasakan lidah Sasuke mencari-cari lidahnya dengan tergesa-gesa. Ia mengerang dalam ciuman itu saat hasratnya semakin kuat, membuat lututnya lemas seperti jeli. Ia bisa bersumpah ia sudah begitu basah di bawah sana hingga ia merasa seolah akan menetes kapan saja.
Sasuke setengah berbaring di atas tubuh Sakura, ujung kejantanannya yang ereksi menggesek paha dan perut Sakura ketika ia bergerak untuk mencium gadis itu dengan lebih bersemangat. Jarinya membelai leher Sakura dan dengan mudah menemukan payudara gadis itu, mengusap pelan di sekitar puting gadis itu yang mengeras.
Sakura mengerang, tapi berubah frustrasi ketika ponselnya mulai bergetar di meja samping tempat tidur, yang juga menarik perhatian Sasuke.
"Abaikan itu," ucap Sasuke, memainkan lidahnya di tulang selangka dan leher Sakura, "Please, Saku."
Sakura mengangguk dan melebarkan kakinya. Sasuke menyeringai ketika ujung kejantanannya menyentuh klitoris Sakura, mengirimkan gelombang kejut ke tubuh mereka berdua.
"Ohh," Sakura menggigit bibir bawahnya, mencengkeram rambut belakang Sasuke, "Oh, sial," Ia menggigit leher pemuda itu, "Kau luar biasa, Sasuke-kun."
Sasuke akan menjawab ketika terdengar dering telepon lagi, tapi kali ini dari telepon kamar mereka.
"Lebih baik aku mengangkatnya, Sasuke-kun," ucap Sakura lembut, segera meraih gagang telepon, takut jika itu adalah telepon penting.
Sasuke memutar matanya dan terus menciumi leher Sakura, ia tidak akan berhenti berhubungan seks pagi hari ini dengan Sakura, bahkan jika itu adalah Tsunade yang menelepon.
"Halo?" ucap Sakura, "Oh, hei Hinata-chan," Sakura berusaha untuk tidak terdengar kecewa, lagipula Hinata tidak tahu bahwa sahabatnya itu mengganggu hubungan seks paginya dengan Sasuke. Ia memalsukan suara agar terdengar bersemangat dan memberi Sasuke senyuman, mencoba mendorong pemuda itu menjauh darinya, meskipun gagal.
"Sasuke-kun, ayolah," bisik Sakura, sambil menutupi gagang telepon, "Hinata sedang menelepon."
"Aku tidak peduli. Tutup saja teleponnya," jawab Sasuke keras kepala, memusatkan perhatiannya untuk memijat payudara kanan Sakura.
Sakura memutar matanya. Hinata, sahabatnya itu punya sedikit masalah dan Sakura tidak bisa memahaminya karena ia terlalu sibuk menginginkan Sasuke. Ya Tuhan, kadang-kadang manusia bisa begitu tidak dewasa.
"Ya, tentu," Sakura menghela napas, "Tidak, kau tidak mengganggu, Hinata-chan."
Mata Sasuke melebar, tapi Sakura mengabaikan ekspresi pemuda itu yang terkejut. Baiklah, jika Hinata dianggap tidak mengganggu, itu berarti Sakura tidak menganggap apa yang mereka lakukan ini penting. Sasuke memyeringai ketika sebuah ide bagus muncul di benaknya; ia akan menguji Sakura. Ia ingin melihat apakah Sakura akan menjadi teman yang super dan bisa melawan belaiannya atau apakah Sakura akan menyerah dan melakukan yang terbaik apa yang harus gadis itu lakukan di tempat tidur.
Sakura bergidik pada tatapan Sasuke dan tiba-tiba matanya melebar saat bibir Sasuke semakin mendekat ke payudaranya, mengecup masing-masing putingnya. Sasuke tidak bisa menahan seringainya ketika ia melihat usaha Sakura untuk berkonsentrasi pada percakapannya dengan Hinata. Dan Sakura sendiri tidak bisa menahan desiran di tubuhnya. Sialan Sasuke. Sakura tahu pemuda itu sedang mengujinya dan ia akan mencoba yang terbaik untuk tidak kalah.
"Benarkah?" ucap Sakura dengan suara lemah, berusaha memberi perhatian pada Hinata di telepon, "Aku tidak bisa mempercayainya. Terkadang Naruto benar-benar bodoh."
Sasuke membelai puting Sakura dengan lidahnya, menghisapnya dengan keras. Ia mendongak dan melihat Sakura memejamkan matanya, tubuh gadis itu sekarang bergetar dan napasnya menjadi berat. Sasuke menggigit puting Sakura dan gadis itu mengerang di telepon, kulit sensitif di payudaranya terasa menyiksa karena kenikmatan.
"Ya, pukul saja kepalanya," ucap Sakura berbohong, "Tidak, aku baik-baik saja."
Sasuke menyeringai dan menjilat perut Sakura, menciumi paha dan lutut gadis itu. Ia menandai setiap titik di tubuh Sakura, menghisap keras kulit halus gadis itu. Ia ingin meninggalkan namanya di tubuh Sakura dan menunjukkan kepada semua orang bahwa Sakura sudah mempunyai pemilik. Ia sangat posesif dan ia menunjukkannya dengan tindakan dan belaiannya.
Sakura memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam. Ia tahu ia sudah kalah dalam pertempuran dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk menghindari fakta bahwa ia begitu basah hingga cairannya sudah mulai menuruni pahanya.
"Umm, Hinata-chan?" Sakura membuka matanya lagi, menatap Sasuke, "Bagaimana jika nanti kutelepon lagi? Oke. Sampai jumpa."
Sakura menutup telepon dan menatap Sasuke dengan tatapan tajam. Sasuke tersentak ketika ia melihat ekspresi Sakura, ia tidak tahu apakah itu pertanda baik atau buruk. Mungkin saja Sakura bukan tipe bercanda ketika berhubungan seks, mungkin percakapannya dengan Hinata menarik dan Sakura marah karena gadis itu harus menutup telepon.
"Kau!" ucap Sakura dan melebarkan kakinya, "Masuk, SEKARANG!"
Atau mungkin Sakura terlalu bergairah.
"Keinginanmu adalah perintahku, Cherry," ucap Sasuke dengan seringai, sebelum memposisikan diri di antara kaki Sakura dan perlahan-lahan mendorong masuk ke dalam diri gadis itu. Ia mengerang ketika ia merasakan kejantanannya masuk jauh ke dalam. Ia meletakkan tangannya di pinggul Sakura saat seluruh tubuh gadis itu mulai bergetar.
"Tenang, Saku," Sasuke meggerakkan bibirnya di telinga Sakura, "Aku akan bergerak perlahan sampai tubuhmu bisa terbiasa dengan gerakan lebih cepat."
Sakura mengangguk, bibirnya menangkap bibir Sasuke lagi, lidah mereka bertempur sementara tangan mereka berlarian ke atas dan ke bawah pada tubuh satu sama lain. Dengan dipenuhi keringat, Sasuke menggeram di setiap dorongannya dan suara erangan Sakura juga membuatnya lebih bergairah, membuatnya mulai bergerak lebih cepat.
Sakura melingkarkan kakinya di sekeliling Sasuke, mengerang keras di setiap dorongan pemuda itu ke dalam dirinya. Persetan dengan 'Aku akan bergerak perlahan sampai tubuhmu bisa terbiasa dengan gerakan lebih cepat'. Sakura ingin lebih keras, lebih cepat dan ia menginginkannya sekarang.
"Oh astaga," erang Sakura, "Lebih cepat, Sayang."
Sasuke menyeringai pada nama panggilan barunya dan mulai bergerak dengan liar. Sasuke memutuskan untuk melakukan lebih banyak gerakan dalam hubungan seks daripada yang biasa ia lakukan dalam permainan basketnya. Dan ini sudah sangat banyak...
Jari Sakura meraih pantat Sasuke yang berotot ketika ia berusaha agar tidak berteriak. Tekanan yang Sasuke berikan sangat banyak, sensasi terbakar ini sangat besar. Keringat menghiasi tubuhnya dan ia melemparkan kepalanya ke belakang menikmati sensasi yang Sasuke kirim dengan tubuh dan tindakannya.
Sasuke menyerang leher dan tulang selangka Sakura ketika ia memompa keluar masuk lebih cepat dan lebih keras, mengangkat pinggul Sakura dari tempat tidur setiap kali ia bergerak masuk dan keluar.
Sasuke merasakan tangan lembut Sakura meraih wajahnya, menariknya ke dalam ciuman, gairah dalam gerakan Sasuke membuat Sakura lemas seperti jeli. Sakura melemparkan kepalanya ke samping, mengerang ke bantal ketika dinding vaginanya mengencang di sekitar kejantanan Sasuke, ia berteriak ketika ia akhirnya mencapai pelepasannya, membuat seluruh tubuhnya gemetar liar.
Sorot mata Sasuke menjadi lebih gelap ketika ia memompa lebih cepat dan Sakura berpikir bahwa ia pasti akan menjadi gila karena semua ini. Kuku-kukunya menekan punggung Sasuke, mengetahui bahwa tindakannya akan meninggalkan bekas, dan bahkan akan lebih banyak bekas dengan setiap kali Sasuke mendorong kejantanannya ke dalam dirinya dengan liar. Sakura mencium cuping telinga Sasuke dan Sasuke tidak bisa menahan lagi untuk tidak meledak di dalam diri gadis itu, membuat gelombang kejut meletus dan menjalar dalam dirinya.
Sasuke jatuh di atas tubuh Sakura, terengah-engah. Sakura melingkarkan lengannya di leher Sasuke dan menarik kepala pemuda itu ke dadanya. Keduanya terlalu lelah untuk membentuk kata-kata. Sasuke berguling ke samping, menarik Sakura ke pelukannya. Selama lebih dari sepuluh menit mereka hanya berdiam di posisi yang sama, benar-benar diam, memikirkan semua hal yang terjadi hanya dalam seminggu.
"Ini cara yang bagus untuk sebuah perpisahan," ucap Sakura dengan suara lemah, merasa terlalu rentan hingga ia bisa mulai menangis kapan saja. "Apa kau berpikir begitu?"
Sasuke tidak mengatakan sepatah kata pun; hanya mencium rambut Sakura yang basah, menghirup aroma tubuh gadis itu dan merasakan tubuhnya seolah tiba-tiba ditimpa beban berat saat realita menyerangnya. Saat memikirkan bahwa semuanya akan berakhir.
***
Begitu mereka mendarat di tanah Jepang lagi, Sasuke dan Sakura tahu mereka harus berpisah. Mereka sepakat bahwa semuanya akan kembali normal begitu mereka tiba di rumah, tapi bagaimana caranya mengabaikan perasaan yang lebih kuat dari apa pun yang pernah kau rasakan sebelumnya? Bagaimana caranya membiasakan diri untuk tidak mencium, memeluk, menyentuh satu sama lain ketika emosi yang kau rasakan begitu kuat hingga kau tidak dapat menyembunyikannya?
Fugaku dan Mebuki menjemput dua remaja itu di bandara dan mengajak mereka makan siang untuk merayakan kepulangan mereka. Orangtua mereka sama sekali tidak mengerti mengapa dua anaknya tampak begitu kacau selama makan. Ke mana dua remaja ceria yang mereka harapkan sudah melakukan perjalanan yang menyenangkan seminggu yang lalu? Sesuatu pasti terjadi di London, tapi dua remaja itu terus mengatakan semuanya baik-baik saja, dan orangtua mereka akhirnya berhenti bertanya, berpikir anak mereka mungkin hanya lelah.
Sakura bercerita sedikit tentang Cambridge, mengatakan bahwa itu adalah pengalaman terbaik yang ia miliki sepanjang hidupnya. Sasuke, hanya mengangguk ringan menyetujui ketika ditanya apakah ia menyukainya, mengatakan itu luar biasa, bahwa jika ia bisa, ia masih ingin berada di Inggris.
Setelah makan siang yang tenang, mereka pulang dan menemukan Daisy yang terlihat sangat senang. Sakura dan Sasuke sedikit bermain dengan anjing itu, tanpa berbagi pandangan satu sama lain, mereka takut kehilangan kendali dan mulai bermesraan di depan orang tua mereka. Itu tentu bukan ide yang bagus. Sejujurnya, mereka takut orangtua mereka akan tahu apa yang terjadi di London hanya dengan menatap mereka. Sasuke bisa berbohong sedikit, tapi Sakura tentu tidak bisa. Gadis itu terlalu jujur dan sorot matanya bisa mengatakan apapun. Mata itu adalah jendela bagi jiwa Sakura dan siapa pun bisa melihat keseluruhan tentang Sakura di dalamnya, tentang apa yang dipikirkan atau dirasakan Sakura meskipun gadis itu bahkan tidak mengatakan sepatah kata pun. Setelah bermain dengan Daisy, Sakura beranjak ke kamarnya, mengunci dirinya di dalam kamar sepanjang sore itu, bersembunyi di balik kebohongan bahwa ia butuh istirahat karena perbedaan zona waktu.
Ketika Sasuke naik ke lantai atas, setelah menceritakan pada orangtuanya seperti apa keadaan Inggris dan menunjukkan beberapa foto mereka di Cambridge, London Eye, dan tempat-tempat wisata lainnya, ia mendapati Daisy sedang tidur di koridor, memandangi pintu kamar Sakura dengan mata lucunya yang besar, berharap gadis itu mau membukakan pintu dan membiarkannya masuk ke dalam ruangan. Sasuke tersenyum pada anjingnya; Daisy hanya tergila-gila pada Sakura, tidak jauh berbeda dengan dirinya hari ini.
Sasuke duduk, menyandarkan punggungnya ke pintu kamarnya sendiri, "Hei Daisy."
Daisy menoleh ke belakang, mengibas-ngibaskan ekornya.
"Saku meninggalkanmu di luar, eh?"
Anjing itu berjalan ke arah Sasuke, meletakkan kepalanya di pangkuan Sasuke, menatap pemuda itu dengan mata sedih dan menggonggong.
"Apa kau sangat merindukannya?"
Daisy menggonggong, mungkin karena seseorang memberi perhatian padanya, tapi Sasuke tersenyum menganggapnya sebagai jawaban untuk pertanyaannya.
"Kita sama," ucap Sasuke, membelai telinga anjingnya, "Aku juga merindukannya, tapi kau jangan bilang siapa-siapa."
Daisy menguap dan menutup matanya dengan ringan, membukanya lagi ketika ia merasakan Sasuke berdiri.
"Ayo, Dais," panggilnya dan membuka pintu kamarnya. Daisy berlari ke tempat tidur Sasuke dan memposisikan dirinya dengan nyaman.
Sasuke berbaring di sana juga, menatap langit-langit dan membelai leher anjingnya. Ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan mulai sekarang. Ia tahu semuanya sudah selesai sekarang, mereka sepakat bahwa semuanya harus kembali normal. Tapi ia tidak tahu bahwa ini akan menjadi sangat sulit untuk tidak berada sangat dekat dengan Sakura setiap waktu lagi.
Sasuke mendengar pintu kamarnya dibuka dan jantungnya berdebar kencang memikirkan bahwa orang yang masuk ke kamarnya adalah Sakura, tapi ia tak bisa tidak merasa kecewa ketika melihat Mebuki lah yang berdiri di ambang pintu.
"Hei, Sayang," Mebuki duduk di tepi ranjang, "Apa semuanya baik-baik saja?"
Sasuke mengangguk pelan, "Ya Kaasan, kenapa?"
"Aku tidak tahu. Kau dan Sakura tampak berbeda, seperti saling menjauh. Apa semuanya baik-baik saja dengan kalian?"
"Kami baik-baik saja, Kaasan, hanya lelah."
Mebuki mengangguk, "Aku mungkin terlalu khawatir," Ia tersenyum, "Ayahmu dan aku akan berkunjung ke rumah keluarga Uzumaki. Kami akan kembali dalam beberapa jam, oke?"
Sasuke berbaring ke samping, "Tentu Kaasan, aku akan tidur sebentar."
"Baiklah," Mebuki membelai rambut hitam Sasuke, "Jika kau atau Sakura butuh sesuatu, hubungi saja ponsel Ayahmu."
Sasuke memejamkan mata dan menghela napas, mencoba untuk rileks ketika ibunya menutup pintu. Sepuluh menit kemudian, ia merasakan lelah dan kantuk menguasai tubuhnya.
Satu jam kemudian
Sakura mengetuk pintu kamar Sasuke tapi tidak mendapat jawaban. Ia akhirnya membuka pintu itu dan berjalan masuk, menemukan Sasuke tidur dengan Daisy meringkuk di kakinya. Ia tersenyum sendiri, melangkah lebih dekat ke tempat tidur dengan langkah normal. Ia tidak perlu khawatir membangunkan Sasuke, pemuda itu adalah orang yang selalu tidur dengan sangat nyenyak, Sasuke bisa tidur dengan badai yang keras atau bahkan dengan telepon berdering. Sebenarnya, Sasuke bisa tidur tanpa bisa terganggu oleh apapun. Bahkan jam weker yang memainkan lagu Garfield yang sangat membosankan dan keras tidak berpengaruh sama sekali untuknya.
Satu-satunya yang tahu bagaimana membangunkan pemuda itu adalah Sakura, tapi Sakura tidak akan pernah memberitahu siapa pun bahwa satu-satunya hal yang perlu mereka lakukan untuk membangunkan Sasuke adalah membelai rambut dan leher pemuda itu sedikit, dan untuk membuat Sasuke tertidur hanya diperlukan memijat daun telinga pemuda itu. Sakura senang menjadi satu-satunya yang ahli dalam situasi seorang Uchiha Sasuke.
Daisy melompat turun dari tempat tidur dan berjalan keluar dari kamar ketika Sakura berbaring miring memandangi Sasuke tidur. Sial, Sasuke begitu rupawan hingga Sakura bisa bersumpah bahwa ia bisa diam sepanjang hari hanya untuk menatap pemuda itu. Segala sesuatu pada diri Sasuke selalu membuatnya takjub.
Sasuke mengambil napas dalam-dalam di tidurnya dan Sakura merasakan darahnya mengalir deras di seluruh tubuhnya. Ia perlahan membelai rambut Sasuke, memberikan ciuman kecil di pipi pemuda itu.
"Boo," Sakura memanggil Sasuke namun pemuda itu tidak bangun, "Boo, bangun."
Sakura terkikik sedikit ketika Sasuke menggumamkan sesuatu pada dirinya sendiri, masih tertidur lelap. Sakura menelusupkan hidungnya ke leher Sasuke, menciumnya dengan lembut, "Bangun Boo, ayolah."
Sasuke merasakan gelombang kejut merasuki tubuhnya dan ia membuka salah satu matanya, benar-benar canggung, "Hei."
Sakura menarik diri sedikit untuk menatap onyx Sasuke, "Hei, Sasuke-kun."
Sasuke tersenyum dan menarik Sakura lebih dekat ke tubuhnya, kemudian memejamkan matanya lagi.
"Kau sangat lelah?" tanya Sakura dengan lembut, menyingkirkan rambut Sasuke dari mata pemuda itu.
"Aku merasa seperti tidak bisa berdiri," Sasuke mengakui.
"Terlalu banyak berolahraga, eh!" ucap Sakura bercanda dan memeluk Sasuke lebih erat, menenggelamkan wajahnya di leher Sasuke, "Boo, kau hot."
Sasuke berusaha tertawa, "Thanks, Saku."
Sakura menarik diri, "Tidak, maksudku suhumu," Ia menyentuh kening Sasuke, "Kurasa kau demam."
Sasuke membuka matanya dan menyentuh keningnya juga, "Tidak, kurasa tidak."
Sakura melompat dari tempat tidur, "Aku akan mengambil termometer, aku akan segera kembali."
Sasuke memperhatikan Sakura ketika gadis itu berlari keluar dari kamarnya setelah menutupi dirinya dengan selimut, tiba-tiba ia merasa sangat dingin. Sakura kembali dan duduk di samping Sakura, memposisikan Sasuke agar duduk juga dan menyandarkan punggung pemuda itu ke bantal, "Kau bereaksi berlebihan, Saku."
"Mungkin," Sakura memasang termometernya, "Mari kita lihat."
Sasuke memejamkan mata, berusaha tidak tertidur. Sedangkan Sakura, dengan sabar, matanya tidak pernah meninggalkan jam tangan. Kepala Sasuke jatuh ke samping dan pemuda itu cepat-cepat bangun.
"Aduh, boo," ucap Sakura, "Cobalah untuk tetap terjaga, tolong."
Sasuke membuka matanya lagi, "Aku benar-benar lelah, Saku."
Sakura mempelajari termometer sebentar, menggigit bibirnya, "Astaga, kau perlu mandi air dingin."
"Tidak mungkin."
"Kumohon, Sasuke-kun," pinta Sakura, "Untukku, ayolah."
Sasuke menghela napas, "Oke," Ia perlahan berdiri, menuju ke kamar mandi diikuti Sakura.
"Apa kau memerlukan bantuan?"
Sasuke tersenyum, "Di hari lain mungkin aku akan memerlukannya, tapi aku tidak merasa cukup kuat untuk bahkan bercanda sekarang."
Dua puluh menit kemudian, Sasuke kembali ke kamar hanya mengenakan celana piyamanya. Sakura merentangkan tangannya, mengundang Sasuke ke tempat tidur. Sasuke setengah berbaring di atas Sakura, tanpa membebankan seluruh berat badannya pada Sakura dan kemudian mencium dagu gadis itu.
"Kau merasa lebih baik?" Sakura mengecup kening Sasuke, "Kau terlalu banyak menghabiskan waktu di tengah hujan saat di Inggris, Sasu."
Sasuke menghela napas; demam bukan apa-apa baginya. Sebenarnya itu bahkan hal yang baik, mungkin ia bisa mempunyai alasan untuk melewatkan kelas besok hari. Apa yang ada dalam benaknya saat ini adalah fakta bahwa ia menyukai Sakura berada di dekatnya, bisa melakukan apapun yang mereka sukai. Mungkin ia perlu memikirkan sesuatu agar mereka bisa tetap bersama.
"Kaasan menanyakan apa semuanya baik-baik saja dengan kita," ucap Sasuke, berbaring di samping Sakura sekarang, "Dia berpikir kita saling menjauh."
Sakura menyandarkan kepalanya di dada Sasuke, "Lalu kau bilang apa?"
"Kubilang kita hanya lelah."
Sakura membelai dada Sasuke, "Mm."
"Aku tidak berpikir bahwa berpura-pura normal akan berhasil, Saku. Maksudku, berpura-pura tidak ada yang terjadi ketika kita tahu persis ada sesuatu yang terjadi itu tidak nyaman."
Sakura menelan ludah, "Aku tahu Boo, tapi kita sepakat akan berhenti."
"Aku tahu, tapi kupikir kita harus bertindak normal lagi, bukan berpura-pura normal, benar-benar normal," ucap Sasuke dengan suara lembut.
"Kau benar. Aku berjanji tidak akan mengunci diriku di kamar lagi," ucap Sakura, "Jangan khawatir."
Sasuke mencium kening Sakura, "Kita tidak perlu merasa harus melindungi diri kita sendiri. Kita tidak melakukan kesalahan dan aku tidak menyesal sama sekali."
Sakura menempelkan bibirnya di dada Sasuke, "Aku juga tidak menyesal."
Sasuke tersenyum pada dirinya sendiri, "Aku lega."
Mereka tetap diam selama beberapa menit memikirkan solusi untuk masalah mereka. Sasuke tersenyum ketika ide yang sangat bagus muncul di benaknya. "Saku?"
"Um?" gumam Sakura.
"Aku bersedia bernegosiasi denganmu... lagi."
Sakura terkikik, "Aku mengalami déjà vu di sini."
"Ya," Sasuke tertawa, "Tapi ini rencana yang bagus, mau dengar?"
Sakura mengangguk.
"Oke, aku tidak mengatakan kita harus berkencan, aku tahu ini tidak benar, maksudku, untuk orang lain. Tapi bagiku ini sangat normal," ucap Sasuke dan melanjutkan, "Aku hanya mengatakan kita bisa menjadi sahabat dan kita juga benar-benar merasa bahagia saat bersama, kan?"
Sakura mengangguk.
Sasuke mengusap dagunya, berpikir, "Jadi mungkin kita harus membuat kebiasaan khusus, kau tahu?"
Sakura menggelengkan kepalanya karena tidak mengerti.
Sasuke menghela napas, "Aku suka rasamu, Saku. Aku tidak ingin memaksa diriku untuk berhenti menciummu atau menyentuhmu seperti seorang pria menyentuh seorang wanita, jadi aku ingin mengusulkan sesuatu."
"Aku akan mendengarkan, Boo."
Sasuke tersenyum kecil, "Bagaimana jika kita memiliki kuota lima ciuman per hari?"
Sakura tertawa, "A-Apa?"
"Kau dengar itu. Kurasa aku pantas mendapatkan setidaknya lima ciuman sehari, Saku," ucap Sasuke dengan puppy eyes, "Kita bisa menjadi 'friends with benefits'!"
Sakura berbaring tengkurap, masih tertawa dan memeluk Sasuke. "Kau lucu sekali, Sasu."
"Apa itu artinya kau setuju?" tanya Sasuke, penuh harap.
Sakura mengangguk perlahan, menempatkan bibirnya di bibir Sasuke dan mencium pemuda itu dengan penuh semangat. Sasuke melingkarkan lengannya di pinggang Sakura dan meggerakkan lidahnya ke lidah Sakura ketika gadis itu membuka mulutnya, memberi Sasuke ijin untuk masuk lebih dalam. Mereka berciuman sampai paru-paru mereka membutuhkan pasokan udara.
Sasuke hanya butuh sedikit waktu untuk pulih dan melahap bibir Sakura lagi, mencium gadis itu tanpa menarik diri untuk sekedar bernapas.
Sakura melompat pindah dan duduk di perut Sasuke, tangannya bertumpu di dada pemuda itu ketika ia mencoba mengendalikan napas. Ia tersenyum lemah pada Sasuke, "Kau mencoba membunuhku, Sayang?"
Sasuke menatap Sakura, bibir gadis itu yang bengkak membuatnya ingin mencium lagi, "Tidak."
Sakura berbaring di atas Sasuke dan mencium cuping telinga pemuda itu, "Tidak?"
Sasuke menggelengkan kepalanya perlahan, "Seperti yang kukatakan, rencanaku brilian, Cherry. Aku baru sadar jika aku tidak bisa menjauh darimu. Oh dan ini masih dianggap sebagai satu ciuman."
Sakura mendongak dan menatap mata onyx Sasuke, "Kau benar-benar jenius, Uchiha Sasuke."
Sasuke menyeringai, "Tentu."
Tangan Sakura bergerak naik turun di lengan Sasuke, "Boo?"
Sasuke bergidik akan sentuhan Sakura, "Ya, Saku?"
Sakura mencium dada Sasuke, "Kau harus pakai baju, kau sedang sakit."
Sasuke memeluk Sakura erat, "Tidak perlu," Ia mencium rambut merah muda Sakura, "Kau sudah menghangatkanku."
***
To be continued
To be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)