expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sebulan Yang Panjang #7



Sakura duduk di tempat tidur di salah satu kamar tamu Ino. Meskipun sudah satu hari terlewat, baginya terasa hanya beberapa jam. Ia menarik lututnya ke bawah dagunya.
'Kenapa? Kenapa dia menuduhku seperti itu?!' pikir Sakura dan ia merasakan gelombang air mata di matanya siap jatuh, ia dengan cepat menghapusnya, tapi air matanya malah lebih banyak muncul setelah itu.
Ketukan pelan di pintu membuat Sakura mengangkat kepalanya sekali lagi. "Masuk..." jawabnya pelan.
Ino berjalan masuk dengan ekspresi prihatin di wajahnya, dan cincin baru di jarinya. Sepertinya benar, Shikamaru melamar sahabatnya itu semalam.
"Apa kau butuh sesuatu, Sakura?" tanya Ino dengan halus.
Sakura tersenyum lembut dan menggelengkan kepalanya. "Tidak, terima kasih, Ino... Aku hanya ingin sendirian..." jawabnya.
Ino mengusap punggung Sakura sebelum bangkit dan berjalan keluar kamar. Begitu ia berada di luar kamar, matanya berubah menjadi sangat marah. Ia berjalan ke dapur, Shikamaru secara otomatis sedikit menjauh dari tunangannya itu.
"Berani-beraninya dia menuduh Sakura seperti itu! Kenapa—"
Shikamaru menghela nafas saat mendengar Ino terus melanjutkan ocehannya. "Kau tahu, Ino, kupikir akan lebih baik jika membiarkan mereka berdua menyelesaikannya sendiri." ucapnya.
Ino berbalik ke arah Shikamaru dan melotot. "Membiarkan mereka menyelesaikannya sendiri?! Apa kau tahu seberapa keras kepala mereka berdua?!"
Dan begitulah, ocehannya berlanjut lagi.
Shikamaru menghela nafas lagi. "Selalu merepotkan..."
***
"KALIAN BERDUA APA?!" Suara nyaring Naruto memenuhi Ichiraku. "Bagaimana bisa kalian berdua putus?! Kalian tidak bisa putus!" Naruto terus mengoceh.
"Naruto, diamlah." ucap Sasuke, tampak lelah.
"Pasti ada penjelasan! Sakura-chan tidak akan melakukan itu!" ucap Naruto.
Sasuke dengan lelah mengusap rambutnya sebelum menjawab. "Aku melihatnya dengan mataku sendiri!"
Naruto sebenarnya mulai berpikir. "Hei! Mungkin itu seseorang yang memakai wig, dan bertingkah seperti dia!"
Sasuke memandangi Naruto. "Wig?"
"Yeah, tapi aku tidak tahu juga sih." ucap Naruto, menyerah.
Mereka berdua akhirnya hanya duduk diam di sana.
Sekumpulan tawa yang keras tiba-tiba terdengar dari sekitar lima kaki di belakang mereka, dari sekelompok ninja muda. "Kau menciumnya?!" Suara seorang pemuda terdengar.
Sasuke mengangkat kepalanya.
"Aku tidak percaya kau menciumnya! Hah! Seperti kau benar-benar bisa mencium seseorang seperti itu."
"Hahaha, yeah, satu-satunya orang yang pernah mencium Haruno adalah Uchi—"
Sasuke menekan leher pemuda itu ke dinding dalam sekejap. "Siapa?" ucapnya menuntut dengan suara dingin.
"A-Apa?!"
"Siapa yang menciumnya?" ucap Sasuke lagi.
Ninja muda itu sekarang khawatir akan kelangsungan hidupnya. "D-Dia! Dia orangnya!" Ia tergagap menunjuk ke arah Kensho, yang sekarang mencoba merangkak keluar dari kerumunan.
Naruto mencengkeram kerah baju Kensho sebelum pemuda itu bisa melangkah lebih jauh. "Oh, tidak, kau tidak bisa lari!" seru Naruto seraya mengangkat Kensho dari lantai.
Sebelum ada yang menyadari pergerakan Sasuke, pemuda itu kini menekan leher Kensho ke dinding. "Kau! Katakan padaku apa yang terjadi! Dan kau lebih baik mengatakan yang sebenarnya." ucap Sasuke dengan suara dingin.
"B-Baiklah." Kensho tergagap, ia sulit bernapas akibat tekanan di lehernya.
Sasuke melonggarkan cengkeramannya, hanya cukup bagi Kensho untuk berbicara.
"Bukan dia sebenarnya!" ucap Kensho akhirnya.
Sasuke menyipitkan matanya... itu bukan benar-benar Sakura...
'Sialan!' pikir Sasuke dengan panik. Ia baru saja membuat kesalahan besar! Matanya melebar sekali lagi saat ia ingat sesuatu.
'S-Sasuke...'
'Che. Sialan... Aku seharusnya tahu... Sakura tidak pernah memanggilku tanpa suffix kun...' Ia melepas Kensho dan membiarkan pemuda itu jatuh ke lantai. Ia menatap Naruto, yang mengangguk, mengerti. Tanpa apa-apa lagi, Sasuke kemudian berbalik dan berjalan keluar dari Ichiraku.
Kensho menghela nafas lega ketika ia mulai merangkak pergi lagi, tapi kemudian kerah bajunya ditarik kasar... lagi. Mata Naruto yang berkilat menatapnya.
"Aku belum selesai denganmu..." ucap Naruto dengan nada jahat.
Kensho menelan ludah, sekarang sangat mengkhawatirkan kelangsungan hidupnya.
***
BANG BANG BANG
Sasuke menggedor dengan tinjunya di pintu depan rumah Ino.
Pintu terbuka beberapa detik kemudian, memperlihatkan Ino yang tampak kesal. "Apa?!" ucapnya. Matanya kemudian menyadari bahwa itu Sasuke. "Oh, kau." ucapnya datar, ia akan membanting pintu tertutup kembali, tapi Sasuke dengan cepat menahannya.
"Di mana Sakura?"
Ino memelototi Sasuke. "Aku tidak tahu! Dan bahkan jika aku tahu aku tidak akan memberitahumu!" ucapnya sambil menyilangkan lengannya. "Kau brengsek, kau tahu! Bagaimana kau bisa menuduhnya melakukan sesuatu seperti itu?! Dan sebagai informasi, dia bersamaku sepanjang waktu!"
Mata Sasuke membelalak. "Aa. Aku sudah tahu sekarang bahwa itu bukan dia yang sebenarnya, itu sebabnya aku mencarinya. Bisa kau memberitahunya bahwa aku mencarinya dan bahwa aku perlu berbicara dengannya?"
Ino menatapnya. "Kurasa ya... tapi aku bersumpah jika kau menyakitinya lagi aku akan—"
"Aa. Aku tahu, aku hanya perlu berbicara dengannya." ucap Sasuke lagi.
Ino menghela nafas. "Baiklah... tunggu saja sampai besok!" ucapnya.
Sasuke menghela nafas. "Aa. Arigato." ucapnya sambil berjalan menuruni tangga teras rumah Ino.
Ino menatap Sasuke ketika pemuda itu berjalan menjauh dan hilang dari pandangan.
***
"YO! SASUKE-TEME!" teriak Naruto saat ia berlari ke arah sahabatnya. "Kau sudah menemukan Sakura-chan?" tanyanya.
"Iie. Dia tidak di sana." balas Sasuke.
"Ah... setidaknya aku punya kabar baik! Aku tahu siapa yang berubah bentuk seperti dia! Gadis itu bernama Amai!"
Sasuke melirik Naruto. "Siapa?" Ia belum pernah mendengar tentang gadis itu sebelumnya.
"Aku tidak tahu, mungkin pengagum gilamu." jawab Naruto mengangkat bahu.
Sasuke mengepalkan tinjunya dengan marah. Sial... semua ini hanya karena fangirl bodoh.
"Oh! Tapi aku berhasil menghajar Kensho!"
Sasuke menyeringai. "Bagus."
***
Di tengah hutan...
"Halo?! Ada orang? AKU BUTUH BANTUAN!" Kensho menjerit dari cabang tempat dirinya menggantung... kedua tangannya diikat... dan ia hanya memakai celana dalamnya.
***
Naruto tertawa pada dirinya sendiri mengingat apa yang telah ia lakukan pada Kensho. Ia juga cukup yakin bahwa Sasuke akan menghajar pemuda itu begitu dia mendapat kesempatan.
"Yeah, aku yakin dia akan kembali besok dan semuanya akan kembali normal!" ucap Naruto dengan positif.
'Che. Andai saja semudah itu...'
"Semoga berhasil, Teme! Aku harus pergi sebelum Hinata-chan mulai khawatir... Ja ne!" Naruto melambaikan tangan saat ia berbelok ke jalan lain.
Sasuke menghela nafas, ia memasukkan tangannya ke dalam sakunya dan berjalan kembali. Ia benar-benar berharap Sakura bisa memaafkannya.
***
"Sakura." ucap Ino dengan lembut ketika ia memasuki kamar yang ditempati sahabatnya itu.
Sakura mendongak dari tempat ia menatap ke luar jendela. "Ya?"
"Um, Sasuke datang ke sini tadi... dia bilang dia ingin bicara denganmu." ucap Ino, tampak khawatir.
Sakura mendengus. "Oh, sekarang dia ingin mendengar apa yang akan kukatakan?" Ia memandang dengan marah keluar jendela lagi sebelum melanjutkan. "Aku tidak mau bicara dengannya."
Ino menghela nafas. "Dengar, dia benar-benar tampak menyesal. Dan dia tahu itu bukan kau yang sebenarnya!" Ino mencoba berargumen.
Sakura mengepalkan tinjunya. "Bukan itu intinya! Intinya dia bahkan tidak percaya padaku!" ucapnya dengan marah.
Ino mendengus kesal, ia berjalan dan berdiri di samping sahabatnya, yang menatap ke luar jendela lagi. "Kurasa... kau harus mencoba melihat dari sudut pandangnya." ucap Ino setelah beberapa saat.
"Maksudmu?" ucap Sakura, suaranya teredam.
"Maksudku, tempatkan dirimu pada posisinya. Seandainya kau yang melihatnya, atau dalam hal ini seseorang yang tampak seperti dia, mencium gadis lain, apa kau masih akan berpikir, atau hanya secara otomatis menganggap bahwa itulah yang dilakukannya, mencium orang lain dan selingkuh darimu."
Sakura terdiam beberapa saat, merenungkan teori Ino. 'Kurasa aku akan... Maksudku, aku tidak akan benar-benar berpikir saat itu apakah benar-benar dia atau bukan...'
"Aku tahu ini salah karena dia tidak memikirkannya lebih dulu, tapi tidakkah kau berpikir bahwa mungkin dia terlalu cepat mengambil kesimpulan." Ino mencoba bernalar lagi.
Sakura diam beberapa saat sebelum menjawab. "Aku tidak peduli... aku tidak ingin bertemu dengannya!"
Ino menatap Sakura sebelum berbicara. "Baiklah kalau begitu..." ucapnya sederhana dan berjalan pergi. Seraya menutup pintu di belakangnya, ia berpikir. 'Aku bersumpah, kalau bukan karena aku, mereka berdua sudah lama berpisah... argh! Sakura terlalu keras kepala, begitu pula dengan Uchiha itu!'
***
BEEP BEEP BEEP BEE-
Uchiha Sasuke menggerakkan tangannya pada jam alarm yang berbunyi tepat pukul 7 pagi. Ia duduk dengan lelah dan melihat tempat kosong di sampingnya; kerutan muncul di wajahnya. Tempat itu tidak terlihat bagus tanpa seorangpun di sana... dan ia bertekad untuk memperbaikinya.
***
'Hm... haruskah aku memberitahu Sakura bahwa Sasuke akan datang hari ini?' pikir Ino saat ia mencuci sisa piring. 'Jika Sakura terlalu keras kepala, bahkan untuk mencoba berbicara dengan Sasuke, maka aku hanya harus membiarkannya, aku tidak punya pilihan. Lagipula, Sakura mau tidak mau akan pergi ke rumah Sasuke kapan-kapan, maksudku semua pakaiannya masih di sana.'
Ino tersentak dari pikirannya ketika ia mendengar orang menguap lelah di belakangnya.
Sakura berjalan ke dapur, masih mengenakan piyama.
"Pagi, Forehead!" Ino menyapa dengan keras. Sakura mengerang. "Kau mau sarapan? Aku membuat—"
"Tidak, terima kasih... aku hanya ingin biskuit..."
Ino memandang Sakura dengan aneh. "Oke..." Ia pergi ke kabinet dapurnya.
"Tunggu!" Suara Sakura menghentikan Ino sekali lagi. Ino berhenti dan memelototi sahabatnya, dengan tangan di pinggangnya.
Sakura berjalan ke samping Ino dan mengambil sekotak biskuit... yang berbentuk beruang. Dan kemudian juga meraih mangkuk. "Aku butuh kepala..." gumam Sakura sebelum berjalan kembali ke lantai atas.
Ino menatap Sakura, bingung seperti biasa. "Apa?" Ia bergumam pada dirinya sendiri saat ia menggaruk kepalanya. "Gadis aneh..."
***
"Jadi ... kau akan berbicara dengannya hari ini?" Mulut berisik nomor satu di Konoha bertanya pada sahabatnya.
"Aa, jika dia mau mendengarkan..." jawab Sasuke. Menatap lurus ke depan.
Naruto mengangguk mengerti. "Ya, maksudku kalau aku jadi dia, aku juga tidak mau bicara denganmu!"
Sasuke memelototi Naruto. "Tidak membantu." gumamnya.
"Aku tahu!" seru Naruto dengan bodoh.
Sasuke memukul kepala Naruto dengan cepat.
"OW! TEME!" teriak Naruto, memegangi kepalanya yang sekarang berdenyut sakit. "Aku hanya mencoba membantu!" Ia membela diri.
Sasuke melempar tatapan tajam lagi. "Bagaimana berisikmu bisa disebut mencoba membantu?!"
"Uh..." Hanya itu yang bisa Naruto katakan.
"Hn."
"Eh... Hei! Apa kalian punya sesi terakhir dengan Dr. Hikaru? Bukan besok, tapi besoknya?" ucap Naruto.
"Aa... tapi aku tidak peduli tentang itu sekarang." jawab Sasuke.
Beberapa saat hening, sebelum Uchiha bungsu itu memutuskan untuk bangkit dari duduknya.
"Aku akan jalan-jalan." ucap Sasuke sebelum berjalan keluar dari Ichiraku.
Naruto menatap sahabatnya itu. 'Wow... Aku belum pernah melihat Sasuke seperti ini sebelumnya...' pikirnya, dan memutuskan bahwa ia tidak menyukai Sasuke yang seperti ini.
***
Sakura menatap dengan marah pada biskuit malang berikutnya yang akan dimakannya. Mangkuk di sebelahnya, hanya terisi dengan tubuh biskuit beruang yang ia makan.
'Sasuke-kun bodoh... pria bodoh!' pikirnya ketika ia menggigit kepala biskuit beruang itu, kemudian melemparkan tubuh biskuit beruang ke dalam mangkuk.
Ia menghela nafas lagi, ia tidak akan pernah mengakui ini dengan lantang... tapi ia merindukan si brengsek itu. 'Ugh... Aku tidak percaya aku merindukannya...' pikirnya lagi. Kemudian menjatuhkan diri di atas bantalnya.
"Aku benci merasa seperti ini..." Ia bergumam sendiri dengan keras. Ia sangat merindukan Sasuke, tapi pada saat yang sama juga sangat marah pada pemuda itu. "Dia menyebutku jalang..."
Sakura mengepalkan tinjunya dalam kemarahan dan kebingungan. Kenapa Sasuke berpikir begitu? Dan apa sebenarnya yang dilihat Sasuke yang membuat pemuda itu berpikir begitu?
'Seseorang harus bertanggung jawab untuk ini...' pikir Sakura lagi ketika ia duduk kembali dan mulai mengunyah kepala biskuit beruang dengan marah lagi.
***
Sudah pukul delapan malam, dan Sasuke telah memutuskan bahwa ia sudah menunda cukup lama, sekarang atau tidak sama sekali.
'Sakura... aku akan mendapatkanmu kembali.' pikir Sasuke dengan yakin ketika ia mengetuk pintu rumah Ino.
Setelah beberapa saat, Ino akhirnya membuka pintunya, dan tampak sedikit lega melihat Sauske. "Bagus, jika kau tidak segera datang, aku berencana akan memaksanya." Ino menghela nafas. "Gadis itu membuatku gila! Kenapa kalian berdua harus begitu keras kepala?!"
"Aa. Bisakah aku menemuinya?" tanya Sasuke, mengabaikan pertanyaan Ino sebelumnya.
"Ya ya. Dan sekedar informasi, dia tidak tahu bahwa kau akan datang malam ini." ucap Ino ketika ia membiarkan Sasuke masuk, "Pintu ketiga ke kanan." Ia mengarahkan Sasuke, menunjuk ke atas tangga.
Sasuke hanya mengangguk dan mulai berjalan ke lantai atas. Sebelum ia menyadarinya, ia kini sudah berdiri di luar pintu. Ia menarik napas dalam-dalam saat mengetuk.
"Masuk!"
Sasuke mendengar suara dari balik pintu. Ya Tuhan, betapa ia merindukan suara itu.
Menguatkan dirinya, Sasuke membuka pintu. Di sanalah gadis itu, masih mengenakan piyama, dan sedang memandang keluar jendela.
"Ino aku ingin—" Sakura membeku di tengah kalimat ketika ia menoleh dan mendapati bahwa orang itu bukan Ino.
"S-Sasuke-kun..." ucap Sakura dengan pelan, wajahnya kemudian berubah marah. "Permisi." ucapnya dingin ketika ia mencoba berjalan melewati Sasuke.
Sasuke meraih lengan Sakura, menghentikan gadis itu bergerak lebih jauh. "Apa aku harus melakukan ini setiap kali kau mencoba melarikan diri?" tanyanya.
Sakura berusaha melepas cengkeraman pemuda itu. "Sasuke-kun! Biarkan aku pergi!" ucapnya dengan marah, gagal dalam upaya untuk membebaskan lengannya dari genggaman Sasuke yang lebih kuat.
"Iie." ucap Sasuke ketika ia meraih bahu Sakura dengan kasar, membuat gadis itu menghadapnya. "Kita perlu bicara." ucapnya singkat.
Sakura mendengus sebelum menjawab. "Oh, sekarang kau ingin bicara?"
Tubuh Sasuke menegang. "Dengar, aku minta maaf aku tidak mendengarkanmu sebelumnya, aku—"
"Apa? Kau apa, Sasuke-kun? Kau bahkan tidak cukup mempercayaiku untuk membiarkanku mengatakan sesuatu! Kau begitu saja berasumsi bahwa aku selingkuh!" Sakura berteriak, air mata amarah terbentuk di matanya.
Sasuke menyipitkan matanya berbahaya. "Sial! Kau pikir apa yang harus kupikirkan?!" teriaknya dengan marah.
Sakura tersentak sedikit, Sasuke hampir tidak pernah berteriak. Ada keheningan sesaat sebelum suara Sakura memecahkannya. "Kau seharusnya percaya padaku..." ucapnya berbisik, menatap lantai.
Sasuke menatap Sakura. "Aku tidak memikirkan itu!" ucapnya. "Yang kupikirkan hanyalah kau yang mencium pria lain! Aku tidak berpikir apakah itu benar-benar dirimu atau bukan, aku juga tidak berpikir apa yang akan terjadi selanjutnya, Sakura!"
Sakura hanya memandang ke lantai. "Jadi sekarang apa...?" Ia berbisik.
Sasuke mengusap rambutnya. "Aku... aku tidak tahu." Ia mengakui.
Sakura terisak. "M-Mungkin... ini yang terbaik..."
Sasuke merasa seolah hatinya sedang ditikam sekarang. "N-Nani?"
"Kita... berpisah saja..." Sakura menutup matanya. 'Tidak... aku tidak mau ini!' Ia mengepalkan tinjunya lagi. 'Tapi... mungkin ini yang terbaik...' pikirnya lagi.
Sasuke menatap Sakura. "Kau benar-benar berpikir begitu?" tanyanya, berusaha keras agar suaranya tidak terdengar serak.
Sakura akhirnya menatap Sasuke. "A-Aku tidak tahu." jawabnya dengan jujur.
Beberapa saat hening lagi.
"Aa. Baiklah kalau itu keputusanmu." ucap Sasuke sebelum berbalik. 'Jika ini benar-benar yang diinginkannya... maka tidak ada yang bisa kulakukan...' pikirnya sendiri sebelum berbicara lagi. "Selamat tinggal... Sakura." Ia bergumam ketika ia berjalan keluar dari kamar itu.
Mata Sakura membelalak. Apa yang baru saja ia lakukan?! Ia baru saja mengatakan pada cinta dalam hidupnya bahwa ia tidak menginginkannya lagi! 'Aku tidak mau ini...' Sakura mengepalkan tangannya.
Sasuke menutup pintu di belakangnya dan berjalan menyusuri lorong rumah Ino, merasa marah, bingung, dan sedih. 'Bagaimana bisa akhirnya seperti ini...?'
Di dalam kamar, Sakura menutup matanya rapat-rapat saat gelombang air mata akhirnya jatuh. Apa yang baru saja ia lakukan...?
'Tidak! Ini bukan yang kuinginkan!' Sakura menggelengkan kepalanya.
Sasuke sudah berjalan mendekati tangga. 'Sakura...'
Sakura membuat keputusan, ia berlari ke pintu. 'Sasuke-kun!'
"TUNGGU!" Sakura berteriak di lorong itu saat ia dengan cepat berlari ke kepala tangga untuk mengejar Sasuke.
Sasuke berbalik tepat pada waktunya, menangkap seseorang yang menubruknya, yang tak lain adalah Sakura, ia dengan cepat meraih pagar untuk mempertahankan dirinya dan Sakura agar tidak jatuh dari tangga.
"A-Aku tidak mau ini!" Sakura mengakui, ia menangis di dada Sasuke, memeluk pemuda itu seolah hidupnya tergantung pada pemuda itu.
Setelah beberapa detik, Sasuke tersadar dan balas memeluk gadis itu. 'Sakura...' pikirnya sambil menikmati perasaannya terhadap gadis itu sekali lagi. "Aku juga tidak, Sakura," ucapnya, memeluk gadis itu erat-erat.
Tubuh Sakura bergetar dengan isak tangis ketika ia mempererat pelukannya. Sasuke membenamkan wajahnya di rambut Sakura sebelum berbisik, suaranya hampir tidak terdengar oleh Sakura sendiri, meskipun bibir pemuda itu di sebelah telinganya.
"Maafkan aku... Sakura..."
Sakura terisak lagi, ia menggelengkan kepalanya. Mereka tetap seperti itu untuk beberapa saat...
Ino tersenyum dari bawah tangga, bersembunyi di balik sudut dinding ketika ia menyaksikan pemandangan di puncak tangga. "Mereka tidak bisa melakukannya tanpa aku..." Ia berbisik dengan sombong.
Sepasang lengan melingkar di pinggang Ino dari belakang. "Oh benarkah?" tanya Shikamaru.
"Tentu saja! Dua-duanya keras kepala!" ucap Ino.
Shikamaru menghela nafas. "Wanita sangat merepotkan."
Ino menatap Shikamaru. "Ya, kau harus terbiasa dengan itu." Ia menyeringai sebelum menarik Shikamaru ke dalam sebuah ciuman, yang ditanggapi pemuda itu dengan senang hati.
***
To be continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)