expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Leads to You #29


Sasuke sedang menikmati semangkuk serealnya ketika ia mendengar Sakura menuruni tangga, bergumam pada dirinya sendiri dan hampir kehabisan napas. Sakura melangkah ke ruang tamu dan berdiri di pinggir sofa, menatap Sasuke yang sedang mengunyah sereal dan menonton berita olahraga terbaru di TV.


"Apa yang akan kau lakukan hari ini, Sasuke-kun?" tanya Sakura, melongok ke dalam tas kecilnya entah mencari apa.

Sasuke mendongak dari kenikmatan sereal madu dan susu di mangkuknya dan menjawab, "Well, sekarang, aku sedang makan sereal dan setelah itu, aku harus bertemu Chouji di Marine Mansion untuk membiarkannya mengatur beberapa dekorasi lagi karena aku yang memegang kunci mansion itu dan rupanya, aku memang pria terbaik yang cocok untuk menjadi pemegang kunci sialan itu. Lalu, aku harus menemui ibu Ino dan Sasori untuk membantu mereka membawa barang-barang ke mansion sehingga mereka dapat mengaturnya. Dan kemudian aku akan mencukur rambutku dan setelah itu, ketika pernikahan tiba, aku mungkin akan pingsan karena kelelahan. Bagaimana denganmu, Sayang?" Sasuke menenggelamkan sendoknya ke dalam mangkuknya lagi, menyendok setumpuk sereal dan memasukkannya ke dalam mulutnya.

Sakura perlahan mencoba duduk di samping Sasuke di sofa, perutnya yang memasuki usia 32 minggu menonjol ke depan tubuhnya. Ketika akhirnya ia berhasil meletakkan pantatnya, ia menggerakkan tangannya ke perutnya dan bersandar. "Aku akan menemui Ino untuk sarapan dan kemudian kami akan pergi ke salon untuk pijat, memanjakan diri, menata rambut, dan bermake up. Dan kemudian kami akan menuju ke mansion dan berganti pakaian di sana." Ia menoleh ke arah suaminya, yang sekarang menyeruput sisa susu di mangkuk. "Sasuke-kun, kau tidak akan lupa untuk membawa pakaianku bersamamu, kan?"

Sasuke meletakkan mangkuk dan sendok di atas meja kopi, mengabaikan suara gemerincing dari mangkuk itu, dan meraih tangan Sakura. "Sayang, aku mengerti. Jas dan gaunku dan tas-tas berisi sepatu dan semua pakaian semua sudah siap untuk dibawa. Aku pasti akan membawanya dan kita akan bertemu di mansion. Aku bisa menangani ini, aku janji."

Sakura meraih kepala Sasuke untuk mencium suaminya dengan manis sebelum bersandar di dada Sasuke dan menutup matanya. "Apa menurutmu menyedihkan bahwa sekarang masih jam setengah 8 pagi dan aku sudah merasa kelelahan?"

Sasuke terkekeh dan mengusap lutut Sakura dengan tangannya. "Tidak... ini efek karena kau hamil. Rileks saja untuk hari ini dan jangan berlebihan. Aku ingin berdansa denganmu malam ini dan aku tidak bisa melakukannya jika kau terlalu lelah sebelum malam tiba."

"Baiklah... aku janji untuk rileks. Lagipula, aku mungkin akan tidur selama dipijat dan memanjakan diri di salon hari ini."

Sakura mencoba bangkit dan Sasuke segera berdiri, membantu istrinya ke posisi tegak lagi. Ketika Sakura berhasil berdiri, Sasuke menarik wanita itu ke arahnya dan menciumnya, melumat bibir Sakura sebelum memberikan ciuman di sepanjang rahang istrinya.

Sakura mengerang dan mendorong Sasuke. "Jangan lakukan itu sekarang, Sasuke-kun. Kau tahu bagaimana aku bereaksi terhadap hal itu. Dan kita tidak mungkin melakukan hubungan seks saat ini!"

Sasuke mengangkat tangannya dengan polos, seringai muncul di wajahnya. "Terserah, Sayang... aku hanya memberi ciuman saja. Lagipula, bukankah kau harus pergi?"

Melirik jam, Sakura mengeluarkan desahan dan dengan cepat mencium pipi Sasuke. Meraih tas kecilnya, ia menyampirkannya ke atas bahunya dan melangkah menuju pintu. "Jangan lupa bawa barang-barang itu, Sasuke-kun! Dan aku mencintaimu!"

Sasuke memperhatikan istrinya, memutar matanya. "Dasar wanita, aku tidak akan lupa! Dan aku juga mencintaimu!"

Ketika Sakura pergi, Sasuke menjatuhkan diri ke sofa dan menaikkan volume TV. Ia seharusnya pergi ke mansion dalam beberapa menit lagi. Tapi terasa tidak masuk akal untuk seorang Uchiha Sasuke muncul tepat waktu...

***

"Aku tidak percaya ini," gumam Ino ketika ia dan Sakura memasuki salon. Mereka sudah selesai sarapan dan sekarang mereka pergi ke salon untuk memanjakan dan mempercantik diri. Wanita di belakang meja memberi isyarat agar keduanya mengikutinya dan segera, mereka dibawa ke ruang ganti. Begitu mereka berdua mengenakan jubah salon, mereka duduk di tempat yang sudah disediakan dan akan melakukan hal pertama dalam daftar; pedikur.

Sakura memejamkan mata dan merasa rileks saat kakinya digosok dan dipijat dalam air beraroma lemon dan wangi-wangian lainnya.

"Kau gugup?" tanya Sakura.

"Tidak," jawab Ino otomatis.

Sakura melirik untuk menatap temannya, yang tersenyum sangat ceria hingga gigi putihnya hampir menerangi ruangan. Ia mengulurkan tangannya untuk meremas tangan Ino dan berkata, "Siapa tahu, mungkin tahun depan, kau akan terlihat seperti aku saat ini!"

Ino mendengus. "Ya Tuhan, tidak! Jangan dulu, tentu saja... tapi mengingat Sasori yang selama ini seperti perlu menikahiku, apakah menurutmu dia terburu-buru untuk memiliki anak? Tidak, tidak mungkin! Selain itu, aku ingin kami hanya berdua dulu selama beberapa tahun sebelum punya bayi."

"Itu rencana yang baik untuk dilakukan," ucap Sakura setuju. "Aku lega Sasuke dan aku menunggu empat tahun hingga kami punya bayi. Kami punya begitu banyak waktu bersama, hanya kami berdua, dan itu membuat kami tumbuh lebih dewasa dan mengenal satu sama lain lebih baik."

Ino memandang Sakura dengan skeptis. "Mengenal satu sama lain dengan lebih baik? Forehead, kau sudah mengenalnya hampir sepanjang hidupmu. Dan sepertinya kau sudah mencintainya hampir setengah hidupmu!"

"Kau akan terkejut, Pig. Kau akan belajar banyak tentang seseorang begitu kau menikah dengan seseorang itu." Sakura berpikir sejenak dan kemudian menggelengkan kepalanya. "Kau akan belajar membaca seseorang itu dengan jauh lebih baik. Sulit untuk dijelaskan, tapi... sungguh menakjubkan betapa banyak Sasuke dan aku telah tumbuh dewasa bersama dalam tahun-tahun pernikahan kami."

"Kau tahu, Forehead," gumam Ino, matanya akhirnya tertutup ketika ia mulai rileks, "Masih terasa mengejutkan melihat kalian berdua bersama sekarang. Dan jika tidak, aku mungkin masih tinggal di Hakodate dan aku tidak akan pernah bertemu Sasori dan... "

"Bagaimana semua ini terjadi terasa lucu, bukan?" ucap Sakura.

"Ya benar," Ino setuju.

Sakura menghela napas dengan puas. "Dan aku tidak pernah mengubah apa pun, tidak satu momen pun, untuk apa pun di dunia ini. Segala sesuatu dalam hidup terjadi karena suatu alasan dan semua alasan itu membawa kita ke sini hari ini."

Sekarang giliran Ino mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Sakura. Ia meremasnya dan kemudian keduanya terdiam di tempat sunyi itu, tangan mereka masih saling menggenggam, pikiran mereka memutar kembali petualangan kehidupan dan bagaimana, mereka berdua mungkin saja bisa berada di tempat yang sangat berbeda.

***

Seperti yang diperkirakan, Sakura tidur saat di pijat dan merasa sedikit normal pada saat ia dan Ino akhirnya sampai di Marine Mansion. Ketika memarkir mobilnya, Sakura tersenyum senang karena mobil Sasuke sudah berada di sana. Ia mencondongkan tubuh di kaca mobil Sasuke dan memeriksa untuk memastikan suaminya tidak meninggalkan gaunnya di dalam sana, dan merasa lega saat mengetahui mobil suaminya kosong. Ia dan Ino kemudian melangkah ke dalam. Mansion itu ramai dengan katering, staf mansion, dan ia bisa mendengar Sasuke dan Sasori berbicara di sebuah kamar di dekat sana.

"Di sini!" Sakura berseru.

"Jangan keluar, Sasori-kun! Kau tidak bisa melihatku sebelum upacara!" pekik Ino, mengambil langkah cepat ke kamar lain tempat ia akan bersiap-siap.

Tawa Sasori terdengar keluar dari kamar dan kemudian Sasuke muncul dari balik pintu, melingkarkan lengannya yang kuat di sekeliling istrinya. Matanya memperhatikan riasan dan rambut istrinya. Sambil menyentuhkan bibirnya ke bibir Sakura, ia berbisik, "Kau terlihat cantik, Saku. Tidak sabar untuk melihatmu memakai gaun."

Sakura tersipu malu dan mencium pipi Sasuke. "Aku akan pergi membantu Ino. Para tamu akan mulai berdatangan dalam waktu sekitar 90 menit." Melihat sekeliling, ia memperhatikan bahwa Chouji tidak terlihat. "Dan di mana Chouji?"

Sasuke memandang dari kiri ke kanan, tampak gugup sebelum menjawab, "Dia seharusnya sudah kembali. Dia... masih keluar untuk sesuatu yang dia lupa, kurasa."

Sakura memandang Sasuke dengan rasa ingin tahu karena cara hati-hati suaminya berbicara tapi kemudian mengabaikan hal itu. Ia mengusap rambut suaminya, "Aku suka rambutmu dipotong."

"Terima kasih, Sayang," Sasuke mencium Sakura lagi dan kemudian melihat ke belakang sejenak. "Aku harus pergi mengecek Sasori apakah dia membutuhkan sesuatu. Sampai jumpa di upacara, Sayang."

Keduanya berpisah dan Sakura berjalan ke kamar pengantin dan mendapati ibu Ino sudah di sana, mengecek putrinya. "Halo, Basan," sapa Sakura dengan manis.

"Oh, halo, Sakura-chan! Ya ampun, kau terlihat cantik saat hamil! Berapa lama lagi sampai melahirkan?"

Sakura mengusap perutnya dan menjawab, "Ini sudah 32 minggu dan seharusnya tanggal 23 Desember, tapi aku diberitahu bahwa aku bisa saja melahirkan lebih awal atau sedikit terlambat karena ini adalah anak pertamaku jadi aku sama sekali tidak tahu pasti. Kami hanya berharap dia sehat ketika dia lahir!"

Pada saat itu, Ino memukul pelan tangan ibunya dari rambutnya. "Kaasan, aku baru saja membayar gila-gilaan untuk gaya rambut ini. Tolong jangan dikacaukan. Aku menyukai ini."

"Baik, baik," Nyonya Yamanaka mengangkat tangannya. "Aku akan pergi memastikan katering dan kue pengantin sudah ada di sini. Chouji sudah menghias semuanya dan itu sangat indah, Sayang. Dia melakukan pekerjaan yang luar biasa. Aku tidak sabar menunggumu untuk melihatnya!"

Ketika ibu Ino keluar dari kamar, bahu si pirang itu tampak layu. "Tolong, Forehead, jangan biarkan aku membunuhnya hari ini."

Sakura mengusap sepanjang bahu Ino dengan nyaman. "Dia bermaksud baik, Pig. Putrinya akan menikah! Ingat saja, jika ada darah di bajumu, aku tidak akan punya waktu untuk membersihkannya sebelum upacara."

Ino tertawa dan kemudian memeluk Sakura dengan cepat sebelum menutup matanya dan mengambil napas dalam-dalam. "Oke, aku bisa melakukan ini! Ayo berganti pakaian."

Tepat saat itu, pintu terbuka dan kedua gadis itu berbalik, melihat Chouji melangkah masuk.

"Halo, nona-nona, aku di sini! Sekarang, biarkan aku melihat gaunnya."

Ino berseri-seri pada temannya itu, melangkah ke ruang ganti dan kembali keluar dengan membawa gaun silvernya yang menjuntai indah. Sambil memegang tinggi-tinggi agar Chouji bisa melihatnya, Sakura memperhatikan dengan rasa ingin tahu ketika Chouji mengetuk bibirnya dengan jari telunjuknya. Akhirnya, pria gemuk itu menatap ke arah Ino. "Aku suka! Aku sedikit khawatir tadi, tapi ini? Ini sangat indah! Di mana kau menemukannya?"

"Sebenarnya, Sakura yang menemukannya. Dia pikir gaun ini sempurna dan dia benar sekali," ucap Ino.

Chouji berbalik, menatap Sakura dengan rasa ingin tahu. "Wow, Sakura. Kurasa waktu benar-benar merubahmu. Maksudku, selera fashionmu meningkat sekarang, jelas, karena fakta bahwa kau sekarang membawa bibit Uchiha, tapi ini adalah temuan yang luar biasa. Selera yang bagus!" Chouji kemudian berbalik ke arah Ino dan gaunnya, sementara Sakura menatap si gemuk itu, tidak yakin apakah ia harus merasa terhina atau tidak. "Sekarang, Ino... Aku sudah menyuruh Karui untuk mengurus Sasori dan Sasuke untuk memastikan mereka berpakaian dengan benar, menempatkan ikat pinggang dan sebagainya. Dia juga akan memastikan dasi mereka lurus dan penampilan mereka tidak berantakan seperti biasanya ketika mereka nanti berada di upacara."

Sakura menatap Chouji, merengut. "Chouji, pertama kau menghinaku dengan mengatakan secara tidak langsung bahwa selera fashionku dulu tidak bagus dan sekarang kau menghina suamiku dengan mengatakan bahwa ia berantakan. Aku tidak menghargainya!"

Chouji menepuk lengan Sakura. "Oh, Sakura, santai. Kau tahu aku menyayangimu dan Sasuke karena kalian temanku, dan kalian berdua sangat manis sampai-sampai aku ingin melemparkan kopi pahitku ke seluruh sepatu jelek milikmu."

Sakura menyilangkan lengan dan menatap Chouji lebih tajam. "Jika kau membuatku menangis dan merusak makeupku, aku akan mencongkel matamu."

Ino mendengus, memandangi dua teman lamanya.

Chouji dengan santai berjalan ke arah Sakura, merangkul wanita itu. "Maaf, Sakura. Aku tidak bermaksud begitu. Kebetulan aku selalu ingin orang-orangku berpenampilan sempurna dan juga suka memperhatikan selera gaya mereka."

Mencibir, Sakura menjauh dari rangkulan Chouji. "Maksudmu selera gayaku tidak bagus dan penampilan Sasuke tidak sempurna?"

"Oh, aku tidak mengatakan itu, Sakura. Tapi kau harus mengakui bahwa banyak daya tarik dari Sasuke adalah tubuh dan wajahnya, khususnya rahang dan tulang pipinya... dan dia memiliki sorot mata yang luar biasa, kau bisa bayangkan..." Chouji membiarkan suaranya memudar dan ia mengedip pada Ino, yang menyaksikan perdebatan itu dengan geli.

Sakura meletakkan tangannya di pinggulnya, perutnya yang membuncit mengurangi intensitas menantang dalam sorot matanya. "Kau tahu, apa lagi yang membuatku tertarik padanya, Chouji? Kasih sayangnya, hatinya yang besar, selera humornya, permainan gitarnya..." Sakura bertemu mata dengan Chouji. "Dan fakta bahwa dia adalah suami yang luar biasa dan sangat memuaskanku!"

Ino tergagap, permen karetnya hampir keluar dari mulutnya saat ia tersedak tawanya sendiri. Mulut Chouji ternganga sebelum ia juga mulai tertawa.

"Wow, Sakura... kau cenderung berlebihan berbagi kehidupan seksmu saat hamil." Chouji mencibir. "Tapi kurasa aku menyukaimu yang seperti ini. Kau menghibur."

Sakura tersenyum manis dan memukul lengan Chouji pelan. Kembali tenang, ia bertanya, "Apa ada yang butuh minum? Aku sangat haus."

Ino dan Chouji memperhatikan Sakura keluar dari kamar dan kemudian Chouji tersenyum. "Setelah bertahun-tahun, aku masih merasa senang membuatnya kesal. Apa itu bisa berhenti?"

"Tidak, Chouji, mungkin tidak. Karena, Sakura akan selalu menjadi Sakura."

***

Pukul 3 sore pada Sabtu sore di awal November itu, Sasuke menyaksikan istrinya yang sedang hamil melangkah di lorong pendek dengan balutan gaun merah tua, bunga di tangannya, dan sepatu hak pendek di kakinya. Rambutnya ditata dengan sempurna dan gaun itu menonjolkan payudaranya, meminimalkan tonjolan bayinya dan memamerkan kakinya yang fantastis yang bisa Sasuke tatap selama berhari-hari, bahkan setelah bertahun-tahun mereka bersama. Sakura tampak cantik dan Sasuke tidak sabar untuk mengeluarkan istrinya dari gaun itu dan kemudian membungkuskan kaki istrinya di pinggangnya. Sasuke mengedipkan mata pada Sakura sebelum wanita itu berbelok untuk mengambil tempat di sisi kiri dan kemudian seluruh kerumunan mengalihkan perhatian mereka ke pintu. Ketika Ino berjalan menyusuri lorong dengan lengan mengait pada lengan ayahnya, Sasuke melirik Sasori dari sudut matanya. Setelah beberapa detik, ia mengulurkan tangan dan menepuk punggung Sasori, memaksa temannya itu untuk menarik napas. Sasori dengan malu-malu menyeringai pada Sasuke yang menjadi best man-nya sebelum memalingkan muka pada calon istrinya yang cantik.

Ketika sumpah dimulai, isakan nyaring yang datang dari ibu Sasori nyaris membuat Sakura terkikik di tengah upacara. Ketika keduanya mengatakan "Aku bersedia", mata Sakura bergerak dan terkunci dengan mata hitam Sasuke dan terus saling menatap karena mereka berdua ingat dengan sumpah mereka sendiri. Sasuke melempar senyum kecil yang hampir tidak terlihat dan Sakura memaksa dirinya untuk menggigit bibirnya sehingga ia tidak tersenyum terlalu lebar pada suaminya. Aku mencintainya, pikir Sakura bahagia kemudian menoleh kembali ke depan dan melihat Sasori memasang cincin di jari manis Ino.

Beberapa menit kemudian, setelah sumpah selesai. Kerumunan para tamu berdiri dan bertepuk tangan, Sakura memeluk Ino dan Sasori, dan Sasuke menjabat tangan Sasori dan menepuk pundak Ino dengan bangga. Kemudian Sasuke menggenggam tangan Sakura dan mereka berjalan kembali menyusuri lorong dan masuk menuju ke ruang resepsi.

Lengan Sasuke melingkari pinggang Sakura, menarik istrinya hingga perut istrinya yang membuncit menempel ke tubuhnya.

Sakura memerah dan memukul dada suaminya, malu. "Aku merasa gemuk, Sasuke-kun. Aku pasti terlihat mengerikan... dan akan sangat kaku untuk berdansa denganmu!"

Sasuke mencium istrinya, kemudian menarik diri lagi ketika mereka mulai bergerak pelan mengikuti musik. "Kau cantik sekali, Sayang. Aku suka gaun ini... Aku lega kau tidak membiarkanku melihatmu memakai gaun ini sebelumnya karena kurasa itu akan semakin menambah dorongan besar yang kurasakan sekarang untuk merobek gaun ini darimu."

Sakura mengernyitkan alis ke arah suaminya dengan tidak percaya. "Sungguh?"

Sasuke terkekeh, membungkuk untuk menghirup aroma rambut istrinya. "Tentu."

Sasuke menatap ke mata Sakura ketika mereka terus bergerak mengikuti musik lembut dan Sakura bergumam, "Ini mengingatkanku pada hari pernikahan kita."

"Menurutmu begitu?" tanya Sasuke, matanya melihat sekeliling. "Kurasa tidak, karena aku tidak melihat Natsumi-baasan di sini sedang memberitahu semua orang tentang bagaimana dia membuat kita bersama."

Sakura terkikik mengingat hal itu dan kemudian menyandarkan kepalanya ke dada Sasuke, ia menutup matanya. "Aku masih ingat saat aku begitu khawatir tentang cuaca akan berubah mengerikan karena kita menikah di kapal feri, juga takut bahwa para katering akan tersesat, juga takut bahwa kau akan berubah pikiran..."

Sasuke menggerutu. "Berubah pikiran? Setelah masalah yang kita lalui untuk bersama?" Ia terdiam sejenak dan kemudian menundukkan kepalanya, bibirnya menempel ke rambut istrinya ketika ia bergumam, "Tapi aku masih ingat betapa khawatirnya aku, sampai kau berkata 'Ya', bahwa kau entah bagaimana akan menyadari bahwa aku tidak pantas... bahwa kau tidak mencintaiku dan bahwa semua yang kita lalui untuk bersama tidak cukup."

"Itu benar-benar pikiran gila, Sasuke-kun," Sakura mendongak cepat.

"Aku tahu itu, sekarang, Saku. Tapi pada saat itu? Aku sangat takut..."

Sakura menghela napas, menyandarkan kepalanya ke dada suaminya lagi. "Apa terlalu cepat untuk pamit pergi?"

Sasuke terkekeh dan mencium pucuk kepala istrinya. "Apa kau lelah?"

Mengangguk, Sakura menguap. "Sangat lelah. Aku hanya ingin pulang."

Sasuke memandang sekeliling dan melihat Sasori dan Ino berdansa beberapa meter darinya. Ino bertemu mata dengan Sasuke dan wanita itu menggerakkan bibirnya bertanya, "Apa dia baik-baik saja?"

Sasuke menggelengkan kepalanya dan menggerakkan bibirnya tanpa bersuara, "Dia lelah."

"Pulang saja," balas Ino.

"Sayang," ucap Sasuke. "Ino mengijinkan kita untuk pergi. Ayo." Ia mengaitkan lengannya di pinggang istrinya dan mereka menghampiri Sasori dan Ino untuk berpamitan.

Chouji berjalan ke arah Sakura dan meraih lengan wanita itu, "Aku akan datang berkunjung besok, kalian berdua. Dan Sasuke, jangan lupa tunjukkan padanya!"

Ketika mereka berjalan keluar menuju langit malam, Sakura bertanya, "Menunjukkan padaku apa, Sasuke-kun?"

Sasuke menyeringai, membuka pintu mobil Sakura agar istrinya bisa masuk. Ketika ia memastikan wanita itu duduk dengan benar, ia mencium bibir istrinya dengan lembut, "Kau akan lihat ketika kita sampai di rumah. Hati-hati di jalan."

Sasuke menutup pintu mobil Sakura dan kemudian berlari ke mobilnya sendiri. Pada saat ia keluar dari tempat mobilnya parkir, Sakura sudah tidak ada, itu berarti ia harus mengemudi cepat untuk mengejar ketertinggalan.

Beberapa saat kemudian, Sasuke sampai di rumah dan keluar dari mobil tepat ketika Sakura sedang membuka kunci pintu rumah. Sasuke mengikuti istrinya masuk dan kemudian melepas dasinya, melemparkannya ke sandaran kursi ruang makan.

"Apa yang harus kau tunjukkan padaku, Sasuke-kun?"

Sasuke menyeringai dan meraih tangan Sakura, menuntun istrinya menaiki tangga dan masuk ke kamar anak. Ia menyalakan lampu dan Sakura melihat ke sekeliling, mencoba menemukan sesuatu yang tampak baru atau tidak pada tempatnya. Akhirnya, ia memelototi Sasuke dengan frustrasi. Sasuke tersenyum dan membuka pintu lemari, membuat Sakura tersentak. Di dalam lemari, ada puluhan pakaian bayi dalam semua ukuran dan warna-warna pastel, feminim.

Mulut Sakura ternganga, ia melirik Sasuke.

"Semua ini dari Chouji dan Karui. Chouji membawa semuanya siang ini. Aku memberinya kunci rumah agar dia bisa masuk. Dia bilang karena dia tidak bisa berada di sini ketika kau melahirkan, dia ingin memberi kita hadiah sekarang."

Sakura melangkah mendekat ke lemari, menggerakkan tangannya ke tumpukan baju dan menarik dress balerina berwarna merah muda. "Oh, Sasuke-kun... sepertinya ada seratus pakaian di sini..."

Sasuke mengangguk. "Aku tahu. Dia bersikeras tentang ini..."

Sakura merasakan air mata terbentuk di pelupuk matanya dan ia membiarkannya jatuh di pipinya. "Ini sangat indah."

Sasuke memeluk Sakura dan mereka menatap dalam diam ke lemari penuh pakaian yang hanya dalam waktu beberapa bulan, akan dikenakan oleh putri mereka. "Dia akan berkunjung besok. Kita bisa berterima kasih padanya." Sambil mendorong Sakura menjauh dari lemari, ia mendorong istrinya keluar dan menuju ke kamar tidur.

"Ayo kita tidur, Sayang." Sasuke perlahan membuka ritsleting gaun Sakura, membantu istrinya keluar dari gaun itu dan meletakkan gaun itu di gantungan. Sakura menarik lepas stoking dan bra-nya, dan kemudian berbaring di tempat tidur hanya dengan celana dalamnya dan kaki menggantung, mendesah ketika punggungnya menyentuh seprai yang dingin.

Sasuke dengan cepat melepas jasnya dan bergabung dengan Sakura hanya dengan balutan boxernya. Ia meletakkan tangannya di atas perut Sakura dan mencium bahu istrinya. "Kau baik-baik saja?"

Sakura mengangguk, matanya tertutup. "Sangat lelah. Kupikir aku siap untuk melahirkan bayi ini. Aku tahu aku masih punya waktu tapi aku sudah sangat lelah sepanjang waktu. Aku terbiasa memiliki banyak energi tapi sekarang? Aku merasa tidak berguna."

Sasuke duduk berlutut dan mengetuk kening Sakura, wanita itu membuka matanya dan menatap suaminya. "Ayo, Sayang... kau tidak bisa tidur dengan posisi menggantung di tempat tidur seperti ini." ucap Sasuke.

Dengan berat, Sakura merangkak ke bawah selimut dan tenggelam ke dalam selimut bersama Sasuke. Ketika Sasuke mematikan lampu, Sakura meringkuk di tubuh suaminya, pria itu berbisik, "Selamat malam."

Mata Sakura terbuka lagi. "Kupikir kau ingin seks malam ini, Sasuke-kun?"

"Kau mau? Atau kau ingin tidur? Maksudku, aku bisa siap dengan cepat... empat detik kurasa... jika kau mau, tapi kupikir kau sangat lelah."

Sakura mencium pipi suaminya. "Aku mencintaimu, Sasuke-kun, tapi aku benar-benar ingin tidur sekarang, jujur saja."

Sasuke tertawa, berguling dan mencium Sakura dengan penuh semangat. Tangannya bergerak ke atas dan menangkup payudara istrinya, jari-jarinya menyentuh puting wanita itu. "Tidurlah, Saku. Tapi aku akan membangunkanmu di pagi hari dan kau harus menebusnya, oke?"

Sambil terkikik, Sakura mencium Sasuke lagi dan mengangguk. Sebelum Sasuke bahkan bisa menjauh dari istrinya, wanita itu sudah terlelap.

***

Pada saat Thanksgiving berlalu, kehamilan Sakura sudah memasuki usia 35 minggu dan suasana hatinya yang normal mulai goyah. Ia merasa seperti paus besar dan setiap kali Sasuke memberitahunya bahwa ia cantik dan seksi, ia akan tertawa sebelum menangis selama tiga puluh menit penuh karena ia yakin bahwa suaminya secara terang-terangan berbohong.

Sakura baru saja selesai menghapus air matanya lagi ketika Sasuke menjulurkan kepalanya di pintu kamar dan memperhatikan istrinya yang duduk di tepi tempat tidur hanya dengan bra dan celana dalam.

"Sayang? Apa aku sudah boleh masuk?" tanya Sasuke dengan senyum gugup.

"Ya, Sasuke-kun. Maaf aku bereaksi berlebihan lagi. Aku hanya merasa sangat jelek dan aku hampir positif bahwa aku tidak akan pernah mendapatkan tubuhku kembali. Dan bayi ini menekan paru-paruku dan aku hampir tidak bisa bernyanyi. Aku juga tidak bisa melakukan apa pun tanpa bantuanmu karena tubuhku sangat berat dan aku hanya... hanya..." Sakura mulai terisak lagi, "...aku benar-benar tidak berguna!"

Sasuke dengan cepat melangkah masuk dan duduk di sebelah Sakura, tangannya meluncur di pinggang wanita itu dan mengusap sisi perut istrinya yang besar.

"Ayolah, Saku, kau tahu ini hanya sementara. Beberapa minggu dari sekarang, bayi kecil yang hebat ini akan lahir dan kau akan melupakan semua saat-saat kau meninggalkan rumah dengan dua sepatu berbeda karena kau tidak bisa melihat kakimu sendiri atau seberapa banyak makanan yang kau makan dalam sehari atau bagaimana kita harus menentang hukum gravitasi hanya untuk berhubungan seks. Kita akan memiliki bayi paling keren dalam sejarah perbayian dan dia akan sangat mengagumkan, dia akan membuat semua orang tua baru lainnya kesal karena anak-anak baru mereka payah... Pikirkan tentang itu... bukan tentang semua omong kosong lainnya!"

Sakura mendongak menatap onyx Sasuke dan merasakan dirinya ditenangkan oleh cinta dan perhatian yang ia temukan di sana. Ia menyandarkan kepalanya ke bahu Sasuke dan memainkan jari-jari tangan suaminya. "Kau benar," ucapnya lembut. "Bayi kita akan menjadi luar biasa."

"Dan dia layak untuk semua ini," Sasuke mengingatkan istrinya, bibirnya menempel pada rambut wanita itu. "Saat pertama kali mata hitamnya menatapmu, kau akan melupakan semua yang kau lewati ini."

Sakura mengangguk, "Tapi mata bayi kita belum pasti berwarna hitam," ucapnya menggoda.

"Aku yakin dia akan persis sepertiku." Sasuke menyeringai dan berdiri, lalu membantu Sakura berdiri juga, "Kita harus pergi ke rumah Sasori dan Ino. Aku sudah menelepon ibuku untuk mengucapkan Happy Thanksgiving dan kau bisa menelepon ibumu saat di mobil nanti. Sekarang berpakaianlah karena kita sudah terlambat." Ia meremas pantat Sakura, mencium bibir istrinya, dan keluar dari ruangan untuk bersiap-siap.

Sakura mengenakan gaun khusus ibu hamil, menarik rambutnya menjadi ekor kuda, dan memandangi dirinya sendiri di cermin. "Ini akan sepadan dengan apa yamg nanti kudapat," Ia menghela napas pada bayangannya sendiri di cermin. Seperti biasa dalam kasus ini, suaminya benar. Menjatuhkan tangannya untuk menangkup perutnya, ia tahu bahwa bayi ini akan sangat berharga.

***

"Itu dua jam dalam hidupku yang tidak akan pernah kembali," gerutu Sasuke sambil meletakkan kotak-kotak hadiah di bagasi mobil. Sakura berjalan terhuyung-huyung di belakangnya, perutnya pada minggu ke-36 menonjol begitu besar di depannya hingga ia hanya bisa melihat samar-samar pada apa yang ada di kakinya.

"Sasuke-kun, itu adalah baby shower untuk kita yang diadakan oleh rekan kerjamu. Bisakah kau berhenti menggerutu setidaknya lima menit saja, tolong?" Sakura merengut. Tangannya bergerak ke belakang dan ia memijat bagian-bagian yang sakit, mengerang ketika beberapa ketegangan mereda dari tubuhnya. Sasuke berbalik ke arah istrinya dan langsung merasa bersalah karena mengomel. Tapi serius, menghabiskan hari Sabtu di restoran sementara rekan kerjanya menghujaninya dengan hadiah setelah ia memberitahu mereka tidak kurang dari empat lusin kali bahwa baby shower tidak perlu diadakan. Tentu, mereka memberikan barang-barang yang sangat manis dan Sakura tampak senang, tapi ia benar-benar harus melewatkan pertandingan bola basket di gym dan sekarang istrinya menjadi lelah dan rewel.

Sasuke membantu Sakura masuk ke dalam mobil, memutuskan bahwa ia akan menutup mulut dan ketika ia sampai di rumah, ia akan merakit keranjang bayi, bukannya mengomel lagi. Selama seminggu terakhir, suasana hati Sakura berubah-ubah, bergonta-ganti antara bahagia dan sedih dan marah. Sasuke tahu istrinya itu mulai merasa tidak nyaman ketika bayi mereka terus tumbuh dan mengubah tubuh rampingnya. Ia sudah mencoba untuk menyiapkan semua yang Sakura butuhkan pada saat wanita itu membutuhkannya, dan tetap menutup mulutnya sepanjang waktu, tapi ia masih saja menemukan Sakura menceramahi dirinya karena hal-hal sepele. Setelah ia memencet pasta gigi dari tengah tabung kemarin, Sakura berteriak selama dua puluh menit tentang bagaimana cara yang benar untuk memencet tabung pasta gigi atau omong kosong semacam itu. Dan pada tahap ini, seks bahkan bukan obat lagi. Dulu ketika Sakura tidak begitu besar, ia bisa mendiamkan istrinya dengan seks, dengan mudah. Tapi sekarang, istrinya itu menjadi begitu besar dan tidak nyaman hingga keinginan untuk berhubungan seks telah berkurang banyak dan ia merasa terlalu frustrasi untuk mencoba. Tapi tetap saja, ia tidak akan mengeluh tentang hal itu, karena ia tidak ingin mati di tangan istrinya yang cantik tapi sangat kuat dan pemarah.

Ketika mereka sampai di rumah, Sasuke mematikan mobil dengan cepat, membawa barang-barang ke lantai atas ke kamar anak. Sakura berjalan masuk ke kamar dan menyerahkan sebotol air pada Sasuke.

"Aku ingin tidur siang. Aku lelah," ucap Sakura sambil menguap.

Sasuke mencium Sakura dengan cepat dan kembali mengeluarkan bagian-bagian dari keranjang bayi yang akan ia rakit.

"Ketika aku bangun, aku akan mengatur ulang isi lemari sepenuhnya. Baju disana perlu diurutkan berdasarkan warna, bukan berdasarkan ukuran atau jenis. Lemari itu tidak boleh berantakan saat bayi kita lahir karena jika tidak, kita mungkin tidak akan pernah punya waktu untuk mengaturnya dengan lebih baik lagi."

Frustrasi, Sasuke mendongak dari kertas instruksi merakit keranjang bayi. Intruksi itu dalam bahasa Prancis dan setelah membolak-balik kertas itu, berulang-ulang, ia masih tidak dapat menemukan yang berbahasa Inggris. "Isi lemari berdasarkan warna? Apa itu benar-benar sesuatu yang perlu kita khawatirkan saat ini?"

Sakura merengut dan Sasuke mengangkat tangannya mengalah.

"Oke, oke. Kedengarannya sempurna, Sayang. Lebih tepatnya, benar-benar brilian. Entah kenapa aku tidak memikirkan hal itu. Kau beristirahatlah dan kemudian kerjakan itu nanti! Aku mendukung omong kosong itu dengan sepenuh hati."

Sakura menatap Sasuke lebih tajam. "Kau tidak perlu mengguruiku, Sasuke-kun. Aku tidak berharap kau memahami orang-orang yang suka mengurutkan sesuatu berdasarkan warna dan semacamnya ketika yang kau bisa hanya mengambil pakaian dalam yang bersih dan melemparkannya ke dalam laci terbuka dalam keadaan kusut. Aku mau tidur siang."

Berbalik, Sakura melangkah ke luar dan berjalan menuju ke kamar, di mana ia menutup pintu dengan bantingan keras. Sasuke terkekeh dan melihat kembali pada instruksi perakitan berbahasa Prancis di tangannya. Ia mempelajari intruksi itu selama beberapa detik lebih ketika tiba-tiba ia mendengar Sakura melenguh dari kamar tidur.

Berdiri, Sasuke melemparkan kertas instruksi di atas keranjang bayi yang belum ia rakit dan berlari keluar. Ketika ia mendorong pintu kamar mereka hingga terbuka, Sakura tampak sedang melepas pakaiannya dan bergumam sendiri.

"Sayang?" tanya Sasuke dengan ragu-ragu.

"Apa?" Sakura membentak, menyentak selimut sehingga ia bisa merangkak ke bawahnya.

"Apa kau... kau butuh pijatan punggung atau semacamnya?"

Kemarahan Sakura tampak mengempis saat ia mengangguk. "Sebenarnya, kakiku sedikit sakit."

Sasuke masuk ke kamar dan membantu Sakura naik ke tempat tidur. Lalu ia duduk di tepi dan meraih betis Sakura, jari-jarinya yang panjang bergerak memijat otot-otot tegang yang ia temukan di sana. Sakura mengerang dan meletakkan tangannya di dahinya.

"Aku minta maaf, aku kesal, Sasuke-kun. Aku benar-benar tidak bermaksud begitu. Kau menjadi suami yang luar biasa sedangkan aku hanya semakin menyebalkan. Aku tidak tahu, kata-kata itu seperti keluar begitu saja dari mulutku dan aku bahkan tidak menyadarinya." Sasuke memilih untuk tetap tutup mulut dan menggerakkan jari-jarinya semakin ke atas ke otot paha Sakura. Sakura tersentak dan mengerang keras. "Bisa lakukan itu lagi?" Sakura memohon.

Sambil menyeringai, Sasuke menggerakkan tangannya ke bagian atas kaki Sakura sebelum meremas paha istrinya lagi. Tubuh Sakura tampak bereaksi, kaki wanita itu bergetar di tangan Sasuke. Sakura tampak jauh lebih rileks daripada sepanjang hari ini dan Sasuke merasa harus berterima kasih pada dirinya sendiri. Dengan kilat di matanya, Sasuke mengaitkan jari-jarinya di karet celana dalam Sakura dan menariknya lepas ke bawah kaki istrinya. Sakura bertumpu dengan sikunya dan mencoba memandang Sasuke, matanya penuh dengan pertanyaan karena seks untuk saat ini tidak mungkin terjadi. Sasuke hanya mengedip pada Sakura, mendorong paha wanita itu terbuka, dan menenggelamkan kepalanya di antara paha istrinya. Kepala Sakura jatuh di bantal lagi, melengkungkan tubuhnya ke wajah suaminya, dan berkata dramatis, "Ini pijatan terbaik yang pernah ada."

Sasuke tertawa ketika ia mulai memberikan ciuman-ciuman di paha Sakura, kemudian mulai menggerakkan jari-jari dan lidahnya di sepanjang celah istrinya. Ia mencoba membuat Sakura keluar dari mood yang buruk.

***

Pada Sabtu pagi yang dingin, Sakura mencari Sasuke di seluruh ruangan rumah. Tapi suaminya itu tidak ada di tempat normalnya dan televisi mati. Akhirnya, ia mengintip ke luar ke cuaca dingin dan melihat pria itu bersandar di mobilnya. Ia menarik mantelnya sendiri dan melangkah keluar.

"Sasuke-kun?" panggil Sakura ketika ia berdiri di teras. Sasuke mendongak dari tempatnya dan memberi istrinya senyum kecil.

"Hai, Sayang."

"Ada apa? Kenapa kau di sini? Sekarang dingin sekali."

Sasuke menghela napas, tatapan menyedihkan melintasi wajahnya. "Hanya mengucapkan selamat tinggal pada mobilku sebelum dia pergi."

Sakura menggigit bibirnya untuk menahan tawa dan berjalan melintasi halaman. Meraih tangan Sasuke, ia berjinjit dan mencium bibir suaminya. Ketika ia menarik diri, ia menepuk pipi Sasuke dan bertemu mata dengan pria itu. "Ini akan baik-baik saja."

"Menurutmu begitu?" tanya Sasuke. "Aku sudah bersama mobil sport ini selama bertahun-tahun. Dia seperti... dia bagian dari diriku! Dan sekarang aku harus menukarnya dengan mobil sedan..."

"Kau ingin menjadi ayah yang bertanggung jawab yang menginginkan putrinya aman, bukan?" desak Sakura.

Sasuke menghela napas dengan sedih, menendang batu liar yang tergeletak di jalan masuk beraspal mereka. "Hanya saja... aku selalu membawa mobil ini. Aku akan terlihat konyol jika keluar dari sedan kecil yang feminim." Sasuke merengut, memajukan bibirnya dan melirik istrinya dari sudut matanya. "Ke'jantanan'ku terancam di sini, Sayang."

Sakura mengerang. "Sasuke-kun, kau benar-benar konyol. Kita perlu mobil baru karena kita tidak lagi hanya berdua. Mobil ini hanya dua pintu dan tidak aman lagi. Lagipula kau sudah memilikinya sejak kuliah! Dan aku tidak bisa menempatkan kursi bayi atau barang-barang lainnya di mobil ini karena mobil ini sempit."

Sasuke cemberut, "Kita bisa menggunakan mobilmu jika membawa barang banyak."

"Dan mobil ini hanya akan menganggur di rumah? Tidak, lebih baik kita tukar dengan mobil lain." Menatap mata suaminya, Sakura menambahkan, "Diskusi berakhir!" Sasuke memperhatikan Sakura melangkah kembali ke rumah. Tapi wanita itu berhenti dan menoleh ke belakang, "Aku akan mengambil tasku dan kemudian kita akan pergi ke dealer. Mobil itu akan pergi hari ini. Kau punya dua menit lagi untuk mengucapkan selamat tinggal dengan mobil itu!"

***

Kemudian sore itu, keluarga Uchiha kembali ke halaman rumah mereka, tapi kali ini, mereka membawa kendaraan baru. Sasuke berseri-seri, lengannya melingkari istrinya untuk melindungi wanita itu dari hawa dingin saat keduanya turun dari mobil baru mereka.

"Mobil ini luar biasa! Terima kasih, Sayang. Aku tidak percaya kau mengatakan 'ya' untuk ini."

Sakura menatap mobil sport biru dengan empat pintu yang kini terparkir di halaman rumah mereka. "Well, ini memenuhi semua persyaratan dan ini adalah satu-satunya mobil yang kau lihat lebih dari satu kali di dealer. Aku, secara pribadi, lebih suka sedan hijau kecil yang lucu di sana. Tapi karena aku masih memahami kebutuhanmu yang agak dipertanyakan untuk menunjukkan 'kejantananmu' melalui pilihan kendaraanmu, aku memberikan restu kau memiliki mobil ini."

Sasuke menggerakkan tangannya di sisi mobil barunya. "Kursi belakang tidak sempit, Sayang. Serius, mobil ini tidak sebanding dengan mobil lamaku."

"Tapi tetap saja mobil ini kurang nyaman untyk bayi, Sasuke-kun," Sakura mengingatkan suaminya.

"Ya, tapi mobil ini cukup luas dan bayi kita akan benar-benar aman di dalamnya... benar?"

Sakura memutar matanya. "Tentu, terus saja jadikan 'bayi' sebagai alasan. Oh, dan ingat bahwa mobilku adalah kendaraan keluarga utama mulai sekarang. Karena mobilmu ini tidak terlalu berguna."

Sasuke membuka pintu mobil terbuka dan memberi isyarat agar Sakura masuk. "Tidak terlalu berguna, mungkin saja, tapi ini benar-benar hebat. Naiklah. Kita akan makan malam."

Sakura meraih tangan Sasuke. "Ke Applebee, kumohon?" ucapnya dengan puppy eyes.

Sasuke mendengus karena ia sudah sangat bosan dengan restoran itu. Berkat istrinya, ia telah berubah dari menyukai tempat itu menjadi sangat jengkel dengan tempat itu. Ia tidak ingin makan di sana lagi. Tapi anak perempuannya yang manis, yang tumbuh di dalam istrinya rupanya mewarisi seleranya tentang makanan Applebee.

***

Sakura memandang ke luar jendela, memperhatikan setiap mobil yang melewati rumah mereka. Sedangkan Sasuke berada di ruang tamu, menikmati popcorn seraya menonton beberapa film lama yang pertama kali dilihatnya ketika kecil.

"Ada tanda-tanda ibumu datang, Sayang?" tanya Sasuke, meskipun matanya tak berpaling dari layar televisi.

Sakura menggigit bibirnya dengan serius. Ibunya telah menelepon satu jam yang lalu untuk memberitahunya bahwa pesawat yang ibunya naiki telah mendarat dan wanita paruh baya itu sedang dalam perjalanan ke rumah mereka. Saat itu tanggal 15 Desember dan Sakura diperkirakan akan melahirkan dalam waktu delapan hari. Ibunya telah membuat rencana sejak berbulan-bulan yang lalu untuk berada di Kagoshima ketika cucunya lahir.

"Belum ada. Tapi siapa yang tahu berapa lama dia harus berurusan dengan kemacetan di jalan." Sakura menjauhi jendela dan berjalan ke dapur untuk memeriksa makan malam. Semuanya sudah siap sekarang jadi ia hanya harus menghangatkan makan malam itu. Ia kemudian menatap suaminya, tangannya di atas perutnya.

Sasuke menatap istrinya dan bertanya, "Apa?"

"Oh, tidak ada... hanya memikirkan bagaimana waktu cepat berlalu, rasanya baru kemarin kita tahu bahwa aku hamil, dan sekarang, anak kita hampir lahir."

Sasuke meletakkan mangkuk popcornnya yang hampir kosong di atas meja dan berdiri. Bergabung dengan istrinya di dapur, ia mencium kening Sakura dan meletakkan tangannya di atas perut istrinya. "Aku tahu. Waktu telah berlalu. Aku mulai gugup juga," akunya.

"Gugup kenapa?"

Sasuke mengangkat bahu, memasukkan tangannya ke dalam saku dan bersandar di kulkas. "Mungkin karena ini adalah pertama kalinya aku akan menjadi ayah. Dan aku ingin menjadi ayah yang luar biasa. Aku ingin menjadi ayah yang membuat putriku membanggakanku ke semua temannya."

Sakura mendekati Sasuke dan melingkarkan lengannya di lengan suaminya, "Kau akan menjadi ayah yang seperti itu, Sasuke-kun. Kita akan memiliki satu gadis kecil yang beruntung."

Sasuke menekankan keningnya pada Sakura dan mereka berdiri di sana dengan hening, keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Mereka saling menjauh terkejut ketika mereka mendengar ketukan di pintu. Sakura menatap Sasuke dan kemudian menjerit, tergesa-gesa melangkah ke pintu. Menyentak pintu terbuka, ia meluncur ke pelukan ibunya.

"Hei, Sakura-chan," ucap Mebuki ke rambut putrinya.

"Hai, Kaasan! Aku senang kau di sini!" Sakura menarik ibunya masuk, sementara Sasuke mengambil koper mertuanya dari teras. Ia membawa koper itu ke kamar tamu dan ketika ia kembali, Sakura telah mengoceh pada ibunya tentang persiapan bayi mereka. Sasuke dengan tenang menjabat tangan Mebuki dan mereka berbagi senyuman ketika Sakura terus mengoceh.

"Kaasan, kuharap kau lapar. Aku memasak cukup banyak malam ini, tapi tidak masalah karena aku yakin Sasuke bisa menghabiskan sisa makanan nanti. Atau kita juga bisa memakannya untuk besok, jadi kita tidak kehabisan makanan hingga makan siang. Aku yakin kau juga mungkin perlu berbelanja atau melakukan sesuatu. Beri tahu aku dan kami dapat mengaturnya untukmu."

Mebuki tertawa sebelum merangkul bahu Sakura dan memeluknya erat-erat. "Saku-chan, tenanglah. Kau akan melahirkan. Aku bisa mengurus diriku sendiri selama aku di sini, aku janji. Lagipula, aku di sini supaya aku bisa bertemu dengan cucu perempuanku."

Sakura mengangguk, ia berjalan ke dapur dan menarik makanan dari oven.

"Tapi sebelum kita makan malam," ucap Mebuki, "Aku ingin Sasuke membawaku keluar dan menunjukkan mobil barunya. Itu mobil yang indah!"

Sasuke berseri-seri saat ia mengambil kunci dari sakunya. "Ayo, Kaasan... akan kutunjukkan padamu. Di dalamnya sangat manis."

Memutar matanya, Sakura memperhatikan mereka menghilang keluar dari pintu. "Sebentar lagi, Sayang," gumamnya pada perutnya, "Kita tidak akan kalah dari papamu lagi."

***
To be continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)