Sakura berbaring di pangkuan Sasuke seminggu setelah pesta yang mempersatukan mereka. Sasuke sedang menonton TV dan membelai rambut Sakura dengan tangan kirinya, sedangkan Sakura memegang kamus bahasa Inggris, ia sedang menyelesaikan PRnya ketika Sasuke tiba di rumah usai latihan basketnya dan sekarang ia sedang 'menikmati' membaca kata-kata di pangkuan pemuda itu.
Sasuke mengalihkan perhatiannya dari televisi ke mata Sakura yang berkonsentrasi membaca kamus. "Kau benar-benar bodoh," ucapnya sambil menyeringai, "Apa kau bersenang-senang membaca itu?"
"Tentu saja," protes Sakura, "Ini membuat bahasa Inggrisku lebih baik."
Sasuke memutar matanya, "Aku yakin itu."
Sakura duduk tegak dan bibirnya melengkung dalam senyuman manis, "Aku punya definisi sempurna untuk apa yang kurasakan untukmu."
Sasuke mengerutkan kening, menatap Sakura, "Apa?"
Sakura tersenyum dan kemudian mulai terkikik, "Santai, Sasuke-kun," tambah Sakura ketika ia memandangi ekspresi kesal Sasuke, "Baiklah, possessiveness," Bibirnya setengah tersenyum dan ia menatap Sasuke, "Dan memiliki terlalu banyak gairah."
Sasuke tertawa. Sakura-nya sangat imut. "Oh, jadi kau cinta keposesifanku."
"Sedikit."
"Aku tidak mau sedikit," ucap Sasuke cemberut, dengan cara yang Sakura sukai.
Sakura tersenyum dan duduk di pangkuan Sasuke, membelai rambut pemuda itu, "Apa yang kau inginkan, Sasuke-kun?"
Sasuke melingkarkan lengannya di pinggang Sakura, "Aku ingin banyak."
Sakura menyandarkan kepalanya di bahu Sasuke, "Oke, aku bersedia bernegosiasi ulang denganmu."
"Hei, itu kalimatku," ucap Sasuke dan Sakura terkikik, "Aku tahu."
Sasuke mencium bagian atas kepala Sakura, "Katakan apa yang kau inginkan."
"Sini," Sakura menggerakkan jarinya mengisyaratkan Sasuke dan berbisik, "Lebih dekat."
Wajah mereka hanya berjarak beberapa inci sekarang. Sakura menelusuri satu ujung jarinya di sekitar bibir Sasuke, "Aku ingin ciuman."
"Aku tidak bisa."
"Kenapa tidak?" Sakura tampak kecewa, "Aku menginginkannya."
"Karena..." Sasuke menggelitik sisi tubuh Sakura, mengabaikan mata memelas Sakura.
"Sasu," Sakura cemberut dan menyilangkan lengannya dengan keras kepala, "Aku menginginkannya!"
"Kaasan dan Tousan akan pulang sebentar lagi," Sasuke mengingatkan dan membelai wajah Sakura sedikit.
Sakura memutar matanya, "Mereka pergi ke toko kelontong, Boo."
Sasuke mengangkat bahu, "Aku tidak ingin mereka memergoki kita."
Sakura tiba-tiba meletakkan bibirnya di bibir Sasuke dan melingkarkan lengannya di leher pemuda itu, "Aku tidak ingin banyak hal," Ia menggigit bibir bawah Sasuke, "Tapi aku ingin ciumanku." Sasuke menyerah dan balas mencium Sakura, gadis itu terkikik dalam ciuman itu, "Ini baru Sasuke-kun-ku."
Sasuke tertawa sedikit dan mencium Sakura lagi, membelai rambut gadis itu dengan lembut. Sakura memeluk Sasuke lebih erat dan memperdalam ciuman mereka sampai udara menipis, mengharuskan mereka untuk menarik diri.
Sasuke mengambil kamus dari tangan Sakura, "Biarkan aku menemukan sesuatu untuk menggambarkan dirimu."
"Itu tidak akan sulit. Coba saja," Sakura terkikik.
Sasuke memutar matanya, "Baiklah, baiklah. Mungkin awesome." Sakura tertawa dan Sasuke sedikit menggelitik sisi tubuh gadis itu, "Bagaimana dengan... modesty?"
"Tidak lucu!"
Sasuke mencium pipi Sakura dan terkekeh. "Kau tahu kau sempurna dan luar biasa, sepertinya aku tidak perlu terus mengatakan ini padamu."
Wajah Sakura memerah. "Kalau begitu aku juga ingin tahu definisi apa yang tepat untuk menyebut apa yang kau rasakan untukku."
Sasuke tersenyum, "Oke."
"Aku menunggu."
Sasuke tersenyum lagi, "Sebentar, Cherry." Ia mulai membaca kamus itu dengan wajah tampak berkonsentrasi, yang membuat Sakura terkikik.
Sakura membelai pipi Sasuke, "Kau sangat menggemaskan."
"Terima kasih," Sasuke menggerakkan kepalanya ke samping dan mencium tangan Sakura, "Ah, aku menemukannya."
"Baca," Sakura bertepuk tangan, "Cepat baca itu."
Sasuke berdeham, "Oke," Ia memulai, "Adoration," Ia memandang Sakura dan tersenyum, "Cinta yang tulus dan penuh kasih."
Sakura tersenyum lebar, "Kau akan mendapatkan satu ciuman sekarang."
"Yay," Sasuke bersorak dan tertawa, "Kurasa, dua ciuman juga tak masalah."
Sakura memeluk Sasuke, mencium leher pemuda itu dengan ringan, "Kau layak mendapatkan seisi dunia sekarang."
"Ya, tentu," Sasuke mencibir.
Sakura memukul Sasuke main-main, "Kau begitu menyebalkan."
"Kami pulang!"
"Sial," gumam Sasuke sebelum membantu Sakura turun dari pangkuannya dengan cepat. Sasuke duduk lurus di sofa sedangkan Sakura memeluk kakinya, meletakkan dagunya di atas lututnya dan menonton TV dalam diam.
"Hei anak-anak," Mebuki menyapa mereka, "Sedang apa?"
Sasuke mengangkat bahu, "Tidak ada," Ia setengah tersenyum, "Kami hanya bersantai."
Fugaku melangkah masuk ke ruang tamu. "Kau yang bersantai, karena aku bisa melihat Sakura sedang mengerjakan PRnya."
Sakura tersenyum. "Aku sudah menyelesaikannya, Tousan."
"Dan kau, Sasuke? Apa kau setidaknya sudah mengerjakan sedikit PRmu?" tanya Mebuki dan remaja laki-laki itu menggelengkan kepalanya, membuat Mebuki mendesah, "Seperti yang aku perkirakan."
Fugaku menghela napas, "Pergi ke kamarmu dan selesaikan PRmu sebelum makan malam, Sasuke."
"Ayolah, Tousan, aku lelah, aku tadi berlatih basket sangat keras," Sasuke pura-pura menguap, "Lihat, kan?"
"Tanggung jawab harus didahulukan," Sakura mencibir dan mengabaikan tatapan tajam Sasuke, "Kau tahu itu, Sasu."
"Sakura benar," Fugaku memulai, "Aku masih bisa mengingat nilai terakhirmu; kau mendapat C dalam kimia, kan?"
Sasuke memejamkan mata dan mengerang. "Ayolah, Tousan, apa kau tidak bisa melupakan itu?"
"Mungkin tidak," jawab Fugaku dan memandang Mebuki, "Haruskah kita melupakannya?"
"Tidak," jawab Mebuki tersenyum, "Aku akan membuat makan malam. Dan Sasuke, kerjakan PRmu."
"Kau dengar ibumu, Nak," Fugaku mulai berjalan ke ruang kerjanya, "Kerjakan PRmu."
Sasuke berdecak, dan Sakura hanya terkikik, "Apa kau mau kubantu?" tanya Sakura.
"Tidak, terima kasih," Sasuke meraih remote dan mematikan TV.
"Ngomong-ngomong," Fugaku muncul ke ruang tamu lagi, "Aku senang kalian berdua akur lagi." Kedua remaja itu tersenyum dan Fugaku menambahkan dengan tenang, "Dan Sasuke, kurasa jika kau menyelesaikan PRmu tanpa mengeluh, kau bisa mendapatkan kunci mobilmu kembali besok."
Sasuke menyeringai. "Sungguh?"
"Tapi kau tahu aturannya," Ayahnya tersenyum dan mengangkat sebelah alisnya, "Coba sebutkan."
Sasuke berdiri, berjalan lesu ke tangga, "Mengerjakan PR, membersihkan kamar, dan mengerjakan tugas lainnya."
"Tepat," Fugaku tertawa, "Dan sisanya?"
"Melakukan itu semua tanpa mengeluh," jawab Sakura mendahului dan menyeringai, "Kewajiban kita untuk mendapatkan nilai bagus dan menjadi manusia yang disiplin."
"Itu gadis kecilku," Fugaku menggelitik sisi tubuh Sakura dan menatap Sasuke yang sudah sampai di atas tangga, "Kau dengar itu, kan?"
"Ya, ya."
***
"Bangun Sasuke," panggil Fugaku, menepuk pundak putranya, "Jangan tidur sambil makan."
Sakura menjentikkan jari-jarinya di depan wajah Sasuke, tertawa, "Wow, sepertinya seseorang benar-benar lelah."
Sasuke mengusap matanya perlahan, "Boleh aku ke kamar? Aku tidak begitu lapar dan aku butuh tidur..."
"Apa kau yakin?" tanya Mebuki dan Sasuke mengangguk, "Baiklah kalau begitu."
Sasuke meneguk sisa jusnya dan berjalan keluar dapur. Tiga orang yang tersisa di meja mendengar langkah kaki Sasuke dan pintu tertutup ketika pemuda itu telah masuk ke kamarnya.
"Kau menekannya terlalu keras, Fugaku-kun."
Fugaku mengusap rambutnya sebelum menjawab, "Sasuke tidak banyak berlatih ketika kita pergi. Aku harus membuatnya fokus dalam permainan, kau tahu ada pertandingan besar bulan depan."
Mebuki menghela napas. "Aku tahu. Tapi pastikan kau membiarkannya beristirahat besok."
Tidak ada gunanya berdebat dengan istrinya tentang latihan Sasuke, karena Mebuki tidak akan pernah mengerti bahwa untuk menjadi pemenang semuanya diperlukan totalitas. "Tentu," desah Fugaku.
Sakura menghabiskan makanannya dan membantu ibunya mengerjakan tugas Sasuke mencuci piring. Kemudian ia mandi dan mengganti bajunya, melangkah ke kamar Sasuke untuk tidur bersama pemuda itu. Sekarang setelah mereka menjadi 'teman' lagi, orang tua mereka akan mengharapkan mereka untuk bertindak seperti yang selalu mereka lakukan. Dan sejujurnya, Sakura sama sekali tidak keberatan tidur dengan Boo-nya.
Sakura mendorong pintu kamar Sasuke terbuka dan mengintip ke dalam untuk melihat apakah pemuda itu sudah tidur atau tidak. Napas Sasuke tampak teratur dan pemuda itu menggeliat mengubah posisi, berbaring tengkurap dan meletakkan tangan kanannya di bawah bantal. Sakura mematikan lampu dan naik ke tempat tidur. Sasuke mengerang pelan dan Sakura memberi ciuman di punggung pemuda itu, berbaring miring dan melingkarkan tangannya di pinggang pemuda itu.
Sasuke tersenyum dalam tidurnya dan Sakura ikut tersenyum sendiri. Astaga, Sasuke sangat imut. Sakura mengecup bibir Sasuke dan perlahan-lahan pemuda itu membuka matanya, "Ah, seseorang tidur malam ini dengan sangat mudah." ucap Sakura.
Sasuke sedikit terkekeh, "Jam berapa sekarang?"
"Hampir tengah malam," Sakura membelai rambut Sasuke, "Sasu, kau bahkan tidak makan dengan benar tadi."
Sasuke mengangkat bahu. "Tidak apa-apa. Aku akan makan besok."
"Oke," Sakura mengecup hidung Sasuke dan pemuda itu tertawa, "Aku akan membiarkanmu tidur."
Sasuke menarik Sakura lebih dekat ke tubuhnya dan membenamkan wajahnya di leher gadis itu, "Aku mencintaimu, Saku."
Sakura membelai daun telinga Sasuke dan mencium pipi pemuda itu, "Aku juga mencintaimu."
Sasuke memberi ciuman ringan di leher Sakura dan gadis itu terkikik pelan. "Sial," gumam Sasuke tiba-tiba di leher Sakura dan berdiri, menghidupkan lampu.
"Ada masalah? "tanya Sakura bingung, "Sasu?"
"Aku belum menyelesaikan PR-ku," Sasuke mengambil buku catatannya di dalam tasnya dan menggelengkan kepalanya, "Sial."
"Kupikir kau sudah mengerjakannya sebelum makan malam."
"Tidak," Sasuke menggigit ujung bibirnya, "Aku tadi tidur."
Sakura memutar matanya. "Kau tidak bisa mengerjakan PR dengan keadaan lelah seperti itu."
"Aku harus mengerjakannya atau aku tidak akan mendapatkan kunci mobilku kembali."
"Kerjakan besok. Kunci itu bisa menunggu satu hari lagi."
"Ya, kunci itu bisa menunggu, tapi aku tidak tahan berjalan atau naik bus ke sekolah lagi," ucap Sasuke dan berjalan ke pintu, "Aku akan mengerjakan PR-ku di lantai bawah jadi kau bisa tidur di sini."
"Sini, Sasu, biarkan aku membantumu."
Sasuke berjalan ke tempat tidur dan duduk bersila di samping Sakura. "Terima kasih, kau memang yang terbaik, Saku."
Sepuluh menit kemudian Sasuke tertidur di atas bukunya dan Sakura harus menyelesaikan PR pemuda itu sendiri. Ia membereskan barang-barang Sasuke dan membantu pemuda itu berbaring.
"Maaf aku tidak membantu, Saku," ucap Sasuke ketika Sakura menyelimutinya, "Aku terlalu lelah hari ini."
"Tidak masalah."
Sasuke menarik wajah Sakura lebih dekat dan mencium bibir gadis itu dengan lembut, membuat Sakura hampir tidak merasakan bibir Sasuke di bibirnya. "Kau luar biasa, terima kasih."
"Tidurlah, Boo," Sakura tersenyum dan membelai pipi Sasuke, "Besok kau bisa membantuku mengerjakan PR-ku."
Sasuke mengerang dan Sakura terkikik, "Night, Saku."
***
"Seseorang sudah terlihat tidak lelah hari ini," Mebuki tersenyum ketika Sasuke memeluknya dari belakang dan mencium pipinya, "Kau lapar?"
"Sangat lapar," Sasuke duduk di meja makan, mengambil segelas jus Sakura dan meneguknya, "Pagi, Saku. Apa kau akan menghabiskan itu?" tanya Sasuke, menatap semangkuk sereal Sakura.
"Tidak," jawab Sakura perlahan dan mendorong mangkuk itu pada Sasuke, "Habiskan."
Sasuke dengan cepat menghabiskan sisa sereal Sakura dan dengan senang hati menerima sepiring penuh panekuk yang diletakkan ibunya di depannya. "Di mana Tousan?"
"Ayahmu sudah berangkat ke sekolah."
Sasuke beralih ke panekuk, mengunyah makanan itu dengan rakus, "Bagaimana dengan kunci mobilku?"
"Aku tidak tahu," jawab Mebuki dan menatap Sasuke tajam, "Sasuke, tolong makan dengan sopan."
"Maaf, Kaasan," Sasuke meletakkan garpu dan mengusap wajahnya, "Sial."
Tiba-tiba Sakura meletakkan kunci mobil di atas meja, "Tousan menyuruhku untuk memberikan ini padamu."
Sasuke menyeringai. "Kau benar-benar luar biasa, Saku."
Hari itu berlalu dengan sangat cepat dan begitu Sakura menyadarinya, bel sekolah berbunyi menandakan akhir kelas untuknya. Ia berjalan ke gym untuk berganti ke seragam cheerleadersnya dan memperkenalkan Shion pada tim dan koreografi inti cheerleaders yang perlu gadis pirang itu pelajari.
Sakura menatap gadis berambut pirang yang menghampirinya dan berjalan di sampingnya, "Jadi Shion, apa kau menyukai gadis-gadis itu?"
Shion mengangguk bersemangat, "Mereka tidak sekeren dirimu, tapi mereka sangat baik."
"Oke," Sakura tertawa, "Aku yakin ketika kau mengenal mereka lebih baik kau akan menyukai mereka."
"Baiklah," Shion mengangguk setuju, "Sampai nanti di gym, Sister." Ia berlari lebih dulu ke arah yang berlawanan.
Sakura tersenyum pada Shion dan memperbaiki tas di bahunya, "Sampai nanti, Shion."
Sakura berbelok dan mulai berjalan ke pintu gym ketika Tenten, asistennya memegang lengannya, "Sasuke terjatuh, Sakura. Sepertinya cukup buruk."
"Apa?!" Sakura menjatuhkan tasnya di lantai dan berlari ke dalam gym menuju ke kerumunan secepat mungkin. Setelah mendesak melewati anggota-anggota tim basket yang berkerumun disana, ia akhirnya bisa melihat tubuh Sasuke di lantai. Pemuda itu memegangi lengannya dan mengerang kesakitan.
"Ya Tuhan, Sasu," Sakura berlutut disamping Sasuke, "Apa kau baik-baik saja?"
Sasuke tidak menjawab, hanya terus memegangi lengannya dan mengerang.
"Oh tidak, tidak," seru Sakura panik ketika ia menyadari lengan Sasuke membengkak, "Tolong panggil ayahku, cepatlah."
"Aku benar-benar minta maaf Sasuke, tadi itu tidak sengaja," Sasori mencoba meminta maaf dan mulai melihat sekeliling pada teman-temannya, "Di mana Coach? Panggil dia! Cepat!"
Sakura membelai rambut Sasuke, "Tenang Sasu, Tousan akan tiba di sini sebentar lagi."
Lima menit kemudian, Fugaku muncul di lapangan. Ia berlari ke arah putranya dan dengan bantuan Naruto dan Sai, ia membawa Sasuke ke mobilnya di area parkir guru. Sakura masuk ke kursi belakang dan meletakkan kepala Sasuke di pangkuannya. Naruto berlutut di kursi depan dan mencoba menghibur Sasuke bahwa semuanya akan baik-baik saja. Mereka masuk ke rumah sakit beberapa menit setelah itu dan Sasuke segeea dibawa ke ruang rontgen. Fugaku diizinkan masuk, sementara Naruto dan Sakura harus tetap di ruang tunggu.
"Tenang, Sakura-chan, dia akan baik-baik saja," Naruto merangkul Sakura dan gadis itu meletakkan kepalanya di pundak Naruto.
"Menurutmu begitu?"
Naruto mengangguk. "Tentu. Sahabatku pasti kuat."
Sakura menyeka air matanya dengan punggung tangannya, "Dia sangat kesakitan. Aku tidak suka melihatnya seperti itu."
"Dia mendapat hantaman yang sangat keras tadi, aku melihatnya sendiri," Naruto menggelengkan kepalanya, matanya masih melebar ketika ia mengingat adegan itu.
"Apa menurutmu aku harus menelepon ibuku?"
Naruto mengangkat bahu, "Lebih baik tanyakan pada ayahmu dulu."
Sakura mengangguk, "Oke."
Tiga puluh menit kemudian, Fugaku kembali ke ruang tunggu, dengan wajah kecewa, "Lengannya patah," Ia duduk di sebelah Sakura, "Dia tidak boleh menggerakkan lengannya selama sebulan."
"Sial," umpat Naruto terlalu keras, membuat seisi ruangan menatapnya, "Sasuke-teme sangat bersemangat untuk pertandingan bulan depan."
"Boleh aku melihatnya, Tousan?"
Fugaku mengangguk. "Mereka sedang membalut lengannya, masuk saja."
Sakura berjalan dalam diam, bertanya-tanya apa yang harus ia katakan pada Sasuke untuk meyakinkan pemuda itu. Pintu setengah terbuka, jadi ia mengintip ke dalam sebelum melangkah masuk. Jantungnya berdebar kencang ketika ia melihat Sasuke menunduk ketika perawat sedang membalut lengannya.
Sakura berjalan pelan ke arah Sasuke, "Hei."
Sasuke mengangguk dengan kepalanya tapi tidak mengalihkan pandangannya dari lantai.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Sakura, mengusap lengan Sasuke ke atas dan ke bawah.
Sasuke hanya diam selama satu menit sebelum menjawab, "Aku akan tetap dengan kondisi bodoh ini selama sebulan penuh," akhirnya ia mendongak dan menatap mata Sakura. Mata Sasuke yang merah dan bengkak membuat Sakura menahan napas. "Aku tidak bisa bermain selama sebulan."
Sakura memeluk Sasuke dan pemuda itu menangis di bahunya, "Ini akan baik-baik saja, aku akan merawatmu, Sasu."
"Kurasa kau harus menunggu di luar, Nona, dia terlalu banyak bergerak dan itu sama sekali tidak membantu," sela perawat.
Sakura mengangguk mengerti, "Maafkan aku."
Sasuke menggelengkan kepalanya dan memandang perawat, "Biarkan dia di sini," Ia menyeka air matanya dari wajahnya dengan tangannya yang bebas, "Dia pacarku."
***
2 minggu kemudian
"Aku menyerah," Fugaku duduk di sofa dan mengerang, "Dia tidak mau makan, biarkan dia kelaparan."
"Oh Fugaku-kun, dia hanya depresi, kau harus lebih sabar dengannya."
"Aku sudah mencoba," Fugaku menghela napas, "Aku menyuruhnya menghubungi teman-temannya, pergi keluar, berjalan-jalan bersama Daisy, tapi yang dia ingin lakukan hanyalah berbaring sepanjang hari."
Mebuki mengangguk sedih, "Bahkan dengan Sakura dia sama saja."
Mereka mendengar pintu depan terbuka dan suara langkah kaki. Sedetik kemudian, Sakura masuk ke ruang tamu dengan senyum lebar di wajahnya, "Aku mendengar namaku disebut. Apa ada yang terjadi?"
"Sasuke," jawab Fugaku, nada frustrasi ada dalam suaranya, "Aku membeli burger favoritnya dan dia tetap tidak mau makan."
"Tousan..." Sakura memulai, tapi ayahnya memotongnya.
"Dengan kentang goreng, Sakura. Kau tahu aku tidak suka dia makan kentang goreng tanpa berolahraga, tapi kali ini aku membelikannya."
Sakura menghela napas dan duduk di samping ayahnya, setengah merangkul.
"Dia benar-benar sedih karena tidak bisa ikut pertandingan."
"Di mana makanannya? Mungkin kalau aku yang bicara dengannya, dia setidaknya akan makan sedikit."
Fugaku menunjuk ke dapur, "Ada di meja. Pastikan kakakmu makan, Sakura."
Sakura meringis pada kata 'kakak', tapi mencoba untuk mengabaikannya. "Aku akan berusaha."
Berbagai pikiran muncul menguasai Sakura ketika ia berjalan ke dapur untuk mengambil makanan Sasuke dan perlahan-lahan menaiki tangga, mencoba mencari solusi untuk masalahnya. Ia mencintai Sasuke, dan ia tidak tahan lagi berkencan dengan Sasuke secara diam-diam, ia ingin berteriak pada dunia bahwa Sasuke adalah lelaki impiannya. Hubungan mereka lebih kuat dari sebelumnya dan mereka memiliki kebebasan untuk melakukan hal-hal kecil tanpa khawatir tentang apa yang dipikirkan orang lain. Itulah yang sangat ia sukai saat bersama Sasuke. Ia bisa menjadi Sakura yang sesungguhnya, tanpa berusaha membuat orang lain terkesan atau berhati-hati untuk mengatakan hal-hal yang benar... ia tahu ia akan selalu mencintai Sasuke apa pun yang terjadi.
Sakura membuka pintu kamar Sasuke, bahkan tidak mau repot-repot mengetuk. Pemuda itu berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit dengan kedua tangan beristirahat di kedua sisi tubuhnya. Sakura menutup pintu dan menguncinya, kemudian berjalan ke arah Sasuke. Pemuda itu menjadi satu-satunya hal penting dalam hidupnya sekarang, ia tidak dapat menerima kenyataan bahwa pemuda itu tidak bahagia, ia perlu membuat pemuda itu tersenyum, setidaknya sedikit saja.
"Hei, Boo," Sakura tersenyum dan membelai lengan Sasuke.
Sasuke mengalihkan perhatiannya pada Sakura, "Hai, Saku."
Sakura meletakkan makanan di atas meja di samping tempat tidur Sasuke dan berbaring di atas pemuda itu. Sakura tersenyum ketika ia merasakan Sasuke melingkarkan lengannya yang tidak dibalut di pinggangnya dan mencium rambut merah mudanya.
"Latihanmu selesai lebih awal?" tanya Sasuke, bibirnya masih menempel di rambut Sakura. Ia menyukai aroma shampoo gadis itu. Stroberi dan ceri, menjadi kombinasi terbaik untuk aroma Sakura-nya.
"Ya, jam 6 tadi," jawab Sakura dan memandang Sasuke, menelusuri garis rahang pemuda itu dengan jarinya, "Apa kau sudah makan?"
Sasuke berbohong, "Ya."
Sakura merubah posisinya dan duduk di ujung tempat tidur, bersila, menatap dalam-dalam ke mata onyx Sasuke, "Kaasan bilang tidak."
Sasuke menghela napas dan menggosok rambutnya dengan tidak nyaman, "Aku tidak lapar, Saku."
"Kau harus makan, Sasuke-kun," Sakura menepuk kaki Sasuke dengan lembut, "Duduk... ayo."
Sasuke tidak bergerak dan Sakura menatap pemuda itu dengan pandangan memohon, "Aku bawakan burger dan soda favoritmu," Ia menunjuk makanan dan mengangkat alisnya, "Kentang goreng juga, Sasuke-kun."
Sasuke tersenyum kecil pada Sakura, "Aku tidak lapar, Saku."
"Baiklah kalau begitu." Sakura menyilangkan lengannya, cemberut.
Sasuke duduk lurus kali ini, "Cherry, mengertilah."
Sakura menggelengkan kepalanya, "Jangan panggil aku Cherry, Uchiha Sasuke. Apa kau mencoba membuat dirimu kelaparan sampai mati?"
"Tidak, Saku," ucap Sasuke, dan Sakura bisa mendengar kejujuran dalam suara pemuda itu, "Aku hanya tidak lapar."
Sakura menghela napas dan pindah ke sebelah Sasuke. Ia mengelus pipi Sasuke dengan lembut dan pemuda itu menutup matanya, menikmati sentuhan Sakura. "Kau harus makan Sasu, kau akan bisa bermain lagi dalam dua minggu." bujuknya. "Apa kau benar-benar ingin menonton pertandingan dari bangku cadangan karena kau tidak cukup kuat untuk bermain?"
Sasuke menggelengkan kepalanya perlahan, "Tidak."
"Makanlah," Sakura memohon, "Tolong."
Sasuke membuka matanya dan menyandarkan punggungnya ke bantal, "Saku..."
"Kau pernah bilang bahwa kau akan melakukan apa saja untukku," Sakura memotong ucapan Sasuke, "Buktikan sekarang."
Sasuke mengerang, "Baiklah."
Sakura tersenyum lebar dan duduk di pangkuan Sasuke, mengecup seluruh wajah pemuda itu. Sasuke terkekeh pada reaksi Sakura dan memberi ciuman di leher gadis itu, "Cepatlah sebelum aku berubah pikiran."
Sakura meletakkan nampan berisi makanan di pangkuannya, "Ini burger favoritmu," ucapnya bersemangat, "Apa yang ingin kau makan lebih dulu?"
Sasuke mengangkat bahu, "Aku tidak tahu."
Sakura menyuapi Sasuke beberapa kentang goreng dan Sasuke memakannya dalam diam, "Bagaimana?"
"Enak," jawab Sasuke dan Sakura meletakkan kepalanya di bahu Sasuke, memperhatikan pemuda itu makan. Sasuke setengah tersenyum dan meneguk sodanya, "Kau mau?"
"Tidak, aku sudah makan di sekolah."
Sasuke memakan burgernya dengan pelan kemudian menyingkirkan sisa soda dan kentang gorengnya, "Aku sudah kenyang."
"Kau bahkan tidak menghabiskan kentang gorengmu," protes Sakura, "Setidaknya minum soda itu."
"Saku..."
"Oke, oke," Sakura berdiri, mengambil nampan, "Bersiap-siaplah, kita akan jalan-jalan keluar."
"Kita?"
"Ya, aku dan pacarku yang tampan. Apa kau kenal dia?"
Sasuke tidak bisa menahan senyum, "Tentu saja."
"Hebat. Katakan padanya untuk bersiap-siap, karena ada kencan malam ini," Sakura terkikik dan mengedip pada Sasuke, "Aku akan mandi dan aku akan siap dalam beberapa menit."
Sasuke memutar matanya, "Baiklah, sampai jumpa satu jam lagi."
Sakura membuka pintu dan melangkah keluar, berjalan ke lantai bawah, "Cukup bagus, dia mau makan sedikit," ucapnya segera setelah orangtuanya mendekatinya.
Mebuki tersenyum pada Sakura, "Itu lebih baik daripada tidak sama sekali."
Sakura mengangguk, "Aku akan mengajaknya nonton film dan aku sudah makan di sekolah, jadi kalian bisa makan malam tanpa menungguku."
"Baiklah," ucap Fugaku, "Pastikan dia bersenang-senang."
"Aku akan berusaha, Tousan."
***
"Sudah kubilang, kan? Kau pasti bisa mengemudi meskipun lenganmu masih dibalut," Sakura meraih satu tangan Sasuke dan menjalin jari-jari mereka, "Hanya perlu berjalan lambat dan memastikan jaraknya tidak jauh."
Sasuke tersenyum dan membawa tangan Sakura ke bibirnya, "Ya, kau benar," Ia mencium tangan Sakura dan melingkarkan tangannya di pundak gadis itu, "Aku tidak percaya Kaasan dan Tousan membiarkanku ke sini."
"Aku tahu," Sakura setuju, "Mereka benar-benar mengkhawatirkanmu, mereka akan melakukan apa saja untuk membuatmu bahagia lagi."
Sasuke menghela napas, "Aku mendengar apa yang mereka katakan, Saku. Aku tidak depresi, aku hanya bosan."
"Tinggal dua minggu lagi," Sakura membukakan pintu untuk Sasuke dan pemuda itu melangkah masuk.
Sasuke melepaskan rangkulannya dan meraih dompet di saku belakangnya, "Beli tiketnya."
Sakura menggelengkan kepalanya, "Aku yang akan membayarnya."
"Tidak," Sasuke memberikan dompetnya pada Sakura, "Kau pacarku, jika aku mengajakmu pergi, aku yang membayarnya."
Sakura tertawa, "Tapi aku yang mengajakmu pergi kali ini."
"Terserah," Sasuke memutar matanya, "Tetap aku yang akan membayarnya."
Mereka hanya punya waktu sepuluh menit untuk membeli tiket dan makanan sebelum film dimulai, jadi Sakura harus memastikan ia cukup cepat. Saat mereka masuk, keberuntungan untuk mereka, teater itu benar-benar kosong kecuali mereka dan dua pasangan lainnya.
"Wow dan ini hari Jumat malam."
Sasuke melihat sekeliling dan mengangguk pada Sakura, "Aneh."
Sakura tertawa kecil, "Ini bagus," Ia tersenyum pada Sasuke dan berbisik di telinga pemuda itu, "Kita bisa berciuman, Sasu."
Sasuke menyeringai dan memberi kecupan cepat di bibir Sakura sebelum menarik gadis itu ke sudut atas teater, jauh dari orang lain. Begitu mereka duduk, Sakura mencondongkan tubuhnya, mencium Sasuke dengan lapar.
"Aku sangat mencintaimu," Sakura berbisik di bibir Sasuke dan pemuda itu mengangguk dalam ciuman mereka, menarik wajah Sakura lebih dekat padanya sehingga ia bisa mencium gadis itu lebih dalam. Sasuke membelitkan lidahnya dengan lidah Sakura dan menarik tubuh gadis itu lebih dekat padanya dengan lengannya yang tidak terbalut. Sakura menggigit bibir bawah Sasuke dan membelai rambut hitam pemuda itu.
"Aku suka ciumanmu, Saku," Sasuke mencium leher Sakura dengan hidungnya dan gadis itu terkikik, menggerakkan jarinya ke atas dan ke bawah di samping leher Sasuke.
"YA TUHAN!"
Sasuke memejamkan mata dan Sakura dengan cepat menarik diri dari Sasuke sambil mengumpat dalam hati, diam-diam berdoa bahwa suara itu bukan salah satu dari teman orang tua mereka.
"Kalian seharusnya tidak berciuman dengan lampu masih menyala, kalian tahu?" Terdengar suara Hinata, menyeringai.
"Sial, sial dan sial," gumam Sakura, memberikan pandangan tidak setuju pada temannya itu, "Aku sudah sangat panik, jangan pernah mengagetkanku seperti itu lagi."
"Tidak bisakah kalian nenjaga jarak selama 10 menit saja?" tanya Naruto, menggelengkan kepalanya tak percaya. "Astaga, kata-kata 'Aku suka ciumanmu' membuatku mual." Ia dan Hinata duduk tepat di samping Sasuke dan Sakura dan mulai memakan popcorn dengan sangat tenang. "Jadi, kebetulan sekali, eh," Naruto menyengir pada teman-temannya.
Sakura memutar matanya, "Ini bukan kebetulan, Uzumaki Naruto. Aku sebelumnya sudah bilang padamu bahwa aku ingin membawa Sasuke ke bioskop malam ini."
"Dobe," Sasuke menggelengkan kepalanya, "Kau benar-benar penguntit."
Naruto pura-pura tersinggung, "Aku merindukanmu, Teme, aku hanya ingin melihatmu."
Sakura menjentikkan jari-jarinya di depan wajah Naruto, "Hei, dia sudah punya pacar, oke?"
Hinata tertawa, "Dan 'pacar' itu cemburu."
"Ya, dan posesif."
"Kalian bisa duduk di tempat lain, kan?" Sasuke mengangkat sebelah alisnya, "Aku ingin menghabiskan waktu berduaan dengan pacarku."
"Sasu," Sakura mencubit tangan Sasuke, "Itu tidak sopan."
Sasuke mengangkat bahu, "Biarkan saja."
"Sasuke benar, Naruto-kun," Hinata setuju dan berdiri, "Kita harus pindah."
"Ti-dak," protes Naruto, "Sejak dia mulai berkencan dengan Sakura-chan, kami tidak pernah menghabiskan banyak waktu bersama."
"Oke, Naruto-kun," Hinata memulai, "Ini mulai membuatku takut."
Naruto memutar matanya, "Cintaku padamu dan cintaku pada Teme benar-benar berbeda, santai saja, Hinata-chan."
Sasuke terkekeh, "Ya, bagiku seperti cinta platonis."
"Awwww," Sakura nyengir, "Naruto sedang jatuh cinta."
Naruto menghela napas dan menggelengkan kepalanya, "Oke Hinata-chan, ayo kita duduk di tempat lain."
"Tunggu! Jangan pergi Dobe-Sayang," Sasuke mengejek Naruto dan Sakura terkikik.
"Hei, Hinata-chan?" panggil Sakura.
"Ya, Sakura-chan?"
"Mungkin kita bisa menghubungi Ino dan Sai dan pergi makan bersama ketika film berakhir."
Hinata mengangguk. "Tentu, nanti kita hubungi mereka."
Setelah itu, Sasuke dan Sakura menunggu dengan tidak sabar sampai lampu dimatikan dan segera setelah itu terjadi, Sasuke menyerang leher Sakura dengan bibirnya, Sakura terkikik dan mengusap punggung Sasuke dengan lembut sementara pemuda itu mencium leher dan tulang selangkanya. Sasuke mencoba menarik Sakura lebih dekat tapi ia benar-benar kerepotan dengan lengannya yang dibalut dan akhirnya menyenggol kursi di depannya, "Aduh."
Sakura terkikik, "Apa kau baik-baik saja, Sasu?"
"Ya," Sasuke mengangguk, "Sulit seperti ini."
"Aku punya ide," Sakura tersenyum dan menggigit bibirnya.
"Beritahu aku," pinta Sasuke, tapi Sakura menutupi mulutnya dengan tangan.
"Ssst." Sakura berhasil duduk di pangkuan Sasuke, melingkarkan lengannya di leher pemuda itu dan mengecup bibir pemuda itu, "Begini lebih baik?"
Sasuke menyeringai, "Kau gila."
"Aku tergila-gila padamu," Sakura mencium leher Sasuke, dengan lembut menjilati semuanya sampai ia mencapai daun telinga pemuda itu, "Aromamu sangat harum, Sasuke-kun."
Sasuke menutup matanya dan mengusap punggung Sakura di balik kaos gadis itu, "Kau juga, manis."
Sakura mencium cuping telinga Sasuke, lalu pipi dan bibir pemuda itu. Sasuke memeluk Sakura lebih erat dan balas mencium dengan penuh semangat. Mereka mulai menikmati sesi berciuman lagi ketika suara yang sangat familiar mengganggu mereka.
"Um, Teme?"
Sasuke mengerang di bibir Sakura dan menatap Naruto, "Apa?"
Sakura menyandarkan kepalanya di dada Sasuke, menghindari memandang sahabat pacarnya, karena ia bersumpah ia bisa membunuh Naruto kapan saja sekarang. "Waktu yang bagus, Naruto."
Naruto memberi mereka senyum kecil, "Maaf."
"Apa yang kau inginkan, Dobe?" tanya Sasuke, jari-jarinya masih mengusap-usap punggung Sakura.
"Apa kau bisa meminjamiku uang? Hinata-chan ingin popcorn dan aku kehabisan uang."
Sasuke memutar matanya. Tipikal Naruto, keluar tanpa uang sama sekali. "Saku, bisa kau ambil dompetku?"
Sakura meraih dompet Sasuke yang sebelumnya ia pegang saat membayar tiket dan menyerahkannya pada Naruto.
"Aku pergi."
Sasuke bahkan tidak menunggu untuk melihat apakah Naruto benar-benar sudah pergi, ia segera mencium leher Sakura dan kemudian bibir gadis itu selama beberapa menit. Sakura menarik diri ketika udara mulai menipis, memeluk leher Sasuke dan membelai rambut belakang pemuda itu.
"Kuharap aku bisa tinggal sepanjang hari bersamamu seperti ini."
Sakura tersenyum dan mengecup leher Sasuke, "Aku juga."
Tangan besar Sasuke bergerak ke perut Sakura dan mulai mengusap-usapkan jari-jarinya. Sakura tersenyum dan meletakkan kepalanya di dada Sasuke, mendengarkan detak jantung pemuda itu.
"Kau sangat lembut," ucap Sasuke pelan, membelai perut Sakura.
Sakura menatap mata Sasuke, tidak bisa menghindari aroma parfum Sasuke yang membawa nostalgia panjang. Ia menunduk sebentar dan ketika matanya bertemu mata onyx Sasuke lagi, ia sudah menangis. Ia tidak tahu mengapa ia menangis, ia tidak punya alasan yang tepat sekarang. Posisi Sakura di pangkuan Sasuke memberi kesempatan Sasuke untuk memperhatikan wajah gadis itu. Kening Sasuke berkerut, ekspresinya benar-benar bingung ketika ia menyadari ada air mata mengalir di pipi Sakura. Sasuke dengan cepat berhenti mengusap perut Sakura, ekspresi keheranan yang terlukis di wajah Sasuke membuat jantung Sakura berdetak lebih cepat dan ia bisa melihat melalui mata Sasuke bahwa pemuda itu khawatir.
"Cherry, kau baik-baik saja?" tanya Sasuke, "Apa aku menyakitimu?"
Sakura menggelengkan kepalanya, "Tidak."
Sasuke memeluk Sakura lebih erat ketika gadis itu mulai menangis lebih deras dan ia mengusap punggung gadis itu berusaha menghiburnya. "Saku, ada apa? Semenit yang lalu kau tertawa dan sekarang kau menangis?"
"Ini air mata bahagia," jelas Sakura, memeluk Sasuke erat-erat. Sasuke merasa ingin tersedak, tapi memutuskan untuk tidak mengatakan apa pun. "Aku sangat merindukanmu, Sasu."
Sasuke tahu alasan Sakura menangis sekarang. Mereka telah menghindari topik ini selama dua minggu, tapi rasanya sudah waktunya untuk membicarakannya sekarang.
"Kau dulu begitu jahat padaku, aku terus berpikir semua yang terjadi adalah kesalahanku." bisik Sakura. Sasuke merasakan air mata Sakura membasahi bajunya dan ia tidak bisa menahan perasaan idiot dalam dirinya. Ia tidak tahu ia membuat Sakura semenderita itu.
"Cherry, lihat aku," ucap Sasuke dan Sakura menatapnya, "Aku idiot, benar-benar bodoh. Dan kau sempurna bagiku, kau tidak tahu betapa bersyukurnya aku saat kau mau memaafkanku," Ia menangkup wajah Sakura dengan tangannya, "Aku benar-benar bodoh telah memperlakukanmu seperti itu dan maafkan aku, aku berjanji untuk tidak pernah menarik kesimpulan sendiri lagi tanpa berbicara denganmu terlebih dulu."
Sakura menunduk, "Kupikir aku tidak pantas mendapat cintamu."
Sasuke menggelengkan kepalanya dan membuat Sakura memandangnya lagi. Ia mengulurkan jari-jarinya ke rambut Sakura dan menempelkan keningnya ke kening Sakura, "Aku yang tidak pantas mendapat cintamu," Ia berbisik di depan bibir Sakura, "Kau benar-benar luar biasa dan aku hanya... idiot," Ia menghela napas dan melanjutkan, "Aku berjanji bahwa jika kau memberiku kesempatan, aku akan menghabiskan sisa hidupku dengan menebus semua kebodohanku."
Sakura tersenyum dan memeluk Sasuke lagi, "Berjanjilah kau akan mencintaiku selamanya, itu saja yang aku inginkan."
"Aku akan mencintaimu sampai akhir hayatku," Sasuke balas memeluk Sakura, "Kau adalah hidupku, Saku."
Sakura menempelkan bibirnya dengan lembut di bibir Sasuke. Ia membuka mulutnya dan menerima lidah Sasuke yang menerobos masuk, lidah mereka saling bertarung dan terus bertarung dengan ritme yang sama, membuat mereka mengerang dalam ciuman itu. Sasuke melingkarkan lengannya yang kuat dan posesif di sekeliling Sakura, mengecup bibir Sakura dengan manis sebelum benar-benar menarik diri untuk mengambil napas.
Sakura membenamkan wajahnya di leher Sasuke, "Sasu?" ucapnya dengan nada lembut, napasnya di kulit Sasuke membuat seluruh tubuh pemuda itu berdesir, "Apa menurutmu orang lain akan menerima hubungan kita?"
Sasuke mengangkat bahu. "Aku tidak tahu, Saku."
"Aku takut mereka tidak akan mengerti mengapa kita ingin bersama," Sakura mengakui, suaranya pecah karena ketakutan, "Apa menurutmu mereka akan mengerti?"
"Aku harap begitu," jawab Sasuke, membelai rambut Sakura, "Tapi kau tidak perlu takut. Aku akan melindungimu."
"Sungguh?"
Sasuke mengangguk. "Aku akan melindungi kebahagiaan kita, Saku. Aku berjanji akan melakukan apa saja untuk membuatmu bahagia."
Sakura tersenyum dan memejamkan matanya, "Selama kau bersamaku, aku bahagia."
Sasuke menyeringai, "Sepakat, kalau begitu."
Sasuke mencari bibir Sakura lagi dan setelah bibir mereka bertemu, mereka kembali berbagi ciuman manis lainnya. Sakura bisa merasakan lidah Sasuke masuk jauh ke dalam mulutnya dan tangan pemuda itu bergerak di dalam bajunya. Ia merasakan tubuhnya bergidik ketika tangan Sasuke menyentuh tali branya.
Sasuke mencium daun telinga Sakura, "Kau baik-baik saja?"
Sakura mengangguk dengan lembut, menghindari keinginan untuk mengerang dalam kenikmatan setiap kali tangan Sasuke bergerak naik dan turun di kulitnya. Sasuke tampaknya terpengaruh dengan sesi berciuman mereka kali ini; karena ia menarik Sakura menjauh sedikit dari tubuhnya, memastikan gadis itu tidak duduk di kejantanannya. Napas mereka terasa berat sekarang dan seluruh tubuh mereka bergetar karena gairah yang diberikan satu sama yang lain. Sungguh tidak masuk akal bagaimana tubuh Sakura bereaksi terhadap sentuhan Sasuke dan begitu juga sebaliknya.
"Cherry?"
Sakura berhenti menghisap leher Sasuke dan menatap mata pemuda itu, "Hm?"
Sasuke sedikit memerah dan Sakura tidak mengerti mengapa, tapi ia berpikir itu lucu. "Kurasa aku... um," Sasuke memulai, "Aku mungkin harus pergi ke kamar mandi sekarang."
Sakura melihat ke bawah sebentar dan melihat volume celana Sasuke. "Ah Sasuke-kun, ayolah. Bahkan di sini?"
Sasuke mengangkat bahu dan terkekeh. "Ini salahmu."
"Apa kau butuh bantuan?" tanya Sakura, kembali duduk di kursinya sendiri, "Untuk um... kau tahu."
Sasuke menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Jika kau menyentuhnya, ini tidak akan tidur, kau tahu."
"Oke," Sakura memperhatikan Sasuke melepas hoodie-nya dan menutupi pangkuannya dengan hoodie itu. Sakura mulai terkikik dan Sasuke meliriknya.
"Kau pikir ini lucu, eh?"
Sakura mencoba berhenti terkikik. "Sedikit."
Sasuke menggelengkan kepalanya dan mengusap keringat di dahinya, "Aku akan segera kembali."
Dua puluh menit kemudian, hampir di akhir film, Sasuke akhirnya kembali dan duduk di samping Sakura lagi. Sakura mengamati ekspresi Sasuke yang tampak lebih santai dan ia tersenyum. "Apa itu sudah tidur?"
"Ya, aku baik-baik saja sekarang," Sasuke menjalin jari-jari mereka dan membawa tangan Sakura ke bibirnya, "Tentang apa film ini?"
"Aku tidak tahu. Yang kutahu seseorang sedang sekarat," Sakura menyesap minumannya, "Jadi," Ia memulai dan Sasuke tahu bahwa gadis itu akan mengejeknya, "Aku sedikit bangga pada diriku sendiri, karena aku bisa membuatmu terangsang di bioskop."
Sasuke memutar matanya, "Benar," ia terkekeh pelan, "Seolah kau tidak tahu efek dirimu padaku."
Sakura terkikik dan mengisyaratkan dengan jari telunjuknya agar Sasuke mendekat. Sasuke tersenyum dan menarik wajah Sakura untuk dicium, tapi Naruto menyela mereka... lagi.
"Yo! Filmnya sudah selesai!"
Sasuke mengerang, "Aku menyerah, aku menyerah."
Sakura mengecup Sasuke cepat, "Itu teman baikmu, eh."
"Kalian benar-benar harus mencari sebuah motel," Naruto menggelengkan kepalanya, "Aku bisa mendengar Sakura-chan mengerang dari ujung sana."
Hinata menepuk lengan Naruto, "Kau tidak perlu ikut campur hubungan orang lain," ucapnya, "Sudah kubilang itu tidak sopan."
Hinata, Sasuke dan Sakura berjalan keluar dari sana dan Naruto mengikuti di belakang mereka, masih bergumam betapa tidak adilnya mereka padanya. Mereka masuk ke tempat parkir dan Sakura memberikan kunci mobil pada Sasuke.
"Jadi ke mana kita sekarang?"
"Aku lapar," jawab Naruto, "Bisakah kita makan?"
Sasuke mengangkat bahu, "Tidak masalah."
"Aku suka pizza," Hinata bertepuk tangan dan Naruto menyengir.
"Aku juga!"
"Baiklah," Sasuke setuju. "Jadi, kita akan bertemu di sana?"
Naruto merangkul Sasuke dengan tiba-tiba, menyentuh lengan Sasuke yang dibalut.
"Pelan-pelan, Dobe," Sasuke memperingatkan tapi Naruto terus menyengir.
"Kami akan ikut denganmu, Teme."
"Sasuke-kun," Sakura merengek, "Ini tidak adil, dia benar-benar mencintaimu."
Sasuke tertawa dan Naruto memutar matanya, "Kau sangat pecemburu, Sakura-chan."
Sakura berkacak pinggang dan menatap Naruto, "Aku hanya menjaga pacarku, Uzumaki Naruto. Dia milikku, bukan milikmu."
"Sasuke-teme adalah temanku untuk waktu yang sangat lama," protes Naruto, "Bahkan lebih lama daripada dia menjadi pacarmu."
Sasuke dan Hinata berbagi pandangan dan menggelengkan kepala. Mereka berjalan ke mobil, berdampingan, tidak benar-benar memperhatikan Sakura dan Naruto yang masih di tempat yang sama, berdebat tentang siapa yang memiliki hak lebih banyak tentang Sasuke.
"Aku tidak tahu siapa yang lebih mencintaimu," ucap Hinata dan Sasuke tertawa.
"Tentu saja aku lebih suka bersama Sakura, dia rasanya benar-benar enak," ucap Sasuke dan Hinata terkikik. Kemudian Sasuke menambahkan, "Dan aku tidak suka dengan orang berbulu," bisiknya, "Jangan bilang pada Naruto-dobe, aku takut itu akan menghancurkan hatinya." Ia terkekeh.
***
"Apa kalian sudah meyelesaikan bagian kalian?" tanya Hinata, berdiri dari posisinya dan menatap kedua temannya. Mereka sepanjang sore itu berusaha menyelesaikan tugas kimia dan setelah dua ledakan kecil, mereka akhirnya bisa melakukan percobaan dengan benar. Sekarang mereka hanya perlu mengetikkan laporan hasilnya dan kemudian semua selesai.
"Aku sudah selesai," ucap Ino bangga pada dirinya sendiri, menutup notebook merah mudanya setelah mengirimkan bagiannya dari tugas itu melalui email ke Sakura dan Hinata.
Hinata memandang Sakura, "Kau, Sakura-chan?"
Sakura tersentak dari lamunannya dan menatap kedua temannya, "Eh, maaf, aku bahkan belum mulai mengerjakan."
"Apa yang terjadi denganmu hari ini, Sakura-chan?" tanya Hinata, duduk di lantai tepat di depan Sakura, "Maksudku, kau sering melamun sepanjang hari ini."
"Benar," Ino mengangguk setuju dan duduk di depan Sakura, "Ada apa?"
Sakura mengangkat bahu, "Sasuke melepas perbannya hari ini."
Ino tersenyum, "Kami sudah tahu itu, seluruh sekolah juga sepertinya tahu."
Hinata terkikik, "Jadi, apa masalahnya?" tanyanya.
Sakura menghela napas dan berdiri, duduk di tepi ranjang Hinata, "Aku sedang berpikir."
"Tentang?" Hinata dan Ino bertanya bersamaan.
"Situasiku dengan Sasuke," jawab Sakura dan menatap teman-temannya, "Kalian mengerti mengapa kami ingin bersama, kan? Ibu dan ayahku juga akan mengerti, kan?"
Hinata dan Ino tidak menatap mata Sakura, takut mereka bisa menghancurkan harapan yang dimiliki temannya itu. Sebenarnya, mungkin untuk dua remaja itu, mereka benar-benar melihat Sakura dan Sasuke seperti pasangan seumur hidup, selalu lebih dari sekedar teman atau keluarga... tapi Fugaku dan Mebuki benar-benar melihat dua anak mereka seperti kakak dan adik, mereka membesarkan keduanya seperti itu dan baik Hinata atau pun Ino tidak tahu apakah mereka akan menerimanya semudah mereka melakukannya.
"Mungkin," Hinata berusaha terdengar penuh harapan. "Tapi kenapa kau menanyakan ini pada kami?"
"Kau tidak berencana memberitahu mereka, kan?" tanya Ino sebelum berbagi pandangan prihatin dengan Hinata. Mereka tidak ingin melihat Sakura sedih kalau-kalau orangtua gadis itu tidak setuju dengan situasi antara Sakura dan Sasuke.
"Tidak, tidak, tidak," Sakura menggigit ujung bibirnya, "Maksudku, aku tidak tahu. Aku sudah sering memikirkannya, tapi aku tidak tahu... aku harus berbicara dengan Sasuke tentang ini."
Hinata bergeser dan duduk disamping Sakura, "Aku tidak tahu, Sakura-chan, mungkin kau harus menunggu sampai kalian masuk ke perguruan tinggi."
"Kurasa Hinata benar," Ino setuju.
Sakura menghela napas, "Nenekku tahu aku menyukai Sasuke. Dia bilang tidak apa-apa."
Ino memutar matanya, "Nenekmu suka menonton MTV dan menyukai Brad Pitt, dia tidak normal."
"Tapi mungkin orangtuaku akan berpikir seperti itu juga... sama seperti nenekku."
Kali ini Ino berdiri dan duduk di sisi lain Sakura. Kemudian ia dan Hinata memeluk Sakura bersama-sama.
Sakura terkikik, "Untuk apa pelukan ini?"
Hinata tersenyum, "Kami hanya ingin kau tahu bahwa sebesar apapun kesulitanmu, kami ada di sini untukmu, iya kan, Ino-chan?"
"Tentu saja!" Ino menyeringai dan bermain dengan rambut merah muda Sakura, "Dan jika kau merasa terlalu stres, kau selalu bisa pergi ke rumah pantaiku di Hawaii dan mengambil libur seminggu."
"Aww," Sakura balas memeluk mereka, "Kalian memang teman terbaik."
"Oke, saatnya mengubah topik pembicaraan sekarang," Ino berdeham. "Sudah berapa lama kau dan Sasuke berhubungan seks?"
Mata Sakura membelalak, "Siapa yang memberitahumu bahwa kami berhubungan seks?"
"Naruto," jawab Ino dengan tenang.
Hinata memutar matanya, "Aku bersumpah akan membunuhnya suatu hari nanti."
"Tidak apa-apa, Hinata-chan. Aku sudah terbiasa dengan Naruto."
"Jadiiii," Ino menyenggol Sakura, "Ceritakan semuanya pada kami. Maksudku, kami masih perawan, kau tahu."
Hinata menelan ludah, "Sebenarnya..."
Sakura menyeringai dan mata Ino melebar, "Kau dan Naruto?"
"Tidak, Kobe Bryan dan aku," Hinata memutar matanya, "Tentu saja dengan Naruto, Ino-chan!"
"Dan kau belum memberitahu kami," Ino memukul Hinata main-main.
"Aku malu," Hinata mengakui, "Tapi selama Sakura-chan mau membicarakannya, kurasa aku juga bisa."
"Uh!" Ino merintih, "Katakan padaku. Apa itu sakit?"
"Hanya saat pertama kali," ucap Hinata.
Kemudian Sakura menambahkan, "Tapi bagaimanapun juga itu sangat luar biasa."
Ino meringis, "Itu yang aku takutkan."
Hinata memutar matanya, "Itu tidak akan terasa sakit selamanya, kau hanya sakit sebentar."
Ino mengangguk-angguk, "Oke."
Sakura tertawa ketika Hinata mulai menjelaskan semua yang ia ketahui tentang seks pada Ino dan ia meraih buku catatannya di lantai dan mulai menulis bagian laporannya. Meskipun ia menyukai kimia, ia tidak bisa berkonsentrasi sama sekali. Semua pembicaraan mereka hanya membuatnya semakin merindukan Sasuke...
***
Sebelum makan malam.
"Bagaimana perasaanmu, Sasuke?" tanya Mebuki, memberikan kentang tumbuk ke piring Fugaku, "Apa lenganmu masih sakit?"
"Sedikit sakit, hanya itu," jawab Sasuke dengan tulus, memberikan senyuman, "Tapi aku merasa baik-baik saja."
Fugaku tersenyum juga, "Kau bisa kembali berlatih besok atau kau bisa menunggu seminggu lagi jika mau."
Sasuke menggelengkan kepalanya. "Tidak, semakin cepat semakin baik."
"Pelan-pelan saja," Mebuki mengingatkan Fugaku dan pria mengangguk.
"Aku tidak akan mendorong Sasuke terlalu keras untuk berlatih, aku berjanji pada dokter."
"Bagus," Mebuki tersenyum dan memperhatikan Sakura yang diam sepanjang makan, "Jadi Sakura-chan, apa kau punya rencana untuk ulang tahunmu?"
"Hm?" tanya Sakura, tidak benar-benar memperhatikan pembicaraan di meja sama sekali. "Maaf, Kaasan?"
"Ulang tahunmu... minggu depan. Ingat?"
Sakura mengangguk bersemangat dan tersenyum, "Ya."
Fugaku meletakkan garpunya dengan pelan di atas meja dan mengamati putri remajanya, "Jadi, apa yang kau inginkan, Sakura?"
Itu pertanyaan yang mudah. Sakura tidak perlu memikirkannya sama sekali. "Lisensiku."
Fugaku tersenyum. "Tentu, aku pastikan kau bisa mendapatkannya."
"Terima kasih!"
"Sebenarnya, Tousan," Sasuke memulai ketika ia mengambil ayam ke piringnya, "Usia 16 tahun kurasa sudah besar untuk seorang gadis, dan apa kalian akan mengizinkan kami bepergian ke pantai untuk akhir pekan?" Ia sekarang memandang ayahnya, "Aku sudah bicara dengan Sai dan dia bilang tidak apa-apa untuk berkunjung ke rumahnya di Aichi... ini akan menjadi kesempatan sempurna untuk merayakan ulang tahun Saku dengan teman-teman."
Fugaku menggosok pelipisnya, "Aku tidak tahu. Kalian terlalu muda untuk pergi ke Aichi sendirian."
"Kita tidak akan sendirian, Tousan. Sai memiliki banyak pelayan di sana."
"Tapi bagaimana dengan kami? Kami tidak akan menghabiskan waktu bersama Sakura-chan?"
"Ulang tahunku pada hari Rabu, Kaasan," ucap Sakura dan mengedipkan mata pada Sasuke, "Ngomong-ngomong, itu ide yang bagus, Sasu."
Sasuke menyeringai, "Aku tahu."
Mebuki memandang mereka dengan curiga, "Apa yang kalian rencanakan, eh?"
"Tidak ada," jawab Sasuke dan Sakura secara bersamaan.
"Hmm," kata ibu mereka dan memandang suaminya, "Kami akan memikirkannya dulu, oke?"
Setelah makan malam, Sasuke mengajak Daisy jalan-jalan sedangkan Sakura tetap di rumah, menyelesaikan tugasnya yang entah bagaimana tidak bisa diselesaikannya lebih awal. Setelah mencobanya beberapa kali, ia akhirnya bertelepon dengan Ino dan Hinata sepanjang sore.
Ketika ia berjalan ke kamar mandi, ia mengintip ke luar jendela dan melihat Sasuke dan Daisy bermain di halaman belakang. Ia menghela napas dan segera masuk ke kamar mandi, berendam cukup lama. Masalah hubungannya dengan Sasuke masih mengganggunya.
Setelah mandi, ia segera menyelesaikan tugasnya dan pergi ke kamar Sasuke seperti biasa. Tiga puluh menit kemudian, Sasuke berjalan masuk ke kamar sudah mengenakan celana piyama dan rambutnya masih tampak basah.
"Hei," Sasuke menyeringai pada Sakura dan mencium bibir gadis itu, "Ada apa?"
"Tidak ada," ucap Sakura dan berbaring, "Apa Kaasan dan Tousan masih bangun?"
Sasuke menggelengkan kepalanya. "Tidak, mereka baru saja mengunci pintu kamar," Ia berdiri, "Sebentar, aku lupa sesuatu."
Sakura memperhatikan ketika Sasuke berjalan ke pintu dan membukanya. Daisy berlari masuk ke dalam kamar dan melompat ke tempat tidur mereka.
"Anak kita." ucap Sasuke
Sakura terkikik, "Bagaimana mungkin kau melupakan bayi kita." Daisy menggonggong dan Sakura menepuk kepalanya, "Waktunya tidur Daise."
Sasuke melompat ke tempat tidur di samping Sakura dan menutupi dirinya dengan selimut.
Sakura berbaring miring dan menyingkirkan rambut Sasuke yang basah menjauh dari mata hitam pemuda itu, "Kau seharusnya tidak keramas jika kau akan tidur."
"Aku berkeringat."
"Ya," Sakura mengerutkan hidungnya, "Itu mungkin akan terlihat lebih seksi."
"Aww," Sasuke tertawa dan menggelitik sisi tubuh Sakura, "Kau sangat lucu."
Sakura melingkarkan satu lengannya di pinggang Sasuke dan menarik napas panjang. "Boo?"
"Hm."
"Kau berencana untuk kuliah ke mana?"
Sasuke memandang Sakura dengan bingung, "Kenapa kau ingin tahu?"
"Karena," Sakura menggigit bibir bawahnya, "Aku ingin ke Universitas Nagano."
"Aku ingin ke Universitas Aichi," jawab Sasuke dan mereka menyadari bahwa mereka memiliki masalah sekarang. "Apa kau yakin kau tidak ingin kuliah denganku?"
Sakura mengangkat bahu. "Kau tahu, aku menyukai Nagano."
"Ya," Sasuke mengangguk, "Tapi lebih baik kita jangan memikirkan ini sekarang, oke?"
"Uhm, oke."
Sasuke mematikan lampu dan memejamkan matanya. Sedangkan Sakura berusaha untuk mengabaikan pikirannya, tapi ia gagal total.
"Boo, kau belum tidur?"
"Belum, Saku." gumam Sasuke dan Sakura terkikik. Ia membelai rambut gadis itu, "Apa yang kau pikirkan?"
"Kurasa kita harus bicara dengan Kaasan dan Tousan tentang kita."
Sasuke tersentak dan menyalakan lampu di meja samping tempat tidurnya lagi. Ia duduk lurus di tempat tidur dan menatap Sakura dengan kaget, "Apa?"
Sakura menutupi wajahnya dengan tangannya, "Matikan. Kaasan dan Tousan akan datang ke sini jika tahu lampu masih menyala."
Sasuke melakukan apa yang diminta Sakura dan berbaring lagi. "Kenapa kau ingin memberitahu mereka?" tanya Sasuke berbisik.
Sakura mengangkat bahu, "Tidakkah kau merasa buruk memiliki hubungan di belakang mereka?"
"Tidak," Sasuke mengakui dan kemudian menghela napas, "Saku, masalahnya, bagaimana jika mereka tidak menerima hubungan kita? Aku tidak bisa mengambil resiko kehilanganmu."
"Kau tidak akan kehilanganku, Sasu," ucap Sakura meyakinkan Sasuke, tapi jauh di lubuk hatinya ia tidak bisa menebak apa yang akan dipikirkan orang tua mereka tentang hubungan ini. "Boo?"
Sasuke mengusap matanya, "Ya?"
"Apa yang akan kita lakukan jika mereka mengira kita sakit jiwa?"
"Tidak akan, Saku," ucap Sasuke terlalu percaya diri, "Mereka akan mengerti."
"Menurutmu begitu?" tanya Sakura dan ia bisa merasakan Sasuke mengangguk di sampingnya.
"Aku yakin." jawab Sasuke dan ia bisa merasakan Sakura tersenyum. "Kaasan dan Tousan akan berpikir kita bisa memberi mereka cucu-cucu yang cantik suatu hari nanti."
Sakura terkikik, "Kita?"
Sasuke berbaring miring dan melingkarkan lengannya di pinggang Sakura, menarik gadis itu mendekat, "Tentu saja, Cherry."
"Aku mencintaimu," Sakura membelai bibir Sasuke dengan jari telunjuknya, "Tapi kau perlu melakukan sesuatu untukku."
Sasuke menutup matanya dan meleleh dalam sentuhan Sakura, "Apapun, Cherry."
"Kau harus kuliah di Nagano. Kita tidak boleh berpisah."
"Kenapa kau selalu melakukan ini?" Sasuke terkekeh dan melanjutkan, "Meminta padaku sesuatu disaat aku terlalu lemah di sampingmu."
"Karena ini satu-satunya cara kau akan melakukan apapun yang aku minta," jawab Sakura dengan suara kecil, "Kau akan ke Nagano, kan?"
"Boleh aku berpikir dulu tentang hal ini?"
"Sasuuuuu."
"Baiklah, baiklah," Sasuke mengecup bibir Sakura, "Kau seperti bocah kecil, Saku." Sakura terkikik lebih keras dan Sasuke membungkamnya dengan ciuman. "Kaasan dan Tousan akan datang ke sini, Saku," cibirnya.
Sakura tersenyum dan memeluk leher Sasuke, "Selamat malam, Sayang."
"Malam, Cinta," jawab Sasuke, akhirnya menutup matanya dan membiarkan kantuk mengendalikan tubuhnya.
***
Satu setengah minggu kemudian - Aichi
Sai menghentikan vannya di pantai dan mereka semua keluar dari kendaraan, meregangkan kaki mereka. Hari itu sangat cerah dan mereka semua melindungi mata mereka dengan kacamata. Sakura tersenyum lebar ketika ia melihat ke pantai, kebahagiaan menguasai tubuhnya untuk menghabiskan ulang tahunnya yang ke-16 bersama kekasih dan teman-teman terbaiknya.
Sasuke memeluk Sakura dari belakang dan meletakkan dagunya di bahu gadis itu, "Apa yang kau pikirkan?"
"Aku senang berada di sini bersama teman-teman," Sakura membelai tangan Sasuke yang berada di perutnya dan menoleh, "Dan juga denganmu..."
Sasuke mengecup bibir Sakura dan kemudian juga mengecup hidung gadis itu, "Baiklah, nikmatilah. Ini akhir pekan ulang tahunmu dan kita akan bebas melakukan segalanya yang dilarang oleh Tousan dan Kaasan."
Sakura terkikik dan Sasuke memeluknya lebih erat, mencium pipinya.
"Teme, aku jadi ingin kuliah di Aichi denganmu," ucap Naruto, memandangi ombak. "Bisa kau bayangkan betapa menyenangkannya berada di pantai sepanjang hari?"
"Ya," Sasuke mengangguk dan meniup leher Sakura, "Nagano tidak punya pantai."
Sakura memutar matanya, tapi Hinata membelanya. "Tapi di Aichi tidak ada Central Park."
"Aku tidak tahu tentang rencana kalian, tapi yang pasti aku akan kuliah di sini ketika aku lulus. Itu sebabnya orangtuaku tidak menjual rumah disini," ucap Sai memberitahu mereka, nyengir.
Ino memandangi kekasihnya dan mencibir, "Bagaimana denganku?"
"Kau juga bisa ikut denganku jika mau, Cantik."
"Terima kasih, Pumpkin," Ino memeluk Sai dan mereka semua tertawa.
Mereka berjalan di atas pasir yang hangat sampai mereka cukup dekat dengan laut. Para gadis meletakan handuk mereka di pasir, dan Ino berbaring berjemur sementara Hinata dan Naruto berlari ke laut. Sasuke duduk di handuk Sakura dan gadis itu segera merangkak ke arahnya, duduk di tengah kaki Sasuke dan bersandar di dada berototnya.
"Astaga, aku merasa di surga," kata Sai.
Sasuke balas dengan bercanda, "Amin."
Sai berdiri dan meraih tangan Ino untuk membantu gadis itu berdiri juga, "Kalian akan duduk sepanjang hari?"
Sasuke tersenyum pada mereka, "Kalian bisa pergi dulu, kita akan menyusul nanti."
Sakura berdiri dan melepas jubahnya, memperlihatkan bikini putih mungilnya, membuat jantung Sasuke berdebar di dalam dirinya. Sakura benar-benar cantik saat mengenakan bikini. Gadis itu berjongkok di depan Sasuke dan memeluk leher pemuda itu. Sasuke balas memeluk kembali, tidak pernah ingin membiarkan gadis itu pergi.
"Ada apa, Cherry?" Sasuke mencium rambut Sakura dan mengusap punggungnya dengan lembut, "Kau baik-baik saja?"
Sakura mengangguk di bahu Sasuke, "Aku tidak percaya kita ada di sini."
"Kita benar-benar di sini, Saku," Sasuke menyeringai pada Sakura dan gadis itu tersenyum, "Hanya melihatmu tersenyum, membuat hariku menyenangkan."
"Kau luar biasa," Sakura mencium pipi Sasuke dan menarik kaos pemuda itu, "Ayo, main air."
Sasuke tersenyum kecil pada Sakura, "Mungkin dingin."
Sakura cemberut, "Ayolah, Sasu, please."
Sasuke memutar matanya sebelum menghisap bibir bawah Sakura, "Jangan lakukan itu. Ini tidak adil."
"Oke," Sakura terkikik dan membuka mulutnya untuk mencium Sasuke dengan benar. Sasuke menarik pinggang Sakura lebih dekat padanya, lidahnya memijat lidah Sakura yang membuat gadis itu mengerang senang.
Sakura menarik diri dan berbisik di telinga Sasuke, "Simpan untuk nanti, Boo."
Sasuke menyeringai, "Aku akan mengingatnya, eh."
"Uhh tubuhmu sangat seksi."
Sasuke tertawa, "Tepat."
Sakura menjilat bibir bawahnya ketika ia mengamati tubuh Sasuke yang sangat rupawan. Matanya beralih dari bibir Sasuke yang sempurna ke lehernya dan kemudian ke dada pemuda itu. Ia merasakan tubuhnya seolah membakar kenikmatan ketika matanya menemukan perut pemuda itu.
"Cherry, kau sedang mengamatiku?"
Sakura mengangguk perlahan, dipengaruhi oleh tubuh Sasuke hingga tidak bisa berbohong, "Ya."
Sasuke tertawa. "Aku tahu itu," matanya menatap tubuh dan perut Sakura yang rata, "Kau cantik. Aku sangat merindukan tubuhmu."
Sakura menggigit bibir bawahnya, "Aku juga. Rindu yang sangat besar."
Sasuke menarik tangan Sakura dan mereka mulai berjalan mendekati air. Ia diam-diam berharap air akan terasa dingin sekarang karena ia benar-benar membutuhkannya. "Aku punya hadiah khusus untukmu," ucapnya, menatap Sakura dengan sudut matanya.
"Sungguh?"
Sasuke tersenyum, "Ya."
Mereka masuk ke air dan Sasuke memeluk Sakura untuk melindungi gadis itu dari ombak. Sakura terkikik setiap kali ombak memukul punggungnya dan ia memeluk Sasuke kembali, menyandarkan kepalanya di dada pemuda itu.
Hari berlalu dengan sangat cepat. Mereka makan siang di pantai dan menghabiskan sepanjang hari bermain-main di pasir. Para lelaki mencoba mengajari para gadis cara berselancar, tapi setelah menyadari bahwa para gadis benar-benar buruk dalam hal itu, mereka menyerah.
Setelah makan malam, mereka mengadakan pesta mini di rumah Sai, halaman belakang dipenuhi balon merah muda dan biru, Hinata dan Ino bahkan membeli kue cokelat besar untuk Sakura. Sekitar jam 11 malam mereka menyanyikan lagu selamat ulang tahun dan berkumpul-kumpul sebentar sebelum akhirnya satu persatu dari mereka mengucapkan selamat tidur dan berjalan ke kamar mereka sendiri, menyisakan Sasuke dan Sakura yang tetap terjaga.
"Ini adalah ulang tahun terbaik yang pernah ada, Boo," Sakura melemparkan dirinya ke sofa dan mendesah bahagia, "Terima kasih banyak."
Sasuke memandang Sakuraa, "Kau menyukainya?"
Sakura mengangguk, "Aku sangat menyukainya."
"Bagus," Sasuke meraih tangan Sakura dan menarik gadis itu dari sofa, "Ikut aku, aku punya hadiah untukmu."
Sakura tersenyum lebar dan mengikuti Sasuke ke kamar mereka. Sasuke membuka pintu dan melangkah ke samping, memberi ruang agar Sakura masuk lebih dulu. Mata Sakura melebar ketika ia melihat ruangan itu diterangi dengan banyak lilin. Tempat tidur dipenuhi dengan kelopak mawar dan ruangan itu kini hanya diterangi oleh lilin dan cahaya bulan yang masuk melalui jendela besar.
"Ini cantik," Sakura menoleh ke belakang dan tersenyum pada Sasuke, "Dan sangat romantis."
Sasuke tersenyum dan duduk di tepi tempat tidur, menarik tubuh Sakura. Sakura menahan napas ketika Sasuke mulai membuka kancing dress birunya, mata pemuda itu menatap tubuhnya dengan penuh gairah dan kekaguman. Begitu Sasuke selesai dengan kancing dress itu, Sakura berdiri dan membuat dressnya jatuh ke lantai. Ia menggigit bibirnya ketika tangan Sasuke membelai kulitnya, dengan lembut, penuh perhatian, dan dengan penuh cinta.
Sasuke mencium bibir Sakura perlahan, dan kemudian pipi dan rahang gadis itu, tangannya berhasil melepaskan bra Sakura seperti seorang profesional. Sakura mengerang ketika ibu jari Sasuke mengusap putingnya sementara lidah pemuda itu perlahan menelusuri sisi lehernya, menikmati rasa kulitnya.
Sasuke duduk di tempat tidur lagi dan menarik lepas celana dalam Sakura, membuat gadis itu telanjang bulat di depannya. Tubuh Sakura yang sempurna bersinar dengan cahaya rendah dan mulai berbau seperti lilin.
"Kau sangat cantik, Saku," Lidah Sasuke menggelitik perut Sakura dengan lembut dan memberi kecupan manis di perut gadis itu sebelum membantu gadis itu membuka sepatunya dan mulai membuka pakaiannya sendiri juga. Sakura membantu Sasuke membuka kemejanya dan mencium bibir pemuda itu dengan lembut sebelum mulai membuka kancing celana pemuda itu.
"Tunggu," Sasuke menarik diri dari ciuman mereka dan menarik Sakura ke pangkuannya, "Hadiahmu dulu."
Sakura tersenyum dan mengangguk pelan. Sasuks mengambil sebuah kotak kecil dari sakunya dan memberikannya pada Sakura, "Selamat ulang tahun, Cherry."
Sakura tersenyum pada Sasuke dengan gugup sebelum membuka kotak itu, yang berisi dua cincin, satu emas dan satu perak. "Wow, cantik sekali, Sasu," Ia memandang Sasuke, "Apakah ini untukku?"
"Sebenarnya, ini untuk kita," ucap Sasuke mengoreksi, "Cincin komitmen."
Senyum Sakura melebar dan ia memeluk leher Sasuke, "Aku sangat mencintaimu."
Sasuke mencium Sakura sebentar dan kemudian menarik diri kembali, "Ada tanggal di belakang cincin itu dan namaku," Ia tersenyum pada Sakura, "Dan ada namamu di cincinku."
Sakura mengamati cincin itu dan mencium Sasuke lagi, "Terima kasih, kau yang terbaik."
Sasuke mencium leher Sakura perlahan, "Ini artinya kau sepenuhnya milikku sekarang."
"Aku selalu milikmu," Sakura membelai rambut hitam Sasuke dan mencium kening pemuda itu, "Aku tercipta untukmu, Sasu."
Sasuke tersenyum pada Sakura dan menarik tangan kecil gadis itu ke dalam tangannya yang besar, "Biarkan aku memakaikan cincinnya, Cherry."
Sasuke menyelipkan cincin itu di jari manis Sakura dan mencium tangan gadis itu dengan lembut. Sakura meniru gerakan Sasuke, menyelipkan cincin di jari pemuda itu, tapi ketika ia menyelesaikan ritual mereka itu, Sasuke menciumnya dengan seluruh gairahnya. Tangan Sasuke dengan cepat menemukan tempat favoritnya, perut Sakura, dan mulai mengusap kulit lembut gadis itu... pindah ke payudaranya, perutnya lagi dan kemudian celana ketat gadis itu.
"Aku sangat mencintaimu," bisik Sasuke di leher Sakura, membelai kulit halus gadis itu dengan napasnya yang panas, "Dan cinta itu semakin besar, Saku."
Sakura berdesir dan menarik diri dari Sasuke, ia membuka kancing celana Sasuke, dan menariknya lepas sekaligus dengan celana pendeknya. Sakura duduk lagi di pangkuan Sasuke, melingkarkan lengannya di leher Sasukd dan menempatkan kakinya di sisi tubuh pemuda itu. Tubuh telanjang mereka bersentuhan satu sama lain dan Sakura sudah bisa merasakan ereksi Sasuke memohon untuk masuk ke dalam dirinya. Mereka menatap satu sama lain selama lebih dari satu menit dalam diam. Tangan besar Sasuke terus mengelus-elus tulang punggung Sakura.
"Kau sangat luar biasa," ucap Sasuke ketika ia menempelkan hidungnya ke hidung Sakura, "Dan aku sangat terkesan setiap kali aku bangun karena aku semakin mencintaimu."
Sakura menahan napas saat air mata mulai mengalir di pipinya, air mata bahagia. Sasuke begitu sempurna hingga ia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa pemuda itu lagi. Sakura memejamkan matanya, dan mengatakan bahwa ia juga mencintai Sasuke lebih dari apa pun di dunia ini sebelum pemuda itu tiba-tiba memasukkan kejantanannya ke dalam dirinya. Sasuke cepat-cepat mencari bibir Sakura lagi, dan Sakura harus menahan teriakan yang akhirnya tersangkut di tenggorokannya.
Sakura menarik diri dari ciuman mereka untuk mendesah keras dan bergerak untuk mengakomodasi Sasuke agar lebih baik di dalam dirinya. Ia bisa merasakan milik Sasukd semakin besar di dalam dirinya ketika putingnya bergesekan dengan dada telanjang pemuda itu dan tangan kecilnya membelai rambut hitam pemuda itu perlahan.
"Aku tidak percaya aku butuh waktu lama untuk menyadari bahwa hanya kaulah yang bisa melengkapiku, Cherry," ucap Sasuke mengakui ketika ia meletakkan kedua tangannya di pinggul Sakura dan mulai bergerak masuk dan keluar dari diri gadis itu. Sakura memejamkan mata dan memiringkan kepalanya ke belakang, mengerang dengan nikmat ketika ia merasa Sasuke benar-benar mengisinya.
"Oh Tuhan, Sasu," bisik Sakura pelan di pundak pemuda itu. Sasuke menyentuh Sakura dengan lembut hingga Sakura tidak bisa menghentikan air mata bahagianya sekarang. Sasuke mulai mendorong lebih dalam dan lebih cepat, membuat Sakura mengangkang dengan lebar. Ia memeluk leher Sasuke dan menggigit bahu pemuda itu.
Sakura merasa tubuhnya semakin lemah saat ia merasakan orgasme mendekatinya. Sasuke terkesiap; ia tahu ia juga tidak bisa bertahan lebih lama lagi sebelum orgasme tiba. Tubuh Sakura menegang di sekitar kejantanan Sasuke dan dengan beberapa dorongan lagi dalam diri Sakura, Sasuke meledak juga.
Sasuke berbaring di tempat tidur dan Sakura menyandarkan kepalanya di dada pemuda itu, kepalanya naik dan turun saat Sasuke bernapas berat. Ia menutup matanya, masih terlalu lemah untuk berbicara atau bergerak. Sasuke bergerak sedikit, melepaskan tubuh mereka, membuat Sakura segera merindukan tubuh Sasuke. Sasuke tersenyum pada dirinya sendiri, merasa lelah dan sepenuhnya puas. Sasuke memeluk tubuh Sakura, cincin peraknya yang dingin mengenai kulit Sakura yang panas dan membuat gadis itu bergidik.
Sakura mencium leher Sasuke dengan lembut dan berbisik bahwa ia mencintai pemuda itu. Sasuke membuka matanya lagi dan mencium rambut merah muda Sakura sejenak, "Aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu, Saku."
Sakura menghela napas dengan puas, "Aku juga."
Sasuke mencium kepala Sakura. "Oke, jadi begitu kita kembali ke rumah, kita akan berbicara dengan ibu dan ayah tentang hubungan kita."
"Apa kau yakin?" Sakura menggigit bibirnya dan menatap Sasuke, "Tidakkah kau pikir ini terlalu cepat?"
"Tidak," jawab Sasuke. "Kita ingin bersama, bukan?"
"Ya."
"Kalau begitu kita harus berbicara pada mereka."
Sakura mengangguk. "Baiklah," Ia mengecup dada Sasuke dengan cepat dan memejamkan matanya lagi, "Aku mencintaimu, semuanya akan baik-baik saja."
"Tentu saja. Selama kau bersamaku, semuanya sempurna, Saku," Sasuke tersenyum tipis dan kemudian menutup matanya juga, masih tersenyum pada dirinya sendiri. Hal terakhir yang ditangkap matanya sebelum tidur adalah tangan kecil Sakura di dadanya dan cincin di jari gadis itu yang diterangi oleh cahaya bulan.
***
To be Continued.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)