Chapter 18 - Mencintaimu
Entah bagaimana, Sakura menganggap Sasuke yang tinggal di lantai atas tidak akan banyak mengubah segalanya. Ia sekarang sibuk dengan festival amal tahunan setelah lolos audisi untuk mewakili klinik tempat ia bekerja dan ia harus memberikan 128% untuk penampilan bernyanyinya. Ia juga masih harus tetap rutin berolahraga. Ia masih harus banyak tidur untuk menjaga suaranya pada kualitas kinerja yang prima. Jadi bagaimana jika Sasuke, mantan sahabatnya dan pemuda yang menghancurkan hatinya, kebetulan tinggal di lantai atas sekarang, hm?
Salah.
Sangat salah.
Memiliki pemuda yang dicintai dengan sepenuh hati sampai pemuda itu memecahkan hatinya menjadi dua ribu empat ratus potongan kecil—satu potong untuk setiap mil yang memisahkan mereka—tinggal di lantai atas secara positif menakutkan bagi Sakura. Sejak Sasuke pindah, telinganya selalu mencermati setiap suara yang datang dari apartemen pemuda itu di lantai atas. Dan bukan suara-suara gedebuk aneh seperti para tetangga lama. Oh tidak, lantai yang tipis memungkinkannya untuk mendengar gumaman suara Sasuke ketika pemuda itu berbicara di telepon. Ia bisa mendengar langkah Sasuke saat pemuda itu bergerak dari dapur ke ruang tamu ke kamar tidur dan kembali lagi. Saat pagi, ia bisa mendengar air mengalir dan menyadari bahwa pemuda itu sedang mandi. Itu hampir membuat Sakura berlutut lemas ketika kenangan saat-saat intim dengan Sasuke membanjiri otaknya. Sebanyak ia menolak berpikir intim tentang Sasuke—karena bagaimanapun, ia hanya punya satu malam intim dengan pemuda itu—semakin sulit untuk tidak membayangkan Sasuke di lantai atas tidak lebih hanya memakai handuk. Dan pada malam hari, ketika ia berbaring di tempat tidurnya dan menatap langit-langit, ia akan tahu bahwa Sasuke berada tepat di atasnya. Karena ia cukup sering tidur dengan Sasuke—dalam arti platonis di masa lalu—ia tahu bahwa pemuda itu akan tidur tengkurap, selimut di sekeliling pinggulnya, dengan bantal terselip di bawah lengannya. Dan bahkan ia bisa membayangkan punggung Sasuke naik turun dengan napas lelapnya yang dalam.
Singkatnya, Haruno Sakura berada di neraka.
Pada hari Kamis pagi, setelah Sakura mendengar Sasuke mandi (lagi) dan pikirannya menjadi lemas dengan bayangan-bayangan yang tidak pantas (lagi), ia, karena tidak ada kata yang lebih baik, benar-benar kesal pada dirinya sendiri karena reaksi lemah dan cengengnya terhadap pemuda itu.
Menyisir rambutnya di cermin, Sakura memberi ceramah tegas pada dirinya sendiri. "Sakura, kau tidak bisa membiarkan dia mempengaruhimu seperti ini. Ya, ini mengejutkan karena dia pindah ke atas. Tapi kau bahkan belum melihatnya lagi sejak Selasa. Dia bukan siapa-siapa. Dia hanya tetanggamu." Sambil meletakkan sisirnya, ia meraih pelembab dan mulai mengoleskannya di wajahnya.
"Dia hanya pria... hanya pria yang berarti sesuatu untukmu dan kemudian sesuatu terjadi dan sekarang ini sudah berakhir dan kau siap untuk move on." Sakura menunjuk dirinya sendiri di cermin saat ia berbicara, berharap untuk memastikan ceramah mandiri itu sedikit lebih baik.
Meletakkan botol pelembabnya, Sakura meraih penjepit bulu mata, menjepit bulu matanya di antara penjepit, dan menghitung sampai sepuluh.
"Ya, dia hanya seorang pria, sama seperti pria-pria lain." Sakura mendengus karena ia tidak pernah suka berbohong pada dirinya sendiri. "Sialan!" Menyadari bahwa rasionalisasi tidak berhasil, ia melemparkan penjepit bulu mata ke meja dan dengan marah mengaplikasikan maskara ke bulu matanya.
"Kenapa dia harus pindah ke sini seperti itu!" Sakura berteriak pada dirinya sendiri di cermin. "Apa yang ingin dia capai?"
Menatap wajahnya sendiri, Bayangan Sakura di cermin seakan berkata "Dia ada di sini karena kita dan karena dia memikirkan kita setiap saat."
"Ya, well, aku memikirkan tentang Adam Levine tapi itu bukan berarti aku memburu Behati Prinsloo dan mencuri suaminya." Menggeram, Sakura mematikan lampu kamar mandi dan masuk ke kamarnya untuk berpakaian. Saat ia mengenakan pakaiannya, ia terus menggerutu pada dirinya sendiri.
"Kau tidak bisa membiarkannya melakukan ini padamu, Sakura. Kau sudah melewati pria bernama Uchiha Sasuke. Dia tidak bisa memengaruhimu lagi!"
Aku pembohong.
Sambil jatuh ke tempat tidur, Sakura menghela napas. Aku jadi tidak bisa melupakannya. Apa yang terjadi di antara kami sangat mengerikan... mengerikan... Dan aku merindukannya sekarang karena dia berada di atas kamarku lebih daripada aku merindukannya ketika dia berada di Hokkaido.
Sialan. Detak jantungnya yang kencang disebabkan oleh jarak dengan Sasuke yang sangat dekat hampir membuat jantungnya melompat keluar. Dan sekarang jelas Sasuke tidak akan membiarkannya, ia tahu ia harus berurusan dengan itu. Tidak ada lagi penyangkalan bahwa Sasuke hanya kenangan. Sasuke adalah realitas yang sangat diinginkan dan nyata yang telah tinggal di lantai atas. Dan Sasuke masih memiliki hatinya, meskipun ia benci mengakuinya.
Ketika Sasuke berada di Hokkaido, Sakura mudah untuk berpura-pura bahwa ia telah melakukan reklamasi dan perbaikan yang berhasil pada organ di dadanya hanya dengan memikirkan pemuda itu. Tapi sekarang, ia harus menghadapi fakta. Ia masih mencintai Sasuke juga mata onyxnya yang bodoh, ekspresif, dan senyumnya yang indah, serta tulang pipinya yang sempurna, serta alisnya yang yang menawan dan tubuhnya yang seksi, semuanya dikemas dengan pesonanya yang menjengkelkan... Sialan.
Sambil memakai sepatunya, Sakura bergegas ke ruang tamunya dan mendadak berhenti. Ia mendengar Sasuke memainkan gitarnya lagi. Ia mendengarkan sesaat, memiringkan kepalanya untuk mendengar lebih baik saat nada berputar ke bawah menembus lantai menuju telinganya. Hampir sejak Sasuke pindah pada hari Selasa, pemuda itu akan memainkan gitarnya ketika suasana tampak tenang. Dan ia akan mengenali beberapa lagu sebagai lagu yang selalu menjadi favorit pemuda itu. Kadang-kadang, ia mendengar Sasuke memetik senar tertentu berulang-ulang saat pemuda itu mempelajari lagu baru. Dan disini ia harus melawan keinginan untuk berlari ke atas dan berdiri di luar pintu Sasuke hanya untuk mendengarnya lebih baik. Ia selalu meleleh ketika Sasuke memainkan gitarnya. Pemuda itu ahli dalam hal itu dan benar-benar dalam elemennya ketika instrumen yang dicintai berada di tangannya. Dan mendengarkan Sasuke memainkannya hanya membuat kesengsaraan jarak kedekatan mereka semakin buruk. Ia punya sejuta pertanyaan untuk ditanyakan dan ia membutuhkan jawaban yang valid untuk setiap pertanyaannya. Tapi ia juga memiliki hati yang rusak parah yang masih terasa seperti 'kesalahan'. Ia harus mendamaikan sisi dirinya yang membutuhkan jawaban dengan sisi dirinya yang keras kepala.
Dan bagian yang paling mengerikan? Sasuke bahkan belum mencoba menghubunginya sejak hari Selasa! Pemuda itu mengatakan bahwa dia berada di Kagoshima untuknya tapi apakah pemuda itu mengunjunginya? Tidak! Tentu saja, ia hampir tidak di rumah karena sibuk tapi jika ia bisa mendengar Sasuke ada di rumah, pemuda itu juga bisa mendengar bahwa ia ada rumah juga, kan? Sakura! Kau belum siap untuk berbicara dengannya. Satu-satunya pemikiran yang kau benar-benar ingin lakukan adalah menendang selangkangannya.
Bosan dengan debat internal sengsara yang ia alami sendiri, ia meraih tasnya dan pergi ke gedung Ohara untuk persiapan festival amalnya. Saatnya mendorong Sasuke keluar dari pikirannya dan fokus memberikan yang terbaik.
***
Sakura tidak pernah di rumah. Entah karena gadis itu memang tidak di rumah, atau karena memang menghindarinya. Sasuke memilih untuk percaya bahwa Sakura memang tidak ada di rumah setelah ketiga kalinya ia mengetuk pintu gadis itu dan disambut dengan keheningan. Ia sama sekali tidak mendengar suara keluar dari apartemen Sakura. Tentu saja, ia pernah mendengar Sakura bernyanyi di kamar mandi dua kali dan berpikir ia akan mati ketika ia membayangkan air mengalir di atas tubuh telanjang Sakura yang cantik dan ramping. Ia benar-benar mengerang, bersandar di dinding, dan berusaha membayangkan sekelompok wanita gemuk yang telanjang dan jelek hanya untuk memadamkan kebutuhan yang mengalir di sekujur tubuhnya. Dibutuhkan sekuat tenaga dalam dirinya untuk tidak menuruni tangga, mendobrak pintu Sakura, dan menghimpit gadis itu ke dinding ubin. Ia hanya bersama Sakura satu kali dan karena itu ia hanya memiliki ingatan singkat tentang keintiman mereka tapi shit mereka sangat panas saat itu dan tahu bahwa Sakura telanjang hanya beberapa kaki di bawahnya sudah cukup untuk hampir membuatnya meledak. Setidaknya ia tidak perlu khawatir tentang banyak tagihan gas untuk pemanas air panasnya, bukan? Karena sama sekali tidak digunakan.
Jadi ya, ia tahu Sakura tidak cukup siap untuk seks panas tapi ia berharap setidaknya mereka bisa mengobrol. Gadis itu benar-benar terperangah pada hari ia pindah dan itu adalah percakapan terakhir mereka. Ia perlu berbicara dengan Sakura. Ia siap untuk mulai menjelaskan sebanyak yang bisa ia jelaskan pada Sakura, bahkan jika itu hanya satu kalimat pada satu waktu, sampai ia berhasil mengatakan semua yang perlu ia katakan dari dadanya dan Sakura akhirnya setuju untuk memaafkannya dan mengakui bahwa gadis itu menginginkannya juga.
Pada hari Jumat sore, Sasuke melakukan upaya terakhir untuk mengetuk pintu kamar Sakura sebelum ia bersumpah akan menunggu di lorong apartemen Sakura sepanjang akhir pekan. Setelah mengetuk dan menunggu namun tetap hanya keheningan yamg menyambutnya, ia dengan sedih berjalan pergi ketika ia mendengar pintu terbuka. Dengan harapan besar, ia berbalik kembali. Namun, wajahnya masam ketika matanya terkunci dengan mata biru yang dikelilingi oleh kulit keriput.
"Hei, tampan! Senang bertemu denganmu lagi!" Wanita tua itu menyapa Sasuke dengan gembira. "Kau mencari Sakura?"
Sasuke mengangguk, berjalan menghampiri wanita tua itu. Ia memperhatikan bahwa apartemen wanita tua itu beraroma seperti makan siang dan lemon.
"Dia tidak di rumah," ucap wanita tua itu memberitahu.
Shit. "Apa... kau tahu di mana dia?"
Wanita tua itu tertawa dan mengulurkan tangan untuk memukul tangan Sasuke. "Tentu saja! Festival amal dibuka malam ini. Dia mungkin sedang bersiap-siap untuk bernyanyi."
"Festival amal?" Aku tidak tahu apa-apa tentang festival amal. Dia bernyanyi? Tentu saja, Uchiha! Dia adalah Haruno Sakura yang pandai bernyanyi!
"Ya... dia bergabung dalam festival amal tahunan Kagoshima mewakili klinik tempat ia bekerja. Mulai malam ini. Tidak ingat apa nama festivalnya tapi aku akan pergi akhir pekan."
"Festival amal tahunan Kagoshima?" Sasuke membuat catatan mental sehingga ia akan berlari ke atas secepat kakinya bisa membawanya dan kemudian pergi melihat Sakura bernyanyi. "Terima kasih... uhh..." Ia mencari nama yang tidak ia ketahui.
Wanita tua itu mengulurkan tangannya. "Natsumi. Hideaki Natsumi. Tinggal di gedung ini selama 30 tahun sekarang. Hiroshi yang kucintai meninggal 22 tahun yang lalu... di sini, di apartemen ini."
Sasuke pucat memikirkan suami wanita tua itu yang sekarat di dalam. Ia membayangkan Hiroshi tua, mati seperti boneka, duduk di depan TV. Ia mengulurkan tangannya, "Uchiha Sasuke. Dan terima kasih telah memberitahuku tentang apartemen di lantai atas. Kau tidak tahu berapa banyak itu membantuku."
"Senang bisa membantu..."
"Well, terima kasih, Natsumi-baasan." Sasuke mulai berjalan pergi tapi wanita tua itu memanggilnya.
"Oh, Sasuke!"
"Ya?" Sasuke berjalan kembali ke wanita tua itu.
"Apa kau tertarik pada Sakura? Dia seksi, bukan?" Natsumi mengedipkan mata pada Sasuke dan memutar pinggul tuanya-mungkin salah-dengan sugestif.
Tertawa, Sasuke mengangguk. "Ya, dia seksi."
"Well, semoga beruntung. Kau lebih tampan daripada bocah lain yang datang."
Sasuke mengerutkan alis tajam pada bajingan berkepala merah yang muncul di malam ia menunggu di depan apartemen Sakura. Fuck ya, aku lebih tampan. Sial, aku benci pria itu.
Dengan anggukan cepat ke tetangga lansia Sakura, Sasuke pergi kembali ke apartemennya. Begitu ia kembali ke lantai atas dengan selamat, ia mencari di Google tentang festival tahunan Kagoshima dan melihat promosi untuk 'Giving in Harmony', ia melihat nama Haruno Sakura di deretan pengisi acara. Mengklik, Sasuke memesan tiket untuk acara itu. Jika ia tidak bisa berbicara dengan Sakura, setidaknya ia bisa melihat Sakura di sana.
***
"Hai Ino, ini Sakura. Kurasa kau harus berhenti bermain-main Penghindaran Telepon Tentang Uchiha Sasuke karena kau benar-benar menghindari panggilanku seperti musuh. Dan berbicara tentang Uchiha Sasuke, dia tinggal di sini sekarang. Di sini! Di Kagoshima! Di gedung apartemenku, lebih tepatnya! Untuk lebih spesifik, dia di lantai atas apartemenku!"
Klik. Dengan tatapan tajam pada ponselnya, Sakura menyerbu masuk kembali ke dalam gedung Ohara.
Ino dalam masalah serius...
***
Sasuke duduk di tengah deretan bangku penonton gedung Ohara, memastikan ia memiliki pandangan yang baik tentang seluruh panggung. Ia belum melihat Sakura bernyanyi di panggung sejak kuliah. Ia benci mengakuinya, tapi ia belum pernah datang ke festival-festival yang Sakura ikuti ketika ia berada di Sapporo karena ia selalu begitu sibuk dengan Miyuki. Ketika ia menunggu konser dimulai, rasa bersalah karena ia tidak mendukung bakat Sakura disamping pekerjaan gadis itu hanya menjadi penyesalan yang ditambahkan ke tumpukan besar yang terus terkumpul di dadanya. Ia menyandarkan kepalanya di tangannya, tanpa sadar mengusap kepalanya ketika ia memikirkan Sakura. Ia sangat merindukan Sakura. Kedekatan mereka sekarang terasa lebih buruk daripada jarak yang jauh di antara mereka. Setidaknya saat itu, Sakura tidak cukup dekat untuk disentuh. Sekarang, gadis itu begitu dekat hingga ia bisa melingkarkan tangannya di sekitar tubuh gadis itu dan menariknya padanya. Terkadang, ia bersumpah ia bisa merasakan sakit dan amarah gadis itu menembus dari lantai bawah. Ia tahu Sakura tidak senang ia pindah ke sana, tapi datang ke Kagoshima adalah satu hal yang ia tidak sesali ketika itu melibatkan Sakura. Ia mencintai Sakura. Ia membutuhkan gadis itu. Dan mudah-mudahan, Sakura masih mencintainya. Atau lagi? Ia mengenal Sakura cukup baik, ia tahu bahwa Sakura akan melakukan segalanya dengan penuh semangat dan tekad. Dan gadis itu tidak pernah menyerah dengan mudah. Ia berharap itu juga berlaku sebagaimana perasaan gadis itu tentangnya. Jika Sakura mencintainya sama seperti gadis itu mengejar segala hal lain dalam hidupnya, Sasuke masih punya kesempatan untuk menjadikan gadis itu miliknya. Ia berharap bahwa Sakura masih mencintainya seperti itu.
Ketika lampu mulai dipadamkan, Sasuke merosot lebih dalam ke kursinya dan mengunci matanya ke panggung.
Hanya beberapa menit setelah Sakura naik ke atas panggung. Mata Sasuke mengamati lekuk tubuh Sakura saat lampu menerangi gadis itu. Sakura menyilaukan. Suaranya sempurna dan membuat rambut di lengan Sasuke berdiri. Dari sudut pandangnya, kulit Sakura tampak berkilau dalam sorot lampu panggung dan kakinya yang jenjang tampak fenomenal dalam gaun pendeknya. Ia sangat menginginkan Sakura pada saat itu hingga tangannya terasa gatal karena keinginan untuk menyentuh gadis itu. Ia bisa merasakan rambut Sakura menyelip di jari-jarinya. Tangannya mencengkeram sandaran tangan saat hasrat untuk Sakura mengalir dalam dirinya.
Setelah penampilan Sakura selesai, ia berdiri dengan penonton lainnya dan bertepuk tangan dan bersiul. Ia sangat bangga pada Sakura dan ia ingin memuji gadis itu. Ia segera melangkah ke luar, berdiri di pintu masuk belakang, menunggu Sakura keluar. Konser telah menampilkan penyanyi-penyanyi lain tapi ia tak peduli, ia hanya ingin menonton Sakura. Sakura... shit... gadis itu seperti yang ia bayangkan dan ia sangat ingin memberitahu gadis itu betapa terkesannya dirinya. Tapi sejauh ini, Sakura belum muncul. Bersandar di gedung, Sasuke berkata pada dirinya sendiri bahwa ini tidak masalah. Ia sudah pernah menunggu Sakura lebih lama dari ini, jelas. Ia akan terus menunggu selama berjam-jam. Aku sudah melakukan banyak hal untuk menunggumu akhir-akhir ini. Sialan, Sakura. Kau dimana.
Sasuke menunggu beberapa menit lagi, mondar-mandir di ujung blok dan kembali lagi. Ketika ia mendekati pintu, ia mendengar suara Sakura dan suara pintu terbuka. Sambil tersenyum, ia meningkatkan langkahnya dan menuju ke arah Sakura. Mulutnya terbuka untuk berbicara ketika ia melihat Sakura mengaitkan tangannya di lengan si idiot berambut merah yang datang ke apartemen Sakura ketika ia pertama kali tiba di Kagoshima. Sakura melihat Sasuke pada waktu yang hampir bersamaan dan matanya menatap wajah pemuda itu sebentar, sebelum ia memalingkan muka.
"Sasuke," ucap Sakura pelan, mengakui keberadaan Sasuke dan berjalan melewati pemuda itu tanpa berhenti.
"Saku," jawab Sasuke pelan, mengawasi Sakura dan pemuda berambut merah menghilang di belokan trotoar.
Perut Sasuke tiba-tiba terasa masam. Apakah Sakura berkencan dengan pemuda berambut merah itu? Ino tidak mengatakan apa-apa tentang Sakura yang memiliki kekasih. Ino akan memberitahuku... bukan? Sasuke merengut pada suasana di depannya yang sekarang kosong, perutnya mengencang.
Berjalan cepat ke tempat parkir, ia mengemudi kembali ke gedung apartemennya, buku-buku jarinya memutih di sekitar setirnya. Ketika ia kembali ke dalam gedung apartemen, ia menaiki tangga dua langkah sekaligus. Ia mendorong pintu apartemennya terbuka dengan kekuatan yang berlebihan dan kemudian membantingnya menutup. Tangannya mencengkeram jaketnya erat-erat saat ia menyentaknya dan melemparkannya ke sofa. Tapi mereka bisa saja hanya teman, bukan? Sambil mengumpat, ia menyerbu ke dapur dan mengambil gelas, mengisinya dengan air. Ia meneguknya dengan cepat dan kemudian membantingnya di atas meja, meletakkan tangannya di tepi meja.
Tenanglah, Uchiha. Dia hanya pergi bersama si idiot berambut merah itu. Dia biasa pergi bersamamu sepanjang waktu dan tidak ada yang terjadi. Sasuke mendengus ketika pikirannya berubah negatif. Ya, tidak ada yang terjadi. Ha! Dia jatuh cinta denganmu dan kau mencoba untuk menikahi gadis yang mirip dengannya, lalu menidurinya, lalu mengacaukannya seperti pelacur murahan. Ya, tidak ada yang terjadi. Goddammit.
Saat kembali ke ruang tamu, ia duduk di sofa dan menyalakan Xbox-nya. Saatnya untuk mengalahkan beberapa bajingan. Tapi sebelum ia mulai bermain, matanya meluncur ke notepad yang tergeletak di ujung meja. Sebelum ia bisa menghentikan dirinya sendiri, ia menulis memo untuk Sakura dan berlari ke lantai bawah, menyelipkannya di bawah pintu. Kemudian ia kembali ke atas dan melanjutkan permainannya dalam upaya untuk membebaskan pikirannya dari gadis yang tinggal di lantai bawah.
***
"Dia menunggumu, kau tahu," ucap Sasori ketika ia membuka pintu mobil untuk membiarkan Sakura masuk.
"Aku tahu," jawab Sakura sedih, ia gugup melihat Sasuke di luar gedung. Sasuke pasti tahu tentang festival itu. Aku ingin tahu apa yang Sasuke pikirkan?
Ketika Sasori masuk ke sisi pengemudi, ia bertanya, "Kenapa kau tidak berbicara dengannya? Dia tidak akan pergi sekarang, Sakura. Dia pindah ke sini untukmu..."
Sakura mendengus. "Ya, Sasori, aku tahu. Aku hanya tidak tahu apa yang dia pikir akan dia selesaikan. Aku bilang padanya aku tidak ingin ada hubungannya dengan dia, tapi dia tetap datang."
Sasori melajukan mobilnya ke lalu lintas Kagoshima malam hari. "Sakura, kau tidak bisa menghindarinya selamanya."
Menutup matanya, Sakura mengikat rambutnya dengan jari-jarinya, menarik simpul. Ia kemudiam menanggapi dengan pelan, "Aku tahu..."
"Aku terus mengatakan padamu, bicaralah padanya! Tolong! Kau sengsara, dia terlihat sengsara. Kalian benar-benar menyedihkan."
Sakura mencibir pada sikap Sasori. Pemuda itu benar-benar teman baik baginya. Andai ia bertemu dengan Sasori di lain waktu dalam hidupnya, Sasori bisa menjadi kekasih yang luar biasa, bahkan mungkin lebih. Tapi selama Uchiha Sasuke menghirup udara, Sasori tidak lebih dari seorang teman. Dan Sasori benar-benar baik-baik saja dengan itu. Sasori baru-baru ini dekat dengan salah satu rekan kerjanya dan berkencan dengan gadis itu pada malam berikutnya.
Sasori menghentikan mobilnya di depan gedung apartemen Sakura. Sakura mencium pipi Sasori, mengucapkan terima kasih pada pemuda itu karena sudah datang ke acaranya, dan kemudian ia melangkah ke dalam, pikirannya terbayang pada mata onyx yang menatapnya di luar gedung Ohara.
Sakura lupa untuk menyalakan lampu di apartemennya sebelum ia pergi sehingga ia disambut dengan ruangan gelap ketika ia masuk. Saat ia melangkah masuk, sepatunya menyentuh sesuatu di lantai dan ia hampir jatuh ke sofa. Begitu ia mendapatkan kembali pijakannya, ia menyalakan lampu dan mengambil sesuatu yang mengagetkannya; selembar kertas terlipat.
Membuka lipatannya, ia membaca.
Saku,
Penampilanmu sangat mengagumkan. Aku hanya ingin memberitahumu itu. Aku bangga padamu.
US.
Sakura menatap tulisan tangan Sasuke, ujung jarinya mengusap tulisan itu berulang kali. Sambil tersenyum, ia berjalan ke kamarnya untuk berganti pakaian, meletakkan catatan itu di nakasnya, tepat di sebelah satu-satunya foto Sasuke yang masih ia miliki-yang secara misterius menemukan jalan keluar dari sebuah kotak di belakang lemarinya waktu itu.
***
Sabtu pagi, Sakura terlambat bekerja. Tidurnya tidak nyenyak semalam berkat pertemuannya dengan Sasuke di luar gedung Ohara. Ia benar-benar menyampirkan tasnya sembarangan di atas bahunya dan hendak membuka pintu ketika ia mendengar ketukan. Membuka pintunya, ia tidak terkejut melihat pemuda yang memenuhi sebagian besar pikirannya berdiri di sana.
"Sakura... apa kau mau makan siang?" Sasuke menyaksikan konflik berkilat di mata Sakura dan langsung tahu bahwa gadis itu akan mengatakan tidak padanya. Sebelum gadis itu bisa berbicara, ia mendesak, "Ayolah, Saku. Aku sudah di sini hampir seminggu. Aku mencoba memberimu ruang tapi... shit, aku di sini karenamu. Tidak melihatmu... well, itu membunuhku." Wajahnya menunjukkan sedikit rasa malu pada permintaannya yang hampir memohon.
"Sasuke... ini bukan ide yang bagus. Dan aku harus pergi..." Mata Sakura terfokus pada lantai di lorong, sepatunya, di mana saja kecuali di wajah Sasuke.
"Fuck, Sakura. Aku tidak bisa memperbaikinya jika kau tidak mau berbicara denganku!" Sasuke merasakan dadanya naik dan rasa tak nyaman yang familiar di perutnya mulai kembali. Ia tahu ia perlu memberi Sakura waktu tapi... dammit... ia membayangkan bahwa ada pemuda lain dan Sakura bisa menyelinap jauh darinya. Dan bagaimana jika ia tidak mendapatkan Sakura kembali?
Sakura merasakan air mata mulai mengumpul di bagian belakang tenggorokannya. Ia berjuang untuk tidak membiarkan suaranya goyah ketika ia berbicara, "Sasuke..." Aku harus pergi... aku ingin... kita membutuhkan... aku...
Sasuke mengangkat tangannya karena ia tidak ingin mendengar alasan Sakura. "Baik, tidak apa-apa, Sakura. Maaf."
Berbalik dengan cepat, Sasuke berjalan pergi dan menghilang di sudut, meninggalkan Sakura di belakangnya.
Sasuke, tunggu... Sebaliknya, ia membiarkan pemuda itu pergi. Kesedihan menyusulnya dan untuk pertama kalinya sejak Sasuke pindah ke atas, ia membiarkan dirinya menangis. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan dengan diriku sendiri. Dan bersamanya. Dia sangat ingin berbicara dan... aku ingin berbicara dengannya. Tapi melihatnya terluka... itu mengembalikan semuanya. Dan bagaimana aku berbicara dengannya tanpa menunjukkan jiwaku dan terlihat seperti orang idiot yang lebih besar daripada yang sudah kulakukan?
Sambil menarik napas, ia memberitahu dirinya sendiri untuk tenang. "Kita akan bicara, Sasuke... kita akan. Aku hanya perlu waktu." Memperbaiki kembali tasnya di bahunya, ia mengunci pintu di belakangnya dan meninggalkan gedung apartemen, hatinya terasa berat karena kesakitan.
***
Sakura punya rencana untuk menelepon sahabatnya, Ino. Awal Minggu sore, ia menghubungi nomor Ino, tahu bahwa si pirang itu akan ada di rumah karena si pirang itu selalu suka tidur pada hari Minggu. Ino, kau akan berbicara denganku!
Sakura mengerutkan bibirnya ketika ia mendengar suara mengantuk Ino mengangkat telepon. Alih-alih menyapa Sakura dengan 'Bagaimana kabarmu?', Kata-kata pertama yang keluar dari mulut Ino tergesa-gesa dan terengah-engah, "Maaf, Forehead!"
"Maaf untuk apa? Mengabaikan teleponku atau karena memberitahu Sasuke di mana aku berada?" bentak Sakura.
Kegagapan yang biasa dilakukan Ino ketika remaja kembali dengan cara yang sangat nyata ketika ia menjawab. "Aku... aku... aku minta maaf... Forehead. Aku tidak tahu harus berkata apa setelah dia muncul, jadi aku tidak menjawab teleponmu. Tapi... tapi... secara teknis aku tidak memberitahunya di mana kau berada."
Sakura duduk di sofa, menyangga kakinya di atas meja kopi sedemikian rupa, ia pernah berteriak pada Sasuke karena melakukan hal itu.
"Dia... Sasuke melihat foto-foto kita dan kebetulan melihat Gunung Shiroyama di salah satu foto kita. Aku tidak pernah mengatakan 'Sakura ada di Kagoshima!'. Aku bersumpah!"
Sakura mengerang. "Tapi kenapa dia bahkan melihat foto-foto itu? Aku pindah dua ribu mil jauhnya untuk menjauh darinya dan kau tanpa sengaja menjatuhkannya di pangkuanku! Dan sekarang apa yang harus aku lakukan? Setiap kali aku melihatnya, aku menjadi lemah dalam semua hal lagi. Sejauh ini, aku sudah berusaha menghindarinya tapi itu hanya membuatnya marah dan aku ingin menangis. Aku tidak bisa melupakannya ketika dia tinggal di lantai atas!" Sakura menyentakkan tangannya ke rambutnya, dengan kasar menarik-narik jarinya melalui rambutnya kusut.
"Forehead... berapa banyak yang dia katakan padamu sejak dia ada di sana?" Suara Ino berhati-hati dan ingin tahu.
"Um... Aku belum benar-benar membiarkan dia berbicara banyak. Dia minta maaf jutaan kali dan dia bilang dia menyadari beberapa hal dan ingin menyampaikan padaku ketika aku siap untuk mendengarnya... Berbicara tentang itu, apa dia mengatakan sesuatu padamu hingga membuatmu menyerah? Maksudku, serius... sampai kau tidak bisa melindungi lokasiku!"
Ino tidak menjawab.
"Ino-pig?" Sakura mendesak.
"Well, Forehead, aku sebenarnya punya pertahanan yang sangat bagus," Ino menggerutu dan berseru sampai Sakura ingin berteriak padanya untuk langsung pada intinya. "Sasuke... well... dia sedikit... dia bilang dia mencintaimu."
Mulut Sakura terbuka. "Ap... apa... dia mencintaiku? Maksudku... kurasa aku mendengarnya meneriakkan itu saat aku pertama kali bertemu dengannya di jalan tapi... Tidak... aku tidak bisa mendengar dengan jelas bahwa dia benar-benar mengatakan itu..." Sakura merasa pusing. Dan ingin pingsan. Dan ketakutan. Dan berlinang air mata. "Dia mencintaiku?" Ia berbisik di telepon, mengajukan pertanyaan pada Ino untuk memastikan ia benar-benar mendengarnya.
Ino tertawa. "Ya, Forehead. Apa kau tahu sekarang alasan kenapa aku memberitahunya di mana kau berada? Aku sangat bisa untuk marah padanya dan mengatakan padanya untuk mengacaukan dirinya sendiri ketika dia hanya ingin tahu di mana kau berada tanpa alasan apa pun. Tapi bagaimana aku bisa marah padanya ketika dia memberitahuku sesuatu seperti itu? Maafkan aku, sungguh. Tapi dia terlihat sangat menyedihkan dan berkata dia sangat menginginkanmu hingga dia tidak bisa bernapas... dan kemudian dia mengakui bahwa dia mencintaimu."
Sakura tidak menanggapi ketika kata-kata Ino itu masuk ke kepalanya. Air mata menyelinap di pipinya dan ia mengerang, "Ya Tuhan..." Ketukan di pintu membuat Sakura terkejut. Aku yakin itu dia! "Pig, aku harus menutup teleponnya, ada ketukan di pintu dan... mungkin itu Sasuke."
Sakura berjalan ke pintu setelah ia mengucapkan sampai jumpa dan menutup telepon. Ia memejamkan matanya dan mengambil napas dalam-dalam sebelum akhirnya membuka pintu. Ketika ia melakukannya, Sasuke berdiri di sana dengan dua gelas besar dan sebuah kantong di tangannya. Wajah Sasuke tersenyum cepat ketika Sakura membuka pintu dan kemudian ia mengarahkan matanya ke bawah pada barang-barang di tangannya dan tidak memperhatikan wajah Sakura. "Aku tahu kau tidak tertarik melihatku tapi kupikir aku akan mencoba sekali lagi dan... shit, aku akan terus berusaha karena aku harus... tapi tetap... aku membawakanmu anggur Slushie... dan salad dari Applebee's... dan kau dapat mengatakan tidak jika kau mau, tapi aku hanya ingin tahu... apa kau..." Sasuke mendongak dan menatap mata Sakura, mengira melihat penolakan di dalamnya. "Apa kau ingin... mungkin makan siang denganku?" Matanya merambat ke wajah Sakura ketika ia mencari tanda positif dari gadis itu sebelum melihat bekas air mata yang mengalir di pipi gadis itu. "Saku... kenapa kau menangis?" Jika tangannya tidak penuh dengan makanan, ia akan meraih Sakura dan menyeretnya ke dalam pelukannya.
"Kau mencintaiku?" Sakura menuntut untuk tahu, suaranya lemah dan hampir mencapai tahap cegukan.
Sasuke mengangkat bahu, memberi Sakura tatapan 'duh'. "Geesh, Saku, kupikir kau cerdas. Apa kau pikir aku akan pindah ke sini, ke tempat di mana hujan turun hampir setiap hari, tanpa pekerjaan, hanya karena aku ingin menjadi temanmu lagi? Tentu saja karena aku mencintaimu, bodoh. Aku mencoba memberitahumu saat hari pertama ketika kau lari dariku di tengah hujan." Ia menyeringai lebar, ketegangan mereda di tulang belikatnya, sebelum melangkah melewati Sakura untuk memasuki apartemen gadis itu. "Burgerku dingin dan Slushiesnya meleleh. Bisakah kita makan?"
Sakura menatap bagian belakang kepala Sasuke ketika pemuda itu menjatuhkan kantong makanan dan minuman di meja kopinya. Berjalan ke dapur, Sasuke menarik beberapa tisu dari gulungan dan berjalan kembali ke ruang tamu. Sakura terus menatap lurus ke depan, matanya mengikuti setiap gerakan Sasuke.
"Saku? Kau mau makan?" Sasuke tersenyum pada Sakura dan kemudian berbalik ke arah makanan. Aku akan mendapatkannya kembali!
Sakura masih tidak bergerak sedikit pun. "Kau mencintaiku?" Ia mengulangi, banyak kata-kata terolah di otaknya begitu cepat hingga Sasuke nungkin bisa mendengar roda-roda otaknya berputar. "Kupikir kau ada di sini karena kau ingin kita kembali ke keadaan awal?"
Sasuke terkekeh dan berjalan menghampiri Sakura. Meraih wajah Sakura di antara kedua tangannya, ia memberikan ciuman di bibir Sakura dan kemudian mengecup ujung hidung gadis itu. Menarik diri, ia menyingkirkan helai rambut dari wajah Sakura sebelum mengecup kening gadis itu dengan sentuhan cepat bibirnya.
"Kau tidak memperhatikan, huh? Aku sudah bilang padamu bahwa kau dan aku baru saja mulai. Aku tidak berbicara tentang persahabatan. Kita sudah melakukan itu." Ia kemudian memerintahkan, "Sekarang, ayo kita makan."
Berjalan kembali ke meja kopi, Sasuke berusaha menahan seringai kemenangan yang mengancam untuk muncul di wajahnya. Speechless, Sakura? Aku bisa mengakui bagaimana perasaanku. Sekarang saatnya bagimu untuk melakukan hal yang sama. Ia menarik burgernya keluar dari kantong. Sambil tersenyum, ia melihat Sakura berjalan perlahan dan tenggelam di sofa di sampingnya.
"Aku... aku..." Kenapa...? Aku ini apa...? Apa...? Aku...? Tampaknya Sakura tidak bisa merumuskan pemikiran yang masuk akal. Ia terkejut. Sasuke mencintaiku.... Sungguh. Seperti itu!
Sasuke memutar matanya. "Makan, Saku. Kita akan bicara nanti." Ia menyeringai ke burgernya yang terlalu matang dan melawan keinginan untuk membusungkan dadanya dalam kemenangan. Aku benar-benar bajingan besar dengan caraku menangani ini. Ia tidak tahu apa yang terjadi sebelum ia muncul tapi sesuatu membuat Sakura menyadari niatnya yang sebenarnya. Dan terima kasih untuk itu karena ia hampir menjadi gila tinggal di lantai atas dan diperlakukan seperti orang asing.
Sakura mengangguk dan mengeluarkan saladnya dari kantong. Menatap saladnya, ia mengedip-ngedipkan matanya agar keluar dari rasa terpana atas pengakuan Sasuke dan memaksa fokusnya ke bawah. Matanya tertuju pada selada di dalam wadah, ia bersumpah selada itu layu bahkan ketika ia melihatnya. Tunggu? Apa itu ayam? Seperti makanan kucing! Oh yuck. Applebee's! Dan kemudian ia mengulurkan tangan dan meninju lengan Sasuke, senyum mengubah wajahnya yang terkejut menjadi geli. "Sasuke! Kau tahu aku sangat membenci Applebee!"
Sasuke mengusap lengannya bercanda dan tertawa. Mencondongkan tubuh, ia dengan lembut mencium bibir Sakura yang tertegun lagi sebelum mengalihkan perhatian penuh ke burgernya. Untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan, mereka duduk dan makan bersama. Ia bahkan berhasil mengajukan beberapa pertanyaan tentang Natsumi, yang menurutnya lucu sekaligus menjengkelkan. Ia berbicara hati-hati, memastikan untuk tidak menekan tombol amarah Sakura. Tapi ia mendengarkan setiap kata yang diucapkan Sakura, bersuka ria karena gadis itu berbicara padanya. Duduk di sofa bersama Sakura, di atas bantal yang sama dengan yang pernah ia duduki sebelumnya di sebuah apartemen berbeda di kota berbeda di bagian negara yang berbeda, terasa sepenuhnya benar. Tidak, ini bukan langkah besar. Tapi pada saat ini, ia berada seribu langkah lebih dekat untuk memperbaiki keadaan daripada ia seminggu yang lalu. Duduk di sofa Sakura sedikit terasa seperti pulang ke rumah, yang memang ia inginkan.
***
To be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)