expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Leads to You #10


Chapter 10 - Sebelum Lebih Buruk

Meskipun Sasuke telah tinggal di Sapporo selama empat tahun, ia tidak pernah benar-benar peduli untuk menyaksikan matahari terbit di atas sungai dekat taman kota. Tapi kurang dari empat jam setelah meninggalkan apartemen Sakura dengan panik, ia mendapati dirinya duduk di bangku di sepanjang sungai, menatap ke arah air ketika matahari mulai naik di langit Timur. Ia harus pulang, ia harus bekerja hanya dalam beberapa jam lagi, tapi gagasan pulang pada Miyuki dengan aroma Sakura masih melekat di tubuhnya terlalu rumit baginya untuk ditangani. Jadi ia berkeliling kota lagi, berharap jika ia melaju kencang dan cukup jauh, rasa bersalah dan kesengsaraan yang menggerogoti perutnya akan berhenti berusaha mengikutinya.

Apa yang kulakukan? Kata itu telah menjadi mantranya dalam 240 menit sejak ia meniduri satu-satunya wanita yang benar-benar percaya padanya, selain ibunya sendiri, selama kehidupannya. Ia tahu, bahkan ketika ia melangkah di apartemen Sakura dalam kegelapan, mencoba untuk keluar dari sana, bahwa ia memberikan beban yang menyakitkan pada gadis itu.

Sekarang, ia berharap ia tidak lari seperti itu. Dan bahkan ketika ia menganalisis situasi dari menit ke menit, yang telah ia lakukan, ia masih tidak yakin bagaimana itu terjadi. Ia tahu ia marah ketika ia sampai di sana karena menganggap Sakura menyingkirkannya dari hidup gadis itu. Tapi bagaimana kemarahan itu diterjemahkan menjadi hubungan seks yang luar biasa dengan Sakura, yang tiba-tiba menjadi satu-satunya hal yang bisa menenangkan kekhawatirannya. Bagaimana bisa berakhir di tempat tidur? Dan sekarang, bagaimana mereka akan melupakan itu? Apakah ada cara untuk melupakan kejadian itu? Apakah Sakura akan berbicara dengannya lagi?

Sasuke berdiri, memasukkan tangannya di sakunya, dan menggigil ketika dinginnya pagi Mei merembes ke dalam pori-porinya. Ia menatap menyeberangi sungai ke tepi seberang, memperhatikan mobil-mobil bergerak lambat di bawah cahaya pagi. Kenapa aku tidak pergi? Fuck, kenapa aku bahkan muncul di sana? Kenapa aku tidak berhenti ketika dia menyuruhku? Apa yang membuatku melakukannya? Kenapa aku sangat membutuhkannya? Dan apa yang harus kulakukan sekarang?

Sasuke menoleh untuk menyaksikan sinar matahari yang muncul melemparkan cahaya kemerahan di jembatan saat pagi hari di langit Sapporo. Sinar matahari juga tampaknya menerangi rasa malu, kemarahan, dan rasa bersalahnya.

Malu karena selingkuh.

Marah pada Sakura karena menciumnya.

Malu karena mengikuti Sakura ke kamarnya.

Bersalah untuk semua yang terjadi selanjutnya.

Dan rasa sakit yang brutal atas kehilangan yang sekarang ia rasakan.

"Goddammit!" Sasuke berteriak, menendang bangku. Ia adalah pria yang bertunangan. Ia mencintai Miyuki, bukan? Ia berencana menghabiskan sisa hidupnya dengan gadis itu... Dan sekarang ia tidak bisa melupakan saat-saat di kamar tidur diterangi cahaya bulan dengan seorang gadis yang sangat bukan tunangannya...

Sakura.

Nama gadis itu selalu mewakili tempat yang aman bagi Sasuke. Sakura selalu menawarkan padanya persahabatan, kejujuran, dan yang paling penting, gadis itu percaya padanya ketika tidak ada orang lain yang melakukannya. Tapi baru-baru ini, ia merasa gadis itu menarik diri; ia merasa Sakura menyelinap dari jari-jarinya seperti pasir halus dan itu membuatnya lupa bagaimana cara bernapas. Jadi ia berusaha menarik Sakura lebih dekat lagi; mencoba mengingatkan gadis itu tentang persahabatan mereka dan betapa mereka sangat berarti satu sama lain selama bertahun-tahun. Tapi yang ia lakukan hanyalah merusak persahabatan yang mereka miliki karena kebutuhan yang tak dapat dijelaskan untuk menyentuh kulit gadis itu; karena kebutuhan yang tak dapat dijelaskan untuk merasakan gadis itu sebagai kekasih alih-alih sebagai teman.

Sasuke menyadari, bahwa dengan menarik Sakura lebih dekat, ia mungkin mendorong gadis itu menjauh selamanya. Dan pikiran bahwa Sakura menjalani sisa hidupnya tanpa ada ia di dalamnya sudah cukup untuk membuatnya bersimpuh lemas. Apa yang kulakukan?

Ketika matahari meninggi di atas Sapporo dan situasi mengerikan yang Sasuke ciptakan sepenuhnya terbuka di siang hari, ia akhirnya kembali ke mobilnya. Membuka laci sarung tangan, ia mengeluarkan ponsel yang telah ia matikan beberapa jam yang lalu dan menyalakannya. Begitu menyala, ia melihat bahwa ia memiliki 5 pesan suara dan 11 pesan teks. Ia tahu Miyuki mungkin terjaga sepanjang malam, khawatir dan menangis. Rasa bersalah menusuk seperti pedang melewati bagian dalam tubuhnya yang sudah mengamuk.

Miyuki.

Dia adalah gadis yang luar biasa. Gadis itu mencintainya, ia tahu. Mereka memiliki hubungan yang baik sampai perencanaan pernikahan dimulai. Ia berharap mereka bisa memiliki hubungan yang hebat lagi... bukan? Tapi bagaimana ia berjalan kembali ke apartemen itu, berbaikan dengan Miyuki, dan berpura-pura bahwa seluruh dunianya tidak hanya miring pada porosnya. Dunianya yang kacau seakan membebani bahunya dan ia merosot ke kursi mobilnya. Tidak ada yang normal dan ia tidak berpikir ini akan normal lagi.

Menghidupkan mobilnya, ia mengambil napas dalam-dalam dan bersumpah ia bisa mencium aroma sampo Sakura di tubuhnya. Tidak mungkin aku pulang berbau seperti dia. Menjalankan mobilnya, ia menuju ke gym untuk mengeluarkan keringat dan membersihkan aroma Sakura dari tubuhnya.

Beberapa menit di gym, setelah berlari di treadmill begitu lama sehingga kakinya mulai lemas, Sasuke berdiri di bawah pancuran. Menutup matanya, jantungnya berdenyut-denyut saat ia menyabuni kulitnya, menyadari bahkan ketika ia melakukannya, ia membasuh apa yang mungkin menjadi mata rantai terakhirnya dengan Sakura untuk waktu yang sangat lama.

Sasuke akhirnya berhasil kembali ke apartemen jam 8 pagi. Ketika ia memarkirkan mobilnya, ia memperhatikan mobil Miyuki di tempat parkir. Gadis itu seharusnya bekerja. Shit. Rupanya gadis itu punya pemikiran yang sama dengannya tentang tidak akan bekerja hari ini...

Ia berdiri di luar selama beberapa menit, mengutak-atik mobilnya dalam upaya untuk menguatkan diri melawan mual yang ia rasakan. Akhirnya, sambil menarik napas dalam-dalam, ia memaksa diri untuk melangkah ke apartemennya.

Ketika ia akan membuka pintu, perutnya mengencang dan ia kehilangan napas lagi. Kau bisa melakukan ini. Bertingkah tenang. Kau tidak hanya berselingkuh dan menghancurkan hubunganmu dengan sahabatmu karena bertengkar tentang seorang rabbi.

Ketika ia membuka pintu dan melangkah masuk, Miyuki berlari dari sofa dan melemparkan dirinya ke dalam pelukan Sasuke.

"Maaf," bisik Miyuki ke bahu Sasuke. "Aku minta maaf."

Sasuke dengan canggung menepuk punggung Miyuki dengan tangannya, kulitnya terasa terbakar dan mengkhianatinya. Aku berhubungan seks dengan sahabatku. Aku meniduri Sakura.

"Akan ada seorang rabbi di pernikahan kita. Dia akan bertemu dengan pendetaku hari ini untuk menyelesaikan perinciannya sehingga upacara pernikahan akan berlangsung tanpa hambatan." Suara Miyuki penuh isakan dan Sasuke merasa kaosnya menjadi basah saat gadis itu terus menangis padanya. "Bisakah kau memaafkanku?"

Miyuki menatap Sasuke dengan mata hijaunya yang dipenuhi dengan air mata. Mata Sasuke membelalak. Mata hijau yang dibingkai oleh bulu mata panjang dan tebal. Mata yang menyampaikan emosi dan cinta dan sakit hati dan kepercayaan. Fuck. Sakura! Aku melihatnya sekarang. Sialan. Dia sangat mirip dengan Sakura... Ya Tuhan.

Sasuke memejamkan matanya terhadap rasa sakit yang menyelimuti dadanya. Ini penyiksaan. Kenapa aku tidak menyadari ini sebelumnya? Mereka mirip... apa-apaan ini?

Menarik diri dan melepaskan diri dari Sasuke, Miyuki menyeka matanya yang memerah dengan lengan bajunya. "Ke mana kau sepanjang malam? Aku meneleponmu. Aku khawatir."

Sasuke berbalik ketika Miyuki berbicara, ia berjalan ke kamar dan tidak menjawab pertanyaan gadis itu.

Miyuki mengikuti Sasuke. "Sasuke-kun? Ke mana kau semalam?" Ia bertanya lagi.

Sasuke menarik kaosnya ke atas kepalanya. Aku meniduri Sakura. Aku melakukan hubungan seks yang luar biasa dan mengejutkan bersama Sakura dan kemudian aku pergi menjauh darinya seolah-olah dia adalah gadis one-night-stand. "Aku mengemudi, minum di bar, dan kemudian menyaksikan matahari terbit di sungai. Setelah itu, aku pergi ke gym dan berolahraga. Dan sekarang aku di rumah dan aku sangat lelah." Ia membuka celana jeansnya dan naik ke tempat tidur, hanya mengenakan celana boxer.

Miyuki mengawasi Sasuke, tampak seperti ia ingin mengatakan sesuatu. Akhirnya, ia berbicara. "Oke, kalau begitu. Aku akan pergi bekerja sekarang. Aku menelepon dan memberitahu mereka bahwa aku akan terlambat."

"Kurasa, aku harus ijin sakit." Sasuke mengambil ponselnya dari saku celananya dan mengetik pesan untuk bosnya.

Miyuki berganti pakaian dan kemudian berjalan ke sisi tempat tidur Sasuke. "Aku minta maaf, Sasuke-kun. Aku sungguh-sungguh. Aku akan mencoba untuk menjadi lebih baik tentang hal-hal pernikahan." Ia membungkuk dan mencium Sasuke.

Ketika Miyuki menarik diri, Sasuke memaksakan dirinya terdengar setenang mungkin, "Aku tahu. Sampai jumpa malam nanti."

Dengan ucapan 'sampai nanti' yang lembut, Miyuki melangkah keluar kamar. Sasuke memperhatikan Miyuki, ketika gadis itu menghilang, bahwa tubuh gadis itu juga sangat mirip dengan Sakura. Kecil, kencang, ramping... Sial, kemiripannya adalah siksaan. Bagaimana aku tidak melihatnya? Atau apakah aku hanya tidak ingin melihatnya?

Begitu Sasuke mendengar pintu depan ditutup, ia menghela napas keras dan berbaring telentang. Menatap langit-langit, ia lega bahwa Miyuki tidak curiga. Aku merasa sangat bersalah... tapi aku tidak bisa memberitahunya. Aku tidak bisa...

Sasuke memejamkan mata dan berkeinginan untuk tidur. Tapi setiap kali ia mencoba menjernihkan pikirannya, ia akan melihat Sakura, telanjang dan bermandikan cahaya bulan, memohon padanya untuk menidurinya. Dan kemudian ia akan membayangkan cara dirinya meninggalkan Sakura. Dan setelah itu, ia akan terengah-engah dan bertanya-tanya bagaimana ia akan bisa melewati ini dan kembali menjalani kehidupan yang ia miliki sebelum tadi malam.

***

Sakura terbangun beberapa jam setelah Sasuke pergi, matanya bengkak karena menangis dan tenggorokannya hampir tertutup karena kehausan. Ia berjalan ke dapur dan mengambil sebotol air dingin. Meneguk minumannya dalam jumlah banyak, ia masuk kembali ke kamarnya dan mengambil ponselnya. Menelepon tempat kerjanya, ia ijin sakit. Tidak mungkin ia bisa pergi bekerja hari ini. Ia juga mengirimi Gaara pesan teks yang mengatakan pada pemuda itu bahwa ia sakit dan menular dan bahwa ia akan menghubungi lagi nanti. Aku tidak perlu bertemu Gaara hari ini.

Kemudian ia naik kembali ke tempat tidur, mencium aroma seks yang masih terasa di seprai, dan merasa mual. Ia masih bisa merasakan nyeri di antara pahanya sebagai bukti bahwa Sasuke ada di sana. Bibirnya masih bengkak sebagai bukti ciuman pemuda itu. Tubuhnya terasa terbakar dari ingatan malam sebelumnya, ia menangis sampai tertidur lagi.

Ketika Sakura terbangun lagi, hari sudah sore. Kepalanya berdenyut dan penglihatannya buram. Namun, ia memaksa untuk memeriksa ponselnya. Tidak ada panggilan tidak terjawab. Jantungnya terasa jatuh ke perutnya.

Ayolah Sakura... kau tahu dia tidak akan menelepon.

Ia ingin menelepon Sasuke dan berteriak pada pemuda itu karena itu akan membuatnya merasa lebih baik. Tapi sebagai gantinya, ia mengambil selimut dan meringkuk di sofa, yang tidak berbau seperti pengkhianatan dan patah hati yang telah menyusup ke kamarnya. Ia akan menghadapi kehidupan besok. Hari ini adalah tentang kematian persahabatan... dan hatinya.

Hari kedua, Sakura memutuskan untuk melanjutkan kembali hidupnya. Ia memaksa dirinya keluar dari tempat tidur lebih awal, meletakkan bungkusan es di matanya untuk mencoba mengurangi bengkak di matanya, dan kemudian ia akan siap untuk menghadapi dunia lagi. Pekerjaannya berjalan dengan baik dan semua orang mengabaikan mata dan wajah pucat Sakura. Ia menghindari Gaara kecuali ketika ia benar-benar tidak bisa. Di akhir hari, ia mengatakan bahwa ia punya janji temu dan kabur dari pemuda itu sebelum mereka bisa bicara. Ia belum tahu apa yang harus dilakukannya dengan Gaara. Ia berselingkuh... ia merasa Gaara harus tahu. Bagian sifat jujur ​​dari dirinya ingin mengungkapkannya segera dan memohon maaf. Tapi bagian lain dari dirinya ingin melupakan hal itu... melupakan Sasuke dan seluruh hubungan mereka yang pernah terjadi.

Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku tidak tahu bagaimana harus bersikap seolah semuanya baik-baik saja ketika rasanya tidak ada yang benar.

Ketika ia masuk ke mobilnya, ia memeriksa ponselnya tapi masih belum ada panggilan dari Sasuke. Dadanya terasa begitu kencang hingga ia menurunkan kaca jendela dan menghirup udara musim semi dengan cepat. Lagipula apa yang akan Sasuke katakan? Apa yang harus dikatakannya? Dia telah mengatakan segalanya ketika dia meninggalkanku...

Ketika Sakura belum mendengar kabar dari Sasuke dalam tiga hari, rasa tak nyaman di perutnya perlahan berubah menjadi sesuatu yang sangat berbeda. Ia marah.

Geram.

Sangat marah.

Ia ingin menarik matanya sehingga ia tidak pernah bisa melihat Sasuke lagi.

Mengepalkan tinjunya, ia menatap sekeliling apartemennya, mencari sesuatu untuk dilemparkan. Setelah pencarian yang sia-sia dan sadar bahwa barang-barangnya terlalu bagus untuk dilempar, ia memutuskan bahwa sebagai gantinya, ia meraih ponselnya, ia memanggil nomor Sasuke. Terdengar dering satu kali dan pindah ke voicemail. Satu jam kemudian, ia mencoba lagi dengan hasil yang sama. Pada akhirnya, masing-masing dari tiga panggilannya hanya pindah ke voicemail setelah hanya satu kali deringan. Ia tahu trik itu; Sasuke menghindarinya.

Sakura, yang sedang bergolak sekarang, mengetik pesan teks yang hanya berisi 'Kau tidak bisa berpura-pura itu tidak terjadi.' Dengan tatapan tajam pada nama Sasuke di ponselnya, ia menekan tombol kirim.

***

Sasuke melihat nama Sakura menyala di layar untuk ketiga kalinya hari itu dan rasa panas di tenggorokannya dimulai lagi.

Kau harus berhenti menghindarinya.

Ia tahu ia akhirnya harus berbicara dengan Sakura. Ia tahu bahwa menghindari Sakura hanya membuat segalanya lebih sulit bagi mereka berdua. Tapi tetap saja, ia menekan tombol 'abaikan', mengirim Sakura ke voicemail untuk ketiga kalinya.

Apa yang harus kukatakan? Maaf aku menidurimu. Semoga kau tidak kesal. Aku mengacaukanmu. Bisakah kita berpura-pura semuanya baik-baik saja? Bisakah kita kembali ke hari sebelumnya, ketika kita tidak banyak bicara tapi setidaknya persahabatan kita memiliki masa depan? Bisakah aku berpura-pura tidak merasakanmu setiap kali aku menutup mata sialanku sekarang?

Saat itu, ponselnya berbunyi bip dengan pesan teks dari Sakura.

'Kau tidak bisa berpura-pura itu tidak terjadi.'

Sasuke membacanya dan kemudian membacanya ulang kembali, menatap layar ponselnya seolah itu adalah Sakura sendiri. Kemarahan gadis itu seakan dimuntahkan pada setiap huruf. Dada Sasuke mengencang dengan rasa bersalah lagi dan merusak otaknya mulai dari awal lagi.

Miyuki.

Sakura.

Miyuki.

Sakura.

Ya Tuhan... Sakura.

Mencengkeram ponsel dengan erat, Sasuke melemparkannya ke seberang ruangan, ponsel itu menghantam rak buku.

Miyuki berjalan ke ruang tamu pada saat itu dan melihat ekspresi sangat marah di wajah Sasuke. Pemuda itu bertingkah aneh selama berhari-hari ini. Pemuda itu tampak sangat tenggelam dalam pikirannya dan sangat sedih, dan sebagian besar waktu, tatapan pemuda itu seolah menembusnya daripada ke arahnya. Dan itu menakutinya.

"Sasuke-kun?" Miyuki berjalan ke sofa dan duduk di samping Sasuke. Sambil memeluk pemuda itu, ia bertanya, "Ada apa? Kau sangat pendiam selama berhari-hari ini." Suaranya dipenuhi kekhawatiran.

Sasuke menutup matanya. Aku berselingkuh dan meniduri sahabatku karena aku marah padamu. "Tidak ada. Aku hanya lelah." Aku berpura-pura bahwa Sakura tidak ada karena itu tidak terlalu menyakitkan daripada berurusan dengan kenyataan. Tapi aku tidak bisa berpura-pura dia tidak ada karena kau terlihat seperti dia, sial. "Hal-hal tentang pernikahan ini melelahkan dan aku akan lega kalau ini sudah selesai."

Miyuki menjatuhkan kepalanya ke bahu Sasuke. "Sepuluh hari dari sekarang, kita akan menjadi suami-istri dan semua stres ini akan meninggalkan kita." Suaranya pelan dan sayu; ia tidak tahu tentang rasa bersalah dan rasa sakit yang mengamuk di dalam kepala tunangannya.

"Kau benar, Miyuki," ucap Sasuke akhirnya, memberikan ciuman di pelipis gadis itu. Sepuluh hari dari sekarang, jika aku masih merasa di neraka seperti ini, aku tidak yakin bahwa aku akan hidup. Ini membunuhku. Rasa sakit seperti ini akhirnya akan menyebabkan kematian.

Mereka bersandar di sofa, tidak berbicara, ketika mereka duduk diam. Sasuke mengabaikan rasa sakit di dadanya ketika ia mempelajari bentuk bibir Miyuki dan membandingkannya dengan bibir Sakura. Hampir identik.

"Segalanya akan membaik, aku yakin," ucap Miyuki berjanji.

Sasuke diam saja. Sambil menutup matanya, ia mencoba menutup semua pikiran tentang Sakura dari otaknya.

Itu adalah sebuah kesalahan.

Itu tidak berarti apa-apa.

Ia diam-diam tertawa ketika pikiran itu mengalir dalam benaknya. Sangat mudah untuk berbohong pada dirinya sendiri.

***

Lima hari setelah malam mereka bersama. Sasuke yang begitu keras menghindar seolah bergema di apartemen Sakura seperti jeritan darah yang mengental.

Sasuke tidak akan menelepon.

Dia tidak peduli.

Aku tidak apa-apa.

Ketika air mata mengalir di pipinya yang hampir pucat, Sakura berbicara dengan suara keras di ruang apartemennya yang sunyi, "Jika kau mencoba untuk menghancurkan hatiku, Sasuke. Itu berhasil. Aku sudah sangat hancur. Aku benar-benar patah. Aku tidak punya apa-apa lagi."

Dan pada saat itu, Sakura membuat keputusan; ia sudah selesai dengan Uchiha Sasuke. Pemuda itu hanya memanfaatkannya. Tidak lebih dari sekedar seks untuk menghilangkan kemarahan yang pemuda itu rasakan terhadap calon istrinya, pada gadis yang benar-benar pemuda itu inginkan. Setelah bertahun-tahun persahabatan mereka, ia tidak berarti apa-apa selain pelacur seperti yang biasa pemuda itu bawa saat masih di SMA dan perguruan tinggi.

Ini sudah berakhir. Semuanya sudah berakhir.

Aku tidak akan pernah berbicara atau bahkan menemuinya lagi. Ini satu-satunya cara.

Alih-alih menangis, seperti yang diperkirakan Sakura, ia merasa lega. Jantungnya terlalu terbungkus dengan harapan yang terlalu lama. Ia perlu belajar bernapas lagi. Ia harus mencari cara menghirup napas yang tidak mengandung rasa pemuda itu. Ia perlu melupakan bahwa apa pun yang ia miliki dengan Sasuke tak pernah terjadi. Ia bahkan perlu melupakan bahwa pemuda itu ada.

Sakura berdiri di depan jendela apartemennya, menatap keluar saat senja turun di Sapporo dan perlahan menyelimutinya dalam kegelapan. Kota ini terlalu kecil untuk mereka berdua. Bahkan jika mereka tidak akan pernah berbicara lagi, tidak dapat dihindari bahwa mereka akan berpapasan. Miyuki akan berada di lengan Sasuke, mungkin tersenyum penuh kasih pada suaminya, dan mereka bertemu satu sama lain dan Sakura akan mati lagi. Aku tidak bisa melakukan itu. Aku tidak bisa hidup seperti itu.

Tapi Sasuke tidak mau berbicara dengannya dan malah memutuskan lebih mudah berpura-pura dirinya tidak ada lagi.

Baik. Jika itu yang Sasuke inginkan, itulah yang akan terjadi.

Berbalik dari jendela, Sakura berjalan ke mejanya dan menyalakan laptop-nya.

Aku tidak membutuhkannya.

Aku tidak apa-apa.

Aku tidak lebih dari sarana untuk mencapai tujuannya.

Dengan marah, ia mengetik alamat web ke Jetstar Airlines.

Melihat-lihat tujuan dan penjualan, ia melihat lokasi yang menarik. Mengklik tautannya, dan membacanya. Lokasi itu berada dalam lingkungan yang indah, dan yang paling penting, lebih dari 2000 mil jauhnya dari kekacauan yang telah menjadi hidupnya di sini. Ia mengklik tombol 'Beli Tiket', mengklik hari keberangkatan yang sempurna, dan memasukkan informasi kartu kreditnya. Beberapa menit kemudian, ia mencetak detail perjalanannya.

Jika dia selesai denganku, aku selesai dengan dia.

Selanjutnya, Sakura mencari nama perusahaan yang bergerak di lintas negara. Menemukan nomor mereka, ia menghubungi mereka.

Dua jam kemudian, ia sudah mengatur segalanya.

Ia meninggalkan Sapporo.

Ia meninggalkan Hokkaido.

Ia meninggalkan Sasuke.

***

Mengemas kenangannya terbukti menjadi tugas yang lebih sulit daripada yang ia pikirkan. Sakura tidak ingin membawa sampah yang tidak perlu ke tempat barunya, membuatnya harus menghabiskan banyak waktu untuk menyelesaikan berbagai hal. Mulai dari kamarnya, di mana ia tahu bahwa ia memiliki pakaian Sasuke yang harus ia pisahkan, sepertinya solusi termudah. Sambil membuka laci-laci terbuka, ia melemparkan isinya ke tempat tidur dan mulai mengamatinya. Ia memilah-milah sebagian besar barangnya sampai ia menemukan kaos abu-abu terlipat. Membukanya, ia memandangi kaos itu dengan sebal. Kaos Sasuke. Ia memelototi kaos itu, berusaha memindahkan amarahnya ke pemilik asli kaos itu. Dengan takut-takut, ia mendekatkan kaos itu ke hidungnya. Kaos itu aromanya tidak lagi seperti Sasuke; ia tahu itu. Menasihati dirinya sendiri karena kelemahannya yang bodoh, ia menarik kaos itu menjauh dari hidungnya, menggunakannya untuk menyeka air matanya yang keluar dan kemudian mengambil sebuah kotak kecil, melemparkannya ke dalam sana.

Kemudian, ia menarik foto-foto berbingkai dari rak-rak dan melawan keinginan untuk melemparkannya ke seberang ruangan. Enam foto termasuk dirinya dan Sasuke di berbagai tempat, tersenyum ke kamera. Ia melihat foto mereka di saat kelulusan Sasuke dan menatap dirinya sendiri di foto itu.

"Idiot," ucap Sakura pada versi dirinya yang lebih muda di foto itu, yang tampak bahagia. "Dia tidak mencintaimu."

Ia melemparkan foto itu ke sofa dan memandangi foto berikutnya. Foto salah satu perjalanan mereka saat pulang ke Hakodate. "Jika kau melarikan diri, kau tidak perlu melakukannya sekarang," ucap Sakura pada versi dirinya yang kurang dewasa. "Aku membencimu," tambahnya pada Sasuke yang berjarak 3 inci dari dirinya di foto. "Aku membencimu..." Ia mengulangi kata-kata itu. Kata itu tampak pas, ketika ia berjalan dengan kata itu di dadanya, ia menyadari bahwa untuk sementara waktu kata itu cocok, tapi tidak terlihat baik untuknya. Aku tidak ingin membenci. Aku hanya ingin melupakan.

Sakura akhirnya mengambil lima dari enam foto dan melemparkannya ke dalam kotak bersama dengan kaos Sasuke. Menyimpan satu, foto dirinya sendiri saat wisuda, ia membungkusnya dengan kertas tisu dan mengemasnya dalam kotak bertanda 'Ruang Tamu'.

Beberapa jam ketika ia membersihkan sebagian besar apartemennya, kotak kecil itu sekarang telah berisi kaos Sasuke, lima foto, beberapa CD yang jelas bukan miliknya, boneka beruang yang telah dimenangkan Sasuke di festival kampus dulu, dan sepasang kaus kaki milik Sasuke yang ia temukan bercampur dengan barang-barangnya di laci kaus kaki. Setelah semuanya dikemas dalam kotak, ia dengan marah menutupnya dan dengan cepat menuliskan alamat Sasuke di bagian atas kotak. Ia akan mengirimkan itu sebelum ia naik pesawat.

***

Sabtu sebelum pernikahan, hanya tujuh hari sebelum ia seharusnya menikahi Miyuki, Sasuke duduk sendirian di tempat tidur di kamar mereka. Miyuki sedang bekerja, mencoba untuk mengambil beberapa jam tambahan sebelum bulan madu, ketika mereka akan pergi selama sebulan penuh. Orang tua Miyuki telah mengejutkan mereka saat makan malam pada malam sebelumnya dan memberi mereka perjalanan untuk bulan madu selama sebulan di Eropa sebagai bagian dari hadiah untuk pasangan muda itu. Miyuki sangat gembira. Sedangkan Sasuke berusaha terlihat gembira. Ia tidak peduli tentang Eropa sekarang. Ia nyaris tidak bisa meninggalkan apartemennya sendiri, apalagi negara ini. Tapi Miyuki bersemangat, terus mengoceh tentang apa yang akan mereka lihat ketika gadis itu membaca tujuan perjalanan, dan membaca setumpuk pamflet yang datang bersama hadiah itu.

Ketika Miyuki mengoceh dan terus mengoceh, Sasuke seperti dihantam lagi dengan betapa Miyuki mengingatkannya pada Sakura. Dan itu seperti garam dalam luka besar yang telah terkoyak dalam perutnya selama seminggu terakhir. Di masa lalu, ia akan menghubungi Sakura untuk mengeluh tentang bagaimana perjalanan ke Eropa adalah hal terakhir yang sebenarnya mereka butuhkan. Tapi sekarang, ia hanya bisa tertawa pahit karena tidak ada yang bisa dihubungi. Ia tahu ia harus berbicara dengan Sakura. Ia sangat merindukan Sakura hingga ia seperti tenggelam di dalam kerinduan yang besar itu. Ia seperti kapal yang sedang tenggelam dan ia tidak bisa memberitahu siapa pun. Tidak seorang pun mungkin akan menemukannya.

Ketika Sasuke duduk di tempat tidurnya, ia mencoba untuk menghilangkan kesengsaraan dari tubuhnya. Aku tidak bisa hidup seperti ini. Aku tidak bisa melakukan ini. Jika aku memperbaiki semuanya dengan Sakura, kurasa aku akan baik-baik saja. Aku perlu minta maaf. Aku perlu mengatakan padanya bahwa aku takut. Aku perlu menjelaskan kenapa itu terjadi, kenapa aku mengejarnya malam itu... kecuali bahwa aku tidak tahu alasan kenapa aku melakukannya. Aku tidak tahu apa yang membuatku berpikir itu adalah ide yang bagus. Dan karena ia tidak tahu itulah, ia tidak menelepon dan ia tidak keluar dari kamarnya dan pergi ke apartemen Sakura dengan kecepatan seratus mil per jam dan memohon pada gadis itu untuk memaafkannya. Sebaliknya, ia hanya bergumam, 'Sakura, maafkan aku' dan kemudian duduk diam, tidak bisa bergerak sama sekali.

***

"Tapi Sakura, ini gila. Kenapa kau mengundurkan diri begitu saja?" Alis Gaara mengerut pada si rambut merah muda di depannya. Mereka berdiri di garasi parkir klinik tempat mereka bekerja. Sekarang hari Rabu; hanya tiga hari sebelum Sasuke memulai kehidupan barunya dengan Miyuki, dan Sakura akan memulai kehidupan barunya, jauh, jauh dari Sasuke dan Miyuki.

"Maaf, Gaara. Aku... aku harus pergi." Sakura tidak tahu harus berkata apa tanpa mengungkapkan tingkat pengkhianatan dan kesedihannya.

"Kenapa kau harus pergi? Seluruh hidupmu ada di sini? Pekerjaanmu... aku... Sasuke."

Tanpa sadar Sakura tersentak mendengar nama Sasuke dan rasa sakit muncul di matanya.

Gaara bisa melihat berbagai emosi di wajah Sakura, ia membuka mulutnya, dan kemudian menutupnya lagi. Akhirnya, ia berbicara. "Jadi ini tentang dia, huh?"

Sakura diam saja.

Gaara mengingat kembali tentang ijin Sakura karena sakit, sikap menghindari gadis itu, mata yang bengkak, tatapan kosong yang sepertinya telah membawanya tahu persis apa yang telah terjadi. Gaara mendesah marah dan bersandar di mobilnya. "Kapan itu terjadi?"

Pandangan Sakura jatuh dan pipinya memerah. "Sebelas... Sebelas hari yang lalu..."

"Jadi, kau sudah menyembunyikannya selama ini? Ini tidak seperti dirimu." Gaara menatap Sakura, matanya menunjukkan rasa sakit tapi tidak ada kemarahan disana. "Jadi, apa kalian berdua akan melarikan diri bersama?"

Sakura memejamkan mata. "Tidak. Aku hanya harus pergi... aku harus pergi untuk selamanya."

"Kemana kau akan pergi?"

Sakura nyaris mengatakannya tapi menahan diri pada saat terakhir. "Aku... aku belum tahu."

"Aku berharap bisa mengatakan bahwa aku terkejut, Sakura, tapi aku tidak."

"Ke... kenapa kau berkata seperti itu?"

Gaara menoleh dan menatap Sakura. "Sungguh, Sakura? Aku sudah melihat caramu memandangnya ketika kau mungkin berpikir aku tidak menyadarinya. Aku sudah tahu sejak awal bahwa aku hanyalah pelarianmu saja. Aku tahu aku tidak pernah bisa benar-benar dibandingkan dengannya, tapi aku hanya... aku hanya berpikir pada akhirnya aku akan memenangkanmu. Tapi sepertinya dia selalu menang, setelah semua yang terjadi."

Sakura mendengus pahit. "Gaara, dia tidak menang. Aku pergi karena dia."

Gaara berpikir sejenak, lalu mengeluarkan kunci mobilnya dan membukanya. Membuka pintu, ia berkata, "Jika aku tidak bisa memilikimu, tetap dia yang menang, terlepas dari apa yang terjadi... Selamat tinggal, Sakura."

Setelah naik ke mobilnya, Gaara melaju pergi. Sakura berdiri dan memperhatikan mobil Gaara menghilang, rasa bersalah menetap di perutnya di sebelah rasa amarah, kesal, patah hati, dan pengkhianatan yang sudah membara di dalam sana. Setidaknya ia jujur ​​pada Gaara. Ini membuatnya lebih mudah.

***

Dua hari sebelum pernikahan, Sasuke pergi ke toko untuk mengambil tuksedo-nya. Setelah membayar dan sedikit terguncang dengan harganya, ia menggantungnya dengan rapi di mobilnya dan kemudian pulang. Menyadari bahwa toko tuksedo itu hanya beberapa blok dari apartemen Sakura, tiba-tiba ia mendapati dirinya parkir di luar gedung apartemen gadis itu. Saat itu siang hari, ia mengira Sakura belum pulang. Namun, mobil gadis itu diparkir di seberang jalan. Ia mendongak ke jendela apartemen Sakura, bertanya-tanya bagaimana keadaan gadis itu. Apakah Sakura memikirkannya? Atau Sakura mencoba untuk mengabaikannya seperti yang ia lakukan?

Dua kali, Sasuke membuka pintu mobilnya. Aku harus berbicara dengannya. Aku harus menemuinya. Dua kali, ia menarik pintu mobilnya tertutup lagi.

Ketiga kalinya, ia keluar dari mobil dan berjalan menuju gedung, jantungnya berdebar kencang. Aku sangat kacau. Aku tidak tahu bagaimana melewati ini. Aku harus minta maaf dan berharap bahwa suatu hari nanti, dia akan memaafkanku.

Langkahnya melambat saat ia mendekati pintu besar gedung sampai ia berhenti sepenuhnya. Dia tidak ingin melihatmu, Bajingan. Tidak setelah apa yang kau lakukan.

Sambil menggelengkan kepalanya, Sasuke berjalan kembali ke mobilnya dan masuk. Matanya mendongak ke jendela kamar Sakura dan kemudian ia seakan melihat Sakura di dalam benaknya, merasakan gadis itu lagi. Setiap sentuhan. Setiap ciuman. Setiap erangan. Bagaimana ia merasa begitu keras dan besar di dalam tubuh Sakura yang kecil dan kencang. Bagaimana Sakura menjepit di sekelilingnya saat gadis itu sampai... semuanya terbayang kembali di benaknya.

Mengumpat melawan desiran yang menjalar di tubuhnya, Sasuke menyalakan mobilnya kembali dan melesat pergi dari sana.

***

"Tidak, Kaasan... aku harus melakukan ini," ucap Sakura di telepon. Ia merasa seperti sedang menghancurkan hati ibunya dengan kepergiannya.

"Tapi Nak, apa yang terjadi yang membuatmu melepaskan pekerjaanmu dan pindah sangat jauh?" Sakura bisa mendengar rasa frustrasi dalam suara ibunya.

"Sasuke," ucap Sakura pelan.

"Sasuke? Maksudku, aku tahu pernikahannya besok, tapi... oh... karena pernikahannya?"

Air mata menetes dari pipi Sakura, "Sebagian... ya."

"Dan sisanya?" Ibunya mendesak.

Sambil menarik napas dalam-dalam, Sakura menceritakan pada ibunya versi yang sangat jelas tentang apa yang terjadi hampir dua minggu sebelumnya. Ketika ia selesai, ibunya di ujung telepon duduk dalam diam, tertegun.

"Kaasan?" Sakura akhirnya bertanya.

"Maaf, Nak... Aku hanya tidak sanggup untuk mendengarnya, kurasa."

"Aku tahu, Kaasan... aku minta maaf jika itu mengecewakanmu. Tapi aku cukup kecewa pada diriku sendiri... dan dia..."

"Sakura-chan, apa yang kau ingin aku katakan padanya jika dia mencarimu?"

Menutup matanya, Sakura mencoba membayangkan Sasuke menghubungi ibunya. "Dia tidak akan melakukan itu, Kaasan. Lagi pula dia akan berbulan madu setelah pernikahan. Dia bahkan tidak akan tahu aku pergi. Tapi jika dia melakukan itu, jangan katakan apapun padanya. Aku tidak ingin mendengar kabar darinya. Aku tidak ingin berbicara dengannya. Aku harus melupakannya."

"Baiklah, Sakura-chan." Suara ibunya terdengar sedih. "Kuharap aku bisa memelukmu, Nak. Tapi tolong hubungi aku ketika kau sudah sampai di sana."

"Tentu, Kaasan. Begitu aku sampai di sana, aku akan membeli nomor telepon baru dan menghubungimu."

"Aku menyayangimu, Sakura-chan. Hati-hati."

"Tentu, aku janji. Aku juga menyayangimu, Kaasan."

"Sampai jumpa, Nak."

"Sampai jumpa, Kaasan..."

***

Jumat malam, malam sebelum pernikahannya dengan Miyuki, Sasuke sedang duduk di meja ruang makannya dengan sepiring makanan di depannya. Miyuki dan pengiring pengantin telah check-in ke sebuah hotel untuk memanjakan diri. Sedangkan Sasuke menolak pesta bujangan yang ingin diadakan oleh sepupu Miyuki. Sebaliknya, ia sendirian di apartemennya. Dan inilah yang pantas kuterima, ia tidak bisa untuk tidak berpikir seperti itu. Ia akan menikah besok, tapi ia adalah pria yang tidak setia. Dan bagaimana mungkin ia bisa bersikap normal besok jika Sakura muncul?

Ia mengeluarkan tawa pahit pada pikiran itu. Sakura tidak akan muncul. Setelah apa yang terjadi, tidak mungkin gadis itu berada di sana. Dan kemudian ketika orangtua dan kakaknya serta beberapa teman kuliah mereka bertanya tentang Sakura, ia harus membuat kebohongan yang meyakinkan untuk menutupi ketidakhadiran gadis itu yang sangat mencolok. 'Dia sakit' terdengar seperti alasan lemah untuk digunakan karena gadis itu tidak ada di pernikahannya. Aku menidurinya. Dan sekarang aku mengabaikannya. Dan aku cukup yakin bahwa aku telah kehilangan dia selamanya dan aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku seorang bajingan yang tidak pernah pantas mendapatkan persahabatan darinya.

Ya, ia akan kacau besok.

***

Dear Ino-pig,

Ini sulit untuk kukatakan tapi aku harus mengatakannya. Aku akan meninggalkan Sapporo. Aku harus pergi. Semuanya berjalan terlalu jauh dengan Sasuke dan kami tidak akan pernah bisa kembali ke tempat kami sebelumnya. Dia akan menikah besok dan yang aku tahu adalah aku harus berada di mana saja kecuali di sini. Jadi aku akan pergi. Sebenarnya, setelah aku mengirim email ini, aku akan memutuskan koneksi internet dan aku akan menonaktifkan akun emailku. Dan saat dia mengucapkan sumpahnya, berjanji untuk mencintai gadis itu selamanya besok, aku akan naik pesawat, sejauh mungkin dari dia dan kekacauan yang telah kami ciptakan.

Jangan khawatirkan aku, Pig. Aku akan menghubungimu dengan nomor baruku begitu aku mengetahui di mana aku akan tinggal dan apa yang akan kulakukan. Jika Sasuke memutuskan untuk menghubungimu untuk mencari tahu apakah kau pernah mendengar kabar dariku meskipun aku yakin dia tidak akan melakukannya sejak dia mengabaikanku selama dua minggu, tolong jangan katakan apapun padanya. Dia tidak perlu tahu apa-apa selain fakta-fakta yang sudah jelas; dia berhubungan seks denganku dan kemudian dia pergi setelah memberitahuku betapa salahnya itu. Jadi sekarang aku akan meninggalkannya.

Aku akan menghubungimu, Pig. Dan kutegaskan sekali lagi, jangan khawatirkan aku. Aku tahu kau akan tetap merasa khawatir dan aku menyayangimu karena itu, tapi aku berjanji, aku akan baik-baik saja. Aku perlu waktu untuk sembuh dan melanjutkan hidupku. Aku tidak mau menghabiskan hari dalam hidupku untuk berharap pada sesuatu yang sia-sia.

All my love,

Sakura.

***
To be continued

1 komentar:

  1. Ya tuhaan, dadaku sesek banget
    Sakit bangett😭😭😭😭

    BalasHapus

Berkomentarlah dengan sopan :)