Chapter 6 - Lebih Dekat
"Teme, aku dan yang lain akan bermain biliar malam ini, kau ikut?" tanya Naruto ketika ia dan Sasuke membereskan peralatan kerja mereka untuk hari itu.
"Tidak bisa malam ini. Aku harus menemani Sakura ke bioskop," ucap Sasuke, membuka jaket kerjanya dan menggantungnya.
Naruto memyeringai pada Sasuke. "Teme, sepertinya kau benar-benar menerima saran dariku dan benar-benar berusaha untuk meluluhkan Sakura-chan."
Sasuke menatap Naruto tajam. "Terserahlah, brengsek. Kebetulan saja aku suka gadis itu. Dia baik... dan lucu... Dan kalau-kalau kau tidak menyadarinya, dia punya bagian tubuh kecil paling seksi dan paling sempit yang pernah kulihat..." Sasuke memandang menerawang, jelas membayangkan 'sesuatu' milik Sakura.
"Apa kau sudah tidur dengannya?"
Sasuke memandang Naruto dengan kesal. "Aku tidak membahas itu."
Naruto tertawa terbahak-bahak. "Aku akan menganggap itu sebagai 'tidak'..."
Sambil mendesah, Sasuke bersandar di kotak peralatannya. "Aku berharap ini segera berubah... kami telah berbicara tentang masalah seks ketika dia hamil 9 minggu. Dia sudah 14 minggu sekarang. Kurasa penisku akan meledak... Dan dia di rumah hanya mengenakan celana pendek tipis dan tank top, dan sebagian waktu, dia tidak mengenakan bra. Aku bersumpah, beberapa hari ini aku merasa seperti akan tenggelam dalam spermaku sendiri."
"Oh terserahlah, Teme. Dia pantas ditunggu dan kau tidak akan mati, sialan. Selain itu, kita berdua tahu tentang koleksi film porno besar-besaran yang kau sembunyikan, jadi kurasa kau akan baik-baik saja."
Saat Naruto menyebut film porno, Sasuke memasang wajah tak nyaman.
"Apa? Sakura-chan menemukannya?" tanya Naruto sambil tertawa.
"Bukan itu... Hanya saja..."
"Apa? Ayolah... bicara padaku." Naruto meninju lengan Sasuke.
"Ini... aku... apa kau pikir aku, menjadi penyuka wanita preggo sekarang atau sesuatu semacam itu? Setiap kali aku melihat Sakura, aku melihat perutnya dan aku secara otomatis menjadi terangsang. Ini terjadi setiap waktu, shit. Untuk suatu alasan, hanya pemandangan perut Sakura yang berisi bayiku membuatku ingin menhimpit Sakura ke dinding." Tampak khawatir, ia bertemu tatap dengan mata Naruto. "Menurutmu itu buruk?"
Naruto meletakkan tangannya di bahu Sasuke. "Tenanglah, Teme. KAU yang membuatnya seperti itu... kupikir di situlah daya tariknya."
Sasuke menghela napas. "Ya Tuhan, aku harap begitu... Aku tidak ingin menjadi orang gila, tapi dia terlihat semakin seksi saat perutnya semakin membesar. Ini aneh... Ini..."
"Teme... RILEKS! Kau hanya perlu bercinta dengannya, itu saja."
"Aku tahu, Dobe." Sasuke selesai membereskan barang-barangnya dan kembali memandang Naruto. "Oh, dan tebak apa yang kulakukan saat makan siang minggu ini?"
Sasuke mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan selembar kertas. Ia menyerahkannya pada Naruto, yang membuka lipatan kertas itu dan membacanya.
"Kau tes STDs?" Naruto memandang Sasuke dengan heran.
"Ya. Satu-satunya saat aku melakukan hubungan seks tanpa kondom yang bahkan bisa kuingat sejak aku masih remaja adalah malam ketika aku bersama Sakura. Tapi apa kau pikir Sakura akan memercayaiku jika kukatakan padanya aku selalu berhati-hati? Aku tidak menggunakan kondom ketika aku bersamanya, jadi aku bisa menebak bahwa dia akan berpikir aku berbohong. Aku uji STDs untuk membuktikan padanya bahwa ini bersih..." Ia menunjuk selangkangannya.
"Wow, Teme... ini romantis... asalkan kau menahan diri untuk tidak membelai penismu saat memberitahunya," Naruto tersenyum lebar. Ia bangga pada Sasuke. Tentu, Sasuke masih brengsek, tapi setidaknya sahabatnya itu berusaha untuk tidak terlalu brengsek.
Setelah saling mengucapkan salam perpisahan dengan Naruto, Sasuke segera melesat pulang. Ia dan Sakura akan menonton bioskop malam ini. Ia tidak tahu apa-apa tentang film apa yang akan mereka tonton, tapi ia yakin tokoh di film akan mati atau pergi dan Sakura akan menangis.
Sakura telah menangisi sebuah iklan kopi malam itu ketika mereka menonton televisi bersama. Dan Sasuke cukup yakin ia juga melihat air mata di pipi Sakura beberapa hari yang lalu ketika ia berjalan mendekati gadis itu saat menonton episode SpongeBob. Benar, itu memang episode yang sangat menyentuh karena SpongeBob berteman dengan Plankton dalam salah satu dari banyak episode keluguannya yang bodoh, tapi Sasuke tidak menganggap hal itu layak untuk ditangisi—ini SpongeBob SquarePants, dammit!—dan keyakinannya menjadi seratus persen ketika Sakura menoleh ke arahnya, dengan pipi berkilau. Tapi gadis itu dengan keras menyangkal bahwa episode SpongeBob membuatnya menangis, tentu saja, dan kemudian gadis itu memukulnya dengan bantal setelah ia mengejeknya.
Sekarang, Sasuke harus menyimpan sebungkus tisu di sakunya untuk malam ini... Uchiha Sasuke harus menangani air mata istrinya dengan baik.
Ketika Sasuke berjalan masuk ke dalam rumah, ia bisa mendengar pancuran di kamar mandi Sakura. Ia sejenak berpikir tentang dirinya menyelinap untuk bergabung dengan gadis itu, tapi ia takut Sakura akan panik, jadi ia melangkah naik ke lantai atas dan mandi. Ketika ia sudah siap, ia kembali dan menemukan Sakura telah duduk di meja, membaca sebuah buku.
"Kau sudah siap pergi, Saku?"
Sakura tersenyum. "Aku... ayo pergi. Aku tidak sabar untuk menonton film ini." Sakura berdiri dan Sasuke mengapresiasi pakaian gadis itu. Sakura mengenakan kemeja dan rok sebetis yang tidak menonjolkan perut buncitnya tapi juga tidak menyembunyikannya. Sakura juga memakai flat shoes—kakinya kadang-kadang mulai membengkak—yang membuat gadis itu tampak semakin mungil dan rentan. Rambut merah mudanya tergerai lembut dan kulitnya berkilau. Dengan kata lain menurut Sasuke, Sakura tampak bisa dimakan. Sasuke dengan terang-terangan menatap Sakura dan gadis itu menusukkan satu jarinya ke lengan Sasuke, terkikik, saat mereka berjalan ke mobil.
Ketika dalam perjalan menuju bioskop, Sasuke meraih hasil tes STDs miliknya dan menaruhnya di pangkuan Sakura.
Sakura membukanya dan membacanya.
"Kurasa mungkin kau bertanya-tanya... jadi aku ingin menyingkirkan keraguan itu dari pikiranmu. Aku tahu aku bukan malaikat tapi aku biasanya tidak bodoh... kecuali malam itu bersamamu..."
"Terima kasih, Sasuke... Ini sangat berarti." Sakura tersenyum sendiri, memandang ke luar jendela, dan berusaha untuk tidak menangis. Tapi usahanya sia-sia dan air mata menyelinap di pipinya. Sakura tidak bisa percaya bahwa Sasuke melakukan tes untuknya. Sekarang, jika mereka terus maju dengan hubungan seksual diantara mereka, setidaknya ia bisa melakukannya tanpa khawatir.
Saat itu, sebungkus tisu mendarat di pangkuan Sakura. Ia memandang Sasuke, yang menyeringai dan berkata, "Aku sudah bersiap-siap menghadapi jurusmu, sekarang."
Ketika mereka sampai di bioskop, Sasuke membantu Sakura keluar dari mobil dan menggandeng tangan gadis itu saat mereka berjalan masuk.
"Oke, yang mana yang akan kita tonton? Semua filmnya terlihat seperti aku harus memeriksakan 'bola'ku di pintu hanya untuk diijinkan masuk. Tampaknya tidak ada satu film di sini yang melibatkan darah dan isi perut." ucap Sasuke saat di loket tiket.
"Kita akan menonton Amy Adams, Sasuke." Sakura mencubit lengan pemuda itu.
"Oh, Amy Adams... tentu saja. Siapa Amy Adams?"
Sakura memelototi Sasuke dan pemuda itu tertawa lalu berbalik untuk memesan tiket.
Setelah tangan mereka penuh dengan junkfood bioskop—satu bungkus popcorn berukuran dua kali kepala bayi dan hotdog untuk Sasuke, pretzel lembut dan sekotak Milk Duds untuk Sakura, ditambah dua cangkir besar cola yang harganya hampir sebanyak pembayaran cicilan mobil Sasuke—mereka menyelinap ke kursi di deretan atas bioskop.
Ketika Sasuke memasukkan popcorn dengan acuh tak acuh ke dalam mulutnya, Sakura berkata, "Aku senang kau melakukan ini untukku, Sasuke. Ini sangat berarti."
Sasuke menyeringai pada Sakura, meraih Milk Duds Sakura diam-diam ketika gadis itu tak melihat. "Tidak masalah, Sayang. Aku ingin membuat senang wanitaku." Sasuke tidak bermaksud mengatakannya seperti itu, dan berdasarkan ocehan Sakura tiga hari lalu tentang sikap patuh yang dimiliki oleh begitu banyak pria Neanderthal akhir-akhir ini ketika berbicara tentang wanita dan peran mereka, Sasuke cukup yakin ia akan menjadi seperti itu. Sebagai gantinya, Sakura hanya tersenyum manis dan bergeser sedikit lebih dekat dengan Sasuke di kursinya.
Wanita-nya.
Ketika lampu padam dan preview dimulai, Sakura mau tak mau mengakui bahwa pernyataan itu menarik, meskipun ada nada misoginis.
***
Ketika lampu-lampu menyala kembali di akhir film, Sasuke mengulurkan sebungkus tisu ke depan Sakura. Gadis itu tampak tersentuh, mengusap mata dan hidungnya. "Film ini sangat menyentuh secara emosional. Kau berpikir begitu juga, Sasuke?"
Sasuke mendengus. "Maksudmu bagian di mana dia pergi mengejar mobil seperti psikopat putus asa atau bagian di mana dia menangis selama lima menit atau bagian di mana dia mengoceh tentang bagaimana kadang-kadang orang harus hidup tanpa yang mereka cintai sampai ingin bunuh diri?"
"SEMUA bagian, lebih tepatnya. Film ini sempurna. Ada sedikit komedi dan pesan yang kuat tentang cinta." Sakura terdengar sedih saat berbicara.
"Saku, kurasa aku akan berubah menjadi wanita sekarang berkat film omong kosong ini. Seandainya kau tidak berada di sini, aku sudah akan berjalan keluar selama lagu pembukaan yang cengeng tadi. Tapi apapun itu, selama film menyedihkan membuatmu senang, aku tidak apa-apa di sini." Seringai Sasuke melebar.
"Kau pikir kau sangat pintar menggodaku? Hanya karena kau tinggi dan tampan seperti dewa."
Apa aku baru saja mengatakan itu dengan keras? Mata Sakura melebar pada kenyataan bahwa ia membiarkan itu keluar dari mulutnya, bahwa ia baru saja menganggap fisik Sasuke menarik.
Sasuke melemparkan kepalanya ke belakang dan tertawa. "AKU TAHU kau menginginkanku, Sakura."
"Oh, tutup mulutmu dan bawa aku pulang, bodoh."
Keduanya berjalan ke mobil bersama-sama dengan tangan saling bergandengan lagi, dan keduanya masih tersenyum.
Ketika mereka di perjalanan pulang, Sakura tidak bisa mengatakan apa-apa selain menganggap malam itu malam yang indah. Sikap Sasuke benar-benar berubah padanya. Eksteriornya yang kasar, yang sangat blak-blakan, kadang-kadang akan lenyap dan tergantikan dengan pria yang lembut dan sensitif. Meskipun, momen-momen itu sedikit dan jarang. Tapi malam ini, ia merasa beruntung memiliki Sasuke yang lembut dan menyenangkan. Ia sangat menantikan saat-saat ini.
Ketika mereka sampai di rumah, Sakura melepas sepatunya dan menguap. Sasuke melihat jam dan menyadari ia harus bangun dalam enam jam.
"Um, selamat malam, Sasuke. Terima kasih lagi untuk filmnya... dan untuk tes STDs-mu."
"Apapun untukmu, Saku..."
Ketegangan menggantung di antara mereka. Memutuskan bahwa Sasuke akan mengambil resiko, ia mempersempit jarak di antara mereka dalam dua langkah, meletakkan tangannya yang hangat di pipi Sakura, dan mengarahkan wajah gadis itu ke arahnya. Ia menatap mata Sakura sejenak dan kemudian menempelkan bibirnya ke bibir gadis itu. Sakura balas mencium kembali dengan gairah yang sama seperti Sasuke menciumnya.
Menarik diri sehingga mereka bisa bernapas lagi, Sasuke mencium kelopak mata Sakura. Ia tahu, pada saat itu, seandainya ia menginginkan Sakura, ia pasti dapat memiliki gadis itu. Tapi waktunya belum tepat. Sebagai gantinya, ia menurunkan tangannya dan meletakkannya di perut Sakura, tepat di tempat bayi mereka beristirahat. Ia ingin menyentuhnya di sana, tapi sejauh ini, terlalu takut Sakura akan mendorongnya menjauh. Tapi malam itu, sebaliknya, reaksi Sakura adalah salah satu bentuk kepuasan. Sakura menutup matanya saat kehangatan telapak tangan Sasuke menempel di kulit perutnya. Ia menekankan kedua tangannya di atas tangan Sasuke dan bertahan di sana sejenak.
Menyadari bahwa jika Sasuke tidak menarik diri sekarang, ia tidak akan bisa mengendalikan dirinya untuk tidak menyerang Sakura, jadi ia berbisik, "Tidur nyenyak, Sayang," Ia melepas tangannya dari perut Sakura, dan melangkah ke atas tangga.
Bersenandung pada dirinya sendiri, Sakura masuk ke kamarnya dan pergi tidur.
***
Jumat malam, Sasuke mendapati dirinya sendirian di rumah. Sakura pergi ke pesta make up atau semacamnya bersama temannya, Yamanaka Ino. Karena bosan, Sasuke menghubungi teman-temannya untuk berkumpul.
Pada jam 9 malam itu, mereka masuk ke bar. Mereka menemukan meja di sudut bar dan duduk di sana. Seorang pelayan, yang kebetulan sangat cantik, mendekati mereka. Naruto memperhatikan seluruh tubuh gadis itu, memberi pujian dan mengajukan pertanyaan dan rayuan pada gadis itu. Membuat Sasuke ingin muntah mendengarnya.
Begitu mereka selesai memesan dan pelayan itu pergi, Sasuke mulai berkomentar, "Kita sudah menjadi teman sejak kecil, Dobe... Apa kau tidak bisa belajar apa-apa dariku tentang wanita? Barusan adalah serangan yang paling menyedihkan yang pernah kulihat."
Naruto memerah. "Apa yang harus kulakukan? Gadis itu sangat cantik. Apa kau melihat tulang pipinya? Dia sangat eksotis. Tuhan... hanya menatapnya membuatku ingin mati. Tidak ada wanita di planet ini yang bisa begitu cantik seperti dia."
Sasuke mengernyitkan wajahnya dan memandang pelayan itu, yang sekarang kembali dengan membawakan bir mereka. "Dia tidak secantik itu, Dobe."
"Terserah kau, Sasuke. Aku sependapat dengan Naruto untuk yang satu ini..." ucap Sai dengan senyuman. Naruto hanya meringis, sepertinya Sai benar-benar akan menyerobot pelayan impiannya.
"Apa aku duduk di meja besar penuh dengan gay? Naruto, dapatkan segera nomor pelayan itu atau tutup mulutmu. Sai, aku yakin kau tidak akan pernah bisa memilikinya, dia di luar kemampuanmu. Dan astaga, Sasuke, apa kau sudah bercinta dengan istrimu?" Ketiga lelaki itu mengalihkan pandangan tajam mereka ke arah Shikamaru, yang baru saja secara diam-diam menjadi bajingan terbesar di meja ini.
Sasuke meneguk birnya dan bersandar di kursinya. "Belum... aku menunggu waktuku."
"Masih tidak ingin ada hubungan denganmu, eh?"
"Oh, aku tahu dia menginginkanku... aku bisa merasakannya. Aku hanya menunggu dia mengakuinya... Tentu saja, ketika akhirnya itu terjadi, aku mungkin akan seperti Naruto-dobe yang meledak lebih dulu sebelum melepas celana. Tapi itu kesempatan yang aku inginkan."
Shikamaru dan Sai menoleh ke arah Naruro, yang sepertinya ingin membunuh Sasuke. Ketiga pemuda itu mulai tertawa dan Naruto hanya memelototi mereka. "Tutup mulut kalian... waktu itu aku masih remaja sekolah. Aku punya skill sekarang..."
"Oke... oke... tapi kenapa kau masih lajang?" tanya Sai.
Naruto merengut, "Kalian semua bajingan dan aku benci kalian." Ia berdiri dan melangkah keluar dari kursi. "Aku mau kencing." Ia berjalan pergi, menatap sekilas ke arah pelayan berambut hitam ketika ia melewatinya.
"Aku akan segera kembali. Aku ingin memesan lagi." Sasuke mendorong dirinya keluar dari bilik dan menuju ke bar. Duduk di bangku, ia memesan segelas wiski. Tiba-tiba ia mencium aroma parfum yang familiar.
Seorang wanita duduk di kursi di sebelahnya, "Aku berharap kau akan kembali untuk mengulang malam itu."
Sasuke memandangi wanita itu yang telah ia tiduri beberapa minggu sebelumnya ketika ia bertengkar dengan Sakura. Mungkin karena efek lampu yang lebih terang atau mungkin karena Sasuke memiliki kepala yang lebih jernih, tapi yang bisa dipikirkannya hanyalah bahwa wanita itu tampak tua dan sedih. Wanita itu memaksakan payudaranya yang besar ke dalam gaun kecil dan mengenakan high heels bertali. Rambut coklatnya dicepol sembarangan di atas kepalanya. Benar-benar menyedihkan, pikir Sasuke.
Sasuke tidak mengatakan apa-apa, dan sebagai gantinya, ia meneguk wiskinya.
Wanita itu menunggu sebentar dan berkata, "Kau mau kembali ke tempatku?"
Sasuke hampir merasa kasihan pada wanita itu. Tapi ia tidak mungkin mengulangi kesalahan yang ia lakukan beberapa minggu sebelumnya.
Seraya berdiri, Sasuke memberikan beberapa uang ke bartender dan berbalik ke arah wanita itu, yang ia bahkan tidak tahu namanya. "Kau harus mencari orang lain. Aku tidak tertarik." Ia kemudian berjalan kembali ke meja dan bergabung kembali dengan teman-temannya. Wanita itu menatap Sasuke, tampak terangsang sekaligus kesal.
Ketika Sasuke duduk kembali, Naruto mengibaskan selembar kertas di depan wajahnya.
"Aku mendapat nomornya!"
"Siapa?" tanya Sasuke.
"Duh! Pelayan itu! Kurasa dia menyukaiku..."
"Bagus... siapa namanya?"
Naruto menatap kertas itu. "Hinata… Hyuga Hinata."
***
Ketika Sasuke kembali ke rumah, mobil Sakura telah terparkir di halaman. Berjalan ke dalam, Sasuke menemukan televisi menyala. Sakura meringkuk di sofa di balik selimut, tertidur lelap. Ia mengamati wajah gadis itu sejenak, memperhatikan kecantikannya. Sakura terlihat sangat polos dan manis. Namun ada kecerdasan dan kekuatan yang terpancar bahkan ketika gadis itu tidur. Suka atau tidak, ia selamanya akan terikat pada gadis itu. Dan saat ini, Sasuke sangat menyukai fakta itu.
***
To be continued
To be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)