expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

To Have and To Hold #7


Chapter 7 - Fase Baru


Sakura menyampirkan tas selempangnya ke atas bahunya dan berjalan menuju mobilnya ketika ia melihat Lincoln ayahnya berbelok ke jalan masuk. Perutnya mengencang. Ia tidak bertemu ayahnya sejak ayahnya itu memaksanya menikah sembilan minggu yang lalu. Ayahnya menghubunginya dan ia akan berbicara sebentar dengan ayahnya itu, tapi ayahnya belum pernah mengunjunginya.
Haruno Kizashi keluar dari mobilnya, yang ditempatkan secara strategis untuk menghalangi mobil Sakura keluar, ia memperhatikan sekelilingnya, dan berjalan ke arah Sakura.
"Hai, Sayang," sapa Kizashi santai.
"Hai, Tousan," jawab Sakura pelan.
Kizashi mengamati tubuh putrinya, memperhatikan bahwa saat hamil 15 minggu ini, putrinya baru mulai memberi perubahan.
"Kau terlihat sehat, dalam keadaan seperti itu," Mata Kizashi beralih ke perut Sakura dan gadis itu secara naluriah meletakkan tangannya di atas perutnya seakan memberikan perlindungan.
"Ya, aku baik-baik saja. Kehamilanku berkembang dengan sempurna."
Kizashi berdiri sejenak, mengamati bagian luar rumah.
"Aku mengerti bahwa bocah itu melakukan pekerjaannya dengan baik dalam menjaga rumah. Itu bagus. Aku hanya khawatir... kau tidak pernah tahu apa yang akan kau dapatkan ketika kau terlibat lebih jauh dengan bocah level pekerja seperti dia."
Sakura merasa marah. "Bocah itu memiliki nama, Tousan. Dia Sasuke... dan dia menyukai rumah ini dan menjaganya dengan baik. Kau tidak perlu khawatir tentang apapun yang terjadi pada rumahmu yang berharga ini."
"Jadi dia juga memperlakukanmu dengan baik?"
Sakura mengangguk. "Ya, benar. Kami mengalami pasang surut, tapi akhir-akhir ini kami berkomunikasi dengan baik. Dia... dia benar-benar pria yang luar biasa. Dan dia sangat peduli dengan bayi kami."
Kizashi tersenyum miring pada putrinya, "Dia hanya peduli dengan uang yang kuberikan padanya, Sayang. Hanya itu yang akan dilihat oleh orang seperti dia seumur hidupnya."
Air mata menggenang di pelupuk mata Sakura. Ia tidak perlu diingatkan tentang Sasuke yang menerima sejumlah uang untuk menikahinya. Mereka berdua tidak pernah membicarakannya dan Sasuke tidak membeli sesuatu yang mencolok... atau apapun, dalam hal ini... jadi tentang uang itu semacam terlupakan.
Sakura memaksa dirinya sedikit berdiri lebih tegak dan berkata, "Dia mungkin tidak mencintaiku, Tousan, tapi dia sangat mencintai bayi ini. Aku tahu itu... aku bisa melihatnya."
"Tidak apa-apa, Sayang. Aku hanya berharap kau mengerti bahwa pernikahan ini adalah 'kenyamanan'. Kau hanya harus melindungi hatimu dari itu."
Sakura hanya ingin ayahnya segera pergi. "Tousan, kenapa kau datang ke sini? Kaulah yang memaksa kami melakukan pernikahan ini dan ketika aku mengatakan padamu bahwa kami mencoba untuk menjalani ini dengan benar, kau merendahkan dan menghina kami. Apa tujuanmu, Tousan?"
Ayahnya melangkah lebih dekat dan Sakura melangkah lebih jauh dari ayahnya. "Aku senang kalian melakukannya dengan benar. Aku hanya ingin mampir untuk melihat sendiri bahwa semuanya berjalan baik. Aku juga menyesali pilihanmu... pasanganmu ini... aku hanya tidak ingin melihatmu berjalan-jalan di kota ini bersama anak haram. Jadi, beritahu aku jika dia menyakitimu. Oke?"
Sakura mengangguk dalam diam sebelum berkata, "Aku harus pergi ke kampus. Aku akan terlambat."
"Baiklah... aku juga akan pergi. Tapi kau dan bocah itu perlu berkunjung untuk makan malam dalam waktu dekat."
Sakura merasa marah lagi, "Nama dia Sasuke, Tousan. Dan kami akan mempertimbangkan tawaranmu... Sampai jumpa."
Kizashi masuk ke mobil dan melesat pergi, meninggalkan putrinya yang sangat frustrasi dan sedih. Ketika Sakura masuk ke mobilnya sendiri untuk pergi ke kampus, ia merasa sangat marah. Bukankah sudah cukup ayahnya untuk ikut campur? Kapan ayahnya akan berhenti mencampuri hidupnya? Dan mengapa ayahnya harus membahas tentang uang? Sakura tahu itu penyebab Sasuke ada di sini, tapi jika memang itu benar-benar alasan Sasuke di sini, itu membuat semua yang mereka berdua alami sejauh ini terasa konyol... seakan Sasuke hanya berakting.
Sakura merasa seperti berada di autopilot untuk sisa hari itu. Terlepas dari semua yang terjadi dalam hidupnya, tidak hidup di bawah atap ayahnya merupakan berkah. Ia merasa seperti perlahan-lahan keluar dari cangkangnya yang kuat dan tidak dapat dipercaya ini berkat bantuan Sasuke dan bahkan teman-teman Sasuke, serta persahabatannya yang kembali dengan Ino.
***
Ketika Sasuke pulang dari kampus malam itu, ia bisa langsung merasakan ada yang tidak beres dengan Sakura. Gadis itu hanya mengangguk ketika ia datang dan tidak mencoba mengajaknya mengobrol selama gadis itu menghangatkan makan malam untuknya. Mengabaikan aturan 'jangan kau berani makan di sofaku atau aku akan mengulitimu hidup-hidup' milik Sakura, Sasuke membawa makan malamnya dan duduk di sebelah Sakura. Gadis itu sekilas melempar tatapan peringatan tapi Sasuke mengabaikannya.
"Saku? Kau tampak pendiam malam ini."
"Aku hanya merasa lelah..."
"Bohong... apa yang mengganggumu?"
Sakura diam sejenak. Kemudian ia berbalik untuk menghadap Sasuke, bergerak ke lengan sofa dan menyelipkan kakinya ke bawah. "Ayahku mampir ke sini hari ini."
"Oh... dan apa kata-kata indah darinya yang dia ucapkan?"
"Kurasa dia hanya ingin mengingatkanku bahwa pernikahan ini adalah kepura-puraan dan bahwa kau di sini untuk uang. Kurasa gagasan putrinya yang tidak berada di bawah jempolnya setiap detik adalah kegagalannya untuk bisa duduk dengan tenang."
Kata-kata Sakura yang menyengat membuat Sasuke berhenti mengunyah sesaat. Ayah Sakura adalah bajingan yang tidak berguna. "Aku di sini karena bayi kita. Dan aku belum menyentuh uang itu. Uang itu memang ada di dalam rekeningku, tapi aku belum menyentuhnya."
Sakura mengulurkan tangan dan meletakkan tangannya di lengan Sasuke. "Kau tidak perlu menjelaskan dirimu padaku, Sasuke. Aku tahu alasan kau di sini. Aku tahu kau mencintai bayi ini."
"Ya, Sakura. Dan ayahmu bisa mengatakan apa saja yang dia inginkan, tapi aku tidak berencana untuk kabur, oke?"
Sakura mengangguk, menatap tangannya. Ia ingin bertanya pada Sasuke... tapi tidak tahu bagaimana caranya... tapi Sasuke tampaknya bisa membaca pikirannya karena pemuda itu tersenyum padanya.
"Dan kau juga tidak perlu cemas tentang dirimu, kau tidak begitu buruk di sekitarku. Tentu, obsesimu pada es krim sangat melelahkan dan kau suka berteriak... tapi kau juga sangat menyenangkan."
Sakura langsung merasa lega. Dirinya yang sangat tertutup dan sangat ketakutan Sasuke tidak menyukainya dan hubungan pertemanan yang mereka bangun hanya omong kosong.
"Saku?" ucap Sasuke beberapa menit kemudian.
"Ya?"
"Kapan saja ayahmu mengatakan sesuatu padamu, terlepas dari apapun itu, kau harus memberitahuku, oke? Orang itu telah memprogram seluruh hidupmu untuk tunduk pada apa yang menurutnya terbaik untukmu. Tapi aku ada di sini sekarang dan aku tidak suka melihat bagaimana dia menyetir hidupmu."
Sakura mengangguk, tersentuh bahwa Sasuke mengkhawatirkan dirinya. Sasuke benar-benar pemuda yang baik, terlepas dari kenyataan bahwa pemuda itu, sekarang, melanggar aturan 'tidak boleh makan di sofaku'. Sekali ini saja, pikir Sakura membiarkan Sasuke.
***
Sisa minggu berlalu tanpa insiden apapun. Kizashi tidak muncul lagi dan rumah tangga mereka relatif tenang, kecuali untuk argumen kecil pada Kamis malam yang melibatkan saluran program berita malam mana yang lebih baik, NBC atau CBS.
Sabtu pagi, Sasuke merasa senang. Akhir pekannya akan ia habiskan di rumah dan ia tidak punya rencana apapun bersama teman-temannya. Ia berniat untuk menyibukkan diri dengan gitarnya... dan mudah-mudahan ia bisa meyakinkan Sakura agar mau bernyanyi untuknya. Dalam 9 minggu mereka hidup bersama, mereka belum mendengar suara satu sama lain saat bernyanyi. Ia menyukai musik dan begitu pula Sakura... semoga mereka bisa saling berbagi. Dan suara Sakura, tidak diragukan lagi, akan menjadi jeda yang menyenangkan dari ketukan-ketukan Naruto pada drumnya, yang merupakan partner musik Sasuke ketika bandnya tidak benar-benar bermain, dan mereka memang sudah lama tidak bermain band di mana pun, lama sekali. Menghamili Sakura, rupanya alasan terkuat untuk itu.
Sasuke berdiri di teras, menikmati pagi hari. Ia berpikir untuk jogging tapi kemudian memutuskan untuk tidak melakukannya. Sebagai gantinya, ia berlari kecil menuju kotak surat di depan gerbang dan mengeluarkan sekitar tiga surat dari sana. Ia melihat-lihat amplop surat itu saat kembali ke dalam rumah, melemparkan surat yang tertuju untuknya ke atas meja kopi, dan membawa surat untuk Sakura di tangannya, berjalan menuju pintu kamar gadis itu.
Sasuke mendorong pintu kamar Sakura seraya menatap surat di tangannya. Ketika ia mendongak, Sakura sedang berdiri di depan cermin, hanya mengenakan celana dalam biru muda. Mulut Sasuke ternganga dan Sakura tampak sangat terkejut hingga lupa untuk menutupi tubuhnya.
Sasuke berdiri di sana sejenak, surat ditangannya terlupakan. Sakura berdiri memunggunginya, tentu saja, tapi Sasuke bisa melihat seluruh bayangan gadis itu di cermin dan begitu menakjubkan. Tubuh Sakura ramping—seperti tubuh seorang dancer—dan payudaranya proporsional, sempurna. Tatapan Sasuke tertuju pada pantulan puting merah muda Sakura dan ia merasa kakinya mulai bergerak. Sakura hanya balas menatap Sasuke... wajahnya memerah tapi tangannya masih tetap di sisi tubuhnya. Tanpa disadari, Sasuke melempar surat ditangannya ke tempat tidur dan mendekati Sakura sampai ia berdiri tepat di belakang gadis itu.
Sasuke menatap Sakura di cermin dan mata mereka bertemu. Ia bisa melihatnya, saat ini, bahwa Sakura menginginkannya. Tekadnya telah diuji cukup lama, dan ia memutuskan saat ini waktu yang tepat. Perlahan-lahan, ia mengangkat lengannya dan dengan lembut membelai tangan Sakura ke atas, ke atas bahu, dan turun ke belakang dan berputar ke pinggang gadis itu.
Sakura bergidik karena sentuhan Sasuke dan ia bersandar di dada pemuda itu. Mata mereka tetap terkunci satu sama lain dari cermin saat tangan Sasuke menyelinap dari pinggang Sakura untuk membelai perut gadis itu dengan lembut. Lalu tangannya bergerak ke atas membuat pola lingkaran-lingkaran kecil di kulit Sakura sampai berada di bawah payudara gadis itu. Ia menangkup payudara Sakura dan jempolnya bermain di puting gadis itu. Sakura bersandar lebih jauh pada Sasuke, menekan punggungnya ke dada Sasuke, dan mengeluarkan erangan terkecil.
Terangsang sepenuhnya sekarang, Sasuke mencondongkan tubuh ke arah Sakura dan berbisik, "Kau suka?"
Sakura menganggukkan kepalanya dan jari-jari Sasuke bergerak ke atas untuk menarik putingnya. Payudaranya begitu sensitif sehingga ia nyaris seolah akan terbelah dua di sana. Sasuke menyiksanya, ia yakin akan hal itu.
Sakura bisa merasakan kejantanan Sasuke menekan punggung bawahnya. Ia menggesekkan tubuhnya ke arah Sasuke dan pemuda itu menggeram di telinganya. Tangan kanan Sasuke meninggalkan payudara Sakura dan meluncur turun ke bawah, menyelinap ke dalam celana dalam gadis itu. Sakura berteriak ketika jari Sasuke menemukan klitorisnya dan mulai menggosoknya. Sasuke menyelinap lebih jauh, menemukan Sakura sudah lebih basah dari yang ia perkirakan, yang hanya membuatnya semakin terangsang. Jari Sasuke menyebarkan kelembapan itu ke klitoris Sakura, memungkinkan jarinya masuk dengan cepat dan keras ke dalam gadis itu. Ia terus menggosok klitoris Sakura selama beberapa saat sambil meremas puting gadis itu sampai ia melihat Sakura memejamkan matanya, menggigit bibirnya, lalu mengerangkan namanya. Ia menyaksikan semua itu di cermin ketika Sakura benar-benar mencapai pelepasannya, menjerit dan mengatupkan kakinya bersamaan.
Sasuke menggendong Sakura dan kemudian membaringkannya di tempat tidur. Tidak akan ada lagi ketegangan seksual di antara mereka sekarang.
Sasuke menarik lepas kaosnya di atas kepalanya dan bergabung dengan Sakura di tempat tidur. Namun baru lima detik ia berada di tempat tidur...
Bel pintu berbunyi.
Dan kemudian terdengar ketukan.
Dan kemudian bel pintu berbunyi lagi sebanyak tiga kali.
Dan kemudian Sasuke mendengar suara ibunya, "Sasukeee! Aku tahu kau ada di dalam."
Sasuke mengumpat pelan dan menatap Sakura, yang bertumpu pada sikunya, wajahnya memerah dan celana dalamnya sudah turun setengah di pinggulnya. Sakura tertawa ketika bel pintu berdering lagi.
"Ibuku sialan," Sasuke mengepalkan tinjunya dan seperti ingin meninju sesuatu.
"Sasuke, kau harus membiarkannya masuk. Dia tahu kita ada di rumah."
"Sakura... apa kau tahu seberapa dekat kita dengan..."
Sakura menyela. "Aku tahu. Dan kita bisa melanjutkan nanti... aku janji."
Sakura bangkit dari tempat tidur, memperbaiki celana dalamnya, dan mengambil bra. Sasuke menyaksikan Sakura mengenakan pakaiannya, merasa tak rela bahwa tubuh Sakura sekarang tertutup dari pandangannya.
Ketika bel pintu berbunyi untuk yang ke-34 kalinya, ibunya berteriak dari luar, "Tolong, biarkan ibumu ini masuk!"
Menggeram, Sasuke berjalan keluar dari kamar dan membuka pintu depan. "Akan lebih baik jika kau membawa berita penting" adalah sapaan yang Sasuke lontarkan pada ibunya.
Mikoto mengabaikan kata-kata Sasuke, hanya menepuk pipi putranya itu ketika ia lewat, dan berkata, "Di mana Sakura-chan?"
Tepat pada saat itu, Sakura keluar dari kamarnya. "Hai, Kaasan. Bagaimana kabarmu?"
Kekhawatiran muncul di wajah Mikoto saat ia menatap Sakura. "Sayang, kau baik-baik saja? Wajahmu merah. Apa kau demam?"
Sasuke mendengus keras. Tentu saja Sakura mengalami 'demam'. Kurang dari dua detik ia akan meniduri gadis itu ketika ibunya yang menjengkelkan tiba-tiba muncul. Andai saja pembunuhan tidak ilegal di negara ini, ia cukup yakin ia akan mengubur mayat ibunya di bawah pohon palem kampusnya.
"Aku baik-baik saja, Kaasan. Hanya sedikit panas."
Sasuke terkekeh, terkesan dengan bagaimana Sakura menjaga ketenangannya bahkan ketika ia bisa melihat bahwa gadis itu sudah jelas masih terangsang.
Sambil mendesah bahwa ia merasa berada di neraka sekarang, ia menyeret ibunya ke ruang tamu. "Apa yang kau inginkan disini, Kaasan?"
Mikoto mengangkat tiga tas belanja dengan senyum lebar. "Aku menemukan banyak barang milikmu dan kakakmu saat masih bayi. Aku berpikir mungkin Sakura-chan menginginkannya sebelum aku membuangnya."
"Itu sangat manis, Kaasan. Ayo kita lihat." ucap Sakura, ia dan Mikoto duduk di sofa dan mulai mengeluarkan barang-barang dari tas.
Sasuke memutar matanya dan bersandar di kusen pintu. "Aku akan mandi." Kemudian ia melangkah pergi... ia perlu air dingin.
Dan ia benar-benar ingin membunuh ibunya.
***
Sakura berguling ke samping dan melirik jam. 1:13 dini hari. Ia sudah berbaring hampir tiga jam yang lalu dan bahkan belum menutup matanya. Sambil mendesah dan meninju bantalnya, ia berguling ke sisi lain tempat tidur. Kakinya perlahan-lahan terlilit selimut karena sesi guling-guling maraton yang telah dilakukannya. Akhirnya duduk kembali, ia menatap langit-langit. Mengetahui bahwa seseorang di lantai atas adalah bagian dari masalahnya.
Sakura berasumsi, setelah kegiatan mereka terinterupsi pagi ini, Sasuke akan datang padanya malam ini. Dan ketika Sasuke datang, ia akan menyerahkan dirinya karena rasa terbakar di antara pahanya membuatnya gila. Tapi sebaliknya, Sasuke hanya mengucapkan selamat malam dan naik ke lantai atas. Sakura sudah mendengarkan dengan seksama langkah kaki selama berjam-jam, tapi tak kunjung datang.
Sakura menendang kakinya keluar dari bawah selimut. Tidurnya ini tidak akan terjadi. Ia duduk di tepi tempat tidur, menggosok matanya. Ia meraih ikat rambut di meja samping tempat tidur dan menarik rambutnya ke atas dari lehernya. Lalu ia bangkit dari tempat tidur. Jika Sasuke tidak datang padanya, ia yang akan pergi pada pemuda itu.
Sakura perlahan, sangat perlahan naik melewati tangga. Saat ia sudah berdiri di depan pintu kamar Sasuke, kepercayaan dirinya goyah. Tapi rasa terbakar itu tetap ada. Tanpa suara, ia membuka pintu, menyelinap masuk, dan menutupnya kembali. Ia berdiri sejenak, membiarkan matanya menyesuaikan diri dengan kegelapan. Ia bisa melihat Sasuke tidur telungkup di tengah tempat tidur. Selimut merosot di pinggangnya dan pemuda itu bertelanjang dada. Lengannya yang berotot terselip di bawah bantal dan kepalanya menghadap ke pintu. Mulut Sakura terasa mengering melihat pemandangan itu, bahkan dalam kegelapan.
Melangkah ke tempat tidur, Sakura berbisik, "Sasuke," dan menunggu.
Sasuke tidak bergerak.
Membungkuk, Sakura meletakkan tangannya di pundak Sasuke dan dengan lembut mengguncang pundak pemuda itu dan memanggil namanya lagi.
Sasuke bergumam... kepalanya menoleh ke arah Sakura. Ketika ia mulai fokus, ia langsung bangkit dan duduk tegak di tempat tidur. "Sakura... ada apa? Apa yang terjadi? Apa terjadi sesuatu dengan bayinya?" Suaranya dipenuhi kekhawatiran.
Sakura menggelengkan kepalanya dan berbisik, "Tidak..."
"Apa kau butuh sesuatu? Kau lapar?"
"Aku... aku membutuhkanmu, Sasuke," Sakura nyaris tidak bisa berbicara, sangat gugup sehingga giginya hampir bergetar.
"Apa yang kau butuhkan?" Dalam kondisi mental Sasuke yang panik, ia merasa bingung.
"Kau," ucap Sakura lagi, suaranya goyah. "Aku ingin kau menyingkirkan rasa ini... aku seperti akan meledak..."
Realisasi menghantam Sasuke dan Sakura melihat tubuh Sasuke menegang. Meraih selimut, Sasuke menariknya dan ia melompat keluar dari tempat tidur. Ketika Sasuke berdiri di hadapan Sakura, gadis itu menyadari bahwa Sasuke benar-benar telanjang. Bahkan di bawah sinar bulan, Sakura terkesan sekaligus takut. Ia tidak melihat banyak saat mereka bersama di malam pesta itu... dan jujur ​​ia tidak ingat banyak berkat alkohol malam itu. Tapi ini... ia akan mengingat semua ini.
"Apa yang kau rasakan?" Suara Sasuke terdengar rendah dan menggoda.
Sakura memejamkan mata, rasa malu mengalir dalan dirinya.
Sasuke melangkah lebih dekat, tubuhnya beberapa inci dari Sakura, dan berbisik, "Katakan padaku, Sakura. Aku ingin mendengarmu mengatakannya."
Benar-benar keluar dari zona nyamannya sekaligus malu, Sakura membisikkan sesuatu tapi Sasuke tidak dapat mendengarnya. Sasuke melangkah maju dan Sakura mundur ke pintu, Sasuke meletakkan tangannya ke pintu itu, menjebak Sakura. Bibirnya menggigit tulang selangka Sakura dan tangannya menyentuh payudara gadis itu. "Katakan padaku..." bisiknya lagi.
"Sasuke-kun... aku ingin kau bercinta denganku... kumohon..." Wajah Sakura merah padam, tubuhnya terasa terbakar. Dengan lembut Sasuke menggigit bibir Sakura lagi sebelum menarik diri. Ngomong-ngomong, Sasuke suka panggilan baru yang diberikan Sakura.
"Persetan dengan jam berapa sekarang," adalah respon Sasuke sebelum ia menundukkan kepalanya untuk mencium Sakura lagi. Sakura meleleh dalam ciuman Sasuke, dengan malu-malu meletakkan tangannya ke dada pemuda itu. Sasuke meraih salah satu tangan Sakura, menggenggam jari-jari gadis itu di dadanya. Memutuskan ciuman itu, Sasuke menggerakkan bibirnya ke rahang Sakura dan turun ke leher gadis itu. Sakura mengerang pada sensasi yang membakar seluruh tubuhnya.
"Apa kau tahu betapa besar aku menginginkanmu?" Sasuke berbisik.
Sakura menggelengkan kepalanya, seluruh tubuhnya bergetar karena gugup dan gairah.
"Apa kau tahu seberapa keras aku karenamu? Terlalu keras hingga aku tidak bisa bernapas."
Sakura mengerang, kata-kata Sasuke lebih erotis daripada apapun yang pernah ia dengar.
"Apa kau tahu betapa besar aku ingin bercinta denganmu?" Sasuke meraih ujung gaun tidur Sakura, mengangkatnya ke atas kepala gadis itu, dan melemparkannya ke lantai. Mengaitkan ibu jarinya ke celana dalam Sakura, Sasuke berjongkok hingga ia sejajar dengan bagian diantara paha Sakura dan menarik celana dalam itu ke lantai.
Sakura menjerit ketika ia merasakan jari-jari Sasuke bergerak memisahkan bagian lipatannya. Ia hampir merosot ke lantai ketika lidah Sasuke bergerak di klitorisnya, bergerak bolak-balik, sebelum menyelinap ke pusat kehangatannya. Jari-jari Sakura mencengkeram rambut Sasuke, sedangkan tangan Sasuke menekan erat-erat pintu di belakang Sakura saat ia menyerang gadis itu dengan lidahnya.
Ketika kaki Sakura mulai gemetar, Sasuke menggerakkan lidahnya ke atas tubuh Sakura dan berhenti di atas perut gadis itu yang membuncit, di mana ia memberikan ciuman-ciuman lembut di sana.
Sakura merasakan air mata mengalir di pipinya atas tindakan Sasuke yang begitu manis di tengah-tengah kegiatan mereka.
"Sasuke-kun..." Sakura mengerang, tidak yakin apa yang harus dilakukan tapi tahu bahwa ia membutuhkan sesuatu.
Tanpa kata-kata, Sasuke meraih tangan Sakura dan menariknya ke tempat tidur. Berbaring di tengah, Sasuke menarik Sakura ke atas tubuhnya. Sakura mengangkang di atas Sasuke, menempatkan lutut di kedua sisi pinggul pemuda itu. Sasuke menatap Sakura, payudaranya yang padat dan berisi... FUCK, ia pasti bermimpi.
Sasuke perlahan-lahan menyeret jari-jarinya di atas paha Sakura, menyebabkan gadis itu bergidik. Jarinya perlahan-lahan bergerak naik ke pinggang kemudian menyisir tulang punggung gadis itu. Sakura melengkungkan tubuhnya atas sentuhan Sasuke, membuat payudaranya terdorong ke depan. Bertumpu pada sikunya, mulut Sasuke meraup salah satu puting Sakura, membuat gadis itu mengerang ketika gigi Sasuke dan bibirnya menghisap kuncup payudara gadis itu. Secara naluriah, Sakura menggesekkan dirinya pada tubuh Sasuke, merasakan kejantanan Sasuke di antara pahanya.
"Sasuke-kun... tolong?" Sakura memohon pada Sasuke ketika tangan pemuda itu meremas pantatnya.
"Katakan, Saku... apa yang kau butuhkan?"
"Aku butuh... kau... di dalam... diriku," ucap Sakura tergagap ketika ia terus menggesekkan dirinya ke tubuh Sasuke.
Dengan geraman, Sasuke memeluk Sakura erat-erat dan membalik posisi mereka. Kini Sakura berada di bawah tubuh berotot Sasuke. Menempatkan bibirnya ke bibir Sakura, Sasuke melebarkan paha Sakura dengan lututnya. Tanpa memutuskan ciuman mereka, jari-jari Sasuke bergerak turun ke perut Sakura. Gadis itu menjerit ketika Sasuke menyelipkan jari ke dalam dirinya. Sasuke menggerakkan jarinya masuk dan keluar beberapa kali, melihat seberapa siap Sakura untuknya.
Sakura menjepit tangan Sasuke dengan pahanya. "Kumohon," Ia memohon di telinga Sasuke.
Tak pernah ingin membuat seorang wanita memohon lebih lama, Sasuke meraih kejantanannya, menempatkannya di pintu masuk Sakura, dan mendorong ke depan perlahan. Sakura melenguh saat Sasuke perlahan dengan nikmat mengisi dirinya. Pinggul Sasuke mulai bergerak dengan ritme pelan, lembut, bergerak masuk dan keluar... dan masuk... Sakura menggeliat di bawah Sasuke, kepalanya berguling ke belakang saat pinggulnya secara naluriah mendorong ke arah Sasuke.
Napas Sasuke terasa panas di telinga Sakura, "...sangat sempit... cantik..."
Sasuke menggertakkan gigi, berusaha mempertahankan kendali dirinya. Sakura seperti lava cair di sekitar kejantanannya, membungkus dengan sempurna untuk panjang dan ketebalan miliknya.
Pada satu dorongan yang sangat kasar, Sakura melenguh, "Lebih keras."
Sasuke memperlambat pinggulnya dan menatap Sakura. "Kau yakin… bukankah itu akan menyakiti bayi kita?"
"Tidak apa-apa... kata dokter... Sasu... kumohon..."
Dengan geraman, Sasuke meraih pergelangan kaki Sakura dan mengaitkan kaki gadis itu di atas bahunya dan mulai bergerak cepat ke dalam diri Sakura. Kepala Sasuke terlempar ke belakang, ia fokus pada intensitas remasan dinding Sakura di sekitar kejantanannya. Ia mengulurkan tangan dan mencium pergelangan kaki Sakura, karena itu adalah satu-satunya bagian tubuh Sakura yang bisa ia capai tanpa merusak intensitas dorongannya.
Sasuke merasakan Sakura mulai mengencang di sekitar miliknya. Dengan satu dorongan terakhir, Sakura meneriakkan namanya, dinding milik gadis itu mengirimkan getaran di sekeliling kejantanannya saat gadis itu mencapai orgasme.
Sasuke menyusul dan berteriak keras "Fuuuuuck..." dan meledak di dalam diri Sakura. Dengan tubuh masih gemetar, ia jatuh di atas Sakura bahkan ketika pinggulnya terus berputar perlahan, menjaga kejantanannya tetap di dalam Sakura.
Ketika gemetar di tubuh mereka berdua melambat, Sasuke menarik keluar dari Sakura dan menjatuhkan diri di sebelah gadis itu.
Tidak ada yang mengatakan apapun untuk waktu yang lama.
Sampai akhirnya Sasuke memecah keheningan, "Sialan, ini luar biasa. Penantianku terbayar... dan aku tidak harus mandi air dingin lagi..."
Sakura tersenyum dalam kegelapan. Seluruh tubuhnya kesemutan dan kakinya terasa seperti jeli. Ia tidak pernah menyadari bahwa seks bisa seperti ini. Syukurlah perasaan terbakar di pangkal pahanya hilang, tapi setelah itu... kegembiraan itu... ia tahu itu akan kembali. Dan untuk melengkapi semua itu? Ia butuh sesuatu.
"Sasuke-kun? Aku butuh semangkuk besar es krim cokelat... Ayo."
Sasuke mengerang protes dan mencoba melingkarkan lengannya di tubuh Sakura agar gadis itu tetap di ranjang bersamanya. Sebaliknya, Sakura meraih tangannya dan menyeretnya keluar dari tempat tidur.
10 menit kemudian, mereka berdiri telanjang bulat di dapur, hanya diterangi oleh cahaya bulan, menyendokkan es krim ke mulut mereka. Ketika Sasuke memperhatikan Sakura yang tersenyum bahagia menikmati semangkuk es krim dengan wajah penuh kepuasan, matanya menelusuri tubuh mungil Sakura yang cantik dan berhenti di perut gadis itu. Satu kata muncul di kepala Sasuke; Miliknya. Terkesima oleh rasa posesif yang mengalir di sekujur tubuhnya pada saat itu, ia meletakkan mangkuk es krimnya, meletakkan mangkuk es krim dari tangan Sakura juga, dan menekan tubuhnya ke tubuh gadis itu.
Di sana, di dapur yang diterangi cahaya bulan pada jam 3 pagi, Sasuke mengajari istrinya seni bercinta di dapur...
***
Pada saat Senin pagi bergulir lagi, paha Sakura terasa nyeri. Ia telah belajar secara harfiah bahwa begitu Uchiha Sasuke memulai apa yang disukainya, pemuda itu tidak mudah dihentikan. Tapi bukan berarti ia mengeluh untuk itu. Bahkan, ketika ia berjalan ke gedung kelasnya pagi itu, ia merasa luar biasa.
Di tempat lain, Naruto melihat perubahan langsung di diri Sasuke karena sahabatnya itu terlambat dua jam. Sasuke tidak pernah terlambat untuk bekerja. Sahabatnya itu langsung masuk, meraih jaket kerjanya, dan memakainya. Naruto berjalan ke arah Sasuke, memandang seringai percaya diri di wajah sahabatnya itu.
"Jadi dia akhirnya menyerah padamu, eh?" tanya Naruto. Mereka berdua kini sedang berusaha memperbaiki fender Porche yang rusak.
Sasuke menyeringai. "Aku tidak ingin membahas detail pribadi tentang seksku bersama istriku dengan orang-orang sepertimu, tapi ya, kami akhirnya telah melewati jembatan itu." Ia bersandar di mobil. "Dan memang sudah waktunya juga, shit!"
"Jadiii... bagaimana rasanya?"
"Dobe, aku tidak akan memberitahumu detailnya. Tapi itu sungguh luar biasa, oke?"
Naruto tersenyum malu-malu dan wajahnya agak merah.
"Apa?" tanya Sasuke. Dan kemudian ia sadar bahwa sahabatnya itu dan pelayan di bar telah berkencan di akhir pekan. "Ohh... kau berkencan dengan Hyuga Hinata si pelayan itu akhir pekan ini, kan?"
Naruto mengangguk.
"Dan bagaimana?"
Mata Naruto tampak berbinar. "Dia cantik, luar biasa, seksi... oh Tuhan... kurasa aku sedang jatuh cinta..."
"Apa kau menidurinya?" tanya Sasuke, mengambil alat yang ia butuhkan dari kotak alatnya.
"Teme! Aku belum mengatakannya!"
"Terserah, Dobe..."
Sasuke dan Naruto berjalan kembali ke mobil tempat mereka seharusnya bekerja dan Naruto memandang Sasuke, berbisik, "Ya, Teme... aku benar-benar bercinta dengannya."
Kali ini, Sasuke menyeringai dan ber-highfive dengan sahabatnya itu.
***
Sakura duduk di sebuah meja di lorong kampusnya, mengetik sesuatu di laptopnya selama waktu luangnya. Kuliahnya akan selesai hanya dalam tujuh minggu lagi dan ia berusaha untuk tetap sesuai deadlinenya. Namun, ia merasa tidak fokus hari ini. Konsentrasinya tidak ada dalam pikirannya.
Sakura bersandar di kursinya, meletakkan tangannya di perutnya, dan memejamkan matanya. Gambaran akhir pekan melintas di benaknya; Sasuke bercinta dengannya di dapur... Sasuke membangunkannya di hari Minggu pagi untuk bercinta lagi...
Sakura merasa dirinya menjadi hangat hanya memikirkan itu. Berhubungan seks dengan Sasuke lebih baik dari yang ia bayangkan. Sasuke sangat ahli... terampil dalam banyak cara dan di setiap bagian. Sakura tahu bahwa ia harus banyak belajar dan bahwa pengalamannya tidak bisa dibandingkan, tapi Sasuke meyakinkannya, ketika pemuda itu dengan pelan menyelinap masuk ke kehangatannya yang basah tadi malam, sebelum memulai dorongan beriramanya, pemuda itu berkata akan mengajarinya apapun yang ia butuhkan dan yang ingin ia ketahui. Memikirkan kata-kata itu dan implikasinya membuat Sakura begitu panas.
Sakura menatap langit-langit ketika Ino menghampirinya di meja.
"Forehead... hei!"
Sakura tidak mengatakan apa-apa, ia masih melamun, kali ini menatap dinding dengan ekspresi aneh di wajahnya.
Ino menepuk pundak Sakura lagi dan gadis itu berjengit, menoleh untuk menatap Ino.
"Oh, hai Pig. Bagaimana kabarmu?"
"Aku baik... tapi kupikir pertanyaan itu lebih cocok untukmu, bagaimana kabarmu? Kau terlihat sangat cerah hari ini."
"Aku... luar... biasa," ucap Sakura perlahan untuk efek penekanan di setiap kata-katanya.
Ino menarik kursi dan duduk. "Aku tidak bisa membayangkan bahwa kehamilan bisa membuatmu bertindak sangat konyol... apa yang terjadi?"
Sakura mencondongkan tubuh ke depan dan berbisik, "Sasuke dan aku akhirnya bercinta akhir pekan ini."
Dengan mata terbelalak, Ino berseru, "Kalian belum pernah sebelumnya?"
Sakura menggelengkan kepalanya, "Tidak sejak aku hamil. Dan ini pertama kalinya."
"Oh, sial! Kau serius?"
Sakura mengangguk, menggigit bibir bawahnya.
Ino mencondongkan tubuh ke depan. "Jadi bagaimana?"
Wajah Sakura memerah. "Oh... luar biasa... sempurna... sangat menakjubkan, bahkan aku tidak sabar menunggu dia pulang malam ini. Aku tidak bisa berjanji dia akan membiarkanku untuk makan malam lebih dulu."
Tertawa, Ino melihat sekelilingnya. "Kau mau pergi ke mall?"
Untuk pertama kalinya dalam waktu yang sangat lama, Sakura melakukan sesuatu yang benar-benar keluar dari karakternya; ia meninggalkan kelas untuk pergi berbelanja.
***
Ketika Ino dan Sakura tiba di mall, toko pertama yang mereka kunjungi, tentu saja, adalah toko sepatu. Ino menghabiskan 45 menit untuk mencoba sepatu dan meyakinkan Sakura untuk membeli sepasang sepatu dengan heels terbuka berwarna silver yang dianggapnya 'seksi sekali'.
Ketika mereka berjalan melewati toko dengan beberapa bra dan celana dalam di pajang di jendela, ada satu ide muncul di kepala Ino. Ia menoleh ke arah Sakura, "Kau perlu pakaian seksi untuk dia... dan perasaanku mengatakan bahwa kau tidak punya pakaian-pakaian itu di rumah, bukan?"
"PigAku memang tidak punya pakaian seperti itu. Aku tidak pernah punya alasan untuk memakai sesuatu yang seksi sekarang. Lagipula, aku tidak tahu apa yang disukai Sasuke..."
"Oh, ayolah Forehead, kita berbicara tentang Uchiha Sasuke di sini. Aku cukup yakin jika kau mengenakan sesuatu yang bahkan hanya setengah menggoda, dia langsung akan membuatmu telanjang dalam waktu tiga menit. Pria itu memang memiliki reputasi tentang itu."
Sakura mengangguk. Sasuke pasti hidup sesuai dengan reputasinya juga, pikirnya.
Ino meletakkan tangannya di lengan Sakura dan menarik sahabatnya. "Ayolah Forehead, kita harus mencari sesuatu yang akan membuat mata Uchiha Sasuke keluar dari kepalanya."
Ketika Ino menariknya, Sakura tergagap, "Tapi Pig, arah Victoria's Secret bukan ke sini!"
Ino hanya tertawa. "Forehead... kita tidak akan ke Victoria's Secret. Mereka kurang menggoda. Kita akan menuju ke sudut lain mall... ke Fredrick's of Hollywood."
Dengan wajah yang memerah karena malu, Sakura mengikuti Ino, sedikit gelisah pada gagasan untuk menyenangkan Sasuke, bahkan ketika merasa sangat bersemangat tentang apa reaksi pemuda itu nantinya.
Berjalan masuk ke dalam toko, wajah Sakura berubah merah, semakin memerah, dan akhirnya merah padam. Banyak pakaian terbuka yang luar biasa di gantungan, hanya potongan-potongan kecil yang terbuat dari berbagai kain dan berbagai warna.
Ketika mereka bergerak dari rak ke rak, Ino bertanya, "Jadi apa yang dia suka?"
Sakura berpikir sejenak, "Apa yang tidak dia sukai? Kurasa dia hanya menyukai seks... titik."
"Hm, apa ada bagian tubuhmu yang sepertinya dia selalu singgahi?"
Dengan wajah memerah kembali, Sakura berbisik, "Dia menyukai perutku, bayinya... dia suka menciumnya..."
Ino tersenyum, menganggap itu romantis sekaligus kinky di saat yang bersamaan. Jangan ragukan Sasuke yang terkenal...
Mereka berjalan lebih jauh ke dalam toko dan Ino melihat satu model yang sangat cocok dengan apa yang di katakan Sakura. Ia menunjuk dan Sakura tersenyum lebar. Sasuke akan menyukainya.
Manekin tanpa kepala itu mengenakan teddie renda sederhana... dengan satu pengecualian yang sangat jelas, ada pola segitiga besar yang dipotong tepat di bagian perut, yang sepertinya memang dirancang untuk menonjolkan perut.
Ino berbisik, "Kau mungkin akan membuatnya terangsang hanya dalam 45 detik."
Sakura balas berbisik, "Sold."
Mereka berdua tertawa, Sakura menarik yang berwarna hitam dari rak dan membayarnya di kasir. Wajahnya memerah malu saat ia berpikir tentang bagaimana Sasuke akan bereaksi...
***
Sakura merasa gugup ketika ia sampai di rumah. Sasuke tidak akan pulang selama beberapa jam ke depan, tapi Sakura sudah merasa terangsang hanya memikirkan malam ini. Akhir pekannya begitu luar biasa hingga ia sekarang merasa bahwa Sasuke selalu mengusik sistem tubuhnya... Dan Sasuke adalah satu-satunya obat yang ia butuhkan untuk menyembuhkannya. Tak pernah memiliki banyak hubungan romantis sebelumnya—dan tentu saja tidak ada hubungan seksual sebelumnya—perasaan ini aneh dan menegangkan.
Pada jam 7 malam, Sakura memasak dan memakan semangkuk makanannya. Mematikan panci, ia menutupinya sehingga jika Sasuke menginginkannya begitu pemuda itu tiba di rumah, Sasuke bisa langsung menikmatinya.
Pada jam 7:30, Sakura mandi dan mencukur kakinya. Setelah selesai, ia mengolesi tubuhnya dengan lotion yang membuat kulitnya berkilau. Ketika ia menjepit rambutnya ke atas—ia dengan cepat belajar bahwa rambut panjang menghalangi kegiatan seks mereka—ia baru menyadari bahwa tangannya gemetar. Ini pertama kalinya ia akan menggoda suaminya. Tentu saja, ia pergi ke kamar Sasuke malam itu, tapi ia benar-benar sangat terangsang hingga ia hampir tidak tahu apa yang ia lakukan. Tapi malam ini, ia sangat menyadari tindakannya...
Ketika ia melepas handuknya dan memakai teddie-nya, ia memeriksa dirinya sendiri di cermin. Potongan kain itu membingkai perutnya dengan sempurna. Oh, Uchiha Sasuke akan mati melihatnya.
Sakura mondar-mandir gugup dalam balutan teddie-nya, sampai ia melihat lampu mobil Sasuke menyorot di jalan masuk. Mengambil napas dalam-dalam, Sakura menempatkan dirinya di pintu kamarnya, di luar garis pandang Sasuke.
Ia mendengar kunci pintu depan di buka dan ia merasakan darah mengalir deras dalam tubuhnya.
Sasuke berjalan masuk, "Sakura, aku pulang. Kuharap kau tidak memasak karena aku mampir di Mickey D's dalam perjalanan pulang..."
Ketika Sasuke berbicara, Sakura melangkah menjauh dari pintu dan berjalan mengitari tangga dan kemudian ke serambi. Sasuke masih berdiri di sana dan ketika ia melihat Sakura, ia menyipitkan matanya.
"What. The. Fuck?" Sasuke berbisik.
Rambut Sakura dijepit ke atas dan benda berenda yang gadis itu pakai? Ya Tuhan... Mata Sasuke menyapu payudara Sakura, yang ditutupi renda hitam. Onyxnya bergulir turun ke perut Sakura dan mulut Sasuke terasa kering ketika ia melihat perut itu mengintip dari lubang besar berenda.
Sakura bergeser dari satu kaki ke kaki lainnya dan berbisik, "Apa kau suka?"
Sasuke berada di depan Sakura kurang dari satu detik kemudian, tangan pemuda itu bergerak ke seluruh tubuh gadis itu.
"Apa aku suka? Apa kau bercanda?" Tangan Sasuke mengangkat lengan Sakura dan ia memegang renda di pundak Sakura sebelum menyentak semuanya ke bawah dari tubuh istrinya itu. Yup... 45 detik. Ino benar. Sasuke mencium Sakura dengan kasar, tangannya menangkup payudara Sakura, meluncur di atas perutnya, meraih pantatnya... Sasuke ada di mana-mana, panas tangannya menyala di mana-mana. Sentuhannya begitu panas hingga Sakura merasa kulitnya akan melepuh.
"Sakura... kau melakukan ini untukku?" Sasuke berbisik ketika ia memberikan ciuman panas di atas bahu gadis itu.
Sakura mengangguk tapi tak mengatakan apa-apa, lidahnya terasa terbakar untuk berbicara.
"Kau memikirkan hal ini sepanjang hari, bukan? Kau sudah menginginkanku sepanjang hari, bukan?"
Sakura mencicit, "Ya..."
Sasuke menyeringai di leher Sakura. "Apa kau tahu aku juga hampir tidak memikirkan hal lain sepanjang hari ini? Aku membutuhkanmu, Saku... Aku sudah terangsang bahkan sebelum aku berjalan melewati pintu."
Kata-kata Sasuke, fakta bahwa ia sangat suka menggunakan kata-kata itu untuk membangkitkannya, membuat Sakura mengerang.
Sambil menangkup pipi Sakura, Sasuke berbisik di telinga gadis itu, "Katakan padaku... tell me to fuck you."
Mata Sakura melebar, ngeri pada gagasan membiarkan kata-kata itu berbaur dalam kosa katanya.
Sasuke menggerakkan bibirnya di atas payudara Sakura, memutar-mutar lidahnya di sekitar puncak puting gadis itu yang mengeras.
Tangan Sasuke menghilang dari tubuh Sakura dan gadis itu mendengar ritsleting Sasuke ditarik ke bawah. Melihat ke bawah, Sakura menyaksikan Sasuke meraih dan membebaskan kejantanannya yang keras dari celananya. Tangan Sasuke kemudian menyelinap di antara paha Sakura dan dengan kasar mulai memasukkan dua jari ke dalam diri gadis itu.
Sakura mengerangkan nama Sasuke dalam upaya agar Sasuke memberikan apa yang sangat dibutuhkannya. Tangannya bergerak ke tubuh Sasuke, meraih kejantanan Sasuke dan mencoba menarik itu ke arahnya.
Sasuke menjauhkan tangan Sakura dan mendengus, "Katakan dulu, Sakura," ucapnya saat menghimpit Sakura ke dinding dan menggigit bahunya. Sakura berteriak pada rasa sakit sekaligus nikmat yang dirasakannya. "Katakan, Saku..."
Sakura tidak menjawab apa-apa, hanya mengerang seksi di bahu Sasuke.
"Katakan. Jika kau tidak mengatakannya, kau tidak akan mendapatkannya," Sasuke menempelkan ereksinya pada inti Sakura dan gadis itu menjerit, memohon pada Sasuke untuk memasukkannya.
Dengan kejantanan di tangannya, Sasuke memposisikan dirinya di pintu masuk Sakura. "Sial, katakan, Saku, atau aku tidak akan bergerak," geramnya dengan paksa.
Ketegangan dalam suara Sasuke membuat getaran ke tubuh Sakura dan bertumpuk di bagian tubuhnya yang paling intim, yang sudah sangat basah.
Sakura menutup matanya, napasnya tercekat. Sasuke memegang pantatnya di satu tangan, tubuhnya menempel ke dinding, kejantanan Sasuke menggesek bagian basahnya. Dengan jeritan frustrasi, ia akhirnya memohon, "Fuck me, Sasuke-kun..."
Dengan erangan parau, Sasuke menerobos masuk ke dalam Sakura. Mereka berdua berteriak ketika Sasuke mengisi Sakura sepenuhnya. Payudara Sakura melengkung ke arah Sasuke dan pemuda itu menangkap puting Sakura di mulutnya, satu per satu. Sasuke sangat kasar malam ini... Sakura bisa merasakan bahwa Sasuke telah terangsang hampir sepanjang hari dan sangat ingin membuatnya orgasme secepat mungkin.
Sasuke terus bergerak masuk dan keluar dari Sakura, "Apa mengatakan itu sangat sulit?" Ia melumat bibir Sakura dengan ciuman yang panas.
Tekstur kemeja Sasuke bergesekan dengan putingnya dan Sakura juga bisa merasakan tekstur celana jeans pemuda itu bergesekan dengan pahanya. Sasuke mendengar jeritan Sakura di mulutnya ketika dinding gadis itu mengencang di sekitar kejantanannya. Menekan Sakura dengan keras ke dinding, ia mendorong keras ke dalam Sakura dan meledak di dalam diri gadis itu.
Sasuke menempelkan keningnya yang berkeringat ke arah Sakura dan tersenyum. "Maaf ini sangat cepat..."
Sakura menyandarkan kepalanya ke dinding yang dingin, "Apa aku terlihat peduli? Ini..."
"...sangat panas," Sasuke menyelesaikan kalimat Sakura.
"Ya..." Sakura menghela napas.
Sasuke menarik keluar dari tubuh Sakura dan membawa gadis itu ke kamar mandi, mendudukkannya di tepi bathtub. Meraih handuk, ia membersihkan diri dan menyerahkannya pada Sakura juga. Ia menyaksikan Sakura menyeka pahanya dan kemudian menggantung kain di atas bak mandi.
Setelah mereka berdua bersih, Sasuke menggendong Sakura dan mereka berjalan ke kamar gadis itu. Sakura menarik selimut dan menyelinap masuk, memberi isyarat pada Sasuke untuk bergabung dengannya. Sasuke menyelinap masuk dan Sakura meletakkan kepalanya di lekukan bahu pemuda itu.
Mematikan lampu, mereka berdua membisu.
Setelah beberapa menit, Sakura memecah kesunyian, "Kurasa kau harus pindah ke sini bersamaku."
Sasuke menyeringai dalam kegelapan. "Kurasa itu ide bagus... akan kupertimbangkan..."
Sasuke memeluk Sakura erat-erat dan mengecup kening gadis itu, dan dengan lembut memberikan ciuman manis di bibir gadis itu. Entah kenapa, jantung Sakura mulai berdebar dan matanya berkaca-kaca. Hormon bodoh.
Sakura tidak dapat menyangkal bahwa Sasuke membuatnya merasa diinginkan, cantik, menakjubkan—seolah ia bisa menyentuh bintang-bintang. Ia tidak bisa menyangkal bahwa kepedulian Sasuke pada bayi mereka membuatnya lebih bersemangat untuk masa depan. Tapi segala hal lain yang ia rasakan? Saat ini, ia tidak bisa mengidentifikasinya.
***
To be continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)