Chapter 3 - Perkenalan
Membelokkan mobilnya keluar dari halaman rumah ibunya hari Sabtu pagi itu, Sasuke cukup yakin telinganya berdarah karena teriakan ibunya yang baru saja ia alami begitu ia mengatakan pada ibunya bahwa ia bukan saja telah membuat seorang gadis berambut aneh hamil tapi ia juga telah menikahi gadis itu. Teriakan ibunya mereda saat Sasuke menunjukkan saldo rekening banknya, yang menurutnya sangat manis.
Tapi tak perlu dikatakan lagi, ibunya pasti masih sangat kesal. Terakhir ibunya terlihat sekesal ini ketika Sasuke tak sengaja menghancurkan mobil ibunya itu saat ia berusia 17 tahun. Setelah ibunya memaki Sasuke selama satu jam penuh dan bahkan menghina spermanya—what the hell?—ia diam-diam melangkah keluar dari sana sebelum akhirnya ibunya mencekiknya dengan selang air. Ibunya baru saja memberitahu Sasuke bahwa ia akan pergi ke rumah baru putranya itu SATU JAM LAGI untuk bertemu dengan gadis aneh yang putranya itu hamili. Dan Sasuke ingin memperingatkan Sakura. Ia mungkin tidak mengenal Sakura, apalagi menyukai gadis itu, tapi Sakura pantas diperingatkan karena ibunya bisa berubah menjadi naga api yang terbang dengan sapu terbang. Sasuke menyayangi ibunya, tapi bukan berarti bahwa ibunya itu tidak membuatnya takut setengah mati.
Akhirnya, Sasuke memarkir mobilnya di halaman rumah barunya dan buru-buru berlari ke dalam rumah. Ia hampir berteriak 'Sayang, aku pulang!' tapi ia tidak ingin membuat Sakura kesal bahkan sebelum ia melihat wajah gadis itu pagi ini.
Sasuke tidak bisa menahan kekehannya mengingat perdebatan mereka semalam, betapa marahnya Sakura karena ulahnya. Ia tidak melihat apa yang harus dipermasalahkan, sungguh. Lagipula Sakura sudah dibuatnya hamil. Mungkin ia akan mencoba berdiskusi dengan Sakura lagi dalam beberapa hari...
Sasuke berkeliling di lantai bawah, berusaha menemukan Sakura. Tepat ketika ia akan pergi mengecek halaman belakang, ia mendengar suara seseorang bersenandung. Ia berjalan ke kamar Sakura dan mendorong pintu terbuka. Sakura mendongak ketika ia melihat pintu sedikit bergerak.
"Kenapa kau duduk di lantai?" tanya Sasuke.
Sakura mengerucutkan bibirnya karena kesal. "Aku sedang melipat kaus kaki, sudah jelas."
"Itu menyebabkan pertanyaan lain; kenapa kau melipat kaus kakimu?"
Sakura berdiri dari lantai dan membungkuk untuk mengambil tumpukan kaus kaki yang baru saja dilipatnya, "Apa kau tidak melipat kaus kakimu?"
Sasuke tersenyum miring pada Sakura. "Tidak, cukup lempar ke dalam laci."
"Hm, aku lebih suka rapi dan teratur."
Sakura membuka lemarinya dan Sasuke bersiul. Ada deretan celana dalam di sana, terlipat rapi dan disortir berdasarkan warna. Sasuke bertemu tatap dengan Sakura, namun gadis itu memutar matanya.
Sasuke bersandar di meja rias Sakura. "Dengar... aku ingin memberitahumu bahwa ibuku akan berada di sini dalam waktu empat puluh lima menit dan kau mungkin harus mempersiapkan diri. Ibuku ada di jalur perang."
Perut Sakura terasa jungkir balik. "Kenapa dia datang?"
Sasuke menyilangkan lengannya. "Ya, setelah dia tahu bahwa malaikatnya, bocah laki-lakinya... aku," Ia menunjuk dirinya sendiri untuk menambahkan penekanan, "Membuatmu hamil dan kemudian menikahimu. Kurasa dia berpikir aku sudah disihir atau terkena omong kosong lainnya. Dan dia seorang wanita yang menakutkan jadi aku hanya ingin memperingatkanmu."
Sakura mulai menarik sesuatu untuk ia kenakan. "Aku benar-benar ragu kalau dia begitu mengerikan, Sasuke."
Sasuke mendengus. "Ibuku menyebalkan. Aku menyayanginya karena dia melahirkanku. Kalau tidak, aku mungkin akan menabraknya dengan mobilku."
Sakura tertawa dan menatap mata Sasuke dengan ragu. Sasuke tersenyum dan Sakura tidak bisa menahan untuk tidak memperhatikan betapa tampannya pemuda itu ketika tersenyum—bukan berarti Sasuke jelek ketika dia tidak tersenyum!
"Terima kasih telah memperingatkanku, Sasuke, tapi aku sangat yakin bahwa aku tidak akan memiliki masalah untuk menjalin hubungan dengannya. Aku sering berhasil mengembangkan hubungan yang kuat dengan orang yang paling sulit sekalipun hanya karena aku meluangkan waktu untuk mengenal mereka."
Sasuke memutar matanya, "Kau berpikir begitu sekarang... tapi tunggu sampai dia berjalan melewati pintu dan menuduhmu merayuku."
Dengan mata terbelalak, Sakura memprotes, "Aku tidak merayumu!"
Sasuke mengangkat tangannya untuk menunjukkan pada Sakura bahwa ia tidak sedang mencari masalah. "Aku tidak mengatakan kau melakukannya. Aku mengatakan bahwa DIA akan menuduhmu melakukannya..." Sasuke berpikir sejenak. "Dulu saat aku masih sekolah, aku pernah berkencan dengan gadis bernama Namida. Dan ibuku membencinya... sangat membencinya. Tentu saja, dia memergoki kami di tempat tidur, tapi dia memang sudah membenci Namida sebelum itu. Kemudian, ibuku memaki Namida sebagai 'pelacur-jalang-anak-iblis' tepat di depan wajah Namida. Ibu membuat Namida menangis, yang merupakan prestasi menarik mengingat Namida sangat sombong dan galak mengalahkan anjing."
Sakura mendesah, "Aku yakin dia tidak seburuk itu, Sasuke. Sekarang, bisakah kau keluar dari kamarku agar aku bisa berganti pakaian?"
Sasuke duduk di tempat tidur Sakura, alisnya terangkat, "Aku baik-baik saja di sini... ganti saja pakaianmu."
"Uchiha Sasuke. KELUAR!" Sakura menunjuk ke arah pintu, menggoyang-goyangkan jarinya mengisyaratkan pemuda itu.
Sasuke berdiri dan berjalan keluar dari kamar Sakura, "Ya, ya baiklah..." gerutunya.
Sekitar setengah jam kemudian, Sakura masih berada di kamarnya, menata rambutnya dan berusaha menghentikan tangannya agar tidak gemetaran. Ketika ia memutuskan apakah akan mencepol rambutnya atau membiarkannya tergerai, ia mendengar bel pintu berdering.
"Dia dataaangg," ucap Sasuke dengan nada suara berpura-pura takut, seolah ia mengumumkan kedatangan hantu.
Sakura menarik napas dalam-dalam dan memejamkan mata, menguatkan diri. Ia mendengar Sasuke membuka pintu depan dan mulai berbicara dengan suara rendah pada ibunya. Membuka matanya lagi, ia mengamati penampilannya di cermin. Mata emeraldnya cerah, dandanannya sempurna.
Sekarang atau tidak sama sekali, Haruno... err... Uchiha.
Sakura melangkah ke lorong dan berjalan menuju suara-suara di serambi. Saat ia melangkah ke pintu masuk, pembicaraan berhenti.
Ibu Sasuke tinggi dan ramping, berambut hitam seperti Sasuke. Sakura bisa melihat dari mana Sasuke mewarisi matanya yang tajam.
"Apakah gadis ini?" Ibunya bertanya pada Sasuke dengan suara yang terdengar menuduh Sakura.
"Ya... kau tidak melihat ada gadis lain yang aku hamili berdiri di sini, kan."
Ibunya menoleh dan memelototi Sasuke. Putranya itu memang tidak sopan, kadang-kadang.
Sekarang Sakura ingin masuk ke dalam sebuah lubang dan mati. Atau mungkin menyusut ke lantai. Apapun untuk mengeluarkannya dari situasi sekarang ini.
Wanita paruh baya itu melangkah mendekat, mengamati Sakura tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Akhirnya, Sakura tidak tahan lagi. Ia melangkah ke depan dan menyapa dengan manis, menyalakan mantra. "Hai, aku Sakura. Aku sudah mendengar hal-hal luar biasa tentangmu."
Wanita paruh baya itu tidak mengatakan apa-apa pada awalnya tapi kemudian tertawa terbahak-bahak. "Kau bohong, Sayang. Aku tahu dengan pasti bahwa putraku tidak pernah mengatakan hal baik tentangku. Tapi tidak apa-apa..." Melangkah kedepan, ia memegang tangan Sakura, "Kau sangat imut dan cantik."
Sakura tersenyum takut-takut. Ibu Sasuke mengangkat tangannya, meraih kepala Sakura di antara kedua tangannya, menekan pipi Sakura sehingga bibir gadis itu tampak seperti ikan. Sakura cukup yakin bahwa di sinilah akhir hidupnya, kepalanya akan disentak lepas dari tubuhnya. Tapi sebaliknya, "Selamat datang di keluarga Uchiha... Namaku Uchiha Mikoto. Aku sangat senang bertemu denganmu."
Sakura memandang Sasuke dari sudut matanya. Pemuda itu berdiri diam seperti batu, mulutnya ternganga kaget. Mikoto mengikuti pandangan Sakura ke arah putranya dan tertawa. "Dia pikir aku akan membunuhmu."
Sakura berkata dengan lemah lembut, "Apa itu benar?"
Mikoto terkikik lagi. "Kau sangat lucu, Sakura-chan. Sekarang, tunjukkan di mana cucuku akan tidur!"
Sakura membawa Mikoto ke ruangan kosong yang telah direncanakan sebagai kamar anak-anak. Ketika mereka melangkah masuk, Sakura mendengar Sasuke bergumam.
"Apa-apaan ini?" gumam Sasuke. Dan Sakura tidak bisa menahan senyumnya.
Segera, Sakura menemani Mikoto berkeliling rumah. Sementara Sasuke masih berdiri di serambi, hampir yakin bahwa akan ada kru kamera yang tiba-tiba melompat keluar dan berteriak bahwa ini semua hanyalah akting. Bagaimana bisa ibunya memilih Sakura... gadis yang ia hamili saat di pesta? Dan memanggil gadis itu dengan embel-embel 'chan'? Holy shit! Apa-apaan ini?
Beberapa menit berlalu sebelum Sakura dan Mikoto muncul kembali. Sakura tersenyum tulus, senyum yang belum pernah Sasuke lihat selama kehidupan pernikahan mereka—24 jam penuh.
Mikoto melangkah ke arah putranya dan mengoceh cepat dalam satu tarikan napas, "Sakura-chan dan aku akan berbelanja dan kemudian kami akan mengambil mobilnya di rumah ayahnya jadi kami akan kembali nanti. Sampai jumpa." Kemudian melenggang ke luar.
Sakura mengambil dompetnya di meja dekat pintu, melambaikan tangannya pada Sasuke dan mengikuti ibu mertuanya keluar. Ketika Sasuke memperhatikan mereka pergi, hanya satu yang ada dipikirannya; ia membutuhkan bir.
***
Mengemudi kembali ke rumah setelah hari yang panjang bersama ibu mertuanya, Sakura tersenyum. Benar-benar tersenyum. Ia akhirnya menemukan alasan untuk bersemangat tentang 'pernikahan' ini. Ia memiliki sosok ibu sekarang! Ibunya sendiri meninggal karena kanker ketika ia berusia empat tahun sehingga ia selalu merindukan sentuhan seorang ibu. Dan terlepas dari peringatan gila Sasuke bahwa ibunya adalah seekor naga, sebaliknya, Sakura mendapati ibu pemuda itu sangat menyenangkan dan manis. Menghabiskan hari bersama Mikoto telah memberi Sakura informasi pribadi tentang pemuda yang menjadi suaminya. Entah bagaimana hal itu membuat Sasuke terlihat jauh lebih cerdas, dan lebih baik daripada yang ia yakini saat ia bangun di pagi ini.
Langit mulai memerah ketika Sakura memarkir mobilnya di halaman rumah. Ia senang akhirnya bisa membawa mobilnya ke rumah barunya... dan ia bahkan merasa lebih bahagia mengingat bagasi dan kursi belakang mobilnya penuh dengan barang-barang baru untuk menghias rumah. Berbelanja membuatnya rileks. Dan Mikoto bersikeras membelikan onesie bebek berwarna kuning menggemaskan, meskipun Sakura baru hamil enam minggu. Itu berarti Sakura sekarang telah memiliki barang bayi pertamanya. Dan ia akui bahwa gagasan itu menggetarkan sekaligus membuatnya takut. Onesie kuning kecil itu membuat SEMUA jauh lebih nyata.
Sasuke memperhatikan Sakura dari tirai terbuka di ruang tamu dan bergumam pada dirinya sendiri ketika melihat Sakura keluar dari mobil Lexus. Wow, ia menikahi seorang gadis yang memiliki Lexus. Yang membuat mobil Ford miliknya terlihat seperti sampah.
Ketika Sakura masuk ke dalam rumah, dengan kedua tangannya penuh tas dan kotak, ia terkejut melihat empat pemuda duduk di ruang tamunya, dengan kaki mereka ditopang di atas meja kopi barunya, minum bir dan makan popcorn di sofa barunya.
Sasuke mengangkat bir pada Sakura sebagai tanda bahwa pemuda itu menyambut kepulangan gadis itu dan Naruto tersenyum dari sofa. Sementara dua pemuda lainnya memperhatikan Sakura di suatu titik di mana mereka berdua langsung mendapat pelototan dari Sasuke sebagai peringatan.
Sasuke memberi isyarat pada Sakura untuk masuk ke ruang tamu. Begitu Sakura berdiri di samping Sasuke, pemuda itu memperkenalkan teman-temannya pada gadis itu, "Kau sudah bertemu dengan Naruto. Lalu si brengsek ini..." ucap Sasuke seraya menunjuk ke pemuda pucat berambut hitam, "...adalah Shimura Sai, dan yang itu..." Ia menunjuk ke pemuda berambut nanas, "...adalah Nara Shikamaru."
"S-Senang bertemu dengan kalian," Sakura tergagap.
"Boys... ini istriku," ucap Sasuke, memandang ke semua temannya.
Keempat pemuda itu kemudian mulai tertawa. Sakura melotot. Shikamaru melangkah maju dan menjelaskan, "Maaf. Kami hanya... kaget. Sasuke adalah... yeah... Sasuke adalah Sasuke dan melihat dia menikah..."
Sakura memotong ucapan Shikamaru. "Aku mengerti, percayalah." Ia berbalik ke dapur dan kemudian memandang kembali ke empat pemuda di sofa. "Aku akan menyiapkan makan malam. Kalian bisa tinggal jika kalian mau."
Tiga tamu itu menyetujuinya dengan gembira dan untuk pertama kalinya, Sasuke berpikir bahwa Sakura sebenarnya cukup menyenangkan.
Selama Sakura memasak, ia mendengarkan gumaman suara keempat pemuda itu di ruang tamu yang berdampingan dengan dapur. Mereka mendiskusikan mobil, dan kemudian beberapa acara televisi yang mereka anggap kuno, dan kemudian mereka membahas musik. Tapi kebanyakan mereka hanya saling mengejek biaya pengeluaran hidup satu sama lain. Sakura memutar matanya hampir yang kedua belas kali selama memasak karena tingkah mereka begitu mirip seperti remaja nakal. Tapi mereka juga menghibur.
Sakura memanggil mereka untuk makan malam ketika sudah siap. Mereka semua duduk di sekeliling meja makan besar dan mulai makan. Di sela-sela gerutuan 'hei, berikan aku lebih banyak nasi', para pemuda itu mulai mengajak Sakura bercakap-cakap.
"Jadi, Sakura-chan," Naruto memulai, seraya mengambil selada hijau, "Teme memberitahuku bahwa kau suka musik?"
"Oh, tentu saja. Aku seorang penyanyi... aku suka bernyanyi."
"Itu benar-benar luar biasa. Apa Teme memberitahumu bahwa dia dan aku pernah berada di klub paduan suara saat masa sekolah?"
Sakura tergagap, hampir menjatuhkan potongan ayam dari garpunya. Ia memandang Sasuke dan pemuda itu hanya mengangkat bahu. "Kau bergabung di paduan suara?"
"Kami hanya bersenang-senang," ucap Naruto. "Kami tidak terlalu bagus tapi kami tetap melakukannya."
"Aku juga ikut paduan suara. Tentu saja, aku bergabung di seni pertunjukan. Itu adalah masa-masa yang hebat," desah Sakura senang.
"Tapi karena kami bukan pecundang, kami tidak hanya bergabung di paduan suara, kami juga bermain sepakbola, basket, dan baseball." Sasuke menyela, tiba-tiba merasa perlu untuk mempertahankan ke'pria'anya.
"Aku bisa percaya itu," ucap Sakura.
"Kenapa kau berkata begitu?" tanya Sasuke, mencondongkan tubuhnya ke depan.
Apa yang dipikirkan Sakura adalah 'Karena tubuhmu sangat berotot dan kurasa kau masih seperti itu.' Tapi yang Sakura katakan, "Kau terlihat gugup."
Shikamaru, Naruto, dan Sai semua menatap Sakura, mulutnya ternganga. Kemudian mereka menoleh ke arah Sasuke bersamaan dan tertawa terbahak-bahak. Sasuke bersandar di kursinya, senyum miring khasnya tetap utuh. Sakura terkikik memandang piringnya. Ia benar-benar bersenang-senang.
Makanan dihabiskan dalam waktu singkat dan tak lama kemudian mereka semua berpamitan pulang pada Sakura. Sasuke berjalan keluar bersama mereka sementara Sakura tetap di dalam dan mencuci piring.
"Sasuke, dia benar-benar menyenangkan," komentar Sai ketika berjalan menuju mobilnya yang diparkir di halaman.
"Serius, kau harus melakukan sesuatu yang lebih jauh," Shikamaru menambahkan. "Dia sebenarnya cukup seksi."
"Aku tahu, aku tahu... aku sangat sadar seperti apa tampangnya."
"Aku hanya ingin mengatakan, kau perlu mengenal gadis itu. Dia LUAR-BIASA," Sai merasa perlu untuk mengejanya.
"Dan dia adalah gadis yang baik," tambah Naruto, yang selalu peka.
"Teman-teman... Aku mengerti! Dia dan aku masih harus mengenal satu sama lain, tapi aku lega kalian semua menyukainya. Dia sangat menyenangkan hari ini, itu sudah pasti. Sekarang bawa pantat kalian menjauh dari hartaku," ucap Sasuke sambil berpura-pura tersenyum manis.
Mereka semua melambaikan tangan dan setelah mobil menghilang ke dalam kegelapan, Sasuke kembali ke dalam rumah.
Sakura bersenandung pelan pada dirinya sendiri saat ia menggunakan mesin cuci piring. Merasakan kehadiran Sasuke di belakangnya, ia berbalik, "Aku suka teman-temanmu."
Seraya memasukkan tangannya di sakunya, Sasuke bersandar di kulkas. "Mereka juga menyukaimu."
Sakura tersenyum lebar, "Dan aku juga MENYUKAI ibumu. Dia luar biasa, Sasuke. Dia benar-benar luar biasa."
"Aku tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi. Aku meyakini bahwa ibuku akan membuatmu menangis sebelum hari berakhir. Tapi, shit, aku senang dia menemukan seseorang yang bisa menahan semburan api naganya."
Sakura meninju lengan Sasuke main-main. "Tidak baik menyebut tentang ibumu seperti itu."
Sasuke dengan pelan balas meninju lengan Sakura, buku-buku jarinya nyaris tidak menyentuh lengan gadis itu, "Tunggu saja. Aku akan menceritakan lebih banyak tentang ibuku. Dan pada akhirnya kau akan mulai siap siaga."
Mereka berdua berdiri diam selama beberapa saat, tidak benar-benar yakin harus berkata apa atau bahkan apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Akhirnya, Sasuke memandang Sakura, "Kau benar-benar menyenangkan malam ini, mengundang teman-temanku untuk makan malam dan memasak untuk kami. Terima kasih."
"Jangan merasa senang karena aku memasak. Aku bukan Suzy Homemaker kecil yang akan menjadi pelayan suaminya," ucap Sakura merengut.
Sasuke menatap mata Sakura. "Kau benar-benar tahu cara merusak momen indah, hm?"
Sakura memerah, menyadari bahwa nada suaranya sama sekali terdengar tidak menghargai. "Aku... Bagaimana aku harus menjawab, 'sama-sama' begitu?"
"Itu akan lebih baik. Aku tidak berharap kau menjadi 'wanita kecil'ku, tapi jika kau mau memasak, aku mau memakannya. Dan coba tebak? Aku mungkin juga akan memasak."
"Aku berharap untuk mencoba salah satu kreasimu," ucap Sakura ketika ia menaruh piring terakhir di mesin cuci piring, menutupnya, dan menyalakannya.
"Bersiaplah untuk terbang setelah merasakan masakanku. Aku hebat di dapur, sehebat seperti di tempat tidur."
Kenapa Sasuke harus menyinggung tentang seks setiap kali mereka hanya berdua? Batin Sakura. Itu membuat Sakura merasa tidak nyaman dan juga aneh. Terlepas dari kenyataan bahwa ia sekarang adalah wanita hamil dan sudah menikah, tapi ia masih sangat tidak berpengalaman, mengingat satu perjumpaan seksualnya telah mengganti arah kehidupannya saat ini.
Memutuskan untuk tidak ingin berdebat dengan Sasuke, Sakura tak membalas ucapan pemuda itu. Ia lelah dan masih ingin menikmati hari yang begitu baik ini.
"Hei, Sakura, ini belum terlalu malam. Kau mau menonton TV atau apa?"
Sakura mengangguk. "Menonton TV terdengar menyenangkan."
Sakura mengikuti Sasuke ke ruang tamu, memperhatikan cara celana jeans Sasuke menempel di paha pemuda itu yang kuat. Pemuda itu benar-benar spesimen yang rupawan...
Sakura duduk di sofa dan Sasuke menghilang sejenak, kembali dengan membawa selimut besar. Sasuke memberikan selimut itu pada Sakura, duduk di sebelah gadis itu, meraih remote TV, dan bergeser lebih dekat ke arah gadis itu.
"Keberatan jika aku juga ingin selimutnya?" tanya Sasuke dengan sedikit gugup—yang benar-benar membuatnya kesal karena ia tidak pernah gugup tentang apapun.
Sakura mengangkat selimut, mengisyaratkan Sasuke untuk lebih mendekat. Kemudian Sakura menutupi tubuh mereka hingga leher dengan selimut. Dan itulah bagaimana mereka menghabiskan dua jam berikutnya; duduk berdekatan di sofa, dihangatkan oleh selimut besar, dan menertawakan tayangan ulang sitkom lawas.
Begitu dirasa sudah cukup malam untuk pergi tidur, Sakura berdiri dan meregangkan tubuh. Sasuke mematikan televisi, lalu lampu, dan mereka berdua melangkah ke lorong. Untuk beberapa alasan yang tidak bisa dijelaskan, Sasuke mendapati dirinya berjalan di samping Sakura menuju ke kamar gadis itu. Sakura berhenti di pintu dan berbalik untuk menatap mata Sasuke. "Aku melewati hari yang menyenangkan hari ini, Sasuke."
"Aku juga. Sekali lagi, terima kasih untuk semua makan malamnya untuk teman-temanku."
"Sama-sama. Mereka boleh datang kapan saja." Sakura berdiri dengan canggung. "Selamat malam, Sasuke. "
Sakura mulai melangkah masuk ke kamarnya, tapi Sasuke menahannya, "Sakura, tunggu."
"Ya?"
Sasuke melangkah mendekat dan sebelum ia menyadari apa yang ia lakukan, ia dengan pelan menunduk dan menempelkan bibirnya pada bibir Sakura. Bukan ciuman menggoda atau bahkan ciuman panas. Ciuman itu lembut, manis, penuh rasa terima kasih, dan Sakura dengan cepat menyukainya—terlalu cepat sebenarnya.
"Selamat malam," bisik Sasuke ketika ia menarik diri.
Sakura menyaksikan Sasuke berjalan menyusuri lorong menuju tangga, bibirnya masih terasa terbakar karena ciuman Sasuke. Banyak emosi menyergap tubuhnya ketika Sasuke menghilang dari pandangannya. Sakura melangkah ke kamarnya, mematikan lampu, mengganti pakaiannya dengan gaun tidurnya. Ketika ia bersembunyi di balik selimut, ia tidak bisa untuk tidak berpikir bahwa hari ini benar-benar hari yang indah.
***
To be continued
To be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)