expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

To Have and To Hold #13


Chapter 13 - Checkmate


Jam 8 di hari Sabtu pagi, rumah Sasuke dan Sakura penuh dengan aktivitas. Sasuke telah menghubungi Naruto, Sai, dan Shikamaru untuk membantunya. Hinata, Ino, Mikoto, dan Itachi pun juga datang. Mikoto menikmati pujian penuh cinta yang ia terima ketika ia membawakan dua lusin donat dan biskuit berukuran besar. Ia duduk di ruang makan dan menyaksikan anak-anak melahap donat-donatnya. Kemudian menoleh ke arah Sakura, yang bersandar di kabinet dapur dengan celana yoga dan kemeja longgar, "Sakura-chan, katakan saja padaku apa yang harus dilakukan dan kami akan melakukannya."
Sakura memandangi teman-teman dan keluarganya, yang sedikit kewalahan ketika Sasuke meminta bantuan, namun akhirnya mereka menerimanya, dengan terpaksa tentu saja. Ia tidak percaya ia dan Sasuke benar-benar pindah hari ini. Ia hampir merinding pada pemikiran 'bebas' dari kendali ayahnya. Sementara pernikahannya dengan Sasuke, sejauh ini, sangat menggetarkan, tapi ia percaya bahwa kehidupannya diluar campur tangan ayahnya memiliki kesempatan untuk menjadi luar biasa.
Memfokuskan kembali dengan sekelilingnya, Sakura melihat tumpukan kotak besar yang dibawa Naruto. "Umm, kita para perempuan mungkin bisa mulai mengemas barang-barang kecil ke dalam kotak. Dan para lelaki bisa mulai mengangkut furnitur yang lebih besar dan membawanya ke rumah."
"Kedengarannya seperti rencana yang bagus," ucap Shikamaru, mengambil donat lagi dan melangkah ke ruang tamu.
Sasuke mengambil beberapa langkah ke arah Sakura dan melingkarkan lengannya pada gadis itu, menariknya mendekat. Ia sedikit membungkuk sehingga mata mereka sejajar, ia tampak seperti akan membisikkan sesuatu yang menggoda pada Sakura. Membuat Sakura tergelitik atas sentuhan suaminya. "Sakura... sayang... jika kau mengangkat sesuatu yang lebih berat dari sekotak kaus kaki, aku akan menendang pantatmu."
Sakura tertawa, kemudian menggigit bibirnya dan mengangguk penuh pengertian. "Aku janji akan sangat berhati-hati."
"Bagus." Sasuke mengecup hidung Sakura dan kemudian meremas pelan pantat istrinya itu. "Sekarang, berkemaslah. Kita harus pindah hari ini!"
Semua orang bergerak, membereskan barang-barang di rumah itu agar bisa selesai dengan cepat.
Beberapa jam kemudian, sebagian furnitur besar telah dipindahkan ke rumah baru dan di ruang tamu penuh dengan tumpukan kotak-kotak. Satu-satunya ruangan yang belum dibereskan adalah dapur dan kamar di lantai atas yang pernah ditempati Sasuke. Sedangkan yang lainnya sudah hampir kosong.
Sakura dan Ino membawa kotak-kotak kosong ke lantai atas dan mulai mengemas barang-barang dari rak. Sakura merasakan energinya mulai menurun dan ia merosot ke lantai.
"Apa kau baik-baik saja, Forehead?" tanya Ino, cemas.
"Oh, aku baik-baik saja. Hanya sangat lelah. Aku sudah tidak sabar untuk merangkak ke tempat tidur. Pindahan seperti ini... uh aku sudah melakukannya dua kali selama aku hamil!"
Ino menepuk pundak Sakura. "Umm, pikirkan saja... begitu kau pindah, kau akhirnya bisa mengatur kamar bayi!"
Sakura cepat-cepat menoleh ke arah Ino, matanya berbinar. "Kau benar! Sabtu depan, kau harus menemaniku belanja kebutuhan anak-anak!"
Ino menjerit dan bertepuk tangan. "Itu akan luar biasa!"
Sakura dan Ino selesai mengemasi barang-barang di kamar dan berjalan menuruni tangga penuh dengan kotak. Tepat saat itu, Sasuke masuk ke dalam rumah. Mulut Sakura membentuk 'O' ketika ia menyadari bahwa Sasuke memergokinya membawa sebuah kotak besar.
Sasuke berdiri di pintu, memelototi Sakura. "Nyonya Uchiha, akan lebih baik jika itu sekotak bantal yang kau bawa. Aku tidak mau harus menguncimu di dalam mobil sampai kita selesai."
Sasuke meraih kotak itu dan memelototi Sakura ketika ia menyadari betapa beratnya kotak itu. Sakura mengangkat tangannya berdamai. "Maaf, maaf... tidak lagi, aku janji. Aku hanya ingin ini cepat selesai!"
***
Menjelang jam 6 sore, rumah lama Sasuke dan Sakura sudah kosong. Sasuke mematikan lampu dan memastikan semuanya tak ada yang tertinggal. Dengan pandangan terakhir, pandangan melankolis ke arah dinding yang ia dan Sakura gunakan untuk melakukan seks lebih dari satu kali, ia akhirnya mematikan lampu terakhir dan menutup pintu. Menguncinya untuk terakhir kalinya, ia menganggap bahwa Langkah Pertama dari rencananya untuk menghilangkan Haruno Kizashi dari kehidupan mereka selesai.
Dan Langkah Kedua akan segera dimulai.
Ketika ia kembali ke rumah baru mereka, Sakura sedang berbaring di sofa, tampak kelelahan. Semua orang sudah pergi, hanya tersisa Itachi yang duduk di meja makan. Sasuke membungkuk dan mencium kening Sakura. Sakura tersenyum pada Sasuke dan mengusap rambut pemuda itu, menarik kepala Sasuke ke bawah untuk mencium bibirnya. Sasuke mendengar Itachi bergumam 'tidak sopan' dan Sakura tertawa di depan bibir Sasuke.
Sambil memasukkan tangannya ke sakunya, Sasuke melihat sekeliling rumah. Kotak ada di mana-mana dan itu adalah bencana total. Tapi yang terpenting sekarang mereka sudah di 'rumah'. Dan mereka akan segera membongkar dan merapikannya. Tapi pertama-tama... ia harus 'memotong' kepala Haruno lebih dulu.
"Sakura, aku akan pergi menemui ayahmu sekarang. Apa kau butuh sesuatu?"
"Tidak, Sasuke-kun. Berhati-hatilah. Dan aku tahu dia bukan pria baik tapi tolong jangan pukul dia. Aku terlalu lelah untuk menebusmu malam ini jika kau ditahan polisi."
Sasuke tersenyum, membiarkan tawa pelan keluar dari bibirnya. "Jangan khawatir, Sayang. Aku akan memakai jimat Uchiha; Tenang. Keren. Badass."
"Apa kita siap untuk pergi?" tanya Mikoto, tiba-tiba muncul dengan dompet ditangannya.
Sasuke memandang ibunya, jelas bingung. "Kita?"
"Tentu saja. Aku tidak akan membiarkanmu pergi sendirian. Dia mungkin akan menyebut kau menyerangnya atau apalah. Aku akan menjadi saksi."
Sasuke menghela napas. "Kaasan, kau tidak akan..."
"Ya, Sasuke. Ini bukan waktunya untuk diskusi. Sekarang ayo kita pergi."
Mencari sedikit bantuan, Sasuke menoleh ke arah Sakura. Sakura hanya mengangkat alisnya ke arah Sasuke. Mengangkat bahu, Sasuke membungkuk dan mencium Sakura lagi. "Semoga aku beruntung," bisiknya.
Sakura mencium pipi suaminya, "Kau akan baik-baik saja... Dan terima kasih untuk semuanya."
"Apapun untukmu, Sayang."
Sasuke melangkah menuju pintu dengan Mikoto di belakangnya. Sebanyak apapun ia mencoba, ia tidak bisa menghilangkan rasa takut yang luar biasa yang tampaknya berhasil menguasai tubuhnya. Ia hanya ingin seluruh kekacauan ini segera berakhir.
***
Setengah jam kemudian, Sasuke dan Mikoto berjalan dengan tenang ke ruang belajar Kizashi yang besar dan menakutkan. Kizashi sedang duduk di belakang meja, membaca Mainichi Shimbun. Ia mendongak ketika keduanya masuk dan ekspresi tidak senang menghiasi wajahnya.
"Uchiha... apa yang membawamu kemari?" tanya Kizashi dengan datar.
Sasuke memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya dan mengeluarkan sebuah amplop. Tanpa sepatah kata pun, ia meletakkan amplop itu ke tangan Kizashi. Kizashi membuka amplop itu, dan matanya melotot ketika ia melihat cek untuk seluruh jumlah uang yang pernah ia berikan pada Sasuke berbulan-bulan sebelumnya.
Senyum tersungging di sudut mulut Kizashi ketika ia mempelajari angka-angka yang tercetak di bagian depan cek. Mikoto, yang berdiri diam di belakang, benar-benar memiliki keinginan untuk menampar tampang sombong di wajah Kizashi.
Kizashi mendongak dari amplop, tatapan matanya terkunci pada Sasuke. "Jadi, kau memutuskan untuk meninggalkan putriku, kalau begitu?"
Sasuke, benar-benar terhibur oleh kegembiraan sementara Kizashi, ia duduk di kursi dan menaikkan kakinya yang memakai sepatu sol tebal di tepi meja kayu mahal milik Kizashi. Ia tidak mengatakan apa-apa untuk sesaat, hanya memandangi tali sepatunya. Onyxnya bergerak ke sol sepatunya, di mana ia melihat gumpalan tanah menempel di sana. Ia menggerakkan kakinya, menggesek tanah ke tepi meja mahal Kizashi sampai kotoran itu lepas dari sepatunya. Merasa puas, Sasuke meluruskan kakinya kembali di atas meja dan menatap Kizashi, yang melotot pada tumpukan tanah di mejanya yang mengkilap.
"Tidak, aku masih dengannya. Berencana untuk tinggal bersamanya juga." Sasuke melempar senyum pada Kizashi.
Kizashi berkedip sekali. "Aku tidak mengerti, kenapa kau memberiku cek ini."
Sasuke mengaitkan jari-jarinya di belakang kepalanya, bersantai di kursi kulit itu. "Aku akan tinggal bersama Sakura dan anak kami."
"Lalu kenapa aku memegang cek ini di tanganku?" Kizashi mengulangi, amarah dalam suaranya meningkat ketika ia tidak mengerti apa yang coba dikatakan pemuda di depannya.
"Karena... kami ingin menjalani pernikahan ini tanpa uang sialanmu," Sasuke menggeram, menurunkan kakinya dari meja dan berdiri.
Kizashi membuka mulutnya dan kemudian menutupnya lagi. Matanya menyipit ketika ia memandang cek di tangannya lalu kembali memandang ke arah Sasuke. "Apa kau bodoh, Uchiha? Kenapa kau menyerahkan uang ini dan tetap menjalani pernikahan? Bukankah ini tidak seperti yang kau inginkan."
Sasuke menyeringai. "Jangan mencoba memberitahuku apa yang aku inginkan. Biar kujelaskan... selama permainan gila yang kau mainkan ini, putrimu dan aku jatuh cinta. Dan itu artinya, kaya atau miskin, aku tidak akan meninggalkannya, jadi buat apa aku menyimpan uang itu, ketika kau akan terus memanfaatkan uang itu untuk mengendalikan kami? Aku masih bisa memiliki Sakura dan bayinya tanpa omong kosongmu. Sebenarnya, hidup akan menjadi sangat fantastis jika kau bukan bagian dari itu."
Kizashi akan berbicara, tapi Sasuke menghentikannya, "Aku tidak berharap kau mengerti tentang emosi manusia. Aku bisa tahu hanya dengan melihat rumah yang mengerikan ini bahwa kau hanya peduli tentang penampilan luar dan bukan apa yang ada di dalam. Aku tahu, sebenarnya, bahwa kau tidak tahu apa-apa tentang bagaimana rasanya mencintai seseorang. Jelas bagi semua orang bahwa putrimu tidak pernah tahu cinta dari ayahnya. Tapi sekarang? Sekarang dia tidak butuh cinta palsumu karena dia tahu, denganmu, hanya tentang aturan. Dia hanya membutuhkan satu pria dalam hidupnya... seseorang yang benar-benar peduli padanya. Dan pria itu? Itu aku."
Wajah Kizashi memerah. Dari sudut pandang di bagian belakang ruangan, Mikoto yakin ia bisa melihat pembuluh darah melotot keluar di leher pria itu. Pidato putranya mengirimkan rasa bangga ke punggungnya. Sasuke sangat mirip denganku!
Kizashi melempar amplop itu di mejanya. "Apa kau benar-benar berpikir ini sesederhana itu, Uchiha? Apa kau benar-benar berpikir aku akan menyerah begitu saja? Aku tidak menyukaimu. Kau sangat buruk untuk putriku dan untuk reputasi keluarga kami."
"Coba ingat, brengsek. Kaulah yang bersikeras agar kami menikah. Mungkin kau harus memikirkan semuanya sebelum kau memutuskan untuk memaksa putrimu yang ketakutan dan hamil masuk ke dalam pernikahan yang tidak dia inginkan. Kau begitu khawatir dengan reputasi sialanmu... tapi di luar lingkaran kecilmu itu, dunia bahkan tidak peduli tentangmu. Reputasiku mungkin bukan yang terpopuler tapi aku bisa memberitahumu satu hal, aku berani mati untuk melindungi putrimu—istriku—dan anakku. Aku tahu kau tidak bisa mengatakan hal yang sama."
Wajah Kizashi berubah dari berbagai warna merah sebelum menjadi rona keunguan. Dadanya naik turun dengan tidak merata. Sejenak, Sasuke mengira pria tua itu akan pingsan. Kizashi meletakkan tangannya di atas mejanya dan menenangkan diri. Mendongak, matanya terkunci dengan onyx Sasuke. "Aku masih percaya aku bisa mengatur anak perempuanku," ucap Kizashi puas.
Sasuke memutuskan untuk memainkan kartu terakhirnya. Ia mengeluarkan kunci rumah dari sakunya, dan melemparkannya ke arah Kizashi.
Kizashi menangkapnya dan melihat ke bawah. "Apa ini?"
"Itu kunci rumahmu yang berharga. Dan kami tidak tinggal di sana lagi."
Kizashi mencengkeram kunci itu di kepalan tangannya, meremasnya kuat sampai buku-buku jarinya memutih. "Kau tidak akan bisa lari dariku, Uchiha. Aku punya banyak koneksi dan jangan berpikir kau bisa memperlakukanku dengan rasa tidak hormat dan pergi begitu saja."
Saat itu juga, Mikoto melangkah maju dan memecah kesunyian. "Haruno-san? Kau tidak kenal aku, tapi aku Uchiha Mikoto. Aku hanya ingin tahu apa kau kenal dengan editor Shibuya Register?"
Kizashi merengut. Editor surat kabar itu adalah keparat bermulut besar yang telah 'menggigit tumit' Kizashi selama bertahun-tahun, mencoba untuk menangkap basah dirinya melakukan bisnis curang. Kizashi tidak pernah menggunakan kekuatannya untuk membungkam pria itu karena ia tahu itu akan berakhir sebagai bumerang. Sebaliknya, mereka saling membenci satu sama lain.
"Aku tahu keparat itu," Kizashi meludah.
Mikoto tersenyum. "Bagus. Kau sadar kan bahwa dia telah menggunakan halaman editorialnya untuk mempertanyakan kebenaran tentang 'pekerjaan baikmu' selama beberapa tahun sekarang,  berbanding terbalik dengan Shibuya Chronicle yang 'mencium pantatmu'?" Kizashi tidak mengatakan apa-apa sehingga Mikoto melanjutkan pidatonya, "Ngomong-ngomong, editor keparat itu? Dia kebetulan adalah sepupuku. Dan dia akan senang mengetahui kabar bahwa kau memanfaatkan Kepolisian Shibuya untuk melecehkan suami putrimu yang sedang hamil. Dan dia juga akan senang mengetahui kabar tentang penggeledahan obat terlarang untuk mencoba memecat Sasuke-ku. Yang mungkin menyebabkan suami putrimu ini menganggur hanya karena kau memiliki dendam pribadi? Ini skandal yang bagus! Ini akan menjadi berita halaman depan paling menarik. Bahkan, aku bisa membayangkan judul beritanya sekarang." Mikoto mengangkat tangannya ke udara secara dramatis saat ia berbicara, "'Filantropis Lokal Menyuap Kepolisian' atau mungkin 'Pahlawan Lokal Yang Sebenarnya Penjahat'. Ohh... itu akan luar biasa, bukankah begitu, Sayang?" tanya Mikoto pada Sasuke, yang berdiri dengan kagum pada ibunya yang berceloteh.
Sasuke mengangguk pelan pada Mikoto, merasa seperti anak kecil lagi ketika ibunya dalam mode 'Mama Bear'. "Ya, Kaasan... kurasa itu akan luar biasa."
Kizashi melemparkan kunci rumah ke atas mejanya. Kunci itu mendarat dengan bunyi gemerincing di atas cek. "Apa yang kalian inginkan?" Ia menggeram.
"Aku ingin kau menarik semua anjing-anjingmu. Jangan campuri hidup Sasuke dan Sakura-chan. Jika Kepolisian Shibuya masih ada yang memasuki bengkel ketika Sasuke-ku ada di sana, aku akan menelepon sepupuku. Kau mungkin punya kekuatan untuk memperdaya semua orang, tapi aku? Aku bukan orang miskin yang dapat begitu saja diperdaya omong kosong tentang filantropimu. Kami Uchiha, kami akan bertahan dan melindungi hidup kami sendiri." Mikoto melangkah maju. "Dan kau mengacaukan Sasuke-ku, Sakura-chan-ku, dan cucuku yang belum lahir. Jika aku bukan wanita yang berkelas, aku mungkin akan mengiris ban mobil Lincoln-mu hanya untuk mengingatkanmu bahwa kemurkaan wanita bukanlah hal sepele."
Sasuke tak bisa menahan tawanya. Ibunya sangat lucu! Sekarang ia senang ibunya itu memutuskan untuk ikut.
Kizashi mengangguk pelan pada Mikoto, yang berdiri menatapnya dengan tatapan setajam belati. Sasuke, memutuskan untuk mengakhiri 'Pidato Uchiha Mikoto' sebelum ibunya menyemburkan api dan membakar ruang belajar Kizashi.
"Senang mengobrol denganmu. Sekarang, jika kau tidak keberatan, aku akan kembali ke rumah baruku untuk menemui istriku. Aku tidak akan repot-repot mengirimkan salam sayang darimu padanya karena dia sudah sangat sensitif karena kehamilannya dan semua omong kosong ini." ucap Sasuke kemudian melangkah ke pintu.
Sasuke dan ibunya hampir sampai di pintu ketika Sasuke berbalik lagi.
"Dan... jika kau memutuskan ingin menjadi ayah dan kakek sungguhan, telepon aku. Nomor ponsel Sakura sudah diganti jadi kau tidak akan bisa menghubunginya." Sasuke meletakkan dua jari ke dahinya dan memberi hormat sedikit pada Kizashi, lalu meraih gagang pintu dan keluar.
Mikoto menoleh dan tersenyum pada Sasuke. Sasuke memeluk ibunya dan berbisik, "Terima kasih, Kaasan," ucapnya tulus.
Mikoto mencium pipi Sasuke. "Apapun untuk bayi besarku ini. Sekarang, ayo pergi dari sini. Rumah ini membuatku menjadi bajingan."
***
Mata Sakura perlahan-lahan terbuka ketika cahaya pagi mulai menembus tirai. Ia mencoba memfokuskan pandangannya, tapi matanya kembali tertutup. Ia merasakan sengatan panas mengalir di tulang belakangnya ketika bibir seseorang yang lembut dan hampir seperti kapas bergerak di atas bahunya yang terbuka dan bergerak ke bawah lengannya. Memaksa matanya terbuka, ia menoleh ke belakang ke arah Sasuke, yang benar-benar sudah bangun dan nyengir seperti orang gila.
"Pagi, Cantik," sapa Sasuke dengan suara ceria.
Sakura menggeliat. "Pagi... apa kau tidur nyenyak?"
Sasuke mengangguk, membungkuk ke depan untuk melumat bibir Sakura dengan bibirnya. Selama mereka berciuman, ujung jari Sasuke bergerak-gerak di sisi tubuh Sakura, bergeser ke bawah pinggul dan di sekitar perut gadis itu yang membuncit, sebelum bergerak kembali ke atas dan menangkup payudaranya. Sakura melenguh puas di dalam ciuman mereka. Saat-saat seperti ini membuat Sakura mengaspresiasi Sasuke yang telah meyakinkannya untuk mulai tidur telanjang—bahkan meskipun ia merasa seperti pelacur pada beberapa malam pertama ia tidur tanpa busana.
Memutuskan ciuman itu, Sakura berbisik, "Apa kau merasa sangat terangsang pagi ini, Sasuke-kun?"
Sasuke menggelengkan kepalanya, membungkuk dan dengan lembut menggigit bahu Sakura. "Tidak lebih dari pagi lainnya. Aku hanya merasa ingin melakukan sesuatu pagi ini."
Sasuke bergeser mendekat sehingga tubuhnya menempel pada tubuh Sakura. Sakura bisa merasakan gairah suaminya, sudah cukup keras, terselip di pantatnya. Secara naluriah, ia mundur dan menggesekkan dirinya pada Sasuke. Pemuda itu mengerang di telinga Sakura, tangannya bergerak untuk menarik dan memutar puting Sakura, membuat gadis itu menjerit.
Sasuke menggerakkan bibirnya dari atas rahang Sakura menuju leher gadis itu. Sakura mengeluarkan lenguhan rendah di tenggorokannya ketika ia merasakan bibir Sasuke yang panas membuat jejak di tubuhnya. Tangan Sasuke bergerak ke bawah paha Sakura, ke kaki gadis itu yang ditumpangkan di atas kakinya, memberinya akses lebih baik. Sakura mengerang ketika jari telunjuk Sasuke melakukan kontak lembut dengan intinya. Sasuke terkekeh ketika ia tahu betapa basahnya istrinya itu. Responsif Sakura selalu membuatnya gila. Ia mengusap inti Sakura yang basah dengan jari telunjuknya, kemudian ia menyeret jarinya ke atas dan bergerak melingkar di klitorisnya. Sakura menggerakkan pinggulnya, mendesak Sasuke untuk mengisi dirinya.
Sasuke menggerakkan jari-jarinya ke celah Sakura, dengan kasar mendorong jari tengahnya ke dalam diri gadis itu. Kepala Sakura tenggelam ke bantal ketika Sasuke memanjakan tubuhnya dengan jari-jarinya.
Ketika Sakura sudah sangat licin, panas, dan menetes untuknya, Sasuke menarik jari-jarinya, menggantinya dengan kejantanannya yang sudah sangat keras. Ia mengusapkan ujung miliknya pada lipatan Sakura, membuat kontak dengan klitoris gadis itu.
Sakura menggerakkan pinggulnya, menekan dirinya ke arah Sasuke, memohon. Sambil menyeringai, Sasuke bergerak dan mendorong seluruh miliknya ke dalam Sakura. Gadis itu mengerang keras ketika Sasuke memasukinya, seakan menembus tubuhnya.
Sasuke meletakkan tangannya yang besar di pinggul Sakura, itu memberinya kekuatan ketika ia bergerak. Tangannya yang lain bergerak di sisi tubuh Sakura dan menangkup payudara gadis itu, menyukai bagaimana payudara istrinya itu memantul ke tangannya saat ia bergerak keluar masuk.
"Ohh... Sasu..." Sakura mengerang.
Tiba-tiba, Sasuke berhenti dan tidak bergerak sama sekali, kejantanannya tetap terkubur di dalam Sakura. Selain dadanya yang naik dan turun dengan kasar, ia tidak bergerak.
Sakura bergerak berlawanan, mencoba menekan pinggulnya ke arah Sasuke lagi, tapi tidak berhasil membuat Sasuke bergerak. Karena frustrasi dan kesal, Sakura memandang suaminya itu. "Kenapa kau berhenti?"
Sasuke menatap pintu kamar yang tertutup. "Kurasa aku mendengar sesuatu."
"Tapi aku tidak mendengar apa-apa..." ucap Sakura, tidak menyembunyikan kejengkelannya. Ia mendorong pinggulnya kembali ke arah Sasuke lagi dan meremas kejantanan Sasuke dengan otot-otot dindingnya. "Sasuke-kun... ayolah," Ia akhirnya memohon, sedikit cemas karena Sasuke membiarkan gairahnya tidak terpenuhi.
Sasuke mengerang dan perlahan mulai bergerak lagi. "Kurasa itu bukan apa-apa," gumamnya sebelum menempelkan bibirnya ke leher Sakura.
Tangan Sakura bergerak ke atas, membelai wajah Sasuke dan melingkarkan lengannya di leher pemuda itu, mencengkeram rambut Sasuke erat-erat ketika gerakan pemuda itu meningkat.
"Sudah dekat, Sayang..." ucap Sasuke beberapa menit kemudian, dengan gerakan yang semakin tidak menentu.
"Sasu... ohh... Sasuke-kun... ini..." Sakura terengah-engah, hampir sampai pada pelepasannya.
Tepat saat itu, pintu kamar tidur mereka berayun terbuka. Dengan mata terbelalak, Sakura dan Sasuke menatap pengganggu kegiatan mereka, keduanya tak bergerak dan membatu.
Mikoto berdiri di ambang pintu, matanya dengan cepat menemukan pasangan telanjang itu. Wajahnya berubah menjadi merah tua, matanya melebar dan seolah akan melompat keluar sebelum ia memejamkan matanya rapat-rapat dan kemudian menutupi dengan tangannya untuk efek tambahan. "Aku benar-benar minta maaf!" Ia menjerit.
"Kaasan! SIALAN. KELUAR!" Sasuke berteriak.
Sakura, yang benar-benar merasa hina, tidak bisa melakukan apapun kecuali menyembunyikan kepalanya di balik bantal. Ia kemudian mendengar pintu dibanting menutup dan berbisik, "Apa dia sudah pergi?"
"Ya..." Sasuke tampak mendidih.
Sakura mengintip dari balik bantal dan menatap Sasuke. "Sasuke-kun... kurasa kejadian barusan mematikan mood seks kita."
Sasuke sedikit terkekeh ketika matanya menelusuri payudara Sakura yang membengkak, lalu turun ke sisi tubuh Sakura dan melewati pantatnya, sebelum memandang bagian tubuh mereka yang masih bergabung. Mata onyxnya menggelap, menatap pemandangan itu dan mendengus, "Persetan... ayo lanjutkan, Sayang."
Menarik keluar dari Sakura, Sasuke berguling ke samping dan menarik Sakura ke atas tubuhnya, mengangkangi dirinya, kemudian ia masuk kembali ke dalam Sakura dan mulai membimbing istrinya itu bergerak naik turun.
Sasuke mengenai G-spot Sakura sekali dan gadis itu berteriak. Dan Sasuke menyukai suara itu. Ia mengenai titik itu lagi ketika jarinya menekan klitoris Sakura. Ia merasakan dinding Sakura mengencang, mengepal, dan akhirnya berkedut di sekitar kejantanannya. Ia melihat Sakura melemparkan kepalanya ke depan, bibirnya terkatup rapat untuk menekan erangannya berkat kenyataan bahwa Mikoto ada di lantai bawah. Sasuke merasakan dirinya juga mulai membengkak dan kemudian meledak di dalam diri istrinya itu.
Sakura meluncur turun dari tubuh Sasuke dan berbaring di sebelah pemuda itu. Terengah-engah, "Aku tidak akan ke lantai bawah. Kurasa aku tidak bisa menghadapi ibumu setelah dia melihat kita berhubungan seks."
Sasuke mengusap kening Sakura yang basah. "Itu salahnya sendiri. Dia perlu belajar mengetuk pintu... lagipula kenapa juga kita memberinya kunci rumah?"
Sakura tertawa. "Kita pikir itu ide yang bagus?"
"Kita berdua jelas-jelas bodoh. Hell, bukan berarti dia tidak tahu kita pernah berhubungan seks. Kau sudah hamil, kan."
Sakura mulai terkikik ketika ia membayangkan wajah Mikoto. Ekspresi horor dan lucu dan memalukan. "Sasuke-kun, apa kau pikir ibumu akan belajar mengetuk pintu mulai sekarang?"
***
Ketika Sasuke akhirnya memaksa Sakura turun ke lantai bawah setengah jam kemudian, mereka menemukan Mikoto sedang memasak sarapan. Mikoto tidak melihat ke arah mereka ketika mereka melangkah masuk ke dapur, tapi wajahnya memerah lagi.
"Aku janji aku akan membiasakan mengetuk pintu mulai sekarang," gumam Mikoto, menatap tajam pada daging yang ia masak.
Sasuke menatap ibunya tajam. "Tentu saja, kau pikir apa? Astaga, Kaasan... tadi itu mengerikan. Untung saja aku masih bisa melanjutkan..."
"Uchiha Sasuke," Sakura menyela dari sisi lain dapur, "Jika kau menyelesaikan kalimat itu, kau tidak akan mendapat apapun dan kau tidak perlu khawatir tentang ibumu yang pernah 'melihat' kita lagi. Aku jamin itu!"
Sasuke menyeringai, mengangkat tangannya tanda berdamai. "Oke... oke. Katakan saja... kau beruntung menikah dengan seorang pejantan yang selalu memuaskan wanita, terlepas dari apapun situasinya."
Sakura memutar matanya, berharap ia bisa bersembunyi di kamar tidur sekarang. Ini benar-benar memalukan.
***
"Jadi, apa yang terjadi selanjutnya?" tanya Ino, nyaris tertawa terbahak-bahak, ia dan Sakura pergi ke toko furnitur untuk berbelanja kebutuhan kamar anak-anak.
Sakura memandang Ino dengan malu-malu. "Dia... dia memutuskan untuk menyelesaikannya... jadi kami melanjutkannya." ucapnya dengan wajah merah padam.
Ino berhenti, meraih lengan Sakura, "Jadi bagaimana dengan 'Ibu Sasuke berjarak tiga rumah dari rumahku adalah hal yang luar biasa'... apa itu masih berlaku?"
Sakura mengangkat bahu, "Aku tetap menyayanginya... Tapi aku berharap dia menyadari bahwa dia harus membiasakan mengetuk pintu!"
"Aku cukup yakin bahwa setelah melihat penis putranya berada di dalammu, dia akan mengetuk pintu mulai sekarang."
Sakura memejamkan mata membayangan ucapan Ino. Ya Tuhan...
"Bagaimana dengan yang ini?" tanya Ino, menunjuk ke boks bayi berwarna gelap, dihiasi dengan hiasan.
Sakura tersentak dari lamunannya dan merengut. "Sepertinya kepala bayi bisa terjebak di antara bilah itu dan dia bisa tergantung."
Ino menghembuskan napas melalui giginya. "Oke... itu horor. Bagaimana dengan yang ini?" Ia menunjuk pada boks bayi berwarna putih dengan sandaran tinggi dan sisi-sisi yang melengkung.
Sekali lagi, Sakura meringis.
"Oke... baiklah. Sekarang apa yang salah dengan yang ini?"
"Ini sangat... anak perempuan."
"Tapi kurasa ini lucu."
"Tidak... jika aku pulang membawa ini, Sasuke mungkin akan gila. Aku bisa membayangkan dia akan bilang 'Jadi kenapa kita tidak langsung saja menambah ruang balet?'"
"Oke... jadi aku tidak akan menyarankan apapun. Bagaimana kalau kita berjalan-jalan saja dan melihat dalam diam karena aku benar-benar tidak ingin mencekikmu." Ino memelototi Sakura, menyadari bahwa berbelanja ini akan jauh lebih merepotkan daripada menyenangkan.
Sakura tersenyum, meraih lengan Ino. "Terima kasih sudah ikut belanja bersamaku. Furnitur memang akan menjadi bagian tersulit."
Ino memperhatikan wajah Sakura berubah saat sahabatnya itu mengucapkan kalimat terakhir.
"Umm, sebenarnya, temanya adalah bagian tersulit. Sebelum aku pergi pagi ini, Sasuke memberitahuku bahwa dia ingin tema 'Ninja Baby', dia bilang akan benar-benar luar biasa karena dia akan punya tempat untuk menggantung nunchucks-nya."
Ino mendengus.
Sakura melanjutkan lagi, "Awalnya kupikir dia ingin menjadikan bayi kami menjadi biker bahkan sebelum dia lahir." Sakura menggelengkan kepalanya ketika ia memikirkan tentang diskusi kamar anak yang ia lakukan dengan suaminya sebelum ia meninggalkan rumah. Ia berusaha untuk menyarankan bahwa tema Winnie the Pooh akan menyenangkan, tapi Sasuke mengatakan sesuatu yang mesum tentang apa yang sebenarnya Christopher Robin lakukan dengan binatang-binatang di hutan. Setelah itu saat di meja makan, ia menyarankan Disney Babies, tapi Sasuke mengatakan 'Mickey Mouse terlalu cengeng'. Akhirnya, sambil mengibaskan tangannya ke udara, ia mengatakan pada Sasuke bahwa ia akan memberi kejutan pada suaminya itu.
"Jadi, tema apa yang kau pilih?"
Sakura termenung. "Umm, tepat setelah USG pertama kami, Sasuke sempat membeli boneka badak yang lucu. Aku sedang berpikir untuk membuat tema hutan... bayi-bayi binatang. Menurutku itu masih akan menjadi 'badass' sesuai persyaratan Sasuke, dan seperti yang aku butuhkan... dan karena Winnie, Disney, dan Looney Tunes, dan semua yang kusarankan adalah binatang, kurasa semua itu bisa dijadikan tema hutan, dan akan memuaskan kami berdua."
Ino tampak skeptis. "Dan jika tidak?"
Sakura tersenyum licik. "Aku akan membuat Sasuke menyetujuinya."
Satu jam kemudian, Sakura tidak hanya menemukan boks bayi impiannya—sederhana, kokoh, aman, dan tidak akan mencekik bayi—ia juga menemukan selimut bertema hutan, gorden, kap lampu, dan aksesoris lainnya untuk kamar anak-anak. Memejamkan matanya, ia bisa membayangkan ruangan di sebelah kamar mereka berubah menjadi kamar anak-anak. Ia bergidik kegirangan. Ketika perkiraan tanggal dirinya melahirkan semakin dekat, ia semakin tidak sabar untuk bertemu putranya. Dan setelah kamar anak-anak siap nanti, itu akan terasa menjadi jauh lebih dekat.
1.400 dolar terpakai. Boks bayi, lemari pakaian, meja ganti, keranjang, dan macam-macam aksesoris bergambar binatang sudah terbeli dan dijadwalkan akan dikirim minggu depan. Sakura sangat bersemangat untuk pulang, menyodorkan contoh warna cat pada Sasuke dan membuat suaminya itu memutuskan warna mana yang memenuhi spesifikasinya sebagai 'badass'; Warm Cocoon, Custard Cream, Sweet Corn, Herbal Garden, atau Velvet Leaf. Kemudian ia akan menyuruh Sasuke mengecat ruangan dan mengatur furnitur, secara resmi menempatkan pemuda itu dalam mode 'ayah'.
Ketika Sakura berjalan masuk ke rumah sore itu, ia tidak bisa untuk tidak bernyanyi kegirangan. Permainan ayahnya sepertinya telah berhenti, mereka menetap di rumah baru mereka, tanggal melahirkan semakin dekat, dan ia semakin mencintai Sasuke daripada kemarin. Hidup ini sangat indah, jika ia bisa menilainya sendiri. Dan ia berharap akan tetap seperti itu.
***
To be continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)