Chapter 10 - Mata
Kamis siang yang tenang Sakura duduk di sofa, dengan kaki bertumpu di atas meja kopi, membaca What to Expect When You're Expecting. Ia terkejut dan tertarik dari konsentrasinya saat mendengar ketukan di pintu. Ketika ia membukanya, ia menatap seorang pemuda berambut panjang dan melihat sebuah mobil berbelok keluar dari halaman.
"Ada yang bisa kubantu?" tanya Sakura pada pemuda itu, memperhatikan mobil itu yang kini menghilang dari pandangan.
"Apa Sasuke ada?" Pemuda itu bertanya seraya menatap perut Sakura.
"Dia belum pulang kerja, tapi mungkin sebentar lagi..." Satu pemikiran muncul di kepala Sakura saat ia memperhatikan pemuda itu berbicara. Pemuda itu tampak seperti Sasuke. "Apa kau kakak Sasuke?"
Pemuda itu mengangguk. "Aku Uchiha Itachi."
Sakura melangkah ke samping, "Oh ayo masuk! Aku senang akhirnya bisa bertemu denganmu."
Itachi tersenyum ramah dan melihat sekeliling rumah. Ia tidak bisa percaya adik laki-lakinya yang bodoh tinggal di sini. Rumah ini jauh lebih baik daripada yang ia tinggali bersama ibunya.
"Maaf, aku belum pernah berkunjung sebelumnya saat ibuku berkunjung ke sini. Aku sedang sibuk dengan bisnisku dan teman-temanku dan hobiku dan..."
"Dan?" tanya Sakura pada pemuda itu, yang memiliki mata dan rambut hitam seperti Sasuke.
"Kau hebat. Maksudku, kau mau dengan adikku padahal dia sedikit aneh dan brengsek."
Sakura memiringkan kepalanya ke arah pemuda itu, yang menjatuhkan diri di sofa dan melemparkan tas ranselnya ke lantai. "Umm, ya..." gumam Sakura canggung.
"Ini sedikit membuatku takut awalnya ketika Sasuke datang dan mengatakan pada kami bahwa dia sudah menikah dan memiliki bayi. Maksudku ini SASUKE yang kita bicarakan... saudaraku... Ini hanya... aneh... Tapi ibuku sudah mengomelinya... dan maaf tentang aku yang belum pernah berkunjung untuk bertemu denganmu, mobilku sedang di bengkel jadi aku meminta temanku untuk mengantarkanku hari ini." ucap Itachi dalam satu tarikan napas dan melihat sekeliling ruangan. "Kuharap Sasuke tidak keberatan."
"Aku yakin dia tidak akan keberatan. Dia akan senang melihatmu. Apa kau ingin minum sesuatu?"
Itachi mengangguk dan Sakura pergi ke dapur, mengambilkan soda untuk kakak iparnya itu. Ketika ia kembali, Itachi menatap ke arah perut Sakura lagi.
"Bagaimana... seberapa jauh kehamilanmu?"
"Sudah 19 minggu sekarang..."
"Dan... berapa lama sampai bayi itu lahir?"
"Usia kehamilan manusia biasanya 40 minggu, meskipun ada beberapa bayi yang lahir sedikit lebih awal dan ada beberapa yang sedikit lebih lama. Jadi sekarang aku sudah setengah jalan dalam kehamilanku."
Itachi berpikir sejenak. "Jadi, Sakura, jangan berpikir aneh-aneh atau apa, tapi... apa kau benar-benar menyukai adikkku? Karena... jangan tersinggung, tapi dia sedikit brengsek."
Sakura tertawa. "Aku bisa mengerti jika dia menjadi adik yang cukup rumit dan membuat frustrasi."
"Oh, kau bahkan belum tahu setengahnya! Ibuku bercerita pada semua orang, itu pun pada orang yang mau mendengarkan, bahwa Sasuke memiliki istri cantik dan bayi 100% hebat... dan semua itu hanya membuatku gugup. Maksudku, sebelum Sasuke pindah ke apartemen dan tinggal sendiri tahun lalu, aku ingat banyak gadis-gadis menyelinap keluar dari jendela kamarnya atau menuruni tangga atau bersembunyi di bawah tempat tidurnya... Dia tidak terlalu cocok untuk menjadi seorang suami, jika kau bertanya padaku." Itachi mendongak dari kaleng sodanya dan memandang Sakura, "Apa kau salah satu yang pernah menyelinap keluar dari rumah kami sebelumnya?"
Sakura bergeser tidak nyaman di tempat duduknya, bertanya-tanya berapa banyak wanita yang sebenarnya telah bersama Sasuke. Mengalihkan fokusnya kembali pada Itachi di depannya, "Tidak, aku bisa meyakinkanmu, aku belum pernah mengunjungi Sasuke di rumahmu."
Itachi bersandar ke bantal sofa. "Oke, itu bagus. Lagipula kau tidak terlihat seperti gadis-gadis normal Sasuke. Kau kelihatan... terlalu pintar untuk Sasuke."
Sakura tersenyum lebar. Penilaian Itachi atas adiknya dan seleranya terhadap wanita terbukti jauh lebih menghibur daripada yang dibayangkannya.
Mereka berdua tidak mengatakan apa-apa hingga beberapa menit berlalu. Itachi melihat sekeliling ruangan, tampak heran bahwa rumah itu sangat rapi dan bersih padahal adiknya tinggal di sini.
"Umm, aku senang kau berkunjung ke sini." ucap Sakura akhirnya.
Tepat saat itu, pintu depan terbuka dan Sasuke melangkah masuk. Ia meletakkan barang-barangnya di meja di dekat pintu, "Sakura? Kurasa kita bisa memesan makanan dan makan malam di tempat tidur..."
Wajah Sakura memerah saat kata-kata Sasuke berlanjut.
"...karena aku mengalami hari yang menyebalkan dan satu-satunya hal yang akan membantuku sedikit lebih baik adalah berada di antara kakimu... Oh, Niisan, hai!" Sasuke buru-buru mengganti perkataannya, melangkah ke ruang tamu dan memperhatikan kakaknya yang duduk di sofa. Mulut kakaknya membentuk senyum jahil dan wajah Sakura berubah warna yang kira-kira sama dengan tomat.
Itachi berdeham, "Hei, adikku... aku senang meskipun kau sudah menikah, kau masih seperti babi."
Sakura tertawa. Sasuke hanya menyeringai dan memukul lengak kakaknya main-main. Sasuke menjatuhkan diri ke sofa dan bertanya pada kakaknya itu, "Jadi, apa yang membuatmu begitu lama untuk berkunjung? Sakura dan aku sudah menikah selama tiga bulan dan kau baru menyemarakkan pernikahan kami dengan kehadiranmu?"
Itachi memutar matanya. "Aku tahu, aku tahu. Kau mencoba menyeimbangkan hidupku yang sangat sibuk dan melihat berapa banyak waktu luang yang kau miliki."
"Oh terserahlah..." Sasuke memutar matanya.
Itachi memutar matanya juga pada saat yang bersamaan. Kemiripan tingkah adik kakak itu membuat tubuh Sakura bergetar dengan tawa.
"Jadi, kenapa kau di sini, Niisan?"
"Apa tidak boleh seorang saudara mengunjungi rumah adiknya yang rupanya diculik oleh alien dan digantikan dengan seorang pria berkeluarga?"
Sasuke mengangguk. Ibunya telah memberitahunya bahwa Itachi sedikit tidak nyaman dengan gagasan pernikahan dan bayinya. "Hei, Niisan, ingin melihat video ultrasonografi?"
Astaga video lagi, pikir Sakura, entah berapa kali Sasuke membicarakan tentang video bayi mereka.
Sasuke membuka DVD dan beberapa detik kemudian, gambar besar bayi mungil mereka muncul di layar.
Mata Itachi melebar. "Wow..." desahnya.
"Keren, kan?"
Itachi menatap layar. "Ibu bilang bayinya laki-laki tapi aku tidak melihatnya."
Sasuke mengerang. "Fuck! Kenapa tidak ada yang melihat penis anakku selain aku?"
"Sasuke-kun! Jangan mengumpat di depan kakakmu!" Sakura menyela dengan keras. Sasuke merengut pada istrinya itu dan mengalihkan perhatiannya kembali ke TV.
Selama lima menit berikutnya, Sakura memperhatikan ketika Sasuke berusaha menunjukkan penis kecil putra mereka. Akhirnya, mata Itachi melebar lagi. "Oh wow! Aku melihatnya!"
Sasuke tampak berseri-seri. Akhirnya seseorang melihatnya! "Hei, Niisan... Sakura setuju bahwa kami akan menamai anak kami Rufus."
"Kapan aku bilang setuju!" pekik Sakura.
Tertawa, Sasuke menatap kembali pada gambar di layar televisi kesayangannya sebelum ia mematikannya dan layar menjadi gelap. "Jadi, kau benar-benar melihat penisnya, kan, Niisan?"
"Ya, babi, aku melihatnya," erang Itachi.
"Sweet." Sasuke tampak puas.
Selanjutnya, Sasuke bersikeras mengajak Itachi berkeliling rumah. Sakura memperhatikan ketika Sasuke membimbing kakaknya melewati ruangan-ruamgan rumah itu, mata Itachi membelalak. Mereka benar-benar lucu saat bersama, pikir Sakura. Mereka berdua tampak dekat. Pemandangan itu membawa kembali rasa kesepian dari masa kecil Sakura sendiri. Ia akan memberikan apapun untuk memiliki saudara kandung... atau bahkan seorang ibu. Tapi ketika ia dengan cepat belajar, keluarga Uchiha sudah lebih dari mengisi kekosongan dalam hidupnya.
Beberapa menit setelah selesai berkeliling, ponsel Sasuke berdering.
"Ya, Kaasan... ya dia ada di sini. Oh mungkin ponselnya mati. Ya, Sakura dan aku bisa... Tunggu, aku akan menanyakannya." Menjauhkan ponsel dari telinganya, Sasuke berbisik pada Sakura, "Hei sayang, mau makan malam dengan ibuku malam ini?"
Sakura mengangguk penuh semangat.
"Oke Kaasan, kami akan sampai di sana dalam setengah jam."
Perjalanan ke rumah Uchiha terasa menghibur untuk Sakura. Sasuke dan Itachi berdebat tentang siapa yang paling buruk ketika mereka tumbuh dewasa. Sakura memberikan vote terakhir; Sasuke adalah mimpi buruk yang jelas.
"Dan Sakura, kau tahu, saat Sasuke berusia 17 tahun, ada seorang wanita dewasa yang tinggal di seberang jalan akan datang sekitar 3 kali seminggu selama hampir satu tahun dan meminta bantuan Sasuke, mengatakan bahwa dia perlu bantuan Sasuke untuk memperbaiki pipa-pipanya." ucap Itachi menyeringai.
Sakura menoleh dan menatap Sasuke. Sasuke melotot pada Itachi yang duduk di kursi belakang melalui spion tengah, melawan keinginan untuk tertawa terbahak-bahak.
"Sasuke-kun..." bisik Sakura.
"Apa? Aku waktu itu melewati fase cougar, oke?"
Sakura melemparkan kepalanya ke belakang, menahan tawa di tenggorokannya.
Begitu mereka memasuki jalan masuk, Mikoto keluar untuk menyambut mereka. Ia berlari ke sisi mobil, begitu Sakura keluar dari mobil, ia memeluk gadis itu dan kemudian menarik diri untuk mengusap perut Sakura.
"Aku sangat senang melihatmu," seru Mikoto, ia merangkul Sakura dan membimbing gadis itu ke dalam rumah.
Di belakang mereka, Sasuke menggerutu, "Uh... Kaasan... aku di sini juga."
Tanpa melirik ke belakang, Mikoto berkata, "Ya, hai, Sasuke," dan mengalihkan perhatiannya kembali ke Sakura.
Sasuke menatap tajam ke arah ibunya.
Itachi terkekeh. "Sakura adalah favorit barunya, Sasuke. Lebih baik kita membiasakan diri dengan itu."
"Sial, aku sudah tahu itu," gumam Sasuke ketika ia berjalan masuk, menutup pintu di belakangnya.
Beberapa menit kemudian, Mikoto mengeluarkan ayam panggang besar, sayuran, dan macam-macam lauk di sekitar meja.
Ketika mereka duduk di sekeliling meja saat makan malam, Sakura tertawa ketika Mikoto dan Itachi berusaha terus-menerus mempermalukan Sasuke dengan cerita-cerita memalukan dan lelucon konyol mereka. Sasuke memperhatikan interaksi mereka secara diam-diam. Pipi Sakura memerah karena tawa dan matanya berbinar ketika gadis itu berbicara. Pada satu titik, pandangan Sakura akan beralih ke Sasuke dan bertahan di sana. Sasuke menatap mata Sakura dan merasakan tubuhnya mulai berdesir saat ia memikirkan kembali percakapan antara dirinya dan Naruto sebelumnya pada hari itu.
"Hei, Teme, bagaimana kabar Sakura-chan?"
Menyeka tangannya dengan lap, Sasuke menjawab, "Baik... kenapa?"
"Tidak ada." Setelah jeda sejenak, Naruto berbicara lagi, "Apa aku sudah memberitahumu tentang teori Hinata-chan?"
Sasuke menatap Naruto dengan pandangan bertanya. "Teori?"
"Hinata-chan berpikir kalau Sakura-chan jatuh cinta padamu."
Sasuke tak bergerak dan tak bicara, kakinya seakan melekat ke lantai beton di bawahnya. Tapi akhirnya ia mendengus, memotong keheningan, "Kurasa tidak, Dobe. Kami tidak seperti itu."
"Tidak seperti apa? Kalian sudah menikah, kalian punya bayi, kau sangat tertarik padanya, kau menghabiskan hampir setiap saat berbicara tentang dia dan bayimu, kau jarang meninggalkannya sendirian di akhir pekan, belum lagi fakta bahwa kau berhubungan seks dengannya setiap ada kesempatan... Jadi bagian mananya kalian 'tidak seperti itu'? Tolong beri aku pencerahan."
Sasuke diam. Jujur ia tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan itu.
Akhirnya, Naruto tidak tahan dengan keheningan itu. "Dengar, Teme, aku tidak mencoba ikut campur. Aku hanya mengatakan apa yang dikatakan Hinata-chan. Dia bilang Sakura-chan menatapmu dengan cara yang berbeda, dia bilang bahwa ada cinta di mata Sakura-chan. Dan aku pikir kau harus tahu itu... karena aku tahu bagaimana kau tentang cinta... "
Sasuke meringis. Naruto tahu persis bagaimana dirinya. Ia sudah terbiasa dengan wanita yang jatuh cinta padanya... ia selalu berpikir para wanita itu tertarik karena melihat penampilannya yang keren, kepribadiannya yang kasar, dan kecakapan seksualnya yang luar biasa. Sasuke, bagaimanapun, ia tidak pernah, tidak pernah seumur hidupnya, merasakan jatuh cinta. Ia mengenal 'nafsu' seperti punggung tangannya. Tapi cinta? Cinta adalah konsep yang sepenuhnya asing untuknya. Teori menurut Hinata bahwa Sakura mencintainya sedikit membuatnya ketakutan.
Menarik dirinya kembali dari lamunanya, Sasuke mengakui bahwa mata Sakura sangat ekspresif. Ia bisa tahu kapan gadis itu bersemangat, takut, sedih, atau kesal hanya dengan sekali pandang. Tapi cinta? Di mata Sakura? Ia belum pernah melihatnya. Atau mungkin, ia memang tidak tahu persis apa yang ia lihat.
Setelah makan malam, Sasuke memperhatikan Sakura membantu ibunya mencuci piring, membungkuk dan membuat celananya tertarik ketat di sekitar pahanya. Sakura berbalik ke arah Sasuke dan membungkuk untuk mengambil kain, yang memberi Sasuke kesempatan indah untuk melihat langsung ke balik baju gadis itu. Fuck. Kami harus pulang. SEKARANG. Meraih tangan Sakura, ia berkata pada ibunya, "Kaasan, Sakura kelelahan... kami harus pulang."
Sakura menoleh untuk menatap suaminya. "Sasuke-kun, aku baik-baik saja..."
Sasuke menatap Sakura dengan pandangan bermakna dan mengulangi, "Tidak, kau sangat lelah dan harus tidur lebih awal. Ingat?" Ia menaikkan alisnya ke arah Sakura, melempar salah satu senyum sugestifnya.
Sakura mengerutkan bibirnya, "Oh," Ia berdeham, "Kau benar, Sasuke-kun... aku lelah." Ia berbalik menghadap Mikoto, "Kaasan, terima kasih banyak untuk makan malamnya. Ini sangat menyenangkan."
Mikoto dan Itachi mengantar pasangan itu kembali ke mobil mereka. Setelah saling berpelukan, mereka masuk ke dalam mobil dan melesat pulang.
"Kau benar-benar terburu-buru," cibir Sakura, bibirnya mengerucut.
"Aku harus segera membawamu keluar dari sana. Ibu akan membuat kita menginap dan tidur di kamar lamaku jika kita tinggal lebih lama. Dan aku bersumpah, aku tidak akan berhubungan seks di rumah itu. Ibuku punya telinga seperti anjing."
Ketika mereka sampai di rumah, Sasuke pergi ke garasi sementara Sakura mengambil surat dan melangkah ke dalam rumah.
Sakura berdiri di dekat meja, membolik-balik surat. Sasuke berjalan di belakangnya dan memeluknya. Sakura dengan rileks bersandar pada Sasuke, meletakkan tangannya di atas tangan pemuda itu.
"Sebentar lagi, lenganmu tidak akan muat di pinggangku," ucap Sakura lembut.
Sasuke menggerakkan wajahnya hingga hidungnya terkubur di rambut merah muda Sakura. Istrinya itu selalu beraroma sangat manis...
Mereka tetap berdiri seperti itu untuk sementara waktu. Sampai akhirnya, Sasuke membungkuk dan berbisik di telinga Sakura, "Mau main?"
Sakura berpikir sejenak. Kemudian menarik keluar dari pelukan Sasuke, berbalik menghadap pemuda itu. "Bagaimana menurutmu?"
Sasuke meraih pantat Sakura dan menarik gadis itu ke arahnya, mencium Sakura lebih kuat dari biasanya. Ia menekankan tubuhnya pada tubuh Sakura, menyukai cara Sakura merespon setiap kali ia membiarkan Sakura tahu betapa seksinya gadis itu.
Sasuke membimbing Sakura ke sofa, "Duduklah."
Begitu Sakura duduk, Sasuke berlutut di lantai dan menempatkan dirinya di antara kaki Sakura. Sakura membungkuk, menikmati titik pandang baru ini, untuk mencium Sasuke dengan lembut. Lidah mereka bertemu dan berputar-putar, yang selalu membuat Sakura mengerang. Sakura meraih kaos Sasuke untuk dilepas tapi pemuda itu menariknya kembali.
"Tidak, Sakura... ini untukmu..."
Sakura menatap Sasuke dengan rasa ingin tahu ketika Sasuke mulai membuka kancing bajunya, perlahan, satu demi satu. Ketika baju Sakura terbuka, Sasuke memberikan ciuman ke bagian yang baru saja terbuka. Ia menarik baju Sakura, dan melemparkannya ke lantai. Tangan Sasuke menyelinap ke atas perut Sakura saat ia memberikan ciuman lembut di puncak perut gadis itu. Bibirnya tetap menyentuh perut Sakura ketika tangannya meluncur ke punggung Sakura. Ia mencengkeram tali bra Sakura dan menariknya lepas, membebaskan payudara gadis itu.
Mata Sasuke memandangi puting Sakura yang keras sebelum ia meraih celana gadis itu, membuat Sakura telanjang dan benar-benar terbuka untuknya. Sakura mengangkat pinggulnya sehingga Sasuke bisa menarik celana dan celana dalamnya ke bawah dalam satu gerakan, lalu melemparkannya ke seberang ruangan.
Sasuke meraih pinggul Sakura dan menariknya ke depan hingga pantat gadis itu bersandar di ujung bantal sofa. Menggunakan tangannya yang kuat, ia mendorong paha Sakura terbuka. Wajah Sakura terasa panas karena malu. Ia tidak pernah terbiasa dengan tatapan Sasuke pada bagian paling pribadi dan rahasia dari tubuhnya. Ia secara naluriah mencoba menutup pahanya tapi tangan Sasuke yang kuat menghentikannya.
"Tidak... ini sangat cantik... aku bisa melihat betapa basahnya kau untukku..." bisik Sasuke. Bagian paling intim milik Sakura itu berkilau dalam cahaya, kelembaban membanjiri Sakura dengan cepat karena tatapan Sasuke yang intens.
Tubuh Sasuke condong ke depan, meletakkan satu tangan tepat di atas rambut-rambut bagian intim Sakura yang dipangkas rapi dan perlahan-lahan memisahkan lipatan gadis itu. Sakura merintih, matanya tertutup rapat, kepalanya bergerak dari satu sisi ke sisi lain.
Memajukan kepalanya, Sasuke menggerakkan lidahnya melintasi klitoris Sakura. Tangan Sakura secara naluriah bergerak ke kepala Sasuke, mencengkeram erat-erat rambut hitam pemuda itu. Sambil menenggelamkan kepalanya lebih jauh, Sasuke mendorong kaki Sakura lebih lebar dan menyelipkan lidahnya ke bawah lipatan gadis itu, lidahnya dengan ringan bergerak ke setiap permukaan, menggali setiap celah sebelum akhirnya menemukan jalan jauh ke dalam diri gadis itu. Sakura mengangkat wajah Sasuke dan pemuda itu tersenyum padanya.
"Sasuke-kun..." erang Sakura. Otaknya seakan mulai berkabut, seperti halnya setiap kali Sasuke menyentuhnya. Panas tubuh Sasuke menutup koneksi otaknya, membuatnya tidak bisa berpikir, hanya bisa merasakan. Sasuke menyelipkan satu tangan ke atas tubuh Sakura perlahan, ujung jarinya meninggalkan jejak panas di sepanjang perut Sakura sampai mencapai payudara gadis itu. Telapak tangan Sasuke bergerak lembut di puting Sakura, mengusapnya lembut sebelum mencubitnya cukup keras dan membuat Sakura menjerit.
Sasuke merasakan Sakura menjadi lebih basah, lebih licin, dan bahkan lebih siap untuknya ketika ia menggerakkan lidahnya ke dalam diri gadis itu, melanjutkan serangannya yang lambat dan disengaja. Lidahnya pertama-tama bergerak masuk dan keluar dari Sakura dan kemudian meluncur kembali ke klitoris gadis itu, tangannya meluncur turun sehingga dua jarinya menggantikan kekosongan yang diciptakan oleh ketiadaan lidahnya di dalam diri Sakura. Ia memberi ciuman dari lutut Sakura, naik ke perutnya dan naik ke bibir gadis itu. Sakura bisa merasakan Sasuke menguasai dirinya, yang hanya semakin membuatnya terangsang.
Jari-jari Sasuke terus bergerak, berputar di dalam diri Sakura, menyentuh G-spot-nya, membuat gadis itu mengerang, "Tubuhmu sempurna... Aku suka betapa panasnya vagina kecilmu... Aku ingin merasakannya mengencang di sekitar penisku ketika aku memasukimu."
Pinggul Sakura melonjak sebagai respon terhadap kata-kata Sasuke dan pemuda itu tertawa rendah, Sasuke menyukai bagaimana Sakura selalu menjadi sangat terangsang setiap kali ia berbicara kotor. Jari-jarinya tak pernah berhenti bergerak di dalam Sakura, ia menggeser tubuhnya ke atas sehingga wajahnya sejajar dengan wajah Sakura.
"Aku ingin merasakanmu orgasme, Sakura... aku suka ketika kau orgasme karena diriku..."
Sakura melenguh kesakitan sekaligus menyenangkan ketika jari-jari Sasuke mengambil tempo dan tekanannya terhadap G-spot-nya lebih cepat.
Di dekat telinga Sakura, Sasuke bergumam, "Aku ingin melihat wajahmu ketika vaginamu meledak karena jari-jariku..."
Lenguhan kecil keluar dari mulut Sakura, membuat Sasuke melumat bibir gadis itu. Jari-jarinya terus bergerak menembus Sakura yang basah dengan cepat dan lebih cepat. Sakura bergerak berlawanan dengan tangan Sasuke, seolah mengendarai jari-jari pemuda itu saat ia berusaha menuju pelepasannya.
Sakura mengerangkan nama Sasuke lagi dan Sasuke merasakan dinding Sakura mulai mengencang di sekitar jarinya. Sasuke menusukkan jarinya dan menekannya pada G-spot Sakura, tangannya yang lain menekan dari luar. Tekanan kuat dan gesekan dari kedua belah pihak mengirim Sakura ke puncak, gadis itu menjerit keras.
Sasuke berbisik, "Fuck... kau sangat cantik. Kau MILIKKU... keluarkan untukku..." Ia memperhatikan wajah Sakura yang memukau dengan gairah saat orgasme merobek seluruh tubuh gadis itu. Ia merasakan penisnya berdenyut-denyut, ingin tenggelam di dalam diri Sakura, tapi ia mengendalikan ketenangannya dan terus membelai Sakura dengan jari-jarinya ketika kaki gadis itu perlahan mulai rileks dan mulai bergetar. Kepala Sakura terkulai ke samping, senyum kelelahan terpampang di bibirnya.
"Sekarang giliranmu, Sasuke-kun," bisik Sakura, mencoba meraih Sasuke.
"Tidak, Sayang... itu nanti. Sudah kubilang... sekarang ini untukmu." Sasuke memasukkan lidahnya ke mulut Sakura, mencium gadis itu dalam-dalam. Ia menekankan kepala Sakura ke sandaran sofa, tubuh gadis itu masih gemetaran karena orgasme yang kuat.
Sasuke menempelkan kepalanya pada perut Sakura yang telanjang, ia bisa melihat nafsu perlahan meninggalkan mata Sakura ketika gadis itu mulai turun dari ketinggian orgasme yang luar biasa. Ketika mata Sakura kembali jernih, kabut gairah menghilang, Sasuke melihat ekspresi yang dibicarakan Hinata; mata. Tatapan mata itu hanya tertuju pada dirinya, dipenuhi dengan kehangatan, perhatian, kerinduan, dan kepercayaan yang tak dapat disangkal lagi. Jenis tatapan yang memberitahu Sasuke bahwa ia adalah segalanya bagi Sakura.
Jantung Sasuke berdetak kencang di dadanya dan detak jantungnya semakin cepat. Jadi seperti inilah cinta itu? Merangkak ke samping Sakura di sofa, ia menarik tubuh telanjang Sakura ke pangkuannya sehingga gadis itu mengangkanginya. Menempelkan kening mereka, Sasuke mengunci tatapannya dengan Sakura, ingin merasakan tatapan gadis itu membakar jiwanya.
Sasuke bersumpah saat itu juga, dengan Sakura yang telanjang dan sedang hamil duduk di pangkuannya, ia berharap bahwa Sakura akan selalu menatapnya dengan tatapan yang sama seperti ini.
***
To be continued
To be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)