Chapter 9 - Keluar Malam
Keesokan paginya setelah USG 18 minggu, Sasuke masih menyeringai seperti orang bodoh. Sakura menemukan seringai Sasuke bahkan ketika mereka duduk di meja makan, sedang sarapan.
"Bagaimana dengan Thor?" tanya Sasuke, seraya menyendok sereal ke mulutnya.
Sakura mendongak dari bukunya.
"Thor? Thor apa?"
"Thor? Untuk nama bayi kita?"
"Uchiha Sasuke, kita tidak akan memberi nama anak kita Thor."
"Oke..." Sasuke kembali mengamati Fruity Pebbles-nya. Beberapa menit kemudian, Sasuke menyeringai pada pemikirannya sendiri dan mencoba lagi. "Bagaimana dengan Napoleon?"
Sakura memutar matanya.
"Waldorf?"
"Kenapa kau menyebalkan, Sasuke-kun!"
Sasuke menghela nafas. "Dengar, anak kita laki-laki... Anak laki-laki harus punya nama yang kuat. Anak itu harus menjadi hebat seperti orang tuanya."
Sakura hanya menatap jengkel pada Sasuke dari atas bukunya.
"Iron Man...?" ucap Sasuke setelah ia mengosongkan mangkuknya dan meminum susu.
"Aku membencimu."
Sasuke tertawa melihat kejengkelan Sakura yang sangat jelas. Mencari nama untuk bayi mereka sepertinya akan menyenangkan. Meskipun jelas Sasuke tidak serius, nama-nama itu mengerikan dan membuat Sakura kesal. Tapi ia suka ketika Sakura menatapnya seperti ini—yang tampak seperti hampir menikamnya—dan mungkin, mungkin saja, mereka bisa menemukan nama yang menyenangkan di awal kehamilan.
***
Beberapa jam kemudian, di tempat kerja, Sasuke meraih foto sonogram dari tasnya dan menyodorkannya ke depan wajah Naruto. "Lihat, Dobe!"
Naruto menatap gambar hitam itu dengan rasa ingin tahu, "Ya... itu gumpalan yang keren, Teme."
Sasuke menggelengkan kepalanya. "Ini bayiku, bodoh!"
Naruto mengambil foto itu dari tangan Sasuke dan mengamatinya. "Umm... mana?"
Sasuke memutar matanya, "Apa kau bercanda? Ini..." Ia menunjuk, "...adalah penis anakku! Dia pasti mewarisi kehebatan Uchiha, Dobe!"
Mata Naruto melebar. "Kau punya anak laki-laki!"
"Shit yeah! Aku tidak mempermasalahkan jika anakku perempuan, tapi... ini laki-laki... aku benar-benar menginginkan seorang anak laki-laki."
"Apa pendapat Sakura-chan?"
Sasuke mengangkat bahu. "Dia tak masalah laki-laki atau perempuan. Bayi kami sehat sejauh ini sudah membuatnya senang."
Naruto melihat foto itu lagi. "Aku masih belum melihatnya..."
Sasuke mengambil foto itu dari tangan Naruto dan menunjuk lagi. "Oke. Ini... kau lihat? Ini besar. Dia akan hebat sama seperti ayahnya!"
Naruto hanya menggelengkan kepalanya. Ia masih tidak melihatnya. Tapi ia terhibur dengan betapa bangganya Sasuke terhadap penis putranya yang nyaris tak terlihat. Ia tidak sabar untuk memberitahu Hinata-chan. Ohh, Hinata-chan...
"Hei, Teme," Naruto berusaha mengubah topik pembicaraan, "Hinata-chan benar-benar ingin bertemu denganmu dan Sakura-chan. Dia orang baru di kota ini dan tidak mengenal banyak orang. Dia berharap bisa berteman dengan Sakura-chan."
"Tentu saja, aku akan memberitahu Sakura, tapi kami tidak bisa bertemu kalian akhir pekan ini. Dan, kami tidak bisa keluar terlalu malam, karena Sakura suka tidur lebih awal."
"Oke... tapi dia bisa 'tidur' kan?" tanya Naruto.
"Ya, brengsek, dia bisa tidur... tapi setelah dia mendapat beberapa kehebatan Uchiha, tentu saja."
"Ya Tuhan, kau menyebalkan hari ini," erang Naruto.
Sasuke memasang wajah tersinggung. "Itu yang dikatakan Sakura!"
***
Saat jam makan siang, ponsel Sakura berdering. Menyadari bahwa itu telepon dari Sasuke, ia dengan cepat mengangkatnya.
"Halo, Sasuke-kun... ada apa?"
"Bagaimana dengan Maxwell?" tanya suara di ujung telepon.
"Tidak," Sakura terkikik.
"Hamor."
"Apa kau sedang menonton The Simpsons saat istirahat makan siang ini?"
"Mungkin..." ucap Sasuke dengan seringai lebar di seberang telepon. Ini sangat menyenangkan.
"Tidak... Dan tidak juga untuk Bart, jadi jangan mencobanya."
"Bean?"
"Bean? Maksudmu Mr. Bean?"
Sasuke bersandar di kursinya di ujung telepon sana dan tertawa. "Baiklah... baiklah... tapi aku akan mencari beberapa nama lain lagi nanti."
"Ya Tuhan kenapa kau menyebalkan... Sampai jumpa, Sasuke-kun!"
"Sampai jumpa, Sayang," ucap Sasuke, mematikan teleponnya seraya menyeringai.
***
Hingga Jumat sore bergulir, Sasuke telah menyarankan begitu banyak nama mengerikan, membuat Sakura berdoa agar suaminya itu terserang radang tenggorokan. Ketika hari mulai gelap, mereka berkunjung ke rumah Naruto, disana sahabat Sasuke itu telah menunggu bersama Hinata. Mereka berempat berencana pergi ke klub lokal untuk berjalan-jalan.
Sakura tak sabar untuk bertemu Hinata. Naruto adalah pemuda yang fantastis dan ia tahu bahwa wanita mana pun yang Naruto pilih mungkin akan sama fantastisnya. Dan diam-diam, Sakura berharap bisa berteman baik dengan Hinata. Sejak ia menikah dengan Sasuke, dunianya menjadi lebih berwarna dan ia berharap warna itu akan terus berlanjut. Sebuah 'teman'—secara mengejutkan—adalah sesuatu yang sangat hebat untuk dimiliki.
Ketika mereka mengetuk pintu rumah Naruto, pemuda kuning itu segera membukanya dan menyambut mereka dengan sikat gigi menggantung di mulutnya.
Naruto memberi isyarat agar Sasuke dan Sakura masuk ke dalam rumah dan mengikutinya. Sambil menunjuk seorang gadis berambut hitam yang cantik di sofa, ia bergumam 'Hinata-chan' melalui mulutnya yang penuh gelembung berbusa, dan kemudian menghilang ke kamar mandi lagi.
Hinata berdiri dan berjalan mendekati mereka berdua. "Senang bertemu denganmu lagi, Sasuke," ucapnya, memberi pelukan singkat. Hinata kemudian memandang Sakura yang berdiri di sebelah Sasuke, memandangi sandalnya.
"Hinata, ini Sakura..."
Sakura mengangkat pandangannya dan disambut dengan senyum hangat Hinata yang sedang menatapnya.
Hinata meraih tangan Sakura, "Aku sudah mendengar begitu banyak tentangmu. Naruto-kun bilang kau yang paling hebat bisa bertahan dengan Sasuke... Ayo kita mengobrol..." Ia menarik Sakura ke sofa, tepat ketika Naruto selesai dengan acara menyikat giginya.
"Kau sudah siap untuk pergi, Dobe?" tanya Sasuke, matanya tertuju pada sosok mungil Sakura di sofa. Gadis itu tenggelam dalam percakapan, tersenyum dan bersemangat. Kulitnya tampak berkilau di ruangan yang remang-remang itu.
"Ya," jawab Naruto, juga menatap mereka. Lalu ia menambahkan, "Ya Tuhan, wanita-wanita kita sangat cantik."
"Seksi," gumam Sasuke, mengamati bagaimana atasan kuning tanpa lengan milik Sakura yang melingkar di payudaranya dan kemudian membingkai perutnya. Fakta bahwa Sakura mengenakan salah satu rok pendeknya yang memperlihatkan kaki jenjang gadis itu tidak ada salahnya juga. Sasuke harus memastikan untuk mengatakan pada Sakura betapa seksi istrinya itu nanti. Melangkah ke sofa, Sasuke menyentuh bahu Sakura. "Kita siap pergi, Sayang..."
Sakura dan Hinata berdiri bersama dan melangkah menuju ke pintu, mendiskusikan beberapa musikal bodoh tentang sekelompok penyihir, hingga mengabaikan Sasuke dan Naruto.
"Dobe... kurasa kita akan kencan sendiri malam ini karena mereka terlalu sibuk mengobrol," gerutu Sasuke, dan Naruto tertawa ketika mereka semua berjalan menuju mobil pemuda kuning itu.
Sakura dan Hinata naik ke kursi belakang sehingga mereka bisa terus mengobrol, sedangkan Sasuke dan Naruto duduk di depan mendiskusikan riff gitar dan video game sampai mereka tiba di klub.
Setelah memarkir mobil, mereka keluar dan Sasuke meraih pinggang Sakura. Naruto meraih tangan Hinata, dan mereka berjalan bersama. Sasuke memegang Sakura erat-erat, lengannya melingkari pinggang gadis itu sepanjang waktu. Ketika mereka mendekati pintu, Sasuke berbisik pada Sakura, "Aku ingin memberitahumu bahwa kau terlihat sangat fantastis malam ini. Aku tidak sabar untuk membawamu pulang dan merobek pakaian itu dari tubuhmu."
Sakura memerah ketika tangan Sasuke meraih dan meraba-raba pantatnya. "Sasuke-kun! Kita di tempat umum!" Sakura mendesis.
Sasuke lebih mencondongkan tubuhnya dan mengecup bibir Sakura, berbisik, "Siapa yang peduli?"
Tertawa dan sedikit terangsang, Sakura berjalan bersama Sasuke sampai mereka menemukan sebuah meja kosong di pinggir dance floor. Klub itu penuh sesak di Jumat malam itu dan musiknya berdentum keras.
Mereka duduk disana, sedangkan Sasuke pergi memesankan minuman untuk mereka. Sakura dan Hinata melanjutkan percakapan mereka saat di mobil dan ketika Sasuke kembali beberapa menit kemudian, Naruto memutar matanya pada sahabatnya itu.
"Teme, kita harus membuat mereka menari atau apalah. Mereka tidak akan berhenti berbicara tentang make up dan sepatu dan mungkin menstruasi mereka, sial," Naruto tampak merengut, seolah-olah waktunya bersama Hinata-nya telah dirampas.
"Ayo," Napas hangat Sasuke menyapu telinga Sakura. "Ayo menari."
Sakura tersenyum pada Hinata, yang juga berdiri untuk bergabung dengan Naruto, dan mereka menuju ke dance floor.
Sasuke tidak terkejut bahwa Sakura bisa menari dengan baik. Tubuh Sakura yang indah dan kencang mengatakan pada Sasuke bahwa gadis itu telah menghabiskan cukup banyak waktu untuk menari—sebelum Sasuke menghamilinya, tentu saja. Sasuke tak pandai menari tapi ia berhasil mengikuti Sakura, meskipun fokusnya terganggu karena pinggul Sakura yang berayun atau naik turunnya payudara gadis itu. Dan ia merasa jauh lebih baik tentang gerakannya sendiri dibanding Naruto yang terlihat berusaha keras untuk menari. Si brengsek yang malang.
Ketika sebuah lagu pelan mulai terdengar, Sasuke bersorak lega di dalam hati, ia meraih pinggul Sakura dan menarik gadis itu mendekat. Sakura memeluk dada Sasuke dan bersandar pada pemuda itu.
"Kau senang?" tanya Sasuke.
Sakura mengangguk. "Aku sangat menyukai Hinata-chan. Dia cantik, cerdas, dan menarik. Naruto memiliki selera yang bagus."
"Ya. Dia sepertinya benar-benar tertarik pada Hinata. Aku belum pernah melihatnya bertindak sebodoh ini terhadap seorang wanita dalam waktu yang cukup lama."
Mereka berdansa selama beberapa menit, saling berpelukan.
"Aku baru sadar bahwa kau dan aku benar-benar tidak pernah pergi berdua, kan? Selain ke bioskop..." ucap Sasuke pelan.
"Memang tidak... tapi tidak apa-apa, Sasuke-kun. Aku suka di rumah... Aku suka apa yang kita lakukan."
Sasuke tersenyum, mengecup kening Sakura. "Jika maksudmu seks, ya, aku juga suka kita menghabiskan banyak waktu luang untuk melakukan itu."
Sakura membelai punggung Sasuke main-main, sebelum tangannya bergerak ke bawah, bergerak lebih rendah di punggung Sasuke, dan memijatnya dengan pelan.
Sasuke menekan pangkal pahanya ke arah Sakura dan menggeram ke telinga gadis itu, "Jangan memulai sesuatu yang tidak bisa kita selesaikan di sini. Seandainya kau tidak hamil, kita mungkin akan meminjam kunci mobil Naruto-dobe dan aku akan menyerangmu di kursi belakang, tapi mama bayiku pantas mendapat yang lebih baik dari itu. "
Sakura dengan polos mengedip-ngedipkan matanya, tangannya bergerak dari punggung Sasuke ke depan celana jeans pemuda itu, tepat di atas ritsletingnya, dan menekannya. "Jadi aku tidak bisa menyentuhmu tanpa mengarah ke seks?"
"Kau benar-benar pintar menggoda," erang Sasuke, menangkap bibir Sakura dan melumatnya.
Di sudut lain, Hinata memandang Sakura dan Sasuke. "Naruto-kun, kau bilang pernikahan mereka tidak nyata tapi mereka terlihat sangat nyata bagiku!"
Naruto mengikuti arah pandangan Hinata dan tertawa. Sasuke dan Sakura sedang berciuman panas di tengah dance floor yang penuh kerumunan orang.
"Aku tahu, Hinata-chan. Semuanya aneh. Sasuke diberi uang banyak untuk menikahi Sakura-chan, tapi sejauh ini, dia belum menggunakan uangnya. Sasuke-teme begitu bersemangat tentang bayinya hingga dia bertingkah seperti bocah empat tahun. Dan aku bersumpah, mereka sepertinya melakukan hubungan seks tiga kali sehari dilihat dari cara Sasuke-teme berbicara."
Hinata memperhatikan pasangan itu sejenak. "Sakura-chan jatuh cinta pada Sasuke... aku tahu."
Naruto mengerutkan alisnya. "Kau berpikir seperti itu?"
"Aku bisa melihat dari tatapannya."
Naruto mengangkat bahu, menarik Hinata lebih dekat padanya. "Ayo kita bicarakan tentang kau dan aku... itu jauh lebih menarik."
Sasuke, setelah merasa seperti berjam-jam berdansa, akhirnya memberitahu Sakura bahwa ia membutuhkan bir dan menarik gadis itu kembali ke meja mereka. Wajah Sakura memerah karena semua yang ia lakukan saat itu dan ia merasa senang. Ia meminum jusnya dan duduk di atas meja. Hinata dan Naruto bergabung dengan mereka beberapa saat kemudian. Sakura melihat Sasuke berulang kali melirik ke TV besar di area bar yang dipasang di atas bartender. Dan mata Naruto juga bergerak ke arah sana.
"Boys, apa sekarang ada pertandingan?" tanya Hinata.
Kedua pemuda itu mengangguk, mata mereka berusaha melihat layar.
"Kalian bisa menontonnya jika kalian mau... Hinata-chan dan aku akan kembali ke dance floor." ucap Sakura.
Sasuke dan Naruto saling menyeringai, melakukan high five bodoh mereka, dan melangkah menuju bar.
Terkikik, Sakura dan Hinata kembali ke dance floor yang penuh sesak.
Tidak lama setelah mereka mulai menari dengan lagu cepat, dua orang pemuda mendekati mereka dan mulai menari di dekat mereka. Salah satu dari mereka, yang berambut perak, bergerak terlalu dekat dengan Sakura. Sambil mencondongkan tubuhnya, pemuda itu berbicara, "Aku Hidan dan kau cantik."
Sakura tersenyum dingin pada pemuda itu. Hanya untuk memastikan pemuda itu menyadari apa yang dia lakukan, Sakura menempelkan tangannya ke perutnya, menekankan fakta bahwa ia sedang mengandung. Ia yakin itu akan membuat pemuda itu takut.
Mata Hidan mengikuti tangan Sakura ke bawah, matanya berbinar. Dan Sakura segera tahu bahwa tindakannya adalah hal yang salah untuk dilakukan. Dengan penuh nafsu menatap Sakura, Hidan berbisik, "Aku selalu ingin bercinta dengan seorang wanita hamil... bagaimana menurutmu?"
Sakura bisa mencium bau alkohol yang berat di napas pemuda itu dan ia harus melawan lelucon ini. Saat itu, ia merasakan tangan pemuda itu bergerak di sekitar tubuhnya menuju pahanya. Ia mencicit dan melangkah mundur.
Hidan melangkah maju, mencoba untuk menjangkau tubuh Sakura lebih dekat dengannya. "Ayolah sayang." Ia meraih Sakura tapi tersandung kakinya sendiri, jadi ia meraih bahu Sakura untuk mencari pegangan.
Dua detik kemudian, pemuda itu sudah terkapar di lantai dan Sasuke yang tampak sangat garang berdiri di sebelah Sakura dengan tangan mengepal. Musik tetap tidak berhenti dan hanya beberapa orang yang memperhatikan pemuda itu terbaring di lantai.
Sasuke menatap pemuda itu tajam. "Jauhkan tanganmu dari istriku yang hamil, brengsek."
Pemuda itu memandang Sasuke lalu memandang ke arah Sakura. Ia kemudian bangkit dari lantai, mengangkat tangannya sebagai tanda damai. "Maaf man... aku tidak tahu dia sudah menikah. Dia tidak memakai cincin." Setelahnya pemuda itu menyelinap pergi, menghilang ke kerumunan.
Sakura menatap jari manisnya yang telanjang. Ia dan Sasuke tidak pernah bertukar cincin. Upacara pernikahan yang tidak masuk akal itu hampir tidak meminta pertukaran cincin, jadi mereka juga tidak peduli. Untuk pertama kalinya, saat ini, Sakura berharap ada cincin melingkar di jarinya. Mungkin, jika ia memakai cincin, pemandangan yang tidak nyaman ini bisa dihindari.
Naruto dan Hinata bergabung dengan mereka pada saat itu, dan Naruto memperhatikan bagaimana marahnya Sasuke, "Ayo pergi dari sini!"
Mereka semua melangkah pergi dan segera masuk ke dalam mobil. Tidak ada yang bicara dalam perjalanan singkat kembali ke rumah Naruto.
Ketika mereka sampai, Sakura dan Hinata bertukar nomor dan berpelukan, sementara Naruto dan Sasuke saling mengucapkan salam perpisahan dengan beberapa kata.
Perjalanan kembali ke rumah, tak ada satu pun yang bicara diantara Sasuke dan Sakura. Hingga mereka hampir tiba di rumah, Sakura bisa melihat bahwa Sasuke mencengkeram setir, membuat buku-buku jarinya memutih, "Apa kau baik-baik saja, Sasuke-kun?" tanya Sakura, akhirnya bersuara.
Untuk sesaat, Sakura berpikir Sasuke tidak mendengarnya. Tapi kemudian suara pemuda itu memotong kesunyian di dalam mobil, "Kau tidak harus mengundangnya, kau tahu?"
Kepala Sakura menoleh untuk menatap Sasuke. "Apa? Mengundang apa? Dia mendekatiku dan meraih pahaku? Bagaimana bisa aku yang mengundangnya?"
Sasuke melihat keluar jendela, berusaha menghindari tatapan panas Sakura. "Jika kau berpakaian seperti seorang ibu hamil berpakaian, ini tidak akan terjadi."
Tangan Sakura terangkat ke udara. "Kau serius? Tiga jam yang lalu, kau sangat menyukai pakaian ini hingga kau bilang ingin merobeknya dariku."
"Jika dipikir-pikir, ini tidak pantas."
"Fuck you, Uchiha Sasuke," ucap Sakura kesal, untuk sekali ini saja ia merasa tak masalah menggunakan kata yang begitu dicintai oleh Sasuke.
"Maaf?" suara Sasuke terdengar kasar, amarahnya jelas meningkat.
"Kau mendengarku." Sakura menatap ke luar jendela, pandangannya kabur.
Tak ada yang berbicara lagi hingga mobil diparkir di jalan masuk dan mereka melangkah ke dalam rumah.
Akhirnya, Sasuke bersuara, "Dengar, mungkin kau hanya perlu memakai pakaian pendek dan ketat di rumah. Ada orang-orang aneh di luar sana yang terangsang oleh wanita hamil." Sepertiku, pikirnya.
Sakura berbalik menghadap Sasuke. "Aku tidak membutuhkanmu untuk memberitahuku cara berpakaian, Sasuke-kun. Sudah cukup dengan ayahku yang selalu memberitahuku ini dan itu."
"Aku tidak berusaha menjadi ayahmu yang brengsek itu. Aku hanya mengatakan bahwa jika kau berpakaian lebih konservatif, mungkin seluruh kekacauan sialan ini tidak akan terjadi."
"Mungkin jika kau bersamaku daripada menonton pertandingan dengan Naruto, semua ini tidak akan terjadi... Tapi kau tahu apa? Aku tidak peduli apa yang kau pikirkan. Aku akan berpakaian seperti yang aku inginkan dan kau tidak bisa menghentikanku!" Kepala Sakura terasa mendidih.
"Baiklah... tapi di lain waktu aku mungkin tidak ada untuk melindungimu ketika kau berparade seperti wanita murahan."
Mata Sakura dipenuhi air mata dan ia berjalan cepat menuju kamar. "Aku mau tidur. Kau bisa tidur di tempat lain... di sofa atau kamar tidur di lantai atas. Aku TIDAK mau kau menggunakan pertengkaran ini sebagai alasan untuk pergi keluar dan mengacau dengan beberapa pelacur tanpa nama seperti yang kau lakukan terakhir kali," ucap Sakura marah.
Sasuke tertegun, semua kemarahannya menguap dari tubuhnya oleh kata-kata Sakura yang seperti pisau. "Bagaimana kau tahu tentang itu?"
Sakura tertawa pahit, tawa sedih, "Aku tidak bodoh. Selamat malam."
Sakura membanting pintu dan Sasuke berlari untuk menahannya tapi terlambat, pintu kamar itu telah dikunci. "Sakura?" Ia menggerakkan gagang pintu. "Saku... ayolah..."
Sasuke tidak mendengar apa pun dari dalam kamar sehingga ia menjatuhkan tangannya di sisi tubuhnya. Ia berdiri di sana, berharap Sakura akan mempertimbangkan kembali.
Ketika pintu tidak kunjung terbuka, Sasuke berjalan ke ruang tamu dan duduk di sofa. Sambil menyembunyikan kepalanya di tangannya, ia bertanya-tanya bagaimana semua ini terjadi.
Di dalam kamar, Sakura berdiri di dekat lemarinya, dengan tisu di tangannya. Kata-kata Sasuke kejam. Implikasi bahwa ia entah bagaimana mengundang pemuda asing itu dengan pakaiannya sangat... kejam, seperti alasan yang sama yang digunakan pemerkosa sebagai pembelaan. Jika Sasuke hanya membela kehormatannya, ia tidak akan marah pada pemuda itu. Tapi tidak, Sasuke malah membalikkan keadaan dan menyalahkannya.
Air mata mengalir di wajahnya, ia melepas pakaiannya dan menumpuknya di keranjang. Setelai memakai gaun tidurnya, ia berjalan menuju tempat tidur, menyelinap masuk di balik selimut dan mematikan lampu. Baru pada saat itulah ia menyadari sesuatu yang mengerikan; tidak mungkin ia membenci Sasuke sebesar ini tanpa mencintai pemuda itu terlebih dahulu.
Ketika mulai tertidur, ia mencoba menenangkan amarah dan sarafnya. Dan ia terbiasa dengan kehangatan Sasuke di sampingnya. Tanpa itu, tidurnya bahkan lebih sulit untuk dipahami.
***
Di pagi hari, ketika Sakura melangkah keluar dari kamar, Sssuke sedang duduk di lantai kayu di seberang lorong dari pintu kamar mereka. Sasuke bangkit begitu pintu kamar terbuka. Ia melihat bahwa mata Sakura bengkak, yang membuat dadanya sakit. Saat ia berjalan ke arah Sakura, gadis itu mengangkat tangannya untuk menghentikannya.
"Jangan..."
Sasuke mengabaikan Sakura, melanjutkan langkahnya ke arah Sakura dan berusaha merangkul bahu gadis itu. Tapi Sakura menjauh.
"Aku bilang, jangan..."
"Ayolah, Saku... aku minta maaf, oke?"
Sakura berjalan ke dapur, mengabaikan tangan Sasuke di pinggulnya ketika pemuda itu mencoba membuatnya berbalik.
"Kumohon, Sakura... lihat aku?"
Sakura akhirnya menurut dan berbalik menghadap Sasuke. Sasuke tersenyum pada Sakura, berusaha meringankan suasana, tapi tidak ada yang bisa menghancurkan eksterior tangguh gadis itu.
"Aku sangat menyesal. Aku sangat keluar batas. Aku marah... oke, aku benar-benar marah ketika aku melihat orang itu menyentuhmu. Dia bisa saja melukaimu dan bayi kita. Aku panik, oke?"
Sakura tidak mengatakan apa-apa, hanya menatap mata onyx Sasuke yang memohon.
"Maafkan aku? Ini sama sekali bukan salahmu. Pakaianmu tidak ada hubungannya dengan ini. Aku tahu itu... aku hanya dalam mode protektif berlebihan. Aku khawatir... tentang bayi kita, oke?"
Sakura mengangguk, mengabaikan rasa panas di matanya. Sasuke hanya mengkhawatirkan bayi mereka, tentu saja.
Sasuke membungkuk dan memberikan ciuman lembut di sepanjang garis rahang Sakura. "Aku cemburu... dan terlalu protektif... dan bodoh. Ini membuatku takut ketika beberapa pria mencoba untuk bergerak di 'wilayah'ku."
Sakura menarik diri dan menatap Sasuke. "Aku 'wilayah'mu?"
Sasuke menyelipkan tangannya ke perut Sakura. "Kau 'wilayah' paling berharga, Sayang."
Sakura tersenyum dan Sasuke mengambil kesempatan itu untuk mencium Sakura dengan panas. Sakura bersandar ke dada Sasuke, amarahnya mencair.
Sasuke mencium garis hidung Sakura, kening dan kemudian kembali ke bibir gadis itu. Seraya menarik diri, ia menatap mata emerald Sakura yang bulat, "Kau tahu? Luffy adalah nama yang bagus."
Sakura tersenyum, mengecup bibir Sasuke dan memutar matanya. "Jika kau berencana agar putramu mencari harta karun dan menjadi bajak laut, maka pastikan itu nama yang bagus."
"Sanji? Sabo?"
"Ugh... aku ingin kembali tidur."
Mata Sasuke tiba-tiba tampak penuh harap. "Kau ingin aku bergabung denganmu?"
"Hanya jika kau berhenti menyarankan nama-nama bayi yang mengerikan."
"Boleh satu saran lagi?" Sasuke mengikuti Sakura ke pintu kamar.
"Satu lagi nama yang buruk dan kau tidak akan mendapatkan seks..."
"Oke, aku tutup mulut sekarang..." Sasuke menutup pintu kamar dan menghabiskan sisa pagi itu bersama Sakura dengan sangat baik.
***
To be continued
To be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)