expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Brotherly Love #10



Sebagai kakak dan adik, Tsunade menyatukan Sakura dan Sasuke di satu kamar. Kamar mereka cukup besar, muat dua tempat tidur kingsize, TV layar datar besar dan lemari ukuran menengah.
Sesampainya mereka di Inggris, Sakura menghindari Sasuke sejauh yang ia bisa karena ia masih takut dengan apa yang terjadi malam sebelumnya dan bagaimana tubuhnya bereaksi terhadap kakaknya itu. Baru dua hari yang lalu mereka menjadi teman baik, tapi sekarang mereka bermesraan di kamar mandi pesawat, demi Tuhan. Dan itu bukan hanya sesi berciuman sederhana, tapi sesi berciuman yang panas, benar-benar panas. Sakura benar-benar tertarik pada Sasuke dan ia yakin 100 persen bahwa ia menyukai semua yang diucapkan dan dilakukan pemuda itu, ia tidak bisa menyangkalnya, tubuhnya membuktikannya begitu ia kembali ke kursinya di pesawat. Butuh lebih dari satu jam baginya untuk tenang dan berhenti gemetar, tapi ia jelas tidak bisa berhenti berpikir dan membayangkan sentuhan dan ciuman Sasuke sepanjang malam. Ia sadar bahwa ia tergila-gila pada Sasuke, tapi ia masih terlalu bingung untuk mengakuinya.
Sasuke sama sekali tak mengerti dengan tingkah Sakura setelah ciuman mereka di pesawat. Ia pikir Sakura menyukainya, tapi mungkin yang gadis itu rasakan hanyalah ketertarikan semata, mungkin Sakura hanya melihatnya sebagai seseorang yang bisa datang dan menghilang dari hidupnya.
Tidak tidak, Sakura-nya bukan tipe gadis seperti itu. Ia mengenalnya sangat baik dan Sakura tidak akan melakukan hal seperti itu. Sakura mungkin masih bingung tentang semua yang terjadi pada mereka. Sama seperti dirinya yang bingung beberapa waktu yang lalu, tapi kemudian memutuskan untuk menyingkirkan pikiran rasionalnya selama seminggu dan membiarkan emosinya bertindak lebih keras.
Sakura terus mencoba untuk tetap menjaga jarak dengan Sasuke dan bahkan berhasil meminta untuk tidur sendiri di tempat tidurnya pada malam hari, tapi sepertinya ia tidak bisa melakukannya. Keberadaan Sasuke di sisinya, dengan lengan melingkari tubuhnya dan kepalanya terkubur di leher pemuda itu seperti yang ia lakukan setiap malam adalah caranya terbiasa tidur. Dan tanpa adanya Sasuke di sana, Sakura merasa tidak nyaman sama sekali. Ia terus mencoba dan berusaha sangat keras, tapi sekitar jam 4 pagi ia menyerah, ia membangunkan Sasuke dan meminta pemuda itu untuk ke tempat tidurnya.
Sasuke sedikit ragu, tapi Sakura meyakinkannya bahwa hal itu baik-baik saja dengannya. Sakura berbaring miring dan memeluk pinggang Sasuke dan membenamkan kepalanya di leher pemuda itu. Mungkin Sasuke adalah solusi untuk semua masalahnya, karena tak lama setelah itu rasa kantuk menguasai tubuhnya dan sebelum Sasuke bisa meminta ciuman selamat malam, Sakura sudah tertidur pulas.
Sakura bangun pagi-pagi sekali di hari pertama mereka di Inggris; ia sangat senang berada di London dan tidak ingin kehilangan momen disana karena waktu tidurnya. Ia meregangkan tubuh, masih menguap dan berusaha bangkit, tapi ia tidak mampu melakukannya karena Sasuke memeluk pinggangnya.
"Sasu?" Sakura mencoba membangunkan kakaknya, "Boo, bangun."
Bukannya bangun, Sasuke malah menarik Sakura lebih dekat ke tubuhnya.
"Sasuuu," panggil Sakura lagi, mencoba membebaskan tubuhnya.
Sasuke tersenyum kecil dan Sakura terkikik, "Aku tahu kau sudah bangun." Ia menyikut perut Sasuke main-main.
"Ini masih pagi Saku, kembalilah tidur."
Sakura menyandarkan kepalanya di leher Sasuke, "Boo, ayolah. Kita harus makan sebelum bertemu dengan teman-teman yang lain! Kita akan mengunjungi kota," ucapnya bersemangat, "Sasuu!"
Sasuke membuka lilitan lengannya dari tubuh Sakura dan menutupi wajahnya dengan selimut, "Ugh."
"Kau harus ikut denganku," ucap Sakura, berdiri.
Sasuke tidak memandang Sakura, ia hanya menggoyangkan jarinya tanda menolak.
Sakura berjalan ke kamar mandi, "Oke."
Begitu Sasuke mendengar pintu menutup, ia duduk di tempat tidur, melihat sekelilingnya. Ia perlahan menggelengkan kepalanya mencoba untuk bangun dan berdiri. Menuju ke kamar mandi juga, ia membuka pintu dan masuk.
"...lima," Sakura tersenyum, "Aku tahu kau akan masuk."
Sasuke memeluk Sakura dari belakang dan menyeringai, "Pagi untukmu juga."
Sakura memalingkan wajahnya dan mencium pipi Sasuke, "Pagi Boo, siap mengunjungi London?"
Sasuke menggelengkan kepalanya, menutup matanya dan meletakkan dagunya di bahu Sakura, "Tidak."
Sakura berbalik, menatap mata onyx Sasuke, "Ayolah, Sasu."
Sasuke memeluk Sakura lagi, menekankan bibirnya ke leher gadis itu, "Ayolah, Saku."
Sakura merasakan tubuhnya berdesir pada sentuhan bibir Sasuke di kulitnya, "Sasu, aku serius, aku ingin kau ikut denganku." Ia duduk di meja kamar mandi dengan sikat gigi di salah satu tangannya dan cemberut, "Please, ini berharga untukku."
Sasuke menyiapkan sikat giginya juga, mengangkat satu alis, "Aku akan memikirkannya."
"Oke," ucap Sakura, menyikat giginya. Sasuke melakukan hal yang sama, keduanya saling memandang selama membersihkan gigi mereka.
"Jadi, apa kau sudah memikirkannya?" tanya Sakura ketika ia selesai membersihkan giginya.
Sasuke mengangguk, "Aku akan ikut, tapi ada syaratnya."
"Apa?"
Sasuke menempatkan tubuhnya di antara kaki Sakura yang masih duduk di atas meja, melingkarkan lengannya di pinggang gadis itu, memeluknya.
Sakura membelai rambut Sasuke, "Apa yang kau inginkan, Boo?"
"Ciuman lagi," bisik Sasuke pelan seolah itu sebuah rahasia.
Sakura membuang muka, "Aku... aku tidak tau, Sasu."
"Apa kau tidak ingin menciumku?" tanya Sasuke, membuat Sakura menatapnya.
Sakura menggeleng, "Aku takut ini salah."
Sasuke mencium leher Sakura, membelai perut gadis itu perlahan, "Ini tidak salah, Saku."
Sakura menutup matanya, merasakan bibir Sasuke, "Bagaimana kau tahu? Kemarin kita hampir tertangkap basah dua kali," desahnya, "Orang-orang tidak akan memahami ini, Boo."
"Aku tidak peduli," ucap Sasuke, "Ini hidup kita dan kita bukan saudara kandung, orang-orang tidak bisa menghakimi kita."
"Aku tau, tapi—" Sakura berhenti ketika tangan Sasuke meraih pinggangnya, menurunkannya ke lantai dari atas meja.
"Cherry, berhenti menggunakan otakmu sebentar." Sasuke mendorong Sakura dengan lembut ke dinding.
"Hanya satu ciuman, oke?" bisik Sakura, menunduk.
Sasuke semakin dekat, "Aku tidak akan melakukan apapun yang tidak kau inginkan."
Sasuke menangkup wajah Sakura dengan kedua tangannya yang besar, menyelipkan jari-jarinya ke rambut Sakura dan menempelkan bibirnya dengan lembut di bibir gadis itu. Sakura mengerang pelan pada dirinya sendiri ketika ia merasakan bibir Sasuke di bibirnya. Ia membuka mulutnya, memastikan ia bisa menerima lidah Sasuke.
Sasuke melingkarkan lengannya yang kuat dan posesif di sekeliling Sakura, menyibukkan lidahnya dengan lidah gadis itu. Hingga paru-paru mereka membutuhkan pasokan udara, mereka perlahan-lahan menarik diri untuk bernapas, "Kau luar biasa, Saku."
Mata Sakura masih terpejam, "Hmm."
Sasuke tersenyum sendiri dan mencium leher Sakura, "Saku."
Sakura mengusap punggung Sasuke dengan jarinya, "Hm?"
"Aku bersedia bernegosiasi ulang denganmu," ucap Sasuke, tertawa.
Sakura tersenyum, "Aku akan mendengarkan."
Sasuke mencium daun telinga Sakura dan kemudian dagu gadis itu, "Aku tidak bisa berhenti di sini."
"Apa maksudmu?"
Sasuke membingkai wajah Sakura di tangannya, "Aku ingin ciuman lagi, Cherry."
Sakura menghela nafas, mulai merasakan tubuhnya bertingkah aneh lagi, "Kurasa itu bukan ide yang baik, Sasu," Ia mengakui, "Aku merasa bukan diriku sendiri ketika kau menciumku."
Sasuke mengangguk, kecewa, "Aku mengerti, aku tadi bilang jika aku tidak akan memaksamu untuk melakukan apapun yang tidak kau inginkan dan aku akan menepati janjiku," Ia berpura-pura tersenyum, "Aku akan bersiap untuk sarapan."
Sasuke melangkah keluar dari kamar mandi dan menutup pintu di belakangnya. Sakura mengerang. Mungkin Sasuke benar, mungkin ia harus menikmati waktu berdua mereka tanpa memikirkan resiko. Ia kemudian mulai menyalakan air dingin, pikirannya masih terbayang pada tangan besar Sasuke di perutnya dan bibir pemuda itu yang lezat di bibirnya. Ia menginginkan ciuman lagi, benar-benar menginginkan ciuman lagi.
Ketika ia kembali ke kamar, Sasuke telah mengenakan kemeja hitam dan celana jeans, sedang menonton kartun. Sial, dia bahkan terlihat tampan saat bertingkah seperti anak kecil. Sakura harus mengendalikan dirinya untuk tidak menyerang Sasuke di sana. Ia berpura-pura merasa lapar dan Sasuke berpura-pura mempercayai itu. Sasuke tahu sejak lama bahwa Sakura tidak suka makan di pagi hari karena gadis itu akan selalu merasa sakit setelahnya.
Kedua remaja itu pergi ke restoran hotel dalam diam, menghindari saling memandang dan berbagi kasih sayang, terutama karena Mei terus menatap mereka dengan pandangan tajam.
"Apa kau takut padaku, Saku?" tanya Sasuke, memecah keheningan saat mereka mengambil makanan mereka.
Sakura menggelengkan kepalanya, berjalan ke meja bersama Sasuke, "Aku hanya bingung."
Sasuke duduk, meletakkan segelas jus jeruk dan sepiring telur dan ham di meja, "Tentang apa yang terjadi semalam dan pagi ini?"
"Ya," jawab Sakura pelan, "Kau tidak?"
Sasuke meneguk jusnya dan menjawab dengan tenang, "Tidak lagi."
Sakura menghela nafas, "Seandainya aku seberani dirimu."
"Kau bisa. Berhentilah khawatir sepanjang waktu," ucap Sasuke pada adiknya, "Nikmati waktu kita, Cherry."
Sakura menggelengkan kepalanya, "Kita populer di sekolah, Sasu," Ia melihat ke belakang, "Jika ada yang memergoki kita, kita akan berada dalam masalah besar."
Sasuke memutar matanya, "Tidak ada yang akan memergoki kita. Kita tidak harus menunjukkan kasih sayang di depan umum," Ia meyakinkan Sakura, "Setidaknya, bukan jenis kasih sayang yang ingin kutunjukkan padamu," Ia mengedipkan matanya, "Yang  harus ditunjukkan hanya di dalam kamar kita, Cherry."
Sakura tidak bisa menahan tawa, "Kau sama sekali tidak khawatir?"
"Tidak untuk minggu ini. Kita jauh dari rumah dan aku berencana untuk mengambil keuntungan dari ini."
Sakura melihat ke bawah, mendorong piring makanannya menjauh darinya, "Aku takut bagaimana diriku bertindak ketika aku berada di dekatmu."
"Berhenti terlalu khawatir tentang itu juga, Saku," Sasuke memajukan tubuhnya ke meja dan berbisik, "Jangan menahan emosimu, tidak ada yang salah dengan apa yang kita lakukan, percayalah padaku."
Sakura tetap diam selama satu menit, tanpa menatap Sasuke. Ia menghabiskan jusnya, menimbang pro dan kontra untuk berbuat gila dengan Sasuke. Pertama, ia ingin sekali bermesraan dengan Sasuke lagi, tapi ia takut itu langkah yang terlalu cepat. Kedua, Ia tidak bisa melupakan bagaimana perasaannya malam sebelumnya dan pagi ini. Oke... ia menggigit bibir bawahnya saat memikirkan alasan yang lainnya... Sial, ia dalam masalah besar untuk sementara waktu sekarang, ia menyukai Sasuke, ciumannya, memikirkannya, bermimpi tentangnya... jadi sekalian saja ia masuk ke dalam semua hal itu, karena tidak akan membuat perbedaan besar sekarang.
"Oke," ucap Sakura akhirnya, "Kau benar sekali."
Mata Sasuke melebar, "Aku?"
Sakura mengangguk, "Ayo bersenang-senang selagi kita di sini."
Sasuke menyeringai, "Ini baru Cherry-ku!"
Sakura tertawa dan melirik ke belakang, "Kuberi tahu kau sesuatu," Ia menatap Sasuke lagi, "Jika gadis bodoh itu meneleponmu, mendekatimu minggu ini, kalian berdua akan merasakan sakit yang luar biasa."
Sasuke terkekeh, "Aku milikmu, Saku. Akan selalu begitu."
Sebelum Sakura bisa menjawab, mereka mendengar hujan mulai turun dan Sakura mengerang, "Mulutmu tajam sekali, Sasu."
"Memangnya apa yang kukatakan?"
"Membayar 1500 dolar untuk melihat hujan, pasti menyenangkan," Sakura mengejek kakaknya, lalu berdiri, "Dan sekarang hujan."
Sasuke tertawa dan mengikuti Sakura ke aula yang penuh dengan siswa Konoha High School, "Maaf saja Saku, mungkin aku sangat penting sehingga Tuhan bertanggung jawab atas apa yang kukatakan."
Sakura menoleh, "Kau sepertinya meninggalkan kerendahan hatimu di restoran, Boo."
Sasuke mencium pipi Sakura, "Berhenti menyebalkan, Saku." Ia duduk di sofa, tepat di samping Naruto dan Hinata, "Hei, Dobe."
"Hei Teme," Naruto menyapa mereka masih dengan wajah mengantuk, "Tsunade-sensei sepertinya terlambat dan aku mulai lapar lagi."
"Kau selalu lapar," sahut Hinata dan Sakura tertawa, "Ya, dia memang begitu."
Sasuke menepuk kaki Sakura, menarik atensi gadis itu, dan karena tidak ada tempat yang tersedia untuk duduk lagi, Sakura melompat ke pangkuan Sasuke, "Aduh Saku, kau harus lebih lembut," ucapnya sambil menyingkirkan rambut dari mata Sakura.
Sakura tersenyum dan meletakkan kepalanya di bahu Sasuke, "Maaf."
Sasuke mengusap punggung Sakura perlahan, mencium rambut adiknya itu, "Tidak apa-apa, Saku."
"Ahem," Naruto berpura-pura terbatuk, "Bagaimana malamnya, wahai lovebirds?"
"Bukan urusanmu," sahut Sasuke, "Tapi itu berjalan baik-baik saja. Tempat tidurnya luar biasa, aku tidur seperti bayi."
"Ya benar," ucap Naruto sarkastis.
Hinata memutar matanya ke arah kekasihnya, "Naruto-kun, tidak bisakah kau diam sebentar," Ia kemudian memandang Sakura, "Tapi kalian berdua sangat lucu."
Sakura menjulurkan lidah pada Hinata dan Sasuke tersenyum, "Haruskah kita mengucapkan terima kasih?"
Hinata tertawa, "Aku bertanya pada Sakura-chan saat pertama kali bertemu apakah kalian berpacaran, apa dia memberitahumu itu?"
Wajah Sakura benar-benar memerah, "Hinata-chan!"
Naruto mengangkat bahu, "Hinata-chan benar. Kalian terlihat seperti sepasang kekasih!" ucapnya, "Tapi, APAKAH kalian memang berpacaran?"
Hinata memukul bagian belakang kepala Naruto, "Diam, Naruto-kun!"
"Ouch Hinata-chan, berhenti memukulku," protes Naruto, "Aku hanya berusaha mengatakan bahwa aku tidak pernah melihat Teme begitu cemburu pada Sakura-chan seperti saat Sakura-chan berkencan dengan Pain."
Sakura tersenyum pada dirinya sendiri membayangkan Sasuke cemburu. Ia segera berusaha mengabaikan perasaan ingin mengunci bibir Sasuke dengan bibirnya tepat di tengah aula ini. Membayangkan Sasuke menderita dalam kesunyian karena dirinya, seaneh kedengarannya, membuat Sakura benar-benar bersemangat.
"Aku tidak tahu kau begitu posesif seperti ini," canda Sakura pada Sasuke.
Sasuke menggelengkan kepalanya, "Itu tidak seperti yang dikatakan Dobe." Ia mencoba membela diri, tapi terinterupsi oleh sahabatnya.
"Ya, itu lebih buruk," Naruto tertawa.
"Dobe, ayolah," ucap Sasuke dan Sakura memeluk kakaknya itu lebih erat.
"Aku senang mengetahui bahwa kau sangat cemburu, Boo," bisik Sakura di telinga Sasuke dan membuat Sasuke tidak bisa menahan diri untuk tidak berdesir mendengar suaranya.
Ino dan Sai memasuki aula sambil berpegangan tangan dan duduk di depan teman-teman mereka.
"Apa yang terjadi?" tanya Sai, "Di mana Tsunade-sensei?"
Hinata menghela nafas, "Belum datang."
Sasuke menyandarkan kepalanya pada Sakura dan menguap, "Aku ingin tidur sekarang, aku benar-benar ingin."
Sakura membelai rambut hitam Sasuke, "Jika kau ingin tidur kau bisa kembali ke rumah."
"Dan melewatkan pestanya? Tidak mungkin!" seru Naruto, "Sahabatku ini perlu ada di dalam segala hal."
Sasuke tertawa, "Ya, Dobe."
Para remaja lelaki itu mulai mengobrol tentang bola basket dan Ino menunjuk diam-diam ke tangan Sai yang berada di genggamannya dan tersenyum pada teman-teman gadisnya, ia menggerakkan mulutnya perlahan membuat Hinata dan Sakura tertawa ketika mereka mengerti bahwa temannya berkata, "Terima kasih kepada Shakespeare."
"Oh, itu dia, Tsunade-sensei."
"Akhirnya," ucap Naruto, mengangkat tangannya ke udara untuk berterima kasih pada Tuhan, "Yo, Tsunade-sensei, siapa pria itu?"
Tsunade-sensei memandang pria berambut coklat di sampingnya, "Ini Mr. Fredricksen. Dia pemandu kita untuk minggu ini," Ia tersenyum, "Tapi aku khawatir bahwa apa yang dikatakan Ms. Fredricksen padaku benar bahwa akan turun hujan sepanjang hari ini," Ia mengusap lengannya, "Aku sarankan kalian kembali ke kamar kalian dan mengambil mantel sebelum kita pergi."
Sakura berdiri, "Ini semua salahmu, Sasu."
"Ya, ya," Sasuke memutar matanya, "Salahkan saja aku."
***
"London berusia lebih dari 2.000 tahun," Mr. Fredricksen memulai pidatonya sementara para siswa melihat ke luar jendela bus, "Selama periode waktu itu, kota ini menderita beberapa wabah penyakit dan semakin hancur dengan perang saudara, api dan pemboman udara Jerman— "
"Sial," gumam Naruto, "Ini sangat membosankan. Kenapa juga aku harus tahu bahwa orang Jerman hampir menghancurkan kota ini? Omong kosong."
Sasuke setuju, "Aku juga bosan, aku datang ke sini hanya untuk bersama Sakura."
Naruto menggelengkan kepalanya, "Kau benar-benar jatuh cinta, Teme."
"Tidak," jawab Sasuke terlalu cepat, "Aku, um... aku tidak tahu, aku menyukainya, Dobe. Itu saja yang ku tahu."
"Ya benar," Naruto menggoda Sasuke, "Sasuke-kun punya dua pacar sekarang, Mei dan Sakura."
Sasuke memutar matanya, "Kau benar-benar menyebalkan."
"Dan kau benar-benar mabuk cinta," Naruto tersenyum lebar, "Lovebiiiirds."
Sasuke memperhatikan Sakura ketika gadis itu menyingkirkan rambut dari matanya dan mengaitkan di belakang telinganya seraya mulai mencatat semua yang dikatakan Mr. Fredricksen. Sasuke tersenyum pada kenyataan bahwa Sakura mungkin akan tahu sejarah London lebih baik daripada Mr. Fredricksen di akhir hari. Sakura cerdas dan Sasuke menyukainya.
"Meskipun London telah melalui begitu banyak masalah, London tumbuh menjadi salah satu ibu kota keuangan dan budaya paling signifikan di dunia," Pemandu itu terus menjelaskan, "Jika kalian melihat ke kanan, kalian dapat melihat Big Ben yang terkenal."
Sakura tersenyum lebar dan Sasuke merasa tersesat dengan ekspresi Sakura. Kenapa gadis itu bisa begitu cantik?
"Teme?" Sasuke mendengar suara Naruto, "Kau hampir mengiler, Teme."
Sasuke menatap sahabatnya, "Jika kau tidak menutup mulutmu yang menakutkan itu, aku bersumpah akan pindah tempat duduk."
"Uchiha-san dan Uzumaki-san, ada yang ingin kalian bagi dengan kami semua?" tanya Tsunade dan semua orang melihat ke arah mereka, terdengar kikikan di mana-mana, "Percakapan kalian tampaknya lebih menarik daripada sejarah tempat legendaris ini."
"Maaf," ucap Naruto dan Sasuke bersamaan.
"Baiklah," ucap Kepala Sekolah, "Lanjutkan apa yang Anda katakan, Mr. Fredricksen."
"Ya," ucap Mr. Fredricksen dengan aksen Inggrisnya, "Big Ben adalah menara jam terbesar di dunia—"
"Lebih baik kita memperhatikan sekarang," ucap Naruto, berpura-pura bertingkah semacam pria intelektual.
Sasuke mengabaikan sahabatnya dan mencoba berkonsentrasi pada apa yang dikatakan pemandu itu, tapi pikirannya terlalu tenggelam dalam wajah Sakura. Ia tidak bisa berhenti memikirkan Sakura dan ciumannya. Ia hampir melompat dari kursinya ketika ponselnya mulai bergetar di sakunya. Ia meraih ponselnya dan menekan tombol baca di bawah 'pesan teks baru'.
Berhenti menatapku dan perhatikan Boo :p
Sasuke menyeringai dan mengetik balasan dengan sangat cepat.
"Apa yang kau lakukan, Teme?" tanya Naruto tapi tidak mendapat jawaban, "Terima kasih atas perhatiannya, eh!"
Aku tidak bisa menahannya, kau terlalu cantik. Aku bersumpah aku bisa menciummu sekarang ;)
"Uzumaki Naruto," Tsunade berteriak dari kursi pertama, "Kemarilah, kau duduk di sebelahku sepanjang hari ini."
"Oh, sial," Naruto mengumpat sebelum berdiri dan berjalan ke sisi Kepala Sekolah, Sasuke berusaha untuk tidak tertawa, tapi ekspresi Naruto yang duduk di samping Tsunade tidak ternilai harganya.
"Baiklah anak-anak, kita akan mampir untuk berfoto di Menara Jam," kata Mr. Fredricksen pada mereka, "Tapi kita hanya punya waktu 15 menit, jadi kalian harus cepat."
Para siswa mulai keluar dari bus dan Sasuke masih tetap duduk karena ia ada di barisan belakang dan harus menunggu bus kosong sebelum ia bisa keluar juga. Naruto memintanya untuk tetap di sana dengan seringai aneh di wajahnya, jadi ia hanya melakukan apa yang diminta sahabatnya itu.
Sasuke memperhatikan beberapa siswa bermain-main di luar bus dekat jendela, berfoto dan menunjuk-nunjuk ke arah menara jam besar itu.
"Kita punya sepuluh menit," Sasuke mendengar suara Sakura dan segera mendongak, "Naruto dan Hinata-chan mengawasi kita."
Sasuke menyeringai dan menarik tangan Sakura ke arahnya, membuat tubuh mungil Sakura jatuh di atasnya. Ia memeluk Sakura, menggerakkan ujung jarinya di punggung dan menyentuh leher gadis itu, "Aku merindukanmu."
"Kau merindukanku?" tanya Sakura dengan lembut, membelai leher Sasuke dengan jari lentiknya.
"Pasti, Cherry," bisik Sasuke parau di telinga Sakura sebelum menggerakkan bibirnya ke leher Sakura dan menghisap belakang telinga gadis itu, "Hmm, kau baunya enak sekali, Saku."
Seluruh tubuh Sakura berdesir dan ia mengerang pelan. Sasuke menundukkan kepalanya tepat ketika Sakura mengangkat dagunya, bibir mereka otomatis menempel satu sama lain. Sasuke menggigit lembut bibir bawah Sakura, meminta ijin untuk masuk ke dalam mulut gadis itu. Sakura membuka bibirnya, melingkarkan lengannya di leher Sasuke dan menarik pemuda itu lebih dekat padanya ketika Sasuke menggerakkan jari-jarinya di punggung Sakura, menelusuri tulang punggung Sakura sementara lidahnya bergerak lembut bersama lidah gadis itu.
Suhu tubuh Sasuke mulai meningkat ketika ia merasakan tangan Sakura mengelus perutnya di balik kemejanya dan ciuman mereka berubah menjadi lebih dalam. Sasuke mengeluh dan Sakura tersenyum dalam ciuman mereka, membiarkan emosinya mengalir dan tubuhnya mengatakan apa yang harus dilakukannya, seperti yang disarankan Sasuke sebelumnya.
Sakura melempar kepalanya ke belakang ketika sentuhan Sasuke membuat tulang punggungnya berdesir hebat, "Oh Boo," Sakura berhasil berbicara sementara Sasuke terus menggerakkan tangan posesifnya di punggung Sakura, dan dengan lembut menggerakkan lidahnya ke bibir bawah gadis itu.
Sasuke menggigit cuping telinga Sakura, "Sudah kubilang kita akan bersenang-senang bersama."
Sakura terkikik, "Ya," Ia menggerakkan jarinya, "Mengikuti arus, eh?"
Sasuke tertawa, "Ya Cherry," Ia menekan punggung Sakura ke kursi dan Sakura mencium lehernya dengan keras, "Sial, aku benci bagaimana kau membuatku kehilangan kendali," ucap Sasuke sementara tangannya naik dan turun di kaki jenjang Sakura.
"Fuck, Sasu."
Sasuke memegang salah satu tangan Sakura ke samping dan menghisap dagu gadis itu, menggerakkan lidahnya perlahan ke tenggorokan gadis itu, "Kau suka, Cherry?"
Sakura mengerang dan menjepit bibir bawah Sasuke di antara giginya, "Sangat. Aku suka semua yang kau lakukan."
Sasuke tertawa dalam ciuman mereka, melepas bibirnya dari gigi Sakura dan membelai telinga gadis itu dengan lidahnya, "Sebutkan apa yang kau inginkan dan aku akan memberikannya."
Sakura menutup matanya dan mengambil napas dalam-dalam. Ada banyak hal yang ia inginkan saat ini tapi ia tidak dapat menyebutkannya. Ia merasakan sensasi terbakar di antara kedua kakinya dan setiap kali tangan Sasuke menyentuh pantatnya, ia harus mengendalikan diri untuk tidak meminta Sasuke menggerakkan tangannya lebih jauh. Putingnya mengeras saat Sasuke menjilat bibir bawahnya, ia terengah-engah.
"A-Aku," suara Sakura pecah, "Aku ingin kau menyentuhku—"
Sasuke memotong ucapan Sakura, menghisap bibir gadis itu, "Di mana, Cherry?"
Jari-jari Sakura menyentuh bahu Sasuke ketika sensasi terbakar itu tumbuh lebih besar di dalam dirinya. Ia tidak bisa untuk tidak bertanya pada dirinya sendiri di mana kupu-kupu manis kemarin pergi dan mengapa mereka kini membiarkan gunung berapi meletus berada dalam dirinya.
"Katakan padaku, Cherry," ucap Sasuke dengan suara parau dan membuat Sakura menjadi lebih terengah-engah. Sakura meraih tangan Sasuke dan perlahan-lahan meletakkannya di atas payudara kanannya, merasa berdesir melihat senyum di wajah Sasuke yang tampan.
Sasuke menempelkan bibir mereka lagi, menemukan lidah Sakura lebih cepat dari sebelumnya dan menggerakkan tangannya untuk memijat payudara gadis itu dengan lembut. Sakura mengerang, ia menginginkan lebih banyak dan itu menakutinya; ia membisikkan nama Sasuke di leher pemuda itu begitu ia merasakan ujung jari Sasuke bergerak turun ke perutnya. Oh sial, ini harus berhenti sekarang atau Sakura tidak akan bisa menghentikannya lagi.
"Boo, tunggu," ucap Sakura lembut, menghentikan tangan Sasuke, "Semua orang akan berada di sini sebentar lagi, kita tidak bisa melakukannya."
Sasuke menempelkan dahinya yang berkeringat di bahu Sakura dan mengerang frustrasi. Ia begitu terangsang sekarang hingga ia bisa merasakan bagian bawahnya terasa sesak di balik celana dalam dan jeansnya. Ia mengambil napas dalam-dalam dan mencium bahu Sakura, "Oke, Saku. Aku butuh beberapa menit sendirian."
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Sakura dengan sedikit tidak nyaman, "Apa aku melakukan sesuatu yang salah?"
Sasuke menatap mata Sakura, "Tidak, kau melakukan semuanya dengan sangat baik."
Sakura mengangguk dalam diam dan berdiri, berjalan meninggalkan Sasuke.
"Sialan," bisik Sasuke pada dirinya sendiri, mencoba memikirkan hal-hal non seksual seperti harimau, wanita berbulu dan mobil. Ia mendengar langkah kaki semakin keras dan membeku, menutupi pangkuannya dengan kikuk dan menahan napas. Sebuah kepala kuning muncul dan Naruto menertawakan situasi sahabatnya, memberikan sebotol air dingin.
"Kau membutuhkan ini lebih daripada aku," Naruto mengambil hoodienya, "Letakkan di pangkuanmu, Tsunade-san akan ke sini sebentar lagi."
Sasuke menghela nafas, suatu hari Sakura pasti berhasil membunuhnya. Ia memejamkan matanya, mencoba untuk tenang dan menutupi pangkuannya dengan hoodie milik Naruto.
Sementara itu, Sakura diseret ke kamar mandi oleh Hinata, dan sekarang gadis itu mencoba untuk memperbaiki make-upnya lagi setelah membuat sahabat merah mudanya mencuci wajah dengan air dingin.
"Wajahmu merah," Hinata menggelengkan kepalanya, "Kau harus lebih berhati-hati."
Sakura menghela nafas, "Aku tau. Aku kehilangan kendali, lagi."
Hinata tersenyum, "Aku tau."
Sakura balas tersenyum kecil, "Sial, aku benar-benar berantakan, huh?"
"Aku tidak tau," jawab Hinata, "Aku tipe orang yang suka menikmati hidup."
"Jadi, menurutmu apa aku salah karena melakukan ini?"
Hinata tertawa, "Astaga, tidak Sakura-chan," Ia memoles bibir Sakura dengan lipgloss, "Aku ingin kau bahagia."
Sakura tersenyum, "Terima kasih."
"Tapi kau akan punya beberapa masalah dengan tanda merah itu di lehermu," goda Hinata, "Akan menjadi sangaaat ungu dalam dua hari."
***
To be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)