expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Brotherly Love #9



"Dengan gembira kami memberitahukan bahwa Konoha High School memiliki kerjasama baru dengan Kemuri's Travel Shop, dan mereka tertarik untuk bergabung dengan study tour ke London bulan depan. Informasi lebih lanjut bisa dilihat di situs sekolah."
Speaker pengumuman itu berbunyi dan bisikan-bisikan para siswa selama pelajaran matematika di kelas Sakura semakin keras. Guru matematika di kelas itu memutuskan untuk memberhentikan kelas lebih awal setelah berulang kali mencoba menarik perhatian siswa namun gagal.
Ketika mereka akhirnya keluar kelas, Hinata tersenyum pada Sskura, "London, Sakura-chan! Betapa mengagumkannya itu?" serunya bersemangat, "Apa menurutmu itu terlalu mahal?"
Sakura mengangkat bahu, "Aku tidak tahu, Hinata-chan."
Mereka berjalan menyusuri koridor dan bertemu Ino di depan ruang musik.
"Keluar kelas lebih awal juga?" tanya Sakura dan Ino mengangguk.
"Seisi kelas berubah ramai setelah pengumuman itu." jawab Ino.
"Sama dengan kami."
"Jadi, apa kalian akan ikut ke London?" tanya Ino, bertepuk tangan gembira.
"Aku tidak tahu," ucap Hinata.
"Kurasa aku akan bertanya lebih dulu pada ayahku, aku benar-benar ingin mengunjungi Cambridge," ucap Sakura pada sahabat-sahabatnya.
"Aku pasti akan ikut! Aku perlu membeli baju baru!" Ino menggigit kukunya dengan pelan, "Eh, mungkin Sai juga akan ikut!"
Sakura dan Hinata saling memandang dengan bingung.
"Apa yang aku lewatkan?" tanya Sakura.
Hinata mengangkat alisnya, "Aku juga merasa melewatkan sesuatu disini," Ia memandang Ino, "Mau menjelaskan?"
Ino bersandar pada dinding, "Um, aku cukup tertarik pada Sai saat ini." ucapnya malu-malu.
Sakura tersenyum, "Ohh."
"Maksudku," Ino memulai lagi, "Dia semakin seksi, apa kalian memperhatikannya?"
"Dia sudah seksi sejak hari pertama aku bertemu dengannya, Ino-chan," ucap Hinata.
"Oke oke, jadi, di London dikelilingi dengan suasana romantis Shakespeare, Sai dan aku akan mulai berkencan..." ucap Ino dengan ekspresi membayangkan.
Sakura terkikik, "Apa kau sudah memberitahu dia ini, atau ini kejutan?"
"Kejutan," bisik Ino, "Oke aku harus pergi dulu, klub drama," ucapnya kemudian dengan suara normal sekarang, "Sampai nanti!"
Sakura dan Hinata menyaksikan Ino menghilang di koridor.
"Dia benar-benar bersemangat," ucap Hinata, menggelengkan kepalanya.
Sakura tertawa, "Ya."
"Ngomong-ngomong, aku akan meminta ayahku untuk memberiku ijin mengikutin study tour ini."
Sakura tersenyum, "Ya, seminggu di London, jauh dari ayah dan ibu, ayolah, ini sangat menakjubkan."
Mereka mulai berjalan lagi di koridor, "Mungkin Shakespeare juga akan membantu hubunganmu dan Sasuke," canda Hinata.
"Ya benar," jawab Sakura sarkatis, "Hanya jika dia memiliki kekuatan super."
"Kau tidak pernah tahu, sist."
***
Saat makan malam
"Tousan?" ucap Sakura dengan lembut.
Fugaku mendongak dari piringnya ke arah anak gadisnya, "Ya, Sakura?"
"Kau sudah mendengar tentang study tour ke London?"
"Aku sudah," jawab Sasuke.
Mebuki meminum jusnya, "Sekolah membawa kalian ke London? Itu bagus!"
Sakura mengabaikan ibunya dan Sasuke, ia memusatkan perhatiannya pada ayahnya. Ayahnya adalah orang yang perlu ia yakinkan.
"Apa kau sudah mendengarnya, Tousan?"
Fugaku mengangguk, "Kenapa?"
Sakura cemberut, "Aku benar-benar ingin ikut!"
"Apa yang ingin kau lakukan di London? Di sana selalu mendung dan hujan," sahut Sasuke.
"Telan makananmu sebelum bicara, Sasu," ucap Sakura dan menambahkan, "Aku sangat ingin mengunjungi Cambridge."
Mebuki tersenyum, "Itu tempat yang bagus untuk dikunjungi."
Sakura mengangguk, tersenyum pada ibunya, "Ya Kaasan."
Fugaku menghabiskan makan malamnya, "Berapa biaya untuk perjalanannya?"
"1421 termasuk makanan dan hotel," jawab Sakura.
"Hampir 1500?" ucap Fugaku, "Ya Tuhan, Sakura."
Sasuke memutar matanya, "Bayar 1500 dolar hanya untuk melihat hujan."
Sakura memukul lengan Sasuke, "Diamlah, Sasu."
Pukulan Sakura di lengan Sasuke membuat garpu remaja laki-laki itu jatuh, "Aduh Saku!"
Sakura mengabaikan kakaknya, "Boleh aku ikut, Tousan?"
Fugaku berpikir selama beberapa detik, "Aku tidak tahu. Bagaimana menurutmu, Mebuki?"
Mebuki tersenyum, "Kurasa Sakura pantas mendapatkannya, selama ini dia sudah menjadi anak yang baik."
Sakura tersenyum lebar, "Ya, tentu saja, kumohon Tousan. Aku tidak akan meminta hadiah Natal, aku janji."
Fugaku tertawa, "Baiklah, kau boleh ikut."
Sakura berdiri dan berlari ke ayahnya, mencium pipinya dan memeluknya, "Terima kasih, terima kasih, terima kasih, kau ayah terbaik di seluruh dunia."
Fugaku tersenyum main-main, "Tentu saja."
"Bagaimana denganku?" tanya Mebuki dan Sakura menciumnya juga.
"Terima kasih, Kaasan!"
Kemudian Sakura duduk lagi dan mulai memakan makanannya, tidak bisa berhenti tersenyum. Fugaku menggelengkan kepalanya, tersenyum pada putrinya, "Kau benar-benar bersemangat, Sakura."
Sakura tertawa, "Aku sedang senang."
"Jika Sakura ikut, aku juga ingin ikut," ucap Sasuke akhirnya.
Sakura menatap Sasuke, menggelengkan kepalanya, "Kau selalu mengikutiku, Sasu."
"Aku tidak ikut karena dirimu," ucap Sasuke berbohong, "Tapi karena teman-temanku ikut."
Sakura tertawa tak percaya, "Ya, benar," Ia tersenyum sedikit, "Kupikir kau menginginkan mobil dari Santa."
"Ya," ucap Sasuke, "Apa aku harus memilih antara mobil dan London?"
"Kau menginginkan keduanya?" tanya Mebuki.
"Ya," jawab Sasuke jujur. "Btw, Santa tidak ada, Saku."
Sakura cemberut, "Aku tahu, aku hanya berpura-pura dia ada."
"Menyedihkan," ucap Sasuke.
Sakura menatap Sasuke dengan bosan, "Kau membosankan."
"Anak-anak, ayolah," tegur Fugaku.
"Maaf," ucap mereka berdua.
Mebuki berdiri, membereskan piring-piring kotor dari meja, "Kurasa kita harus adil di sini, Sayang," Ia menatap Fugaku, "Jika Sakura pergi ke London, Sasuke juga bisa."
Fugaku mengangguk, "Oke, Sasuke kau benar ingin ikut?"
Sasuke mengangkat bahu, "Terserah."
"Sasuke, ini hampir 1500 dolar! Kau benar-benar ingin ikut atau tidak?" tanya Mebuki.
"Ya," Sasuke mengakui, "Tapi bagaimana dengan mobilku?"
"Itu akan kami diskusikan bulan Desember nanti."
Sasuke menyeringai, "Luar biasa."
Sakura tidak bisa menahan senyumnya pada kenyataan bahwa ia akan menghabiskan satu minggu penuh bersama Sasuke berdua.
Sasuke menatap Sakura dan tersenyum lebar, ini akan menjadi kesempatan yang baik untuk lebih dekat dengan Sakura dan mengetahui apakah Sakura masih memiliki perasaan terhadap orang yang gadis itu tangisi kemarin. Ia menginginkan Sakura hanya untuk dirinya, dan jika Sakura menunjukkan hal yang sama bahkan untuk sesaat, bahwa gadis itu menginginkannya juga, ia pasti tanpa ragu akan mengambil tindakan.
Mebuki meletakkan piring-piring kotor di dalam mesin cuci piring, "Besok aku akan pergi ke sekolah kalian untuk mengurus keikutsertaan kalian berdua," Ia kemudian menoleh, "Sekarang, kerjakan PR kalian."
***
Satu Bulan Kemudian
"Pastikan kalian menghubungiku lebih dulu ketika kalian tiba di Inggris," Mebuki memberitahu mereka, memeluk mereka berdua pada saat bersamaan. "Aku akan merindukan bayi-bayiku ini."
Sasuke melepaskan pelukan ibunya, "Kau, Nyonya Uchiha, pastikan kau menggunakan pengaman, kau terlalu tua untuk menjadi seorang ibu," Ia tertawa sementara mata ibunya melebar, "Aku bercanda, Kaasan, kau masih terlihat 17 tahun."
Sakura menggelengkan kepalanya, menarik tangan Sasuke, "Ayo, atau kita akan ketinggalan penerbangan."
Mereka mencium orang tua mereka dan berjalan ke pesawat.
"Sakura-chan, di sini," Hinata melambai pada mereka ketika mereka telah memasuki pesawat. Sakura melangkah ke arah teman-temannya, memeluk mereka, "Aku sangat bersemangat dengan perjalanan ini."
"Kami juga," sahut Ino dan kembali memandang Sai, "Sebenarnya, aku harus pergi. Aku akan duduk bersama Sai." ucapnya lalu berjalan ke arah Sai.
Sakura tertawa ketika temannya yang berambut pirang itu berbicara manis dengan Sai, "Kau akan duduk denganku, Hinata-chan?" tanyanya pada Hinata.
"Um, Naruto-kun memintaku duduk bersamanya," Hinata melempar senyum malu-malu, "Kenapa kau tidak duduk bersama Sasuke saja?"
Sakura menoleh ke belakang dan melihat Sasuke berbicara dengan Mei, "Kurasa dia sudah mendapatkan teman duduk, tapi aku bisa duduk sendirian," ucapnya, "Bersenang-senanglah dengan Naruto."
Sakura perlahan berjalan ke kursinya, melewati Sasuke dan Mei. Ia bisa mendengar Mei meminta Sasuke duduk bersama dan itu membuatnya ingin muntah.
Sasuke memandang Sakura ketika adiknya itu melewatinya, dan terus menatap Sakura sampai ia yakin gadis itu duduk sendirian. Perhatian Sakura tertuju ke luar jendela dan ia tidak bisa melihat ketika Sasuke menyeringai padanya.
"Sasuke-kuun," Mei melambaikan tangannya di depan wajah Sasuke, "Kau mau duduk denganku atau tidak?
Sasuke tersenyum, menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku duduk bersama Sakura."
Mei memutar matanya, "Kalian kadang-kadang bertingkah seperti orang pacaran," protesnya, "Jika kalian bukan saudara, aku bersumpah kalian sedang jatuh cinta."
Sasuke mengangkat bahu, "Dia memang bukan saudara perempuanku, Mei. Kami hanya kebetulan tinggal di rumah yang sama," ucapnya, "Dan mungkin kami memang sedang jatuh cinta," Ia kemudian tertawa melihat wajah Mei yang terkejut, "Sampai nanti, Mei."
"Sasuke-kuuun! Kemari!" Mei memanggil Sasuke tapi pemuda itu mengabaikannya, berlari ke arah Sakura.
"Jangan lari di koridor, Sir."
Sasuke kemudian mulai berjalan, "Maaf."
Sakura menghela napas, memandangi langit yang gelap di luar jendela. Ini akan menjadi perjalanan pesawat yang cukup panjang tanpa ada orang untuk diajak bicara.
"Boleh aku bergabung denganmu?"
Sakura mendongak dan bertemu tatap dengan onyx Sasuke yang menusuk. Sakura cukup yakin ia bisa merasakan jantungnya berdetak lebih cepat di dalam dadanya, "Kau tidak harus duduk bersamaku hanya karena kasihan, Boo."
"Oke," Sasuke kemudian duduk di samping Sakura, "Ngomong-ngomong, aku tidak duduk bersamamu karena kasihan," Ia mengedipkan mata.
Sakura terkikik, "Oke."
"...Sebelum lepas landas, kami harap kembalikan meja nampan dan kursi Anda kembali ke posisi tegak sepenuhnya. Kencangkan sabuk pengaman Anda, lepas landas akan dimulai sebentar lagi..."
"Tutup jendelamu, Saku, cukup menyeramkan untuk melihat keluar dari sini." pinta Sasuke pada Sakura, tampak gugup.
Sakura menatap Sasuke dengan tatapan ingin tahu, tapi akhirnya menutup jendelanya, "Kau tidak takut, kan?"
Sasuke tertawa palsu, "Tidak, tidak, tidak, tidak," Ia mencoba tersenyum, "Maksudku, jika pesawat jatuh, kita hanya akan mati, kan?"
Sakura tertawa, "Ya Tuhan, kau ternyata sangat takut."
"Aku tidak takut," jawab Sasuke, berusaha terlihat tenang. "Aku hanya khawatir."
Sakura meletakkan tangannya di lutut Sasuke, "Aku di sini bersamamu."
Pesawat mulai lepas landas, Sasuke memejamkan mata, menyandarkan kepalanya di kursi, "Oke, aku hanya sedikit takut, Saku." Ia mencari tangan Sakura dan menautkan jari-jari mereka.
"Lihat aku, Boo," pinta Sakura dengan suara lembut.
Sasuke perlahan-lahan menoleh ke arah Sakura, membuka matanya.
Sakuta membelai wajah Sasuke dengan pelan, "Tidak ada yang akan terjadi, aku di sini untuk menjagamu."
Sasuke mengangguk, menarik napas dalam-dalam, "Oke, oke, pesawatnya bekerja cukup baik, tidak ada yang akan terjadi."
Sakura tersenyum; Sasuke sangat imut, lebih imut dari sebelumnya ketika pemuda itu takut ketinggian. "Ayolah Boo, jadilah laki-laki," canda Sakura.
Sasuke tersenyum palsu, "Jika kau memberitahu orang lain tentang ini, kau akan mati."
Sakura terkikik, "Aku tidak akan memberitahu siapapun, jangan khawatir."
Sepuluh menit kemudian, Sasuke merasa lebih tenang berada di pesawat. Ia dengan Sakura banyak berbicara dan bercanda, sampai pramugari mulai memberikan makan malam.
"Uh, makanan ini terlihat mengerikan," Sakura menusuk ayamnya dengan garpu, "Eww."
Sasuke sedang memakan kentang, "Tapi masih terlihat enak untukku," Ia kemudian mengunyah potongan ayam, "Dan ini tidak seburuk itu, ini jauh lebih baik daripada makanan Daisy."
Sakura memutar matanya, "Kau tidak pernah makan makanan anjing."
Sasuke meneguk sodanya, "Sebenarnya, aku pernah."
Mulut Sakura menganga, "Benarkah?!"
Sasuke mengangguk, dengan tenang, "Yea."
Sakura meringis, "Eww Sasu, jangan pernah menciumku lagi."
"Ooh," Sasuke menyeringai, "Kau akan kucium sekarang."
Sasuke mencoba mencium pipi Sakura dan Sakura terkikik, berusaha menghindari Sasuke, menggerakkan kepalanya menjauh dari kakaknya.
Sasuke meraih wajah Sakura pelan dengan satu tangannya dan memeganginya untuk mencium pipi Sakura lagi, tapi tiba-tiba Sakura menggerakkan wajahnya dan Sasuke tak sengaja mencium sudut mulut gadis itu.
Mereka saling menjauh karena terkejut, jantung mereka berpacu lebih cepat daripada sebelumnya. Wajah Sakura memerah dan Sasuke menelan ludah.
"Maaf Saku," ucap Sasuke, meskipun sebenarnya ia tidak benar-benar merasa ingin meminta maaf, "Ini salahku."
Sakura mengangguk cepat, tangannya sedikit gemetar, "T-Tidak apa-apa."
Mereka kemudian makan dalam diam, malu untuk saling memandang. Bukan karena mereka hampir berciuman, tapi karena mereka menginginkan lebih dari ciuman di sudut mulut! Itu adalah perasaan yang sangat jelas yang mereka rasakan saat ini. Jauh di dalam diri Sasuke dan Sakura, mereka berpikir untuk melakukan hal-hal yang lebih jauh daripada sekedar berciuman yang tidak disengaja.
Sasuke telah menyadari bahwa ia melihat Sakura sebagai seorang gadis, bukan seorang adik. Dan bagi Sakura, Sasuke adalah pemuda paling menarik yang ia kenal saat ini, dan ia menginginkan Sasuke, ia menginginkannya.
Lampu-lampu di pesawat dimatikan segera setelah penumpang selesai makan malam dan film mulai diputar. Sasuke dan Sakura menyaksikan bagian pertama film dalam diam, terlalu takut untuk saling memandang.
"Boo?" Sakura akhirnya berbisik.
Sasuke menghela napas, diam sejenak dan kemudian menoleh, "Ya Saku?"
"Aku, um," Sakura menunduk, "Apa kau ingat ketika ibu mengatakan pada kita bahwa kita harus selalu menyampaikan apa yang kita rasakan?"
Sasuke mengangguk, mengalihkan perhatiannya ke film lagi, "Ya."
"Um, aku merasakan sesuatu yang berbeda ketika kau hampir menciumku."
Sasuke memandang Sakura dari sudut matanya, "Aku benar-benar minta maaf soal itu Saku, itu tidak sengaja..."
Sakura menutupi mulut Sasuke dengan tangannya, menyelanya, "Shh, biarkan aku menyelesaikan ucapanku."
Sasuke mengangguk, "Oke."
Sakura menunduk lagi, "Aku um, aku merasakan ada kupu-kupu?"
Bibir Sasuke bergerak membentuk senyum kecil, "Kupu-kupu baik atau buruk?"
Sakura tertawa, "Aku yakin sangat baik."
Sasuke menyandarkan kepalanya di kursi, "Menurutmu itu aneh, Saku?"
Sakura mengangguk, "Aku tahu."
Sasuke menoleh ke arah Sakura, "Maksudku, kita dibesarkan seperti saudara kandung, tapi kurasa tubuh kita tidak bertindak seperti yang kita inginkan," Ia melempar senyum manis, "Kadang-kadang seolah tubuhku bertindak sendiri."
Sakura balas tersenyum, "Menyeramkan, huh?"
Sasuke melingkarkan lengan kanannya di bahu Sakura, menarik gadis itu mendekat padanya, "Ya," jawabnya, "Tapi aku sangat menyukaimu."
Sakura menyandarkan kepalanya di bahu Sasuke, kembang api terasa meledak di dalam dirinya, "Aku juga."
Sasuke menyeringai, "Itu bagus."
Sakura terkikik, "Yea."
"Kau lelah?"
Sakura mengangguk, "Sedikit."
Sasuke mencium kening Sakura, "Tidurlah, Saku."
Sakura cemberut, "Aku tidak bisa tidur, sudah kubilang aku akan menjagamu."
Sasuke tertawa, "Aku yang bertanggung jawab sekarang, Cherry."
Sakura menutup matanya dan menghela napas dalam-dalam. Sasuke tersesat saat ia menatap bibir Sakura yang sempurna selama lebih dari satu menit, "Saku?"
Sakura tidak membuka matanya, "Hmm?"
Sasuke membelai wajah Sakura dengan hati-hati, "Kupu-kupu itu masih ada di sana?"
Sakura tersenyum, mengangguk, "Lebih banyak dari sebelumnya."
Sasuke mendekat ke wajah Sakura, "Apa menurutmu itu akan tetap di sana dalam waktu yang lama?"
"Mungkin," bisik Sakura pada Sasuke.
"Luar biasa," Sasuke membelai bibir Sakura dengan jarinya, "Ya Tuhan Saku, kau sangat cantik."
Sakura tidak mengatakan sepatah katapun. Ia terlalu tersesat dalam emosinya. Bibir Sasuke menyentuh bibir Sakura perlahan, membuat keduanya merasakan semakin banyak kupu-kupu menggelitik di dalam perut mereka.
"Kau tahu apa yang kurasakan?" tanya Sasuke, suaranya yang serak membuat seluruh tubuh Sakura lemas seperti jeli dan ia mulai bernapas dengan gugup. Sasuke tersenyum pada dirinya sendiri dan melanjutkan, "Aku merasa perutku seperti terikat kuat di setiap kali kau berada di sekitarku."
Sakura tersenyum dan Sasuke merasa seolah jantungnya akan menyembul keluar dari tubuhnya. Ia sangat mudah tersesat dalam ekspresi gadis itu.
"Yo, Teme," Sasuke mendengar suara Naruto memanggilnya.
"Brengsek," Sasuke bergumam di bibir Sakura dan mendongak, tatapannya bertemu dengan Naruto yang kini memasang senyum bodoh di wajahnya.
"Apa aku mengganggu sesuatu? Aku bisa kembali lagi nanti."
Sakura mengerang frustrasi dan menjauh dari Sasuke, "Kau memang mengganggu, Naruto," ucapnya dengan suara jengkel, "Apa yang kau inginkan?"
Naruto memutar matanya, "Kurasa kalian harus tahu, kalau Tsunade-sensei akan kemari," senyumnya melebar ketika ia memajukan tubuhnya ke depan dan berbisik, "Dan kurasa bukan ide yang bagus jika dia melihat kalian berciuman."
Sakura menelan ludah dan duduk tegak. Sial, ia hampir kehilangan kendali atas tindakannya di tengah pesawat yang berisi teman sekolahnya dan bahkan kepala sekolah yang kebetulan adalah bos ayahnya.
"Terima kasih, Dobe," ucap Sasuke dengan tulus, "Aku berhutang budi padamu."
Sasuke kemudian menggenggam tangan Sakura dan menatap gadis itu.
"Tidak apa-apa, Saku. Naruto tidak akan memberitahu siapa pun" Sasuke tersenyum, "Aku percaya padanya."
Sakura mengangguk dan berterima kasih pada Naruto juga.
"Ngomong-ngomong, teman-teman," Naruto memulai lagi, "Aku butuh bantuan."
"Apa, Dobe," jawab Sasuke.
"Hinata-chan sedang tidak ingin duduk denganku, jadi bisakah kita bertukar tempat duduk?"
Sakura dan Sasuke saling memandang. Mungkin lebih aman jika mereka tidak tetap bersama di sisa penerbangan ini atau mereka akhirnya akan melakukan sesuatu yang memalukan di depan seluruh siswa.
Sakura berdiri, "Tentu."
Sakura keluar dari kursinya dan Naruto duduk menggantikannya. Ketika ia akan mulai berjalan ke kursi Hinata, Sasuke menarik tangannya, "Kita masih harus menyelesaikan apa yang kita mulai." ucap pemuda itu.
"Aku tahu."
***
Sial. Sudah jam 3 pagi waktu USA dan Sasuke masih terjaga. Ia tidak bisa berhenti memikirkan Sakura dan bagaimana perasaannya ketika bibir mereka mulai bersentuhan dan kemudian sahabatnya mengganggu mereka. Baiklah, kedatangan sahabatnya adalah hal yang baik karena mereka pasti tidak ingin tertangkap basah oleh kepala sekolah, tapi sial, jika ia menjilat bibirnya ia masih bisa menikmati rasa Sakura di mulutnya.
Sasuke memejamkan mata, mengerang frustrasi saat tubuhnya dipompa kegairahan besar. Ia menoleh ke sisinya dan tidak bisa untuk tidak mengumpat lagi, andai saja Naruto tidak mengacau, Sakura mungkin masih ada di sana bersamanya dan gadis itu bisa tidur di lengannya, tapi sial, sahabatnya, sahabat terbaiknya tidak bisa menutup mulut selama sedetik dan membuat Hinata kesal. Ugh, ia membutuhkan Sakura dan sangat membutuhkannya sekarang.
Sasuke melihat sekeliling untuk memastikan seisi pesawat tidur nyenyak dan kemudian berdiri, bergerak perlahan untuk tidak membangunkan Naruto. Ia mengambil langkah pelan melintasi koridor pesawat. Ia bisa melihat Hinata tidur dan Sakura membaca buku saat ia semakin dekat ke kursi dua gadis itu.
"Hei."
Sakura mendongak, menatap Sasuke bingung, "Apa yang kau lakukan di sini?"
Sasuke berjongkok di samping tempat duduk Sakura, "Bisa kau menemuiku di kamar mandi dalam lima menit?" Ia berbisik, "Ini penting."
Sakura mengangguk, "Aku akan ke sana."
Sasuke tersenyum dan melangkah ke kamar mandi, melewati kepala sekolah yang mendengkur sangat keras. Ia menatap pintu kamar mandi, mencari tanda-tanda pramugari atau orang lain, ia merasa cukup beruntung karena semua berjalan mulus. Ia melangkah masuk dan menutup pintu, berusaha membuat dirinya nyaman di dalam kamar mandi kecil itu.
Sasuke tersenyum ketika ia berbalik dan melihat Sakura masuk ke dalam kamar mandi juga, menutup pintu di belakangnya. Sakura tersenyum tipis, menyandarkan punggungnya ke pintu kamar mandi.
"Hei," ucap Sakura pelan dan melihat sekelilingnya, "Ini benar-benar sempit untuk diisi dua orang, huh?"
Sial, Sasuke yakin ia mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Sakura menjadi terdengar seksi dan terdengar seperti sesuatu yang mirip dengan erangan padahal itu hanya komentar polos tentang ukuran sebuah kamar mandi. Ia meletakkan kedua telapak tangannya di kedua sisi wajah Sakura, onyx-nya tak pernah berpaling dari gadis itu, "Kau sangat cantik, Saku."
Sakura menggigit bibir bawahnya, "Begitu?"
Sasuke mengangguk, berhasil mengunci pintu di belakangnya, "Ya."
Sasuke membelai pipi Sakura dengan lembut dan gadis itu menutup matanya, mengerang pelan. Sasuke mengerutkan alisnya tidak yakin apa yang ia rasakan. Ada sesuatu yang benar-benar berbeda di dalam dirinya, tapi ia tidak yakin apa, ia hanya tahu bahwa ia sulit untuk tidak menatap bibir Sakura atau tidak menyentuh gadis itu setiap detik. Ia sangat mendambakan Sakura. Ia ingin merasakan bibir gadis itu itu menempel di bibirnya, bibir Sakura sangat cantik dan Sasuke bisa kehilangan kendali hanya dengan melihatnya.
'Sial, aku benar-benar dalam kesulitan,' pikir Sasuke dalam hati, berusaha untuk tidak membuat Sakura takut dengan semua hasrat yang ia rasakan.
"Boo?" Sakura menahan napas, "Apa kau akan menciumku sekarang?"
Sasuke tersenyum sebelum akhirnya memajukan tubuhnya ke depan dan mengecup bibir Sakura dengan cara yang lembut dan halus. Mereka menarik diri sejenak dan saling memandang.
Sebelum Sasuke bisa mengatakan sesuatu, Sakura menarik leher Sasuke kembali, mencium pemuda itu dengan kasar. Lidah mereka bertemu dengan tak sabar dan tangan mereka menyentuh tubuh satu sama lain dengan gerakan lapar. Sakura mengerang pelan ketika ia merasakan ujung jari Sasuke menyentuh perutnya di balik kemejanya, mengirimkan sesuatu seperti gelombang kejut ke seluruh tubuhnya.
Setelah berciuman selama beberapa menit, paru-paru mereka membutuhkan udara dan mereka menarik diri, tapi hal itu malah membuat mereka langsung merasa kehilangan.
"Sial," Sasuke bergumam pada dirinya sendiri sebelum melahap bibir Sakura lagi, melesakkan lidahnya ke dalam mulut Sakura dan mencari lidah gadis itu.
Sakura menarik Sasuke lebih dekat, tak ingin memutuskan kontak mereka. Sesuatu di dalam dirinya bertingkah sangat aneh, ia bisa merasakan lututnya lemas dan ia benar-benar yakin bahwa ia bisa merasakan basah di antara kedua kakinya. Ia akhirnya meletakkan tangannya di pundak Sasuke, mendorong pemuda itu menjauh darinya dan menghentikan ciuman mereka. Ia terlalu takut dengan apa yang ia rasakan saat ini; tubuhnya tampak meledak pada setiap sentuhan tangan Sasuke padanya dan ia menemukan fakta bahwa ia tidak bisa mengontrol tubuhnya untuk benar-benar sadar.
"Ada apa, Cherry?"
Sakura menyentuh bibirnya yang bengkak, "Ini..." Ia mencoba berbicara tapi tak menemukan kata-kata yang tepat, "Sial, aku harus pergi, Sasu."
Sakura berbalik untuk membuka kunci pintu, tapi begitu ia merasakan tangan Sasuke melingkar di perutnya, tubuhnya tersentak.
"Jangan pergi," pinta Sasuke di telinga Sakura, jari-jarinya mulai bergerak membentuk lingkaran di perut gadis itu, "Aku ingin kau di sini, Cherry."
Sakura memejamkan mata, jantungnya mulai berdetak lebih cepat lagi, "Aku..." Ia menghela napas, "Aku takut, ini terlalu cepat."
Sasuke mencium leher Sakura dengan lembut, "Jangan takut. Aku tidak akan menyakitimu," ucapnya dengan suara serak, "Sial Saku, kau sangat membuatku candu."
Sakura menyandarkan punggungnya di dada Sasuke dan mendesah pelan ketika pemuda itu mulai membelai telinganya dengan mulutnya, ketakutannya menghilang ketika ia meleleh dalam sentuhan Sasuke, bibirnya kemudian melahap bibir pemuda itu lagi. Ia menjilat bibir bawah Sasuke saat ia mengumpati pemuda itu dalam hati. Sial, Sasuke membuatnya merasa seperti ini... sangat lemah hanya dalam hitungan detik. Sial, karena Sasuke tahu persis bagaimana mengubahnya menjadi sangat bergantung hanya dengan ciuman. Sial, karena Sasuke terlalu seksi dan manis pada saat yang bersamaan. Sial, kau Uchiha Sasuke.
"Sakura? Sasuke? Apa kalian di sana?"
Mereka saling menarik diri ketika mereka mendengar suara kepala sekolah.
"Apa semuanya baik-baik saja di sana? Mei memberitahuku bahwa kalian berdua ada di dalam," tanya kepala sekolah lagi.
Wajah Sakura berubah pucat dan Sasuke merapikan pakaiannya dengan cepat, "Ya, Tsunade-sensei, Sakura baru saja muntah dan aku mencoba membantunya."
"Oh," ucap kepala sekolah setelah semenit, "Apa dia butuh obat?"
'Oke, mungkin ide yang bagus untuk mengumpati kepala sekolah sekarang,' Sakura berpikir dalam hati. Ia menghela napas sambil menggelengkan kepalanya tak percaya, tapi akhirnya mendorong pintu hingga terbuka, "Tidak, terima kasih, Tsunade-sensei, aku sudah merasa lebih baik."
Kepala sekolah mengangguk, tersenyum, "Oke, kalau begitu kembalilah ke tempat dudukmu," Ia kemudian memandang Sasuke, "Kau juga, kau terlihat seperti kelelahan, Nak. Kau harus istirahat sebentar."
Sasuke menelan ludah, "Ya, aku akan beristirahat," Ia tersenyum dan melewati kepala sekolah, menarik tangan Sakura.
"Sasuke?" Kepala sekolah bertanya lagi dan Sasuke berbalik.
"Ya?"
"Apa kau yakin kau tidak sedang sakit juga? Maksudku, kau tampak memerah dan berkeringat."
Sakura terbatuk dan Sasuke menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Aku baik-baik saja. Di dalam hanya terlalu panas," ucap Sasuke berbohong dan Sakura masih terbatuk, tampak malu, "Oh, aku harus membantu adikku, um," tambahnya sambil tersenyum, "Kurasa dia akan muntah lagi."
Tsunade memperhatikan mereka ketika keduanya berjalan ke tempat duduk masing-masing, saling membisikkan sesuatu, dan kemudian berpisah ketika Sakura menuju ke sisi Hinata dan Sasuke ke sisi Naruto.
"Anak-anak yang sangat baik. Saling membantu satu sama lain, bahkan ketika salah satu ada yang merasa sakit," gumam kepala sekolah pada pramugari yang melangkah mendekatinya, menutup pintu kamar mandi.
"Oh yeah, setiap gadis membutuhkan lelaki tampan untuk memberikan perhatian ketika dia muntah," Pramugari itu berkata dengan sinis, "Aku yakin anak laki-laki itu sangat membantu."
***
To be continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)