"Sayang, kau terlalu berlebihan," ucap Mebuki pada Sasuke, membelai rambut hitamnya, "Dia hanya pergi ke bioskop."
"Kaasan, apa kau pernah pergi ke bioskop? Di sana gelap! Aku sudah melakukan banyak hal dengan Shion di bioskop kemarin!"
Mebuki menggelengkan kepalanya, "Terlalu banyak informasi, Sasuke."
Sasuke memutar matanya, "Itu tidak seperti yang kau pikirkan, Kaasan."
Mebuki meletakkan kedua tangannya di pundak Sasuke, "Kau bereaksi berlebihan."
"Kaasan, ayolah, kau tidak tahu laki-laki seumuranku," ucap Sasuke, mendongak menatap Mebuki, ada sorot khawatir di matanya, "Kami hanya memikirkan hal-hal buruk yang akan dilakukan dengan perempuan."
Mebuki tertawa ringan, "Oke, cukup Sasuke, adikmu sudah tumbuh dewasa, coba terima kenyataan itu."
Sasuke mengerang frustrasi dan berdiri dari sofa, "Baiklah, jika dia hamil bulan depan jangan salahkan dia, salahkan dirimu."
Mebuki menggelengkan kepalanya, "Sakura belum memikirkan seks."
Sasuke mengangkat alisnya, "Dia mungkin tidak, tapi aku yakin Pain memikirkannya."
Sasuke berjalan ke lantai atas dan menutup pintu kamarnya, ia harus bersiap-siap. Pain akan menjemput Sakura jam 6 sore dan ia diam-diam akan membuntuti mereka ke bioskop, atau namanya bukan Uchiha Sasuke. Ia segera mengambil ponselnya di tas punggungnya dan menghubungi nomor yang sangat dikenalnya.
"Dobe? Hei. Ya, kau sibuk malam ini? Mau pergi ke bioskop? Aku yang bayar! Ya, jemput aku jam 6, oke? Bagus, sampai jumpa nanti."
Sasuke mengenakan jeans gelapnya dan kemeja putih. Ia menatap ke cermin dan menyeringai pada dirinya sendiri, ia merasa seperti James Bond. Ia akan mempraktekkan keterampilan mata-matanya selama beberapa bulan sekarang, dan ia pandai dalam hal itu. Ia kemudian meraih topi baseball hitamnya, memakainya terbalik di kepalanya.
Sasuke berjalan tenang ke lantai bawah, memberitahu ibunya bahwa ia akan pergi ke rumah Naruto selama beberapa jam. Ia mengucapkan sampai jumpa dan berjalan keluar rumah, bersandar pada mobil ayahnya.
Sasuke segera mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Naruto, "Dobe, kau dimana?" Ia berbisik.
Di ujung telepon, Naruto tengah mengemudi, "Hampir sampai, tapi kenapa kau berbisik seperti itu, Teme?"
Sasuke memandang sebuah mobil abu-abu berhenti di depan rumahnya, "Aku akan jelaskan nanti."
Pain melangkah keluar dari mobil abu-abu itu, mengenakan kemeja polo dan celana jeans.
"Bocah bodoh," gumam Sasuke pada dirinya sendiri. "Tendo Pain," Ia menyapa teman satu timnya itu.
Pain memandang Sasuke, "Oh, hai, kapten."
Sasuke menatap tajam dengan matanya, "Selamat malam, heh."
Pain tersenyum, mendongak, "Cuaca bagus ya."
Sasuke memperhatikan ketika Pain membunyikan bel pintu dan menunggu, menggerakkan buku-buku jarinya dengan gugup. Sakura membuka pintu setelah beberapa detik, Daisy melompat-lompat di sekeliling Pain dengan gembira.
"Oh Daisy, bahkan kau mengkhianatiku," gumam Sasuke pada dirinya sendiri, menggelengkan kepalanya.
Sakura memasukkan Daisy ke dalam rumah dan menutup pintu, berjalan ke mobil Pain dengan senyum lebar di wajahnya. Sasuke memandang Sakura dari atas ke bawah, adiknya itu tampak cantik dan itu membuatnya semakin marah.
"Sampai jumpa, kapten," ucap Pain pada Sasuke ketika ia membukakan pintu mobil untuk Sakura. Gadis itu menatap Sasuke dan tidak mengatakan sepatah kata pun, ia masuk ke mobil Pain dan menutup pintu.
Sasuke terus memandangi mobil itu ketika mobil itu menghilang di jalanan. Ia ditarik ke kenyataan ketika ia mendengar suara klakson. Ia segera berlari ke mobil hitam Naruto.
"Apa yang membuatmu sangat lama, Dobe?" Sasuke memasang sabuk pengamannya.
Naruto menyalakan mesin lagi, "Aku harus mengisi bensin dulu, Teme."
***
"Film apa yang akan kita tonton?" tanya Naruto, bermain dengan kunci mobilnya saat mereka telah sampai di parkiran bioskop.
Sasuke mengangkat bahu, "Aku tidak tahu."
Sasuke menyeringai ketika ia melihat Sakura dan Pain mengantri untuk membeli tiket.
Naruto menarik lengan Sasuke, "Teme, adikmu ada di sana bersama Pain."
Sasuke menyeringai, "Kebetulan sekali, kita harus berbicara dengan mereka."
Naruto mengangguk dan mereka masuk di antrian, tepat dibelakang Sakura dan Pain.
"Dunia memang kecil," ucap Naruto polos.
Sakura menoleh ke belakang, "Apa yang kalian lakukan di sini?"
Sasuke tersenyum miring, "Oh, kami juga ingin menonton film, bukan begitu Dobe?"
Naruto mengangguk, "Ya."
Pain tersenyum tak nyaman, "Film apa yang akan kalian tonton?"
Sasuke mengusap dagunya, berpikir, "Kami belum tahu, ada saran?"
"Kami sedang ingin menonton film Rowan Atkinson yang baru..."
Sakura memberi isyarat dengan matanya dan Pain berhenti berbicara.
"Oh, aku suka Rowan Atkinson," Sasuke tersenyum dan menoleh pada Naruto, "Kau juga?"
"Tentu."
Akhirnya mereka berempat membeli tiket untuk film yang sama.
"Mau membeli camilan, Sakura?" tanya Pain.
Sakura mengangguk, "Popcorn saja, terima kasih."
Pain mengangguk, "Mau ikut denganku, Naruto?"
"Oke!"
Kedua remaja laki-laki itu meninggalkan Sakura dan Sasuke berdua. Sasuke tersenyum pada adik perempuannya, "Rowan Atkinson, huh?"
Sakura mendekat pada kakaknya, "Aku tahu apa yang kau lakukan, Sasu."
Wangi parfum Sakura bermain-main di hidung Sasuke dan ia harus berusaha keras untuk berkonsentrasi pada apa yang dikatakan adiknya. "Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, Saku."
Sakura memutar matanya, "Jangan anggap aku bodoh! Kau sedang mencoba untuk mengacaukan kencanku, Sasu."
Sasuke berpura-pura berekspresi terluka, "Aku tidak akan pernah melakukan itu, Saku."
Sakura mengangguk, "Benar," Ia menarik baju Sasuke, menatap lurus ke mata kakaknya itu, "Apapun yang kau lakukan malam ini, itu tidak akan berhasil, Sasu."
Sebenarnya, rencana Sasuke telah berjalan dengan baik. Pain merasa sangat tidak nyaman untuk melakukan sesuatu dengan Sakura karena adanya Sasuke di belakang mereka. Ketika film selesai, mereka pergi ke kedai pizza, mereka berempat duduk bersama di atas meja, Naruto dan Sasuke berbicara tentang basket, sedangkan Pain dan Sakura tampak benar-benar bosan.
Perlahan Sasuke mengetuk-ngetukkan ujung jarinya di atas meja, "Apa kau menikmati kencanmu, Pain?"
Pain tersenyum palsu, "Ya, kurasa ini hanya akan kami berdua, tapi hei, 4 sepertinya angka yang baik."
"Kau benar-benar playboy, berkencan dengan 3 orang pada saat yang bersamaan," ucap Sasuke bercanda.
Naruto tertawa keras, "Pain benar-benar bukan tipeku."
"Bagus, Dobe," ucap Sasuke, tertawa.
Ponsel Pain tiba-tiba berdering dan ia pamit sebentar ke kamar mandi untu menerima telepon itu.
"Jadi Sakura-chan," ucap Naruto memulai, "Filmnya bagus?"
Sakura mengangguk, "Ya, sangat lucu, kecuali saat kalian berdua terus melemparkan popcorn pada kami."
Naruto tersenyum polos, "Maaf tentang itu."
"Yea."
Tak lama kemudian Pain kembali dengan wajah kecewa. "Maaf Sakura, aku harus pulang, ibuku sedang tidak enak badan."
"Itu kabar buruk, Pain."
Pain mengangguk, "Ya, adik perempuanku terdengar panik di rumah bersamanya."
Sakura tersenyum, "Tidak apa-apa, aku mengerti."
Pain memandang Naruto, "Apa kau bisa mengantarnya pulang, Naruto?"
"Tentu, Pain." seru Naruto.
"Semoga ibumu cepat sembuh," ucap Sasuke.
Pain tersenyum dan mencium pipi Sakura, "Aku akan meneleponmu besok."
Sakura mengangguk, "Baiklah, terima kasih untuk malam ini."
Tak lama setelah Pain pergi, pizza tiba dan mereka makan dalam diam. Dan sekitar jam 11 malam, mereka memutuskan untuk pulang.
"Ya ampun, sangat dingin di sini," komentar Naruto, merogoh kunci mobil di sakunya.
Sakura menggosok lengannya ke atas dan ke bawah, berusaha menghangatkan dirinya sendiri.
"Aku akan mengambil mobilnya di parkiran, aku akan segera kembali," ucap Naruto pada mereka dan berlari ke tempat parkir.
"Kau kedinginan, Saku?" tanya Sasuke dengan lembut.
Sakura hanya mengangguk pelan, ia masih merasa marah untuk menatap Sasuke.
"Kemarilah," Sasuke membuka tangannya.
Sakura menatap Sasuke dan perlahan berjalan ke arah kakaknya, membiarkan lengan kakaknya yang kuat memeluknya erat. Sasuke mengusap punggung Sakura dengan lembut sementara gadis itu menyandarkan kepalanya di dadanya.
"Lebih baik?"
Sakura mengangguk pelan, memeluk Sasuke lebih erat.
Sasuke mencium puncak kepala Sakura, "Aku minta maaf sudah menjadi brengsek."
Sakura terkikik, "Oke."
"Kau terlihat sangat cantik malam ini, Saku."
Sakura mendongak, tersenyum, "Kau juga boo, dan kau tahu aku suka ketika kau memakai topimu terbalik, aku bisa melihat mata indahmu lebih jelas."
Sasuke tertawa, "Oke, malam ini aku hanya untukmu."
Naruto menghentikan mobil dan membunyikan klakson; Sasuke meraih tangan Sakura dan menariknya ke mobil. Mereka bertiga pulang ke rumah dalam keheningan, mendengarkan radio yang memainkan musik ballad. Ketika Naruto menepi di depan rumah Uchiha, mereka saling mengucapkan sampai jumpa dan Sasuke dan Sakura berjalan beriringan ke rumah.
Sasuke membuka pintu, dan menemui Daisy di sana. "Malam Dais," Ia melangkah masuk dan menunggu Sakura. Ia menutup pintu begitu adiknya telah masuk. Mereka berdua kemudian berjalan ke lantai atas, diikuti oleh Daisy.
"Mau tidur denganku malam ini?"
Sakura mengangguk tersenyum, "Ya, aku suka itu."
Sasuke balas tersenyum, "Oke, aku akan berganti pakaian dan menunggumu di kamar."
Sasuke masuk ke kamarnya dan berganti ke celana piyama flanelnya. Setelah beberapa menit, Sakura masuk ke kamarnya juga, telah mengenakan piyama merah muda dan dengan bantal di dekapannya. Daisy melompat ke tempat tidur Sasuke, menguap.
"Pakai bajumu Sasu, cuaca dingin malam ini," ucap Sakura, berbaring di tempat tidur kakaknya. Sasuke melakukan apa yang Sakura minta dan mengenakan kaosnya. Ia berbaring tengkurap, merasakan Daisy meringkuk di kakinya. Sakura menyelipkan tangannya di balik kaos Sasuke dan mulai membelai punggung kakaknya perlahan dengan ujung jarinya. Sasuke memejamkan mata, menikmati belaian Sakura.
"Sasu?" Sakura berbisik.
"Hm?"
Sakura sekarang menggerakkan tangannya ke rambut Sasuke, membelainya dengan lembut. "Kau tahu Pain mungkin tidak akan meneleponku lagi setelah malam ini, kan?"
Sasuke tidak bisa menahan senyum, "Ya."
Sakura terkikik dan sedikit menarik rambut Sasuke, "Kau benar-benar gila."
Sasuke menyeringai, matanya masih tertutup, "Aku tahu."
Tangan Sakura bergerak ke telinga Sasuke, memijat cuping telinga kakaknya dan di bagian belakang telinganya. "Karena kau mengacaukan kencanku, aku ingin kau melakukan sesuatu untukku."
Sasuke mengangguk pelan, menguap, "Apapun untukmu."
Sakura bermain sedikit dengan rambut di tengkuk Sasuke, "Aku tidak ingin kau berkencan dengan Shion lagi."
Sasuke membuka matanya dan bertemu tatap dengan Sakura; ia merasa bisa kehilangan dirinya di mata emerald yang bulat itu. Ia menarik napas dalam-dalam, memejamkan mata lagi, melingkarkan lengan kanannya ke sekeliling Sakura dan menarik adiknya itu lebih dekat padanya.
"Sasu?" Sakura bertanya lagi, menghentikan pijatannya di leher Sasuke.
"Hm, jangan berhenti," pinta Sasuke.
Sakura mulai membelai leher Sasuke dengan jarinya lagi, "Jadi, bagaimana?"
Sasuke hening selama satu menit sebelum menjawab, "Dia akan pergi hari Senin."
Sakura tersenyum dan menutup matanya juga, "Terima kasih."
Sasuke menempelkan keningnya ke kening Sakura, merasakan napas hangat adiknya di mulutnya, "Apapun untukmu."
Setelah beberapa menit, Sakura berhenti membelai leher Sasuke dan Sasuke tahu bahwa adiknya itu sudah tidur. Ia memeluk Sakura lebih dekat dan gadis itu otomatis meringkuk ke dalam dekapannya. Ia menutupi tubuh mereka dengan selimut dan mulai merasa ngantuk juga, tak lupa dengan seringai di wajahnya.
***
To be continued.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)