expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Brotherly Love #5




"Kau sama sekali tidak terlihat seperti cheerleaders, Sakura-chan."
Sakura tertawa, "Kenapa tidak?"
Hinata menutup lokernya dan membantu Sakura dengan buku-bukunya, "Karena kau sangat pintar, biasanya cheerleaders itu bodoh, benar-benar bodoh."
Sakura tersenyum, "Jangan stereotip Hinata-chan, aku tahu banyak cheerleaders yang benar-benar pintar."
Sakura menutup lokernya, mengambil salah satu pompomnya dan meletakkannya di atas buku-bukunya.
Hinata mengangguk, "Kurasa kau benar."
"Jika mau, kau bisa ikut denganku ke gym dan menonton latihan, kami memiliki pertandingan besar minggu depan."
"Naruto-kun akan ada di sana?"
Sakura tersenyum konyol, "Bagi Naruto dan Sasuke, basket 99 persen dari hidup mereka."
Keduanya tertawa dan berjalan ke gym. Sesampai di gym, Ino telah berada di sana, menyaksikan Sasuke melakukan pemanasan dengan anggota lain dari tim. Sakura mengucapkan sampai jumpa pada Hinata dan berjalan ke ruang ganti.
Uchiha Fugaku, sebagai pelatih basket di sekolah itu, meniup peluit dan tim segera berkumpul duduk di bangku. "Ayo, Storm, ada pertandingan yang sangat penting minggu depan yang kalian semua sudah tahu, jadi kuharap kalian fokus pada latihan. Aku ingin kalian berlatih lebih dari dua jam sehari, ketika kelas selesai dan selama jam istirahat tujuh hari ini. Naruto, Sai dan Sasuke akan berada di gym setiap hari setelah kelas selesai untuk membantu anggota tim lainnya. Jadi bisa aku mengandalkan kalian?"
Mereka semua berteriak "Ya" dan berdiri, meletakkan tangan mereka dalam lingkaran.
"Tim apa?" seru Naruto.
"Storm," jawab seluruh anggota tim.
"Tim apa?" Naruro berseru lagi.
"Storm!"
"Storm!"
"Fokuskan pikiran kalian dalam permainan."
Mereka segera berlari ke lapangan dan mulai bermain.
Hinata menoleh pada Ino, "Kasihan mereka, mereka berlatih sangat keras."
Ino memperbaiki rambutnya, menatap ke sebuah cermin kecil yang dibawanya, "Di Konoha High, basket adalah olahraga yang paling diutamakan, semua orang tahu tentang hal itu." Ino kemudian menunjuk ke bagian belakang lapangan, "Oh, itu Sakura."
Hinata mengikuti jari Ino dan melambai ke arah Sakura.
"Pria berambut pirang itu adalah saudara kembarku, Deidara. Apa kau sudah bertemu dengannya?"
Hinata menggelengkan kepalanya, "Apa yang dia lakukan dengan cheerleaders?"
Ino tersenyum, "Dia membantu koreografi mereka. Dia punya bakat dance yang hebat."
***
Ketika latihan selesai, semua remaja laki-laki pergi ke ruang ganti.
Naruto duduk di bangku, "Teme, hari ini sungguh melelahkan."
Sasuke duduk di samping Naruto, memijat bahunya sendiri, "Ya, aku merasa seluruh tubuhku sakit."
"Btw, maaf tentang bahumu, Sasuke, itu tidak sengaja," sela Sai.
Sasuke mengangguk, "Tidak masalah, Sai, aku akan mengompresnya dengan es saat pulang nanti."
"Jika kau mematahkan bahu kapten seminggu sebelum pertandingan, aku akan membunuhmu secara pribadi, Sai." Naruto memperingatkannya, menunjuk Sai dengan jarinya.
Sasuke berdiri dan mengambil tas punggungnya, menyampirkannya di bahu, "Teman-teman, sudahlah. Bahuku tidak patah, hanya sakit."
"Kau yakin?"
"Ya, aku mandi di rumah saja, sampai jumpa besok." Sasuke meninggalkan ruang ganti dan bertemu Sakura dan Fugaku di luar lapangan. Ia terus memijat-mijat bahunya dan ayahnya tampak khawatir akan hal itu.
"Kau yakin tidak mau ke dokter?"
"Ya Tousan, ototku hanya kaku, kurasa," jawab Sasuke.
Sakura berjalan diam di samping mereka; ia belum berbicara dengan Sasuke.
Fugaku meletakkan tangannya di bahu Sakura, "Sakura bisa memijatmu! Dia hebat dalam hal itu."
Sasuke tersenyum, "Ya, itu ide yang bagus, tapi aku ragu dia mau."
Sakura mendongak, menatap ayahnya, "Aku akan melakukannya untukmu, Tousan, bukan untuknya."
"Terima kasih, Sayang," Fugaku mencium kening Sakura.
***
Setelah makan malam, Sasuke segera mandi dan pergi ke kamarnya. Sakura sudah ada di sana menunggunya, dengan Daisy di sisinya. Sakura duduk di tempat tidurnya dan menyandarkan punggungnya di atas bantal, mengerang kesakitan pada setiap gerakan yang ia lakukan.
Sakura mendekat pada Sasuke, "Apa sangat sakit?"
"Ya," bisik Sasuke.
Sakura duduk berlutut dan perlahan melepas baju Sasuke. Sakura memandang perut Sasuke sejenak dan ia merasa tersesat di tubuh kakaknya, tubuh itu benar-benar sempurna. Sering berolahraga di gym dan semua latihan basket benar-benar memberi pengaruh besar bagi tubuh kakaknya itu.
Sakura menyentuh bahu Sasuke yang sakit dengan pelan dan kakaknya itu memejamkan mata, mengerang. "Hati-hati Saku, tolong."
Sakura mulai memijat bahu Sasuke dengan perlahan. Ia menggunakan tekanan lembut dan banyak gerakan satu arah seperti yang pernah ia baca di buku. Ia berganti posisi dengan Sasuke, punggung kakaknya itu sekarang bersandar padanya, Sakura meletakkan kedua tangannya di bahu Sasuke, memijatnya dengan sedikit tekanan lebih keras dari sebelumnya.
"Bagaimana?" tanya Sakura pada kakaknya.
"Enak," jawab Sasuke, matanya masih tertutup.
Sakura memijat sedikit lebih lama dan kemudian meletakkan dagunya di bahu Sasuke. Ia memeluk perut kakaknya dengan pelan. Mereka berdua tetap diam di posisi itu selama beberapa menit, Sakura mengusap perut Sasuke perlahan, kakaknya itu bernapas pelan, dan waktu tampak berjalan dengan lambat.
"Maaf aku mengacaukan kencanmu, Saku."
Sakura mengangguk pelan, "Terima kasih, itu sangat berarti bagiku."
Sasuke menoleh pada Sakura, wajah mereka terpisah hanya beberapa inci sekarang. "Kau tahu aku sangat menyayangimu dan hanya ingin kau bahagia, kan?
Sakura tersenyum, mengusap dada Sasuke sekarang, "Aku tahu, Boo."
Sasuke balas tersenyum, "Terima kasih untuk pijatannya, Saku. Aku sudah merasa lebih baik."
Sakura terkikik, "Kau benar-benar pembohong," Ia turun dari tempat tidur dan menyerahkan kantong es pada kakaknya, "Kaasan menyuruhmu untuk meletakkan ini di bahumu."
Sasuke mengerang frustrasi dan berbaring. Sakura meletakkan kantong es itu di bahu Sasuke dan menutupi tubuh kakaknya dengan selimut.
"Selamat malam, Boo," Sakura mencium kening Sasuke dan berjalan ke pintu.
Sasuke memandang adiknya, "Kau mau kemana?"
"Ke kamarku."
"Kau tidak akan tidur denganku? Bahkan Daisy juga?"
Sakura menggelengkan kepalanya, "Tidak, kau tidak bisa tidur dengan seorang gadis dan seekor anjing di saat sedang sakit."
"Uh, kedua gadisku meninggalkanku, aku merasa tidak bahagia."
Sakura tertawa, "Semoga mimpi indah, Boo," Ia kemudian memandang ke bawah, ke anjingnya, "Ayo Dais."
Kedua 'gadis Sasuke' itu meninggalkan kamar dan sekali lagi, Sasuke merasa terlalu sulit untuk tidur tanpa mereka di sisinya.
***
Begitu dekat. Sasuke menatap kronometer dan masih ada 30 detik tersisa. Bola itu sekarang ada di tangannya, ia menggiring bola melewati satu orang dan satu orang lagi. Sudah waktunya untuk menang, Sasuke memandang keranjang dan kemudian ke sekelilingnya, ia sendirian, itu sebuah peluang, itu akan menjadi lemparan yang sempurna.
"Ayo, Teme, lempar!" Sasuke mendengar suara Naruto berseru.
Sasuke melompat, melempar bola; matanya fokus mengikuti bola sampai mimpinya itu di gagalkan oleh seseorang.
"Sasuke, bangun, kau sudah tidur sepanjang sore."
Sasuke mengerang dalam tidurnya dan Mebuki memanggilnya lagi. Ia perlahan membuka matanya dan bertemu mata dengan ibunya.
"Ah, aku hampir menang!"
Mebuki tersenyum, "Kau terlalu banyak tidur, Sayang. Bangun dan mandi."
Sasuke berbalik dan memunggungi ibunya, "Lima menit lagi, Kaasan." gumamnya.
"Sasuke, sekarang."
"Ugh, baik," Sasuke berdiri, meregangkan badannya, "Aku bangun, aku bangun."
Mebuki meninggalkan kamar Sasuke dan remaja laki-laki itu mengusap-usap wajahnya, berusaha untuk bangun dengan benar. Ia menguap dan melepas bajunya, melangkah ke koridor dan menuju ke kamar mandi yang ia bagi dengan Sakura. Ia membuka pintu, memandangi Daisy yang sedang tidur di depan pintu.
"Hai, Dais," sapa Sasuke pada anjing itu dan mendorong pintu hingga terbuka. Ketika ia melihat lurus ke depan, mulutnya ternganga. Sakura telanjang di depannya. Sasuke merasakan dirinya tenggelam ke mata emerald Sakura, dan kehilangan kendali. Ia merasakan udara di sekitarnya menebal ketika matanya merekam tubuh Sakura. Matanya yang indah, bibirnya yang indah, lehernya yang tampak lembut. Sakura merasakan mata onyx Sasuke menusuknya, dan dengan itu, putingnya mengeras. Tapi bagi Sasuke hal itu jelas tidak ia sadari. Pandangan matanya menurun dan bertemu dengan vagina dan kaki Sakura. Adiknya itu memiliki tubuh yang sempurna. Mata onyx Sasuke seolah menelan tubuh telanjang Sakura dan gadis itu memerah hebat.
Sakura menutupi dirinya dengan handuk, "Oh. Ya Tuhan."
Sasuke kehilangan kata-katanya, merasa malu, "Aku tidak tahu kamar mandi sedang kau gunakan."
"Keluar, keluar," teriak Sakura.
Sasuke mengusap rambutnya, "Aku... aku, Saku..."
Sakura kini memerah malu, "Ya Tuhan, cepat keluar dari sini Sasu."
Sasuke dengan cepat keluar dari kamar mandi, menutup pintu di belakangnya. "Brengsek." Ia berbisik pada dirinya sendiri. Ia melihat ke bawah, tidak hanya menemukan wajah anjing yang bingung, tapi ia juga menemukan kejantanannya yang menegak, "Oh, sial." Ia bergumam lagi dan segera berlari ke kamarnya.
Sasuke mengunci pintu dan duduk di tempat tidurnya, menatap kejantanannya. Ia mengacak rambutnya dengan putus asa, ia menjadi terangsang dan itu semua karena adiknya, betapa menyeramkannya ini?! Ia mencoba memikirkan hal-hal lain, tapi kejantanannya masih mengeras dan ia tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menenangkannya.
"Ayolah," bisik Sasuke pada dirinya sendiri, berbaring di tempat tidur dan menutupi wajahnya dengan bantal.
Sasuke tidak mau bermasturbasi memikirkan adik perempuannya. Berpikir tentang adiknya yang sangat seksi dan ingin menghujani tubuh adiknya itu dengan ciuman dan...
Sasuke melompat berdiri, menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Hentikan, Sasuke. Hentikan."
Akhirnya setelah beberapa menit ia merasa tenang, begitu juga kejantanannya. Ia berbaring di tempat tidurnya, berpikir bahwa sekarang, lebih dari sebelumnya, ia tidak bisa tidur dengan Sakura lagi. Bagaimana jika kejantanannya terbangun dengan Sakura masih di tempat tidur? Apa yang akan adiknya itu pikirkan tentangnya?
Sasuke mendengar seseorang mengetuk pintunya dan ia cukup yakin itu adalah Sakura. Ia tidak ingin bertatap muka dengan adiknya sekarang, ia mungkin akan membayangkan Sakura telanjang di depannya lagi.
"Boo, buka," terdengar suara lembut Sakura dari luar.
"Aku ingin sendirian Saku, pergilah."
Sakura tidak mengetuk lagi, Sasuke mendengar langkah kaki adiknya menjauh dan ia tahu adiknya itu akan marah padanya, tapi ia tidak keberatan, kondisi ini tidak baik untuk bertatap muka dengan adik perempuannya sekarang.
Sasuke menunggu sampai Mebuki memanggilnya, mengatakan makan malam sudah siap, ia segera mandi untuk menenangkan diri dan turun ke lantai bawah.
Sasuke duduk dan makan dalam dalam diam, ia merasakan mata Sakura tertuju padanya sepanjang makan malam.
"Tousan, boleh aku menginap di rumah Naruto malam ini?" tanya Sasuke setelah menghabiskan jusnya.
Fugaku memandang Sasuke, "Untuk apa?"
Sasuke mengusap lehernya, "Um, kami ingin berlatih besok dengan teman-teman."
Fugaku tersenyum, "Tentu saja."
"Terima kasih, Tousan," Sasuke berdiri dan melangkah pergi ke kamarnya.
Sasuke segera menelepon Naruto dan bertanya apakah ia bisa menginap di sana malam ini. Naruto juga setuju dengan ide latihan di pagi hari dan Sasuke mengatakan bahwa ia akan sampai di sana dalam tiga puluh menit. Ia dengan cepat menyiapkan ranselnya dan mengambil bola basketnya, ketika ia berbalik untuk meninggalkan kamarnya, onyx-nya bertemu dengan emerald Sakura.
"Um, hai Saku," ucap Sasuke, tak nyaman.
Sakura mengamati Sasuke dengan matanya, "Kenapa kau ingin menginap di rumah Naruto malam ini?"
"Ada latihan pagi," ucap Sasuke berbohong.
Sakura tersenyum palsu, "Benar."
Sasuke berjalan melewati Sakura, tapi adiknya itu menarik lengannya. Dan Sakura bisa merasakan seluruh tubuh Sasuke menegang saat terjadi kontak dengan kulitnya.
"Aku minta maaf tentang kejadian tadi, Saku, aku tidak tahu kau menggunakan kamar mandi," ucap Sasuke dengan tulus.
Sakura tersenyum, "Maaf tadi aku berteriak padamu."
Sasuke tersenyum, "Tidak, tidak apa-apa, tidak seharusnya aku terus berdiri di sana."
Sakura tertawa, "Ya."
Sasuke mencium pipi adiknya, "Selamat malam, Saku."
Malam itu, Sakura tidur di kamar Sasuke, mendekap erat guling di tubuhnya, ia sangat merindukan lengan kakaknya. Ia memejamkan mata, membayangkan Sasuke bersamanya dan mulai merasakan kantuk menguasai tubuhnya.
***
Di rumah Naruto
"Teme, kau melihat adikmu telanjang?" Naruto tidak bisa berhenti tertawa dan Sasuke melempar bantal ke kepala sahabatnya itu.
"Dobe, aku mencoba bicara serius di sini," ucap Sasuke.
Naruto menata rambutnya, "Jangan merusak rambutku, Teme," Ia melempar senyum konyol, "Apa dia seksi?"
Sasuke menunduk, menggelengkan kepalanya, "Sangat seksi."
Naruto berjalan ke sekeliling ruangan, bersemangat, "Apa kau mendapatkan fotonya?"
"Dobe, berhenti main-main." Sasuke berbaring di ranjang sahabatnya, menutupi matanya dengan tangannya, "Aku terangsang ketika melihatnya, kau tahu betapa menyeramkannya itu? Dia adikku!"
Naruto berbaring miring, bermain dengan bola basketnya, "Incest itu keren, Teme," Ia tertawa.
"Dobe!"
"Oke, oke, jangan panik Teme, kita 17 tahun, kita tertarik dengan semua yang bergerak!" Naruto kemudian duduk, melempar bolanya ke tempat sampah, "Ngomong-ngomong, Sakura-chan bukan saudara kandungmu, jadi jangan khawatir, kau boleh memakannya dengan matamu."
Sasuke mengusap dagunya dan duduk juga, "Kau benar, Dobe."
"Aku selalu benar, Teme."
Entah bagaimana pembicaraan tentang Sakura dengan Naruto terasa melegakan untuk Sasuke. Ia tidak merasa bersalah lagi. Sakura bukan saudara kandungnya; jadi itu bukan masalah jika ia menginginkan adiknya itu. Hanya ada satu masalah, Sakura melihatnya sebagai kakak laki-lakinya dan Sakura memperlakukannya dengan hormat, tapi itu tidak akan menghentikan Sasuke untuk bermasturbasi memikirkan tubuh telanjang adiknya.
Awalnya, Sasuke merasa malu, tapi kedua kalinya ia mencoba, ia merasa itu adalah perasaan terbaik di dunia. Sakura membuatnya benar-benar terbang!
Sejak berbicara dengan sahabatnya, Sasuke mendapati dirinya memandang Sakura dengan berbeda, jika ia tidak dapat melakukan apa yang diinginkannya, ia akan membayangkannya, dalam mimpinya atau kamar tidurnya. Setiap malam ia akan mengunci pintunya, mengabaikan ketukan Sakura yang sering bertanya mengapa ia tidak ingin tidur dengannya lagi. Ia hanya mengatakan pada Sakura bahwa ia membutuhkan ruang sendiri, dan untung saja, Sakura setuju dengannya.
Setiap kali mereka hanya berdua di rumah, Sasuke akan menemukan cara untuk memata-matai Sakura. Terkadang, menggunakan balkon adiknya itu. Terkadang juga, ketika Sakura sedang mandi, ia akan menguping di dekat kenop pintu. Ia berubah menjadi detektif terbaik!
Tapi Sasuke bukan satu-satunya yang merasa bergairah sepanjang hari, Sakura terus-menerus menyentuh dirinya sendiri, sebelum tidur atau ketika ia mandi, ia menyentuh payudaranya dan bagian yang paling intim dari dirinya. Pada awalnya ia membayangkan yang menyentuhnya adalah Sasori, tapi ketika ia mulai membayangkan tangan dan jari-jari kakaknya, ia merasa dibawa terbang ke tingkat kesenangan yang lain, sesuatu yang sama sekali berbeda dengan bayangan Sasori akan membawanya.
Mebuki dan Fugaku sama sekali tidak memperhatikan ketegangan seksual di sekitar anak remaja mereka, bagi mereka, anak-anak telah bertumbuh dewasa dan ingin sibuk dengan diri sendiri. Sedikit yang mereka tahu tentang anak mereka, bahwa sebenarnya Sakura dan Sasuke saling menghindar karena setiap kali mereka bersama, pikiran tentang melucuti pakaian satu sama lain lebih kuat dari rasa sayang persaudaraan yang mereka rasakan sebelumnya...
***
To be continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)