9 tahun kemudian
Sinar matahari menyerbu kamar Sakura, memaksa Sasuke untuk merapatkan matanya dan mengerang protes. Golden retriever mengangkat telinganya ketika ia mendengar erangan Sasuke, menggonggong dengan harapan dapat membangunkan kedua pemiliknya, namun tak berhasil. Daisy menggonggong lagi dan melompat turun dari tempat tidur, menggonggong keras di pintu.
Sakura mengusap matanya dan duduk di tempat tidur perlahan, mencari sumber suara.
"Selamat pagi, Daisy," sapa Sakura pada anjing yang sekarang melompati ruangan dengan gembira melihat seseorang telah terbangun.
"Biarkan dia keluar, Saku, aku ingin tidur," Sasuke menutupi kepalanya dengan bantal dan tertidur lagi.
Sakura berdiri dan membuka pintu kamar, membiarkan Daisy berlari ke lantai bawah. Ia menatap kakaknya yang sedang tidur; mereka kini sudah semakin besar untuk berada di satu ranjang yang sama dengan seekor anjing besar seperti Daisy. Mungkin sudah waktunya bagi Sasuke untuk tidur di kamarnya sendiri.
Sakura duduk di samping Sasuke, menyentil telinga Sasuke dengan jarinya. Sasuke berusaha menyingkirkan tangan Sakura dan gadis itu terkikik.
"Boo, bangun," panggil Sakura lagi, "Bangun, ini hari Sabtu, kita akan ke danau, ingat?"
Sasuke menggumamkan sesuatu, tapi tidak bangun.
"Boo, ayolah," Sakura mencoba lagi, tapi tak berhasil. "Ada banyak gadis yang akan memakai bikini, kau yakin ingin kehilangan momen itu?" ucap Sakura pada kakaknya.
Sasuke perlahan membuka matanya, tersenyum.
"Kau benar-benar menyebalkan, Sasu." Sakura terkikik dan berdiri, "Punggungku benar-benar sakit, kau harus tidur di kamarmu sendiri mulai sekarang," Ia kemudian berjalan ke lemari, menarik bikini merah muda dan menempatkannya di depan tubuhnya yang masih tertutup piyama.
"Kenapa? Aku selalu tidur di sini," ucap Sasuke, meregangkan badannya.
Sakura mengangguk, "Aku tahu, tapi kau sekarang sudah tinggi sekali, aku mulai bertambah besar juga, dan Daisy semakin gemuk setiap hari, hampir mustahil kita ada di satu tempat tidur, Sasu."
Sasuke menatap adiknya; Sakura perlahan telah berubah menjadi seorang gadis remaja. Sakura tidak tinggi seperti dirinya, adiknya itu bertubuh mungil, tapi dengan tubuh yang bagus, kurva yang seksi dan payudara kecil. Sasuke kemudian mengangguk, Sakura mungkin ada benarnya.
"Baiklah, aku akan tidur di kamarku mulai sekarang."
Sakura tersenyum, "Terima kasih atas pengertiannya, sekarang bersiap-siaplah karena yang lain akan datang kesini satu jam lagi." ucapnya seraya menghadap ke cermin lemari pakaiannya, mencoba memutuskan bikini mana yang akan terlihat lebih cocok di tubuhnya.
Sasuke berdiri dan berjalan ke arah Sakura, masih menguap. Ia memeluk Sakura dari belakang, meletakkan dagunya di bahu adiknya itu.
"Kau terlihat seperti Daisy saat melakukan ini," ucap Sakura pada Sasuke, terkikik.
Sasuke tersenyum, menutup matanya, "Aku sedang mengumpulkan energi untuk benar-benar bangun, tunggu sebentar."
Sakura menggelengkan kepalanya, bercanda, "Aku tidak mengerti kenapa harus menggunakan diriku dalam prosesmu bangun setiap hari, Boo."
Sasuke membuka matanya lagi, menggelengkan kepalanya lebih cepat, "Karena kau adalah adik perempuanku," Ia mencium pipi Sakura dan sedikit menggelitik sisi tubuh adiknya itu, "Bersiaplah, Saku." Ia kemudian berjalan keluar kamar.
Sakura pergi ke kamar mandi, ia membersihkan tubuhnya dengan cepat dan membungkus handuk di sekeliling tubuhnya kemudian kembali ke kamarnya. Daisy sudah berbaring di tempat tidurnya lagi; ia menepuk kepala anjing itu dengan lembut dan menutup pintu kamarnya. Sakura memandang dirinya sendiri dari ujung kepala sampai ujung kaki di cermin besar yang ada di kamarnya, cheerleaders membawa dampak baik bagi tubuhnya. Tubuhnya mulai berubah menjadi tubuh seperti gadis-gadis dewasa. Ia sekarang berusia 15 tahun, dan payudara yang tidak ia miliki dua tahun lalu, kini telah ada di sana. Kakinya yang jenjang telah menjadi kaki putih sempurna karena semua gerakan tarian cheerleaders dan senam yang dilakukannya setiap hari. Ia menggerakkan tangannya membelai tubuhnya dengan senyum konyol, ia telah mendengar apa yang dibicarakan siswa-siswa di sekolah tentangnya, bahwa ia sangat seksi dan ia menyukai itu.
Sakura kemudian memakai bikininya dan menghadap ke cermin lagi. Ia tampak seksi dan ingin sekali mendengar pujian itu dari Sasori hari ini. Ia tertarik pada teman kakaknya itu selama hampir setahun, tapi ia selalu merasa terlalu kecil atau terlalu kurus untuk menarik perhatian Sasori. Tapi sekarang ia adalah seorang gadis remaja, dan ia cukup yakin bahwa Sasori akan memperhatikannya.
"Sakura, sarapan sudah siap," teriak ibunya dari dapur dan Daisy melompat dari tempat tidur.
"Kau tahu itu sarapanku, bukan milikmu, kan?" Sakura bercanda pada anjing itu, dan anjing itu menggonggong. "Benar," Sakura terkikik dan segera mengenakan dress merah muda selututnya, menutupi bikininya, kemudian memakai sandal jepit putih.
Sakura tiba di dapur dan menemukan seisi rumah tampak menyelesaikan sarapan mereka, termasuk saudara laki-lakinya yang masih tampak mengantuk. Sakura mencium pipi ayah dan ibunya dan duduk di samping Sasuke, memakan panekuknya perlahan.
"Jam berapa kalian akan pulang?" tanya Fugaku pada mereka, mendongak dari korannya sejenak.
Sasuke mengangkat bahu, dengan mulut penuh makanan, "Aku tidak tahu, Tousan."
"Eww, jangan bicara dengan makanan masih di mulutmu, Sasu," Sakura menggelengkan kepalanya dan menghadap ayahnya, "Sekitar jam 4, Tousan," jawabnya lembut.
Fugaku mengangguk dan mengembalikan perhatiannya ke korannya.
Sakura menghabiskan makanannya, begitu pula Sasuke. "Oke, kita berangkat," ucap Sasuke pada orang tua mereka.
"Ponsel?" tanya Mebuki.
"Ponselku disini, Kaasan," Sasuke menepuk-nepuk saku belakangnya perlahan.
Mebuki kemudian memandang Sakura.
"Aku menyimpannya di tasku," jawab gadis itu.
"Oke, bersenang-senanglah kalian berdua," Mebuki kemudian memandang Sasuke, "Jaga adikmu."
Sasuke mengangguk dan melingkarkan lengannya di bahu Sakura. "Lihat, sist? Aku akan menjagamu hari ini."
Sakura memutar matanya, "Luar biasa."
Mereka melangkah meninggalkan rumah dan Daisy berbaring dengan mata anak anjingnya yang besar tertuju pada pintu. Anjing itu menggonggong sedih karena ditinggal di rumah. Ia selalu menatap pintu masuk, mengantisipasi kedatangan pemiliknya.
Fugaku tertawa, "Daisy, mereka tidak akan pulang sampai sore nanti."
Mebuki tersenyum dan memanggil anjing itu, yang segera berlari padanya dan meletakkan kepalanya di pangkuannya, "Kasihan sekali kau Daisy, ditinggal di rumah," Ia membelai telinga hewan peliharaan itu, tertawa juga.
Daisy menggonggong lagi dan berbaring di lantai, matanya tidak pernah beralih dari pintu masuk.
Sai, bocah tertua di antara mereka semua dan yang telah diperbolehkan membawa mobil berhenti di depan rumah Uchiha, membunyikan klakson. Sakura melambai pada mereka dan masuk ke dalam mobil, diikuti oleh Sasuke. Mereka duduk di kursi belakang, tapi karena mobil itu penuh, Sakura terpaksa harus duduk di pangkuan Sasuke. Sasuke melingkarkan lengannya di pinggang Sakura dan meletakkan satu tangannya di perut adiknya yang rata.
"Sasuke beruntung hari ini, memegangi gadis seksi," ucap Sai bercanda.
Sasuke tertawa, "Yang kau sebut seksi itu adalah adik perempuanku, sopanlah sedikit bodoh."
Ino cemberut, "Tidak ada yang menyebutku seksi."
"Kau juga seksi, Ino," Sasori menepuk kaki Ino dengan pelan dan gadis itu tersenyum.
"Terima kasih, Sasori."
Sasori memandang Sakura dan tersenyum, Sakura balas tersenyum, sedikit memerah.
Setelah perjalanan beberapa menit, mereka tiba di danau dan dengan cepat semua remaja laki-laki itu melepas baju mereka dan melompat ke air. Sementara Ino dan Sakura duduk di atas batu dan mulai mengobrol.
"Hai, apa air itu tidak apa-apa jika digunakan berenang?"
Ino dan Sakura berbalik dan menemukan seorang gadis berambut indigo. "Oh ya, tentu saja," jawab Sakura tersenyum.
"Oh, terima kasih, aku baru tinggal di sekitar sini dan aku tidak ingin berenang tanpa merasa yakin lebih dulu."
Ino tersenyum, "Banyak orang berenang di sini, termasuk kami."
"Namaku Sakura, dan ini temanku Ino. Kau?"
"Aku Hinata," jawab gadis itu.
Sakura tersenyum, "Senang bisa mengenalmu Hinata-chan, ingin duduk bersama kami?"
Hinata mengangguk, "Tentu."
Mereka bertiga mulai mengobrol dan Hinata memberitahu dua gadis di depannya bahwa ia pindahan dari Los Angeles, sebenarnya ia kelahiran Jepang, tapi sejak berusia 4 tahun ia tinggal di Los Angeles bersama keluarganya. Ia juga menceritakan tentang film dan orang-orang terkenal di sana, Sakura dan Ino tampak bersemangat saat ia juga menceritakan bahwa ia pernah melihat Brad Pitt di sebuah toko kelontong.
"Oi, kalian! Ayo kemari," Naruto memanggil mereka dari air.
Gadis-gadis itu dengan cepat membuka pakaian mereka, menyisakan bikini, dan berjalan ke air dengan masih mengobrol.
Mulut Naruto terbuka, "Teme, apa yang terjadi pada adikmu."
Sasuke menoleh dan menatap Sakura, terkejut. Kapan itu terjadi pada adik perempuannya? Ia tahu Sakura telah tumbuh dewasa, tapi ia tidak tahu bahwa Sakura memiliki tubuh seperti ini. Kulit putihnya bersinar sempurna saat adiknya itu berjalan ke arah mereka. Mata emerald-nya tampak berkilau seolah bisa menyamai bintang manapun. Bikini pink-nya yang senada dengan rambutnya, menempel di tubuhnya seperti kulit kedua hingga membuat lekuk tubuhnya lebih terlihat dan kakinya lebih jenjang. Sasuke memejamkan mata onyx-nya dan membukanya lagi, mengira itu adalah mimpi.
Rambut panjang Sakura jatuh di pundaknya dan gadis itu berhenti sejenak untuk menggulung rambutnya hingga membentuk sanggul kecil. Sasuke melihat sekelilingnya dan semua temannya menatap ke arah adiknya dengan tatapan lapar, dan itu membuatnya marah. "Apa yang kalian lihat, dia baru 15 tahun, ayolah."
Naruto mengangguk pelan, "Dia benar-benar gadis 15 tahun yang seksi, Teme."
Sasori tidak mengatakan apa-apa, ia tampak terhipnotis pada sosok Sakura. Sasuke memandangi adik perempuannya lagi, merasakan darahnya mengalir deras di dalam tubuhnya, anting-anting perak Sakura berayun di pipinya dan gelang-gelangnya bergemerincing mengikuti gerakannya. Sasuke memerah membayangkan adiknya perempuannya menjadi seorang dewi.
"Wow, dingin," Sakura terkikik ketika kakinya menyentuh air. Ia berenang ke arah Sasuke dan melompat di punggung kakaknya, melingkarkan lengannya di leher Sasuke.
Sakura terkikik dan mencium pundak Sasuke, "Hei Boo."
Sasuke berdesir, "Apa kau harus memakai bikini ini, Saku? Semua orang melihatmu."
Sakura tersenyum, "Benarkah?" Ia melihat sekelilingnya dan bertemu tatap dengan Sasori. Ia tersipu ketika remaja laki-laki itu tersenyum padanya.
"Hei Sakura-chan, kemarilah," Hinata memanggilnya dan Sakura berjalan ke arah Hinata dan Ino.
"Oi teman-teman, ini Hinata, dia orang baru di sini." ucap Sakura, memperkenalkan Hinata pada para remaja laki-laki.
Hinata menyapa semua orang dan mereka tampak sangat baik padanya, membuatnya merasa nyaman dalam hitungan menit. Ketika remaja laki-laki telah pergi untuk memanggang barbekyu, para gadis ditinggal sendiri di danau.
"Apa laki-laki bermata hitam itu pacarmu, Sakura-chan?" tanya Hinata.
"Siapa, Sasuke? Tidaaak," Sakura terkikik, "Dia saudaraku."
Hinata tertawa, "Kalian tidak mirip."
"Mereka bukan saudara kandung; mereka hanya dibesarkan seperti kakak dan adik," sela Ino, sambil menggigit kukunya.
"Ohh, aku mengerti."
"Ibuku menikah dengan ayahnya ketika kami masih kecil," ucap Sakura, menata rambutnya.
"Semua orang di sini sangat menakjubkan? Maksudku, Sasori dan Sai lucu, Naruto juga dan saudaramu, wow, Sakura-chan."
Sakura terkikik, "Ya, Sasu memang luar biasa, Ino juga memiliki saudara laki-laki yang sangat imut."
Ino mengangguk, "Yup, kembaranku Deidara adalah yang terbaik, tapi dia sedang berada di London dengan ayahku sekarang."
"Kurasa aku akan betah di sini," ucap Hinata pada mereka dan mereka semua tertawa.
"Tapi, hei, tenanglah. Sasori adalah milik Sakura; Sasuke adalah milikku, jadi kau bisa memilih antara kembaranku, Sai atau Naruto." ucap Ino setengah berbisik.
Sakura mengangguk, "Ya, itu benar."
"Oke, tidak masalah denganku," ucap Hinata dan mereka semua tersenyum.
Saat makan siang, Sakura merasa sangat senang karena Sasori ingin duduk di sampingnya. Mereka terus mengobrol dan tertawa, dan Sasuke sama sekali tidak menyukai perhatian yang diberikan temannya itu pada adik perempuannya.
Setelah makan siang dan bercanda hingga sore, mereka kini sibuk membersihkan semuanya dan memutuskan untuk pulang.
Sasori berjalan mendekati Sakura, "Jadi, kau mau pergi bersamaku kapan-kapan?"
Sakura tersenyum, berusaha untuk tidak menunjukkan pada Sasori bahwa inner-nya sedang histeris sekarang, "Ya, aku suka ide itu."
Sasori tersenyum, "Bagus."
Saat semuanya masih tampak sibuk bersiap pulang, Sasuke menepuk pundak Sasori. "Hei Sasori, bisa aku bicara denganmu secara pribadi?" tanya Sasuke pada Sasori.
"Ya," jawab Sasori mengangguk.
Mereka menunggu sampai semua orang masuk ke dalam mobil.
"Ada apa?" tanya Sasori, penasaran.
"Apa yang kau inginkan dari adikku?"
Sasori mengusap lehernya, "Aku um, aku baru saja mengajaknya berkencan."
Sasuke menggelengkan kepalanya, "Itu tidak akan terjadi."
Sasori tidak mengerti, "Kenapa tidak?"
"Dia baru 15 tahun, dia tidak diijinkan berkencan."
Sasori tertawa tak percaya, "Siapa yang bilang?"
Sasuke menatap langsung ke mata Sasori, "Aku sedang memberitahumu sekarang, apa itu masalah?"
Dua remaja laki-laki itu berbagi tatapan marah selama hampir satu menit, ketegangan menyelimuti udara di sekitar mereka. Sasori membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tapi ia menutupnya kembali sebelum Sasuke bisa mendengar suara apapun. Sasuke tahu bahwa menjadi kapten tim basket memberinya derajat, semua teman dan rekan timnya, meskipun mereka tidak selalu setuju dengan apa yang ia katakan, akan menghormatinya karena ia adalah kapten, berada di atas selalu memberi Sasuke kekuasaan ekstra.
"Apa itu masalah, Sasori?" tanya Sasuke lagi setelah beberapa detik.
Sasori menggelengkan kepalanya, "Tidak, tidak masalah."
Sasuke tersenyum tipis, "Terima kasih atas pengertiannya, sekarang katakan padanya bahwa kau tidak bisa berkencan dengannya."
"Dia akan marah, sobat."
"Aku tidak keberatan, aku akan menyelesaikan ini nanti."
Sasori akhirnya mengangkat bahu, "Baiklah."
Sasori masuk ke mobil dan duduk di samping Sakura, gadis itu tersenyum dan Sasori menatap ke bawah. Sasuke duduk di kursi depan, mendapatkan posisi sempurna untuk melihat ke kursi belakang dari kaca spion.
Sai mulai menyalakan mesin, "Di mana Naruto?"
Ino terkikik, "Dia bersama Hinata."
"Oh," gumam Sai, "Oke, kalau begitu mobil tidak terlalu sesak seperti tadi pagi."
Sai mulai menjalankan mobil menuju ke rumah Sasuke, perhentian pertama di malam itu. Saat ia menyetir, ia mendengar suara pelan yang terdengar dari bawah kap. "Apa kau mendengarnya?" tanya Sai pada Sasuke.
"Dengar apa?"
"Sudahlah," jawab Sai. Ia terus mengemudi sambil berharap suara itu tidak akan muncul lagi.
Sedangkan di kursi belakang, Sasori berbicara dengan setengah berbisik, "Hei, Sakura?"
Sakura memandang Sasori, "Ya?"
"Aku, um, maaf, kita tidak bisa pergi bersama."
Sakura menelan ludah, sebelum tersenyum, "Oh."
Sasori mengusap tangan Sakura dan gadis itu semakin merasa buruk, "Kau baik-baik saja?"
"Ya," bisik Sakura.
Sasori memalingkan muka, "Ini hanya... karena Sasuke bilang bahwa kau tidak boleh berkencan, tapi sebenarnya aku sangat ingin berkencan denganmu."
Mata Sakura melebar, "Sasuke, apa?"
"Dia bilang kau tidak boleh berkencan, jadi, maaf, mungkin beberapa tahun lagi."
Sasori kemudian memakai headphone-nya dan menutup matanya. Sakura merasakan sakit di dadanya; ia sangat ingin membunuh Sasuke sekarang.
Sasuke menoleh ke belakang dan tersenyum dengan tenang pada Sakura, dan Sakura menahan kemarahannya untuk tidak menampar wajah Sasuke. Ia telah berusaha selama satu tahun untuk menarik perhatian Sasori dan ketika Sasori benar-benar menginginkannya, kakak bodohnya ini mengacaukan segalanya?
Ketika berbelok ke jalan komplek kediaman Uchiha, bunyi bising di mobil Sai semakin keras dan mobil itu mulai bergetar.
"Wow, apa yang terjadi?" Ino mengerang, terbangun dari tidurnya.
Sai tertawa, "Ini sudah biasa, terjadi dari waktu ke waktu." bohongnya.
Ino memandang Sakura dan mengangkat alisnya, "Mobil luar biasa, huh."
Sakura tersenyum palsu, "Ya."
Untung saja, mobil berhasil sampai di rumah Sasuke dan Sakura. Kedua remaja itu keluar dari mobil dan mengucapkan sampai jumpa pada teman-temannya. Sai kembali menyalakan mesin dan melaju meninggalkan kediaman Uchiha.
"Hari ini hari bagus, huh?" tanya Sasuke pada Sakura, membuka pintu depan.
Sakura menarik lengan Sasuke, "Aku sangat membencimu."
Daisy berlari keluar rumah, mengibas-ngibaskan ekornya ketika ia mendekati pemiliknya. Ia menggonggong dan melompat-lompat ke arah mereka.
"Wow Saku, apa masalahnya?"
"Masalahnya adalah kau," Sakura melangkah masuk ke dalam rumah, Daisy mengikutinya, "Aku tidak percaya kau mengatakan pada Sasori bahwa aku tidak bisa berkencan dengannya."
Sasuke menutup pintu, "Aku akan mengatakannya lagi jika itu perlu."
Daisy sekarang melompat-lompat ke arah Sasuke, berusaha mendapatkan perhatian remaja laki-laki itu.
"Kau tidak bisa memutuskan dengan siapa aku berkencan, Sasu, itu bukan urusanmu."
Fugaku masuk ke ruangan, tertarik dengan perdebatan anak-anaknya. "Apa yang sedang terjadi?" tanyanya, memandangi kedua anak mereka.
"Saku marah karena aku tidak membiarkan dia berkencan dengan Sasori," ucap Sasuke dengan suara tenang.
Sakura mendorong bahu Sasuke, "Jangan panggil aku Saku, itu bukan urusanmu, kau tidak punya hak untuk memberitahunya bahwa aku tidak bisa berkencan dengannya."
Fugaku mencoba memahami perdebatan itu, "Tunggu, siapa yang berkencan dengan siapa?"
"Kau baru 15 tahun, kau tidak diijinkan berkencan," ucap Sasuke lagi.
Sakura memerah karena marah, "Sialan kau! Kau bukan ayahku!" teriak Sakura.
Daisy menyerah dan berbaring; mengawasi dengan mata anjingnya, memperhatikan tiga suara dengan bosan.
"Tousan, kumohon," Sakura merengek dan berlari pada Fugaku.
Fugaku memeluk putrinya, "Siapa laki-laki itu?"
"Sasori, dari tim basket," jawab Sakura.
Fugaku menggelengkan kepalanya dan berkata pada Sakura dengan suara tenang, "Kau tidak boleh berkencan dengannya; dia seperti spermatozoid manusia."
Sasuke menyeringai, "Aku setuju, Tousan."
Sakura cemberut, "Tousan, kumohon."
Fugaku menyilangkan lengannya, "Kau terlalu kecil, maaf."
Sakura menangis dan berlari ke kamarnya, menutup pintu dengan keras. Sasuke menutupi telinganya ketika ia mendengar suara pintu yang dibanting. Fugaku menyusul Sakura, sedangkan Sasuke melangkah ke dapur dan duduk di lantai, menyandarkan punggungnya di lemari es. Perlahan Daisy berjalan ke arahnya, berbaring lagi sambil meletakkan kepalanya di pangkuan Sasuke.
Sasuke membelai kepala anjing itu, "Saku sangat histeris, Daisy."
Daisy mendongak dan memandang Sasuke, menjilat tangannya.
"Sasuke, apa yang terjadi dengan Sakura?" tanya Mebuki, masuk ke dapur.
"Saku ingin berkencan dengan Akasuna Sasori."
"Oh, kurasa Sasori anak yang baik, aku menyukainya."
Sasuke berdiri, "Ya, tapi dia hanya memikirkan seks, Kaasan, itulah yang dia inginkan dari Saku."
Mata Mebuki melebar seperti mata Sakura beberapa menit sebelumnya, "Benarkah?"
Sasuke menjilat bibir bawahnya dengan cepat, "Um, ya."
"Oh, mungkin Sakura terlalu muda untuk berkencan."
Sasuke menyeringai, "Ya."
"Sasuke?"
"Ya, Kaasan?"
"Kau dan Sakura akan dihukum selama sisa akhir pekan, karena kalian pulang malam, bukan jam 4 sore seperti yang kalian katakan."
Sasuke mengerang frustrasi, "Ayolah, Kaasan..."
"Tidur sekarang, Nak."
Sasuke berjalan lunglai ke kamar mandi, ia mendapati Sakura sedang menyikat giginya, gadis itu sudah memakai piyama flanel pink. Biasanya, mereka akan mengobrol lama sebelum tidur, tapi sekarang sepertinya tidak.
"Kau akan terus marah padaku?" tanya Sasuke, melepas bajunya dan duduk di atas meja kamar mandi.
Sakura mengabaikan Sasuke dan selesai dengan urusan menyikat giginya.
"Sakura, ayolah," Sasuke mencoba menyentuh pundak Sakura tapi gadis itu menjauh, "Aku hanya mencoba melindungimu."
"Aku tidak butuh perlindunganmu, Sasuke," Sakura berjalan menjauh dari kamar mandi, menutup pintu.
Sasuke segera mandi, berganti pakaian, dan menyikat giginya. Ia melangkah menuju ke kamar Sakura tapi kemudian berhenti, ia rasa ini bukan waktu yang tepat untuk berbicara dengan gadis itu, jadi ia melangkah ke arah yang berlawanan, berbaring di tempat tidurnya, mencoba membiasakan diri dengan kasurnya sendiri. Ia mematikan lampunya dan menutupi wajahnya dengan bantal. Ia jelas tidak terbiasa tidur sendirian lagi.
Setelah berusaha sekian lama untuk tidur, ia akhirnya menyerah dan menatap langit-langit kamarnya. Sangat aneh berada di sana untuk tidur setelah bertahun-tahun tidak tidur di sana. Ia tiba-tiba mendengar langkah kaki dan suara pintu dibuka. Sasuke menyalakan lampu lagi dan menemukan Sakura bersama Daisy masuk ke kamar, Sakura mendekap bantal dan Daisy menggigit boneka di mulutnya.
"Kupikir kau ingin tidur sendirian mulai sekarang." ucap Sasuke.
Sakura tetap mengabaikan Sasuke, ia berbaring miring disamping Sasuke, memunggungi kakaknya itu. Daisy juga melompat ke tempat tidur dan pindah ke ujung tempat tidur, menekuk tubuhnya ke kaki Sasuke seperti yang biasa ia lakukan sejak masih kecil.
Sasuke menyerah dan tangannya terulur di atas Sakura untuk mematikan lampu. Ia kemudian berbaring lagi, dan meskipun Sakura tidak mau berbicara dengannya, gadis itu tidak memprotes ketika Sasuke memeluknya dari belakang, menarik tubuh Sakura lebih dekat ke tubuhnya, meletakkan dagunya di bahu Sakura seperti yang ia lakukan setiap malam.
Sakura mengusap matanya, merasakan tangan Sasuke menyelinap ke balik bajunya dan mengusap perutnya perlahan, seperti yang selalu dilakukan kakaknya itu ketika hampir tertidur. Sakura menguap ketika Sasuke menyelipkan kaki kanannya di tengah kaki Sakura dan gadis itu mulai menutup matanya.
***
To be continued.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)