"Anak-anak, kemarilah," teriak Fugaku dari dapur.
Sasuke dan Sakura berlari ke lantai bawah dan menemui orang tua mereka yang kini telah berada di ruang tamu.
"Kami punya kejutan untukmu." Mebuki menunjuk ke sebuah kotak di lengan Fugaku.
"Apa itu?" tanya Sakura, mendekati Fugaku.
Fugaku membungkuk di depan anak-anak dan meletakkan kotak itu dengan pelan di lantai, "Kalian harus merawatnya dan menjadi orangtua yang baik, oke?"
Sasuke mengangguk, tanpa mengerti apa yang dikatakan ayahnya.
Mebuki duduk di lantai dan meminta anak-anak untuk bergabung dengannya. Mereka melakukan apa yang ibu mereka katakan dan menunggu Fugaku membuka kotak itu. Ketika kotak itu dibuka, kepala sesosok kecil muncul dari kotak, menatap ruangan dengan mata lucu, menggerakkan telinga dan hidungnya yang kecil dengan panik.
"Oh, itu anak anjing golden, sama seperti Buddy, Sasu!" teriak Sakura dan anak anjing itu tampak ketakutan, menghilang ke dalam kotak lagi.
Fugaku meletakkan anjing itu di pangkuan Sasuke dan bocah itu melihat ke bawah dengan mata takjub, "Wah, Tousan, dia cantik."
Sakura mendekat dan menepuk anjing itu, "Dia benar-benar cantik."
Sasuke memandang ayahnya, "Apa dia anjing untuk kami? Untuk kami rawat?"
Mebuki mengangguk, "Ya, Sayang, anjing itu untuk kalian."
Mereka mulai bermain-main dengan anjing yang jelas lebih tertarik untuk mengetahui seisi rumah karena kini anjing itu berlari dengan semangat ke mana-mana.
"Siapa namanya?" tanya Sasuke pada Fugaku dan ayahnya itu mengangkat bahu.
"Kalian bisa memilihkan nama untuknya."
"Aku ingin Barbie," ucap Sakura, tapi Sasuke tidak menyukainya.
"Itu nama yang buruk untuknya, Saku."
"Tidak."
"Ya."
"Anak-anak, tolong," Mebuki memandangi mereka dan mereka berhenti berdebat, "Bagaimana dengan Daisy?"
"Aku suka itu," ucap Sasuke.
"Aku juga," Sakura turut setuju.
Malam itu Sakura dan Sasuke membawa Daisy ke kamar mereka; mereka berbaring, menutupi tubuh mereka dengan selimut dan pergi tidur. Daisy dengan cepat tahu bahwa ia tidak suka di lantai, jadi ia naik ke tempat tidur juga. Jika 'orangtuanya' bisa berbaring di sana, ia juga bisa.
Anak anjing itu bergerak ke ujung tempat tidur, melingkarkan tubuhnya ke kaki Sasuke yang terkubur di bawah selimut. Daisy menempatkan dagunya di atas selimut lembut itu dan perlahan-lahan menutup matanya, menyusul kedua anak itu ke dalam tidur yang lelap.
Setiap hari ketika Sakura dan Sasuke pergi ke sekolah, Daisy akan berbaring di teras menunggu mereka kembali. Pada waktu makan siang, Mebuki memasukkannya ke dalam rumah, memberi makan dan bermain dengannya sebentar. Daisy berbaring di ranjang kecilnya di sebelah sofa ruang tamu dan tidur siang, dan ketika bel pintu berdering, Daisy melompat dari tempat tidur dan berlari menuju pintu masuk, melompat-lompat dengan penuh semangat. Anak anjing itu mencakar pintu dan menatap Mebuki dengan memohon.
"Kurasa bukan mereka, Daisy," ucap Mebuki lembut pada anjing itu.
Mebuki membuka pintu dan menyapa tukang pos. Daisy menundukkan kepalanya dengan sedih, ketika ia menemukan seorang pria jangkung yang tidak terlihat seperti pemiliknya. Anjing itu duduk, ekornya masih bergoyang-goyang dengan pelan dan memperhatikan Mebuki menerima surat dan menutup pintu lagi.
Anjing itu menggonggong dengan keras dan melompat-lompat di sekitar Mebuki, ia sedikit bermain dengan anjing itu, tapi ia tidak lagi menjadi pusat perhatian Daisy ketika anjing itu mendengar langkah kaki yang sudah sangat dikenalnya dan berlari lebih cepat ke dapur. Anjing itu mulai merintih ketika ia mendengar suara-suara mereka, ekornya mengibas dengan panik ketika suaranya menjadi lebih jelas dan keras. Sasuke membuka pintu belakang untuk menyapa Daisy, dan Sakura juga mengikutinya, mereka membungkuk dan berguling-guling di lantai bermain dengan anjing itu, sementara anjing itu menjilat wajah mereka dengan kebahagiaan yang sangat besar.
Daisy menggonggong, lidah kecilnya bergerak di seluruh tangan kedua anak itu. Sasuke memberi Daisy kue dari sekolah dan anjing itu memakannya tanpa mengeluh. Setelah itu, ia memakan kue milik Sakura juga. Ia mengendus-endus tangan Sakura dan kotak makan siang Sasuke untuk mencari lebih banyak kue, tapi ternyata sudah tidak ada.
"Maaf Daisy, tidak ada kue lagi untukmu hari ini."
Sama sekali tidak masalah jika mereka tidak memiliki kue lagi, hanya bersama anak-anak itu saja, bagi Daisy adalah hari yang baik.
***
"Kaasan, Saku tidak mau bermain denganku." Sasuke duduk di kursi dapur, menyilangkan lengannya, tampak sangat murung.
Mebuki berbalik dan menghadap putranya, "Kenapa tidak?"
"Dia terus menonton film bodoh itu," ucap Sasuke, "Saku sangat membosankan."
Mebuki menatap Sasuke dengan serius, "Kau suka basket, kan?"
Sasuke mengangguk.
"Dan apa pendapat Sakura tentang itu?"
Sasuke menggaruk kepalanya, "Um, dia selalu menemaniku bermain."
Mebuki duduk di kursi di samping Sasuke, "Itu berarti dia mendukungmu."
"Oh," gumam Sasuke, "Apa artinya itu?" tanyanya, bingung.
"Artinya, dia suka semua yang kau suka," ucap Mebuki seraya memberi Sasuke dua potong kue, "Jika aku jadi dirimu, aku akan mendukungnya dengan filmnya juga, dia menyukainya, Sasuke. Bukan berarti itu membuatnya membosankan."
Sasuke mengangguk, "Oke, aku tidak akan menyebutnya membosankan lagi."
"Bagus," ucap Mebuki, "Kalau begitu bagaimana jika kau membawakannya kue?"
Sasuke berdiri dan berjalan ke ruang tamu tempat Sakura menonton film favoritnya. Ia duduk miring di sofa dan memberikan kue yang dibawanya pada Sakura.
"Terima kasih," ucap Sakura, menggigit kue tanpa mengalihkan pandangan dari film.
Sasuke mengangguk dan melihat sedikit film yang ditonton Sakura, "Kenapa kau suka film ini?" tanyanya, seraya meraih tangan Sakura.
Sakura menunduk dan tersenyum, tersipu, "Aku suka ketika Putri bertemu Pangeran."
Sakura mengusap tangan Sakura, "Itu hanya dongeng, Saku."
Gadis kecil itu mengangkat bahu, "Tapi aku suka itu."
Sasuke mulai mengayunkan kakinya, benar-benar bosan. "Saku?"
"Ya?" gumam Sakura.
Sasuke menatap tangan Sakura yang digenggamnya, adiknya itu terlalu istimewa untuk disebut membosankan hanya karena sebuah film, "Bagaimana ceritanya?" tanyanya, berusaha menyukai hal-hal yang Sakura sukai juga.
Sakura tersenyum lebar, duduk berlutut, "Suatu hari Pangeran dan Putri bertemu, dan penyihir jahat itu memantrai Putri!" ucapnya, dan Sasuke membentuk mulutnya seperti huruf 'O'. "Lalu Pangeran mencari Putri di mana-mana dan dia harus bertarung dengan naga!"
"Seberapa besar naga itu?" tanya Sasuke.
Sakura merentangkan tangannya, "Besar sekali," ucapnya. Ia memandangi lengannya sendiri dan merasa seolah itu belum menjelaskan seberapa besar ukuran sebenarnya dari naga itu. Ia kemudian berdiri, meraih tangan Sasuke dan menariknya dari sofa. Sasuke memandang Sakura bingung saat adiknya menempatkan diri di depannya, merentangkan lengannya dan memintanya melakukan hal yang sama.
Sasuke melakukannya dan Sakura menggandengkan tangannya dengan tangan Sasuke, sekarang mereka membuat lingkaran besar.
"Ini ukuran sebenarnya dari naga itu, Booboo."
Sasuke tersenyum terkesan, "Itu naga raksasa."
Sakura mengangguk, "Ya."
Malam itu, sebelum mereka tidur, Sasuke dan Sakura mengobrol sebentar. Sasuke berbaring di tempat tidur Sakura bersama adiknya itu, menatap langit-langit.
"Kau tahu kenapa aku sangat suka film itu?" ucap Sakura setelah beberapa saat.
"Kenapa?"
"Nama pangerannya adalah Sasuke."
Sasuke menatap Sakura, "Benarkah?"
Sakura mengangguk, "Ya Booboo, dia juga sangat imut."
Sasuke tersenyum, "Wow, itu keren, Saku."
"Aku tahu," Sakura balas tersenyum, "Mungkin saja kau juga seorang pangeran, seperti laki-laki di film."
Sasuke duduk di tempat tidur, "Menurutmu begitu?"
Sakura berbalik menghadap Sasuke, meletakkan kepalanya di tangannya, "Mungkin."
"Apa itu berarti aku harus menikahi seorang putri?"
Sakura mengusap dagunya, berpikir, "Kurasa ya."
"Oh," gumam Sasuke, "Aku tidak tahu apakah ada putri seperti di film."
Sakura menggelengkan kepalanya, "Aku juga tidak tahu, maaf Booboo."
Sasuke berbaring di tempat tidur lagi, bernapas perlahan, "Bagaimana aku bisa menemukannya?"
Sakura menyandarkan kepalanya di bantal, "Aku tidak tahu," ucapnya sedih.
"Seperti apa putri itu?"
"Um," jawab Sakura, "Dia cantik, suka binatang, pintar dan kau harus menyayanginya."
Sasuke perlahan menghadap ke samping, menghadap adik perempuannya, "Aku sudah mengenalnya, Saku."
Sakura tersenyum lebar, "Siapa?"
"Kau, Saku," bisik Sasuke, "Kau cantik, kau suka Daisy, kau benar-benar pintar dan aku menyayangimu."
Senyum Saku melebar, "Wow, jadi aku juga seorang putri."
Sasuke memeluk Sakura, "Kita bisa menikah, Saku."
"Aku menyayangimu, Booboo, tapi aku tidak mau menikah," ucap Sakura cemberut dan Sasuke tersenyum.
"Tidak sekarang Saku, nanti saat kita sudah besar?"
Sakura setuju, "Baiklah kalau begitu."
Sasuke tersenyum pada dirinya sendiri, "Wow, aku punya seorang putri."
Sakura meraih tangan Sasuke di bawah selimut, "Aku Putri Booboo." Ia terkikik.
Sasuke tertawa, "Putri Boobooville."
Mereka berdua mulai tertawa semakin keras.
"Anak-anak, waktunya tidur," teriak Fugaku dari koridor dan Sakura dengan cepat menutup matanya, berpura-pura tidur.
Sasuke menatap Sakura tertegun; adik perempuannya itu benar-benar sesuatu! Ia benar-benar yakin bahwa ia baru saja merasakan rasa ketertarikan pertamanya.
Sasuke menutup matanya juga, mencari tangan Sakura lagi di bawah selimut. "Saku, beri aku tanganmu," ucapnya berbisik.
Sakura meletakkan tangannya di perut Sasuke, "Kita harus tidur Sasu, kau dengar apa kata Tousan."
Sasuke mengangguk, "Sebentar," Ia duduk di tempat tidur, meraih pena merah di meja samping tempat tidur, "Duduk, Saku."
Gadis kecil itu duduk di tempat tidur, menatap Sasuke.
Sasuke meraih tangan Sakura, "Apa kau mau menikah denganku?"
Sakura tersenyum dan mengangguk, "Ya, Booboo."
Sasuke mulai menggambar cincin di jari Sakura, saat ini ia tidak tahu bahwa pernikahan seharusnya membutuhkan lamaran yang tepat, pendeta, cincin dan tempat untuk menikah. Dan khususnya, ia tidak tahu tentang berhubungan seks sama sekali.
"Sasu benar-benar keren," puji Sakura, membelai gambar cincin di jarinya.
Sasuke memandang Sakura, "Aku akan memberimu cincin yang lebih bagus jika aku sudah bekerja beberapa tahun lagi "
Sakura mendongak, bersemangat, "Oke!"
Sasuke berbaring lagi dan Sakura segera bergabung dengannya.
"Apa yang dilakukan orang yang sudah menikah?" tanya Sakura.
Sasuke mengangkat bahu, "Aku tidak tahu, Saku," jawabnya, "Kaasan dan Tousan mengobrol dan saling mencium setiap hari, dan menonton TV..."
"Oh," Sakura menguap, "Aku mengantuk, Booboo."
Sasuke mengangguk, "Aku juga."
Sakura mendekat pada Sasuke dan mencium pipi kakaknya itu, "Kita mengobrol dan saling mencium, bisakah kita menonton TV besok?"
Sasuke tersenyum, meletakkan tangannya di tempat Sakura menciumnya beberapa detik sebelumnya, "Ya."
Sasuke mematikan lampu dan Sakura meraih tangannya lebih erat, "Nyalakan, Sasu, aku takut."
Sasuke memeluk Sakura, "Aku di sini, Saku. Aku akan melindungimu; aku suamimu sekarang."
"Oke," gumam Sakura dengan suara lemah, "Selamat malam."
"Selamat malam," jawab Sasuke, menutup matanya dan memegang tangan Sakura di dadanya.
***
To be continued.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)