expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Brotherly Love #2



5 tahun kemudian
Mebuki sedang menyiapkan makan siang anak-anak sedangkan Sakura memakan serealnya dalam diam. Seraya makan, bocah itu membaca bukunya dan terkikik saat ada bagian lucu di dalamnya. Sakura adalah murid yang luar biasa dan memiliki nilai bagus di sekolah. Ia belajar membaca pada usia 3 tahun, dengan bantuan Mebuki, dan sejak itu ia tidak bisa menjauh dari buku. Setiap akhir pekan mereka akan pergi ke toko buku dan membelikan Sakura buku, bocah itu akan membacanya sendiri dan kemudian menceritakannya pada keluarganya di Minggu malam. Itu adalah momen spesialnya dan ia sangat menyukainya.
Sasuke berjalan masuk ke dapur, ranselnya diselempangkan di satu bahu dan bola basket di dekapannya.
"Kaasan, boleh aku pergi ke rumah Naruto sepulang sekolah hari ini?" tanya Sasuke pada Mebuki, seraya mengambil semangkuk sereal dan duduk di sebelah Sakura di meja.
"Apa kau sudah menyelesaikan tugas sainsmu?" tanya Mebuki pada Sasuke dan bocah itu mengangguk.
"Ya, Tousan membantuku tadi malam."
"Baiklah, kalau begitu kau boleh pergi ke rumah Naruto. Aku akan mengantar kalian ke sekolah dan nanti aku akan mengantarmu ke rumahnya."
Sasuke tersenyum, "Terima kasih, Kaasan," Ia kemudian meminum jus jeruknya, "Apa yang kau baca, Saku?" tanyanya pada Sakura, mencoba melihat sampul buku adiknya itu.
"The Little Prince," jawab Sakura, seraya menghabiskan serealnya, "Ini cerita yang sangat bagus, Booboo."
"Jangan panggil aku seperti itu, Saku," Sasuke menggelengkan kepalanya, "Itu memalukan."
Mebuki tertawa dan Sakura memandang Sasuke, mencibir, "Tapi kau Booboo-ku, kau selalu membiarkanku memanggilmu seperti itu."
Sasuke berdiri, "Aku sudah besar sekarang Saku, aku tidak suka menjadi Booboo-mu lagi."
Sakura memandang Sasuke, "Kenapa tidak?" Ia kemudian memandang ibunya, "Kaasan, Sasu tidak ingin aku memanggilnya Booboo lagi."
Mebuki menghadap pada putrinya, "Jika dia tidak menginginkannya, jangan panggil dia seperti itu, Sayang."
"Tapi Kaasan," rengek Sakura.
Sasuke menggelengkan kepalanya, "Kau selalu menangis, kau seperti bayi Saku."
Sakura memprotes, "Tidak."
"Ya," ucap Sasuke pada adiknya, seraya memainkan bola basketnya.
"Anak-anak, jangan berdebat, atau kalian akan dihukum," Mebuki memperingatkan mereka.
Sasuke menjulurkan lidahnya, membuat Sakura menangis lebih keras, ia mengambil bola basket dari tangan Sasuke dan bola itu menggelinding ke arah lain.
"Itu bolaku, Saku."
Sakura menyeka air matanya, "Kau Sasuke bodoh dan aku tidak ingin kau menjadi Booboo-ku lagi."
Sasuke mengangkat bahu dan mengambil bolanya kembali, "Aku benar-benar tidak keberatan."
Sakura berlari ke kamarnya di lantai atas, menutup pintu dengan keras.
Mebuki menggelengkan kepalanya, "Kau tidak seharusnya bersikap seperti itu padanya, Sasuke."
Sasuke menunduk, menyesali, "Aku hanya tidak suka dipanggil Booboo."
"Kau bisa menjelaskan pelan-pelan padanya kenapa kau tidak menyukainya; kau kan tahu jika dia bergantung sekali padamu."
Sasuke duduk, "Maaf, Kaasan."
"Tidak apa-apa Sayang, kenapa kau tidak menyusulnya dan katakan padanya bahwa kau menyesal? Sekolah kalian akan masuk 30 menit lagi."
Sasuke mengangguk dan berjalan ke lantai atas. Ia mengetuk pintu kamar Sakura namun tidak mendapat jawaban, sehingga ia memutuskan untuk masuk.
Sakura duduk di tempat tidurnya, memegangi boneka kelincinya, "Aku tidak ingin menjadi temanmu lagi."
Sasuke berjalan masuk dan duduk di tepi tempat tidur Sakura, "Maafkan aku, Saku."
Gadis kecil itu menggelengkan kepalanya, "Kau jahat."
Sasuke meraih tangan Sakura dan menciumnya. "Maafkan aku Saku, aku tidak akan jahat lagi."
Sakura mendongak, "Kau janji?"
Sasuke mengangguk dan menghapus air mata Sakura, "Tapi aku tidak suka dipanggil Booboo lagi, oke?"
Sakura menghela napas, "Oke."
"Jadi, kita masih berteman?" tanya Sasuke, cemas.
Sakura tersenyum, mencium pipi Sasuke dan mengangguk, "Ya."
Sasuke melompat dari tempat tidur, lega. "Ayo berangkat ke sekolah."
Mereka turun ke lantai bawah dan membereskan barang-barang mereka di dapur, Sakura mengambil bukunya dan Sasuke mengambil bolanya, kemudian keduanya segera pergi ke sekolah.
Ketika jam 2 siang, Mebuki tiba di sekolah untuk menjemput Sasuke, Sakura, dan Naruto.
Sepanjang perjalanan, Naruto dan Sasuke mengobrol tentang bola basket hingga tiba di kediaman Uzumaki, sedangkan Sakura tampak sangat bosan. Sasuke meminta ijin untuk menginap di rumah Naruto dan Mebuki menyetujuinya.
"Boleh aku ikut juga, Sasu?" tanya Sakura ketika Sasuke turun dari mobil.
Sasuke memandang Naruto dan kemudian memandang Sakura lagi, "Maaf Saku, hanya anak laki-laki."
Sakura tampak kecewa, "Kenapa?"
"Karena kami akan bermain basket dan videogame," jelas Sasuke, sabar.
Sakura tersenyum, "Aku juga bisa bermain videogame."
"Tapi kau perempuan, kau tidak bermain basket," sahut Naruto.
"Aku akan bertanya pada Kaasan apakah perempuan bisa bermain juga," ucap Sakura, bersemangat.
"Tidak, Saku, kau tidak bisa ikut," ucap Sasuke pada Sakura dan menutup pintu mobil dengan tiba-tiba.
Mebuki masuk ke mobil lagi setelah berbincang sebentar dengan ibu Naruto dan mencium puncak kepala Sasuke, ia mulai menyalakan mesin.
"Kaasan, kenapa Sasuke tidak lagi menyukaiku?"
Mebuki menoleh ke belakang, menatap putrinya yang tampak kesal, "Sasuke menyayangimu, Sayang."
Sakura menggelengkan kepalanya, "Tidak, dia tidak menyayangiku. Dia hanya ingin bermain basket; dia tidak ingin bermain denganku lagi."
Mebuki menepuk kaki Sakura dari kursi depan, "Itu hanya sementara Sayang, dia akan segera bermain denganmu lagi."
"Benarkah?"
Mebuki mengangguk, "Aku punya ide bagus! Bagaimana jika kita membeli es krim?"
Sakura tersenyum lebar, "Yeeesssss."
***
Malam itu, Sakura tampak sangat murung saat makan malam.
"Ada apa denganmu, Sakura? Kau tidak lapar?"
Sakura mengusap matanya, merengek, "Aku mau Sasuke."
"Ayolah nak, dia akan pulang besok sore." Fugaku memberitahu anaknya dan mencium keningnya.
"Sayang?" ucap Mebuki pada Sakura, "Kenapa kita tidak menelepon Sasuke saja untuk memastikan apakah semuanya baik-baik saja?"
Sakura tersenyum, "Aku setuju, Kaasan."
Sakura menyelesaikan makan malamnya dengan cepat dan duduk di pangkuan Fugaku di sofa. Mebuki duduk di samping mereka, menekan nomor keluarga Uzumaki.
"Halo? Oh, hai Kushina. Ya, apa dia bertingkah baik? Haha baiklah, bisakah aku berbicara dengannya?" Mebuki menoleh dan tersenyum pada Sakura.
Sakura bertepuk tangan senang dan tersenyum lebar. Fugaku tertawa, "Kau seperti penggemar beratnya." komentarnya.
Mebuki juga tertawa, "Dia penggemar nomor satu Sasuke."
"Oh, hai sayang. Bagaimana kabarmu? Mm, kami merindukanmu. Ya, oh, Sakura ingin berbicara denganmu juga, oke, selamat malam dan sampai jumpa besok, ayahmu juga menitip salam untukmu."
"Dia mengirim salam untukmu kembali," bisik Mebuki memberitahu Fugaku dan pria itu tersenyum, "Bicaralah padanya, Sakura," ia kemudian menyerahkan telepon pada Sakura.
"Hai Sasu."
"Hai Saku."
Hening.
"Aku akan menyelesaikan membaca The Little Prince malam ini," akhirnya Sakura berbicara lagi.
"Itu bagus, Saku."
Mebuki memandang Fugaku dan mereka berdua tertawa.
"Naruto memanggilku, Saku."
"Oke, sampai jumpa, Sasu."
"Sampai jumpa."
Sakura menutup telepon dan mengembalikannya pada Mebuki.
"Itu saja? Kau sangat merindukannya dan kau hanya mengatakan dua hal?" ucap Fugaku bercanda dan Sakura hanya mengangkat bahu. "Hm, bagaimana jika aku membacakan buku untukmu malam ini?" tanyanya pada Sakura.
Sakura tersenyum, "Aku suka ide itu, Tousan."
"Oke, beri Kaasan ciuman selamat malam kalau begitu," ucap Mebuki dan Sakura memberinya sebuah ciuman di pipi.
"Ayo," Jack berdiri dengan Sakura di gendongannya. Ia menggelitik sisi tubuh Sakura sedikit dan mendapat tawa manis dari gadis kecil itu.
***
Ketika Sasuke pulang dari sekolah keesokan harinya bersama Fugaku, Sakura sedang tidak ada di rumah. Sasuke mencari adiknya di berbagai ruangan rumah, ia sangat merindukan adik perempuannya itu.
Mebuki dan Sakura tiba di rumah hampir tepat waktu makan malam dan lagi, Sasuke tidak punya kesempatan untuk mengobrol dengan Sakura karena Fugaku meyuruh keduanya untuk mengerjakan PR mereka. Setelah itu, makan malam sudah siap dan mereka makan dalam diam, sementara Mebuki dan Fugaku berbicara tentang hari mereka.
"Anak-anak, sekarang pergilah sikat gigi kalian dan langsung tidur, oke?" ucap Fugaku memerintahkan kedua anaknya.
"Baik, Tousan," jawab mereka berdua.
Sasuke dan Sakura bersama-sama di kamar mandi dan mulai membersihkan gigi mereka.
"Aku punya kabar bagus untukmu, Saku," ucap Sasuke, setelah selesai berkumur-kumur.
Sakura menatap Sasuke, "Apa?"
"Sasuke, Sakura, waktunya tidur, ayo cepat!" Fugaku menggiring mereka ke kamar masing-masing, mencium mereka, dan melangkah keluar kamar. Beberapa menit kemudian, Mebuki juga datang dan memberi mereka ciuman selamat malam.
Sasuke menunggu sampai ia mendengar pintu kamar orangtuanya tertutup dan mulai berjalan dengan sangat pelan ke kamar Sakura. Ia membuka pintu kamar adiknya itu, "Saku, kau belum tidur?"
Gadis kecil itu mengangkat kepalanya, "Sasu?"
Sasuke menutup pintu dan mendekat ke tempat tidur Sakura, berbaring di samping adiknya; Sakura tersenyum dan menutupi tubuh Sasuke dengan selimut juga.
"Aku merindukanmu kemarin, Saku." ucap Sasuke, membelai rambut Sakura.
Sakura menyengir, "Aku juga merindukanmu Booboo, ups, maaf," Ia menunduk.
Sasuke membelai lengan Sakura, "Kau boleh memanggilku Booboo saat kita hanya berdua."
"Benarkah?" tanya Sakura berbinar.
Sasuke mengangguk, "Aku punya kabar bagus, Saku."
Sakura menatap Sasuke, rasa ingin tahu terlihat jelas di matanya, "Katakan padaku."
"Kau ingat saat Naruto bilang kau tidak bisa bermain basket dengan kami karena kau perempuan?"
Sakura mengangguk, sedih, "Ya, dan anak perempuan tidak bermain basket."
Sasuke tersenyum, "Sepupu Naruto adalah cheerleaders, Saku. Dia bisa bermain dengan anak laki-laki karena itu."
"Apa yang dilakukan sepupu Naruto?"
Sasuke mengangkat bahu, "Kurasa dia menari dan mencium anak laki-laki yang bermain basket."
"Aku tidak ingin mencium siapapun," ucap Sakura pada Sasuke dengan wajah jijik.
Sasuke bermain dengan rambut merah muda Sakura, "Kau tidak perlu mencium siapapun, hanya aku jika kau mau."
Sakura mengangguk, menyetujui, "Oke!"
"Dan jika kau menjadi cheerleaders, kita bisa selalu bermain bersama."
Sakura tersenyum lebar, "Aku mau!"
"Kalau begitu besok kau beritahu Kaasan tentang ini."
"Oke," Sakura menutup matanya, menguap, "Aku menyayangimu, Booboo."
Sakura memeluk Sasuke dan kakaknya itu balas memeluknya kembali, "Aku juga menyayangimu, Saku," Ia menutup matanya juga dan membiarkan kantuk mengambil alih tubuhnya.
***
"KaasanTousan," seru Sakura turun ke lantai bawah dan berlari ke dapur. Gadis kecil itu melompat di pangkuan Uchiha Fugaku.
"Tenanglah, Sakura," ucap Fugaku, "Ada apa?"
Sakura mengendalikan napasnya, "Aku ingin menjadi cheerleaders."
"Sejak kapan kau ingin menjadi cheerleaders?" tanya Mebuki dan Sakura tampak berpikir sejenak.
"Sejak beberapa hari yang lalu," Sakura menatap ayahnya, cemberut, "Bisakah aku menjadi cheerleaders, Tousan?"
Fugaku tersenyum, "Aku tidak tahu, kau masih terlalu kecil, Sakura."
Sakura menyilangkan tangannya, "Sasuke menjadi pemain basket dan aku tidak bisa menjadi cheerleaders."
Mebuki memandang suaminya, "Kurasa dia ada benarnya."
Fugaku mengangguk, "Baiklah, kita bisa daftarkan dia di kelas tari atau semacamnya dan dia bisa menjadi cheerleaders beberapa tahun ke depan."
"Tapi aku ingin sekarang, Tousan, sama seperti Sasuke."
"Sasuke belum menjadi pemain basket, Sakura, dia hanya bermain karena dia suka," jelas Mebuki, membelai rambut anak gadisnya itu.
"Ohh," ucap Sakura mengerti. "Oke," Ia tersenyum.
Sasuke berjalan masuk ke dapur dan duduk di salah satu kursi, tampak masih mengantuk. Sakura cepat-cepat berlari ke arahnya dan berbisik, "Aku akan menjadi cheerleaders untukmu, Booboo."
Sasuke tersenyum, "Apa mereka setuju?"
Sakura mengangguk, dan kemudian berlari keluar dari dapur. Sasuke mengikutinya, meninggalkan Mebuki dan Fugaku.
Mebuki memandang anak-anaknya sejenak, "Aku mengerti kenapa Sakura ingin menjadi cheerleaders."
"Kenapa?" Fugaku mendongak.
"Untuk tetap dekat dengan Sasuke," jawab Mebuki.
Fugaku mengangkat alisnya, "Kau berpikir begitu?"
Mebuki mengangguk dan tersenyum, "Aku yakin."
"Aku tidak pernah menyangka mereka akan menjadi teman baik seperti itu sejak mereka pertama kali bertemu."
"Aku juga tidak."
***
To be continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)