expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

The New Uchiha #9



Sakura membawa Nichi ke kamar kecil untuk membersihkan bocah itu setelah makan malam, meninggalkan Sasuke di meja bersama Hinata.
"Dia anak yang baik." ucap Hinata memberitahu Sasuke.
"Kau jelas akan berpikir begitu." Sasuke menyeringai bangga. "Kau sudah bermain dan mengobrol dengannya sepanjang makan malam."
"Aku selalu menginginkan adik laki-laki atau perempuan." Hinata mengangkat bahu.
"Kau akan menjadi ibu yang baik suatu hari nanti." Sasuke tersenyum pada Hinata.
Gadis itu sedikit memucat.
"Aku tidak bermaksud kita akan segera memiliki anak." Sasuke cepat-cepat menambahkan. "Aku tetap dengan keputusan yang kukatakan sebelumnya."
Hinata mengangguk, tampak sedikit lega.
"Kenapa kau tidak datang untuk makan malam besok?" undang Hinata.
"Sakura dan aku akan mencari rumah untuknya besok." jawab Sasuke. "Aku tidak yakin berapa lama kami akan pergi."
"Aku bisa mengawasi Nichi." Hinata menawarkan.
"Benarkah?" Sasuke mengangkat alis.
"Aku sudah memberitahumu bahwa aku menyukainya." jawab Hinata. "Dia dan aku harus mengenal satu sama lain lebih baik, sehingga dia tidak menyelinap ke ruang tamu dan menyuruhku pergi lagi."
"Maaf tentang itu." ucap Sasuke meminta maaf.
Hinata tersenyum. "Itu sedikit lucu. Ayahku mungkin akan memanggilnya anak nakal yang kurang ajar, tapi kupikir cara dia mencoba mengambil alih terlihat lucu."
"Ada Uchiha di dalam dirinya." Sasuke memutar matanya.
Hinata memandang Sasuke dengan rasa ingin tahu, tapi tidak berani menanyakan apa yang Sasuke maksud.
Sakura dan Nichi kembali ke meja, dengan Nichi yang menarik-narik tangan Sasuke. "Ayo, Papa. Sudah waktunya pulang dan makan siang."
"Kau hanya ingin bermain dengan mainan baru, hm." Sasuke mengangguk memahami.
"Aku benar-benar mengotori bajuku." Nichi menarik pakaiannya dan melihatnya. "Mama bilang begitu."
"Dan Mama selalu benar, bukan?" tanya Sasuke dengan geli.
"Itu sebabnya dia menjadi Mama." ucap Nichi berbisik.
"Nichi, apa kau mau bermain bersamaku besok sementara orang tuamu menjalankan beberapa tugas?" tanya Hinata.
Sasuke dan Sakura menatap Hinata dengan heran.
"Baik." Nichi mengangguk. "Tapi kau harus datang ke rumahku sehingga kau bisa bermain dengan keretaku."
"Itu terdengar menyenangkan." Hinata tersenyum.
Sakura menatap Sasuke yang mengisyaratkan akan ada diskusi nanti, tapi tidak mengatakan apa-apa.
Mereka berjalan keluar bersama dan berpisah di parkiran, memasuki mobil masing-masing.
Begitu mereka tiba di rumah, Sakura menyuruh Nichi ke atas untuk melihat mainan barunya, memberitahu bocah itu bahwa ia akan menyusul sebentar lagi. Begitu Nichi hilang dari pandangan, ia berbalik menatap Sasuke.
"Jadi?" Sakura melipat tangannya.
"Apa?" Sasuke mengerutkan kening.
"Hinata mengawasi Nichi besok, sementara kita pergi melihat-lihat rumah." jawab Sakura.
"Dia yang menawarkan sendiri." Sasuke mengangkat bahu. "Kurasa itu ide yang bagus, karena kalau tidak, Nichi akan bosan, dan ketika dia bosan, dia akan melakukan banyak hal." Sasuke menyipitkan mata pada Sakura. "Jadi menurutmu?"
"Ikatan antara calon istrimu dan seorang anak yang kau inginkan." jawab Sakura dengan jujur.
"Ya, tapi bukankah itu hal yang bagus?" Sasuke memandang Sakura dengan aneh. Mencoba memahami Sakura dari ekspresinya. "Kau berpikir aku yang meminta Hinata untuk menjalin ikatan dengan Nichi sehingga kami bisa mengambilnya darimu?"
Sakura tidak menjawabnya, hanya menundukkan kepalanya, lalu mendongak dengan ekspresi terluka.
"Sakura, kau ibu yang luar biasa. Kau menyayangi Nichi dan dia menyayangimu juga. Aku ingin menghabiskan waktu bersamanya, tapi aku tidak akan mengambilnya darimu. Selamanya. Aku bersumpah." ucap Sasuke.
Sakura mengangguk dengan senyum kecil. "Terima kasih."
Tiba-tiba ada bunyi benturan dari lantai atas.
"Sebaiknya kita melihat apa yang dia lakukan." Sasuke menggelengkan kepalanya.
Mereka berdua berjalan menuju kamar Nichi, mendapati bocah itu berhasil menarik jatuh salah satu laci sepenuhnya dari lemari.
Sasuke menghela napas. Ia melangkah ke depan dan mengucapkan selamat malam pada Nichi dan Sakura, kemudian ia berjalan menuju ruang kerjanya untuk merencanakan rumah Sakura yang akan dilihat keesokan harinya. Mereka akan dapat melakukan lebih banyak dari yang semula direncanakan jika Nichi bersama Hinata.
Ia menyusun daftar sepuluh rumah, termasuk dua yang sudah dimiliki keluarga Uchiha, dan mengubah harga yang diminta pada dokumen itu menjadi harga yang mendekati asuransi Sakura atas rumahnya yang terbakar.
Sasuke lalu naik ke lantai atas menuju kamarnya dan berganti pakaian, menuangkan segelas anggur dan menatap ke dalam api di perapian sebentar sebelum menyeret dirinya ke tempat tidur.
Ia berbaring di tempat tidur dan menatap langit-langit kamarnya selama beberapa jam. Ia bersyukur bahwa Hinata dan Sakura sepertinya cocok satu sama lain, dan bahwa Hinata berusaha keras untuk mengenal Nichi, tapi ia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ia sedang menunggu sesuatu yang lain.
Malam itu, rumah terasa sunyi. Sepenuhnya sunyi.
Sasuke turun dari tempat tidur, hanya memakai piyamanya.
Ia melangkah pelan, berusaha untuk tidak mengganggu siapapun. Ia berjalan menuruni tangga ke lantai bawah, ke ruang baca, dadanya mengencang ketika ia menyadari ada cahaya yang datang dari dalam ruangan.
Sakura berdiri di dekat jendela, memunggungi Sasuke.
"Sasuke," ucap Sakura lembut saat berbalik. "Aku tidak bermaksud mengganggumu."
"Tidak, kau tidak menggangguku." jawab Sasuke, menggelengkan kepalanya. "Aku hanya... aku tidak tahu, jujur. Aku tidak bisa tidur."
"Aku juga tidak bisa." Sakura memeluk dirinya sendiri, menghadap kembali ke jendela. "Aku tidak pernah berpikir rumah ini akan memengaruhiku sebanyak ini, padahal orang yang menyakitiku tidak ada lagi di sini."
"Maafkan aku." Sasuke berbisik.
Sakura berbalik lagi. "Kenapa? Kau tidak melakukan apapun padaku."
"Aku tidak bisa menghentikannya." Sasuke memandangi lantai. "Aku tidak pernah datang untuk melihat apa yang sedang terjadi."
"Apa yang akan kau lakukan jika kau tahu yang terjadi?" Sakura mengangkat bahu. "Aku tidak yakin ayahmu akan berhenti seandainya kau menyuruhnya berhenti. Dan mungkin dia akan melakukan sesuatu padamu."
"Kenapa kau peduli apa yang dia lakukan padaku?" Sasuke menggelengkan kepalanya, tak percaya. "Dia melakukan hal buruk padamu. Dan aku tidak melakukan apapun untuk membantumu. Kau seharusnya membenciku."
"Tapi aku tidak." Sakura tersenyum pada Sasuke dengan sedih.
"Tapi ini menghancurkan hidupmu." Sasuke menggelengkan kepalanya. "Kau hamil. Kau tidak menyelesaikan sekolah. Kau tidak bisa melakukan hal-hal yang kau inginkan."
"Apa kau tahu apa yang kupikirkan?" Sakura memiringkan kepalanya untuk menatap Sasuke. "Semua orang yang ingin kembali ke masa lalu dan melakukan hal-hal berbeda hanya akan berakhir dengan membuat kesalahan yang berbeda pula. Hidup tidak akan pernah berjalan seperti yang kau rencanakan, tapi bukan berarti kau membiarkan hal-hal negatif bisa membuatmu sedih. Selalu ada solusi jika kau meluangkan waktu untuk mencarinya. Dan aku tidak akan menukar Nichi dengan apapun."
Sakura berhenti sejenak, seolah mengukur reaksi Sasuke. Sasuke mengangguk untuk memberitahu gadis itu bahwa ia mengerti.
"Sebenarnya aku menyelesaikan sekolah." Sakura melanjutkan. "Aku menyelesaikan studiku di rumah, dan kemudian mengambil ujianku di akhir tahun. Saat itu kepala sekolah mengatakan bahwa ada murid lain yang harus melakukan hal serupa."
"Aku adalah murid itu." Sasuke tertawa tanpa ekspresi. "Aku dipaksa untuk menjadi seperti kakakku di usia remaja, aku ditekan untuk belajar tentang bisnis hingga sekolahku terbengkalai. Jadi ayahku menyuruhku untuk menyelesaikan studiku di rumah."
Sakura tersenyum ​​pada Sasuke. "Lucu bagaimana kehidupan kita sejajar satu sama lain kadang-kadang."
Pada suatu waktu, Sasuke mungkin akan membantah Sakura karena mengatakan sesuatu seperti itu. Namun saat ini, ada sesuatu yang terasa benar tentang berada di sisi yang sama dengan Haruno Sakura.
"Aku tidak tahu betapa aku sangat membutuhkan Nichi dalam hidupku." Sakura menatap Sasuke dengan matanya yang bulat. "Dia seolah menjadi titik pusatku."
"Kenapa dulu kau tidak menyingkirkannya?" tanya Sasuke. "Kau sendirian, kau belum cukup umur, dan perusahaan keluargamu bangkrut. Kau pasti mempertimbangkannya."
"Sudah terlambat pada saat aku tahu bahwa aku hamil." Sakura memberitahu Sasuke. "Dan bahkan jika belum, aku sadar dia pasti memiliki takdir yang benar-benar penting, jadi aku tidak akan melakukannya."
"Apa?" Sasuke mengerutkan kening.
“Aku mengalami waktu yang mengerikan. Aku tidak makan dengan benar atau merawat diri sendiri sebagaimana mestinya. Aku tidak tahu aku hamil sampai sekitar lima bulan. Aku benar-benar merasakan ada yang bergerak di perutku. Aku memeriksanya ke dokter untuk memastikannya. Entah bagaimana, aku yakin dia akan mengubah dunia."
"Tidakkah menurutmu itu terlalu berat untuk diharapkan pada seseorang?" ucap Sasuke.
"Tidak," Sakura menggelengkan kepalanya. "Mungkin saja suatu saat nanti dia bisa menemukan sebuah obat untuk penyakit langka. Atau mungkin dia menjadi ahli sesuatu yang menginspirasi orang lain. Kau tidak pernah tahu bagaimana tindakanmu akan mempengaruhi dunia di sekitarmu. Atau mungkin dia hanya bermaksud mengubah hatimu."
Sasuke menatap Sakura, seribu pikiran berputar di kepalanya.
Sebagian besar dari mereka ikut berteriak.
Tapi Sasuke tidak memiliki kesempatan untuk mengungkapkannya.
Sakura berjinjit dan mencium pipinya.
"Selamat malam, Sasuke." ucap Sakura dan kembali ke lantai atas.
Sasuke berdiri disana, tangannya meraba sisi wajahnya, dan memperhatikan Sakura pergi.
***
Hinata tiba di mansion Uchiha ketika mereka masih sarapan. Nichi segera kehilangan minat pada makanannya.
"Ayo, Hinata-basan, ayo kita bermain agar Mama dan Papa bisa pergi lebih lama." seru Nichi.
Nichi memberikan ciuman perpisahan pada Sasuke dan Sakura. Anak itu memeluk kaki ibunya.
"Aku sayang Mama." Nichi tersenyum lebar pada ibunya, dan Sakura membungkuk untuk mencium kening anaknya itu. Nichi kemudian berbalik pada Sasuke, tapi bukannya memeluknya, Nichi malah menarik celana Sasuke.
"Sini, Papa, aku ingin memberitahumu sesuatu."
Sasuke tersenyum geli pada dua wanita di depannya dan kemudian berlutut di depan Nichi.
Nichi mendekat dan berbisik di telinga Sasuke. "Cepat pergi, bawa Mama dan menikah. Hinata-basan tidak mau menikah denganmu."
Sasuke memutar matanya. "Itu tidak akan terjadi." Ia bergumam kembali.
Nichi mendengus kesal.
"Pergilah bermain dengan Hinata, atau kau akan ikut dengan kami." Sasuke memperingatkan.
Anak itu segera berlari dan meraih tangan Hinata, menariknya ke arah tangga.
Sasuke dan Sakura mengambil mantel bepergian mereka, lalu berjalan keluar rumah.
***
Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah sebuah rumah kecil yang lucu di pinggir jalan. Sakura sangat menyukai rumah itu, tapi mengatakan pada Sasuke bahwa ia lebih suka sesuatu yang tidak begitu dekat dengan tetangga.
Yang kedua adalah sebuah rumah bergaya lama di dekat daerah tempat tinggal Sakura dan Nichi sebelumnya. Rumah itu indah, luasnya hampir tiga hektar dan lumayan jauh dari rumah tetangga. Rumah itu sedikit membutuhkan beberapa renovasi, karena telah kosong selama bertahun-tahun.
Sakura berjalan dari ruangan satu ke ruangan yang lain, matanya berbinar.
"Kau suka yang ini?" tanya Sasuke.
"Ini sempurna." balas Sakura tersenyum.
"Tapi disini kotor." Sasuke mengerutkan kening.
"Hanya perlu sedikit renovasi." Sakura meyakinkan Sasuke. Ia mengeluarkan buku catatan kecil dan pena dari saku mantelnya dan mulai membuat daftar perbaikan dan renovasi yang ia inginkan untuk rumah itu.
Sakura kemudian meniup debu dari permukaan jendela. "Aku yakin pemiliknya tidak keberatan tempat ini menjadi sedikit lebih bersih." Ia mengangkat bahu.
Jendela-jendela besar rumah itu dibiarkan terbuka sehingga banyak cahaya masuk. Kamar-kamarnya besar dan rumah itu secara struktural bagus, sejauh yang Sasuke tahu.
Sakura menyerahkan daftar yang dibuatnya pada Sasuke, dan ketika Sasuke membacanya, ia melihat sekelilingnya, membayangkan perubahan yang Sakura gambarkan.
Sasuke menyerahkan daftar itu kembali pada Sakura. "Kau benar, kurasa ini akan sempurna ketika sudah selesai." Ia berdeham, tidak yakin mengapa tiba-tiba merasa tegang. "Apa kau ingin melihat-lihat rumah yang lainnya?"
"Tidak, ini yang aku inginkan." Sakura menggelengkan kepalanya.
Sasuke membalik-balik dokumen, menyeringai pada dirinya sendiri ketika ia menyadari bahwa properti itu dimiliki oleh perusahaan induk Uchiha Industries.
"Aku tahu pemiliknya." Sasuke memberitahu Sakura. "Aku yakin kita bisa menyelesaikan kesepakatan ini dalam beberapa hari, dan aku akan mengatur tentang renovasinya."
Mereka berjalan keluar dan kembali ke mansion.
***
"Aku akan pergi ke ruanganku, mengirim email tentang rumah yang kau inginkan." Sasuke memberitahu Sakura saat mereka berjalan masuk ke dalam mansion.
Sakura mengangguk dan melangkah ke lantai atas.
Sasuke pergi ke ruang kerjanya seperti yang ia katakan, di mana ia memerintahkan pengacaranya untuk menyiapkan dokumen atas nama Sakura sesegera mungkin. Ia kemudian menghubungi perusahaan yang selalu dikontrak Uchiha untuk melakukan renovasi rumah. Mandor meyakinkan Sasuke bahwa dia akan memprioritaskan ini dan berjanji melakukan perbaikan dan selesai pada akhir minggu.
Setelah selesai, ia kemudian naik ke lantai atas, di mana ia menemukan Hinata keluar dari kamar Nichi.
"Sudah mau pulang?" tanya Sasuke.
Hinata tersenyum malu-malu pada Sasuke. "Kalian pergi hanya sebentar, tidak seperti yang kuperkirakan."
"Setelah melihat rumah kedua, Sakura memutuskan ingin mengambil yang itu dan tidak perlu melihat yang lain lagi."
Hinata mengangguk mengerti.
"Aku akan mengantarmu ke bawah." tawar Sasuke. Mereka berjalan beriringan ke lantai bawah. "Semoga rumah itu akan siap pada akhir minggu. Dan mereka bisa pindah akhir pekan ini." Ia melanjutkan.
Hinata mengangguk, "J-Jadi apa kau akan datang untuk makan malam, malam ini?" undang Hinata. "Aku akan berangkat akhir pekan ini ke Osaka, dan sepertinya kau akan sedikit sibuk juga."
"Dengan senang hati." Sasuke tersenyum.
Mereka mencapai halaman depan, dimana mobil yang menjemput Hinata sudah menunggu.
Begitu mobil itu menghilang dibelokan, Sasuke berjalan kembali ke kamar Nichi. Disana, Sakura dan Nichi sedang membaca buku, duduk di karpet.
"Ayo, baca bersama kami, Papa." Nichi menawarkan.
"Makan siang akan segera siap." Sasuke memberitahu mereka.
"Kalau begitu tetap di sini dan makan bersama kami." Nichi mengangkat bahu.
Sasuke memanggil Ayame, dan meminta agar makanan mereka dibawakan ke kamar. Ia hanya menyaksikan Sakura bersama putranya sampai makanan datang.
Setelah selesai makan, Sasuke berpamitan untuk mengecek email di ruang kerjanya. "Semoga saja ada kabar tentang rumah itu." Ia melirik Sakura.
Sakura mengangguk. "Aku akan menyiapkan Nichi untuk tidur siang dan aku akan ke sana dalam beberapa menit."
Ada dua email, dua email itu tentang rumah yang dipilih Sakura. Pengacara Sasuke memberitahu bahwa dia bisa membuatkan dokumen baru atas nama Sakura pada akhir hari. Sasuke mengirim balasan kembali meminta pengacaranya untuk menyuruh Sakura datang untuk menandatangani surat-surat di pagi hari, dan kemudian Sasuke akan menandatangani sisanya nanti, sehingga Sakura tidak akan tahu kalau dia "membeli" rumah itu dari Sasuke. Sasuke juga menjelaskan bahwa Sakura percaya jika ia meminjamkan gadis itu uang untuk membeli rumah sampai penyelesaian asuransinya terbayar, tapi Sasuke tidak berniat mengambil uang itu dari Sakura.
Email kedua datang dari kontraktor, yang telah pergi melihat rumah yang dipilih Sakura. Dia mengatakan bahwa pekerjaan yang dibutuhkan tidak akan seintensif yang diperkirakan, dan mungkin akan selesai dalam dua hari.
Sakura masuk ke ruang kerja ketika Sasuke selesai membaca email kedua.
"Kabar baik?" tanya Sakura.
"Kau sebaiknya mulai berbelanja furniturnya." Sasuke menyeringai pada Sakura. "Dokumen untuk pemindahan kepemilikan akan siap besok, dan kontraktor mengatakan bahwa mereka mungkin bisa menyelesaikan perbaikan dalam dua hari."
"Terima kasih!" Sakura berbinar, ia tiba-tiba melingkarkan lengannya di leher Sasuke, memeluk lelaki itu.
Sasuke berdiri diam, agak terkejut melihat emosi dari Haruno Sakura yang biasanya terlihat tenang.
"Sama-sama." gumam Sasuke.
Sakura mundur dan menatap lelaki itu. "Aku sangat senang. Aku bersyukur kau mengizinkan kami tinggal di sini, tapi aku benar-benar ingin kembali ke tempatku sendiri dan kembali ke kehidupan kami dan..." Kata-katanya tenggelam, ia masih mendongak menatap Sasuke.
Kegembiraan membuat pipi Sakura merona dan matanya berbinar cerah. Itu pasti disebabkan hormon adrenalin dan... apapun itu yang diproduksi tubuh manusia ketika dalam keadaan seperti ini, pikir Sasuke dalam hati ketika menatap Sakura, menyadari untuk pertama kalinya bahwa Haruno Sakura adalah wanita yang paling cantik yang ia kenal.
Sasuke tidak yakin bagaimana itu terjadi, tapi kemudian bibirnya menekan bibir Sakura dan tangannya naik menangkup pipi gadis itu. Bibir Sakura terbuka dan lidah Sasuke menyelinap masuk. Waktu seakan berhenti dan mereka berdua tenggelam dalam ciuman paling sempurna yang pernah Sasuke miliki dalam hidupnya.
Sakura mengeluarkan suara kecil, dan Sasuke tiba-tiba tersadar, merasa seolah-olah dirinya tiba-tiba tenggelam dalam air yang membeku.
"Maaf." Sasuke terkesiap, menjauh dari Sakura. "Aku seharusnya tidak... Maafkan aku, Sakura. Aku tidak akan membiarkan ini terjadi lagi."
Sakura mengangguk, tidak menatap mata Sasuke. "Aku mengerti." Ia memeluk dirinya sendiri. "Kau tidak perlu meminta maaf, Sasuke. Aku mengerti."
"Apa maksudmu kau mengerti?" tanya Sasuke, sesuatu dalam nada suara Sakura memberinya gagasan bahwa mereka tidak membicarakan hal yang sama.
Sakura mengangkat bahu,  memalingkan muka. "Aku sudah bersama setidaknya enam pria di apartemen itu. Mungkin lebih, karena kadang-kadang aku tidak sadarkan diri atau mataku ditutup. Aku bukan yang kau cari dalam seorang istri."
"Apa? Sakura, tidak!" Sasuke memprotes. "Aku meminta maaf karena aku takut membuatmu tak nyaman. Aku tidak ingin mengingatkanmu tentang... hal-hal itu dan membuatmu kesal."
"Sasuke, apa yang baru saja terjadi di antara kita sama sekali tidak mirip dengan apapun yang terjadi di apartemen itu." Sakura berkata dengan lembut, menatap Sasuke untuk pertama kalinya.
"Sakura," Sasuke menghela napas dan memunggungi gadis itu. "Aku bertunangan. Aku tidak bisa menawarkanmu masa depan."
"Aku mengerti." Sakura mengangguk dan tersenyum. "Itu hanya satu ciuman."
Sasuke mengangguk juga, masih memunggungi Sakura. "Itu hanya satu ciuman."
"Sekali lagi terima kasih, Sasuke." Sakura bergumam.
Ketika Sasuke berbalik, Sakura sudah tak ada di hadapannya.
***
To be continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)