Matahari telah bersinar di langit biru pada saat Sakura membuka matanya. Butuh lebih dari satu menit baginya untuk sepenuhnya terbangun ketika rasa sakit yang menyiksa menerjangnya. Berapa banyak yang sudah kuminum semalam?
Ia bergerak sedikit, memegangi kepalanya. Ia tidak ingat kapan terakhir kali ia mabuk! "Sial, ini di mana?"
Sakura tahu ia tidak berada di tempat tidurnya sendiri. Ini adalah tempat tidur paling nyaman yang pernah ia tiduri, tapi ini bukan tempat tidurnya.
Ia memutuskan untuk mengabaikan rasa sakit menjengkelkan yang disebabkan oleh mabuknya dan akhirnya menginjakkan kakinya di atas marmer yang dingin. Tak ada tanda-tanda siapapun. Hanya ia yang melihat bayangannya sendiri di cermin di sebuah ruangan besar yang indah itu. Tempat itu tidak terlihat familiar.
"Dan kenapa aku memakai jubah tidur ini?"
Begitu banyak pertanyaan yang tidak bisa dijawabnya. Ia dengan hati-hati berjalan keluar dari kamar dan mengikuti di mana bau makanan sedang dimasak. Tak yakin di rumah siapa ia berada, ia diam-diam berdiri di kusen pintu dan memperhatikan orang itu dari belakang.
Penampilan fisik orang itu tampak tak asing. Sakura mengangguk lega. 'Syukurlah, sepertinya bukan jenis pria aneh yang membawaku pulang.' batinnya.
Sakura merasa ini sangat seksi. Seorang pria berdiri di dekat kompor dengan handuk disampirkan ke punggungnya yang telanjang dan sebuah spatula di tangannya yang sibuk membalik pancake.
"Tahan air liurmu." Pria itu akhirnya berbicara.
'Ah, dia menggoda.' batin Sakura.
Pria itu akhirnya berbalik dan Sakura merasakan jiwanya berseri-seri. Pria itu adalah Sasuke! "Selamat pagi?" ucapnya dengan ragu-ragu.
Ia setengah berharap Sasuke akan mulai menjelaskan karena ia tidak bisa mengingat apapun yang terjadi semalam dan karena ia bangun di tempat tidur pria itu dengan rambut basah dan bukan dalam balutan pakaiannya sendiri, mungkin pria itu juga bisa menjelaskan padanya apa yang terjadi.
"Kopi?" tawar Sasuke.
"Ya, tentu." jawab Sakura dan tersenyum lebar.
Sasuke mengeluarkan cangkir bersih dari kabinet dapurnya dan mengisinya dengan kopi lalu menambahkan beberapa sendok gula. Sakura berjalan ke meja makan dan mengambil tempat duduk di sana.
"Kau terlalu banyak minum semalam." ucap Sasuke memulai topik.
"Aku yakin begitu." jawab Sakura dengan sarkastis. 'Sial! Kenapa aku tidak ingat apa-apa?'
"Apa kau ingat sesuatu yang terjadi?" tanya Sasuke ketika ia mendorong secangkir kopi ke depan Sakura.
Sakura menggelengkan kepalanya, "Yang kuingat... aku pulang dan berlari keluar dari rumah. Aku hanya ingat bahwa aku ingin minum karena sedih jadi aku pergi ke bar..." ucapnya ragu.
Dan kemudian, tiba-tiba semuanya perlahan kembali seperti gelombang yang tidak jelas.
Sasori... Argumen mereka...
'Apa-apaan itu tadi?' batin Sakura.
"Ada alasan khusus kenapa kau ke bar?" tanya Sasuke. Jika Sakura tidak mengingat apapun sekarang, Sasuke tidak ingin mengingatkan wanita itu karena ia tahu apa yang akan terjadi, dan itu membuatnya ingin memukuli wajah Sasori.
"Aku bertengkar dengan seseorang." jawab Sakura.
Kilas balik datang sedikit demi sedikit dan Sakura tidak suka dengan apa yang dilihatnya. Hatinya hancur pada setiap gambar yang muncul di benaknya.
"Aku pulang dan melihatmu bercinta dengan wanita lain di rumahku, rumah yang aku bayar, di kamar tidur tempat aku tidur dan kau mengatakan itu bukan seperti yang kupikirkan? Apa kau anggap aku bodoh? Persetan denganmu, Sasori. Persetan!"
Ia ingat dengan jelas kata-kata yang keluar dari mulutnya dan banyaknya air mata yang keluar dari matanya. Ini sudah cukup menjelaskan mengapa ia pergi ke bar semalam.
Sasuke berjalan ke belakang Sakura dan memeluk wanita itu dengan erat. "Sakura."
"Dia melakukannya di tempat tidurku, di rumahku." Sakura meledak di antara isak tangisnya, "Apa kau tahu betapa menjijikkannya itu?"
Sasuke mengangguk, "Ya, benar." jawabnya, "Dan itu sangat membuatku marah."
"Apa yang telah kulakukan sampai aku harus mendapatkan ini? Apa ini salahku?" tanya Sakura.
"Tidak," sahut Sasuke cepat. Ia tidak akan membiarkan Sakura menyalahkan dirinya sendiri untuk ini. Ini terjadi karena Sasori tidak bisa menyimpan baik-baik apa yang ada di balik celananya. "Jangan menyalahkan dirimu sendiri, Sakura."
Sakura membiarkan Sasuke memeluknya dalam waktu yang lama dan ia merasa nyaman. Hal terakhir yang ingin ia lakukan saat ini adalah bekerja. Untung saja hari ini hari Sabtu.
"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Sasuke.
Sakura mengangkat bahu, "Aku tidak tahu," Ia menggelengkan kepalanya dan tak sengaja melihat tangan kirinya, melihat cincin melingkar di jarinya. Cincin itu sama sekali sudah tak berarti baginya dan ia tidak tahu mengapa itu masih ada di jarinya. Ia melepaskannya dan melihatnya dengan jijik. "Aku tidak tahu." Ia mengulangi.
Sarapan terlupakan, Sasuke membawa Sakura ke ruang tamu dan mereka berbaring di sana, di sofa besar.
"Aku turut bersedih ini terjadi." Sasuke dengan lembut berbisik di telinga Sakura.
Sakura tersenyum pada Sasuke. Ia tidak tahu bagaimana harus berterima kasih pada pria itu untuk semalam. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya jika ia tetap tinggal di bar itu. Mungkin ia harus kembali ke sana suatu hari untuk berterima kasih pada bartender juga.
"Terima kasih sudah menjemputku tadi malam." Sakura mengecup rahang Sasuke.
Sasuke tersenyum tulus pada Sakura. "Aku akan selalu ada ketika itu tentangmu."
Sakura mengangguk, lalu membenamkan wajahnya di leher Sasuke. Ini terasa normal, seolah ia tak pernah meninggalkan pria itu selama sembilan tahun.
Setelah beberapa menit hening, Sakura mulai membiarkan otaknya berpikir. Ia tahu menceraikan Sasori adalah satu-satunya hal yang bisa ia lakukan karena jika ia menerima Sasori kembali, pria itu akan berselingkuh lagi, pria itu akan melakukannya lagi dan lagi dan lagi, dan satu-satunya alasan pria itu bisa melakukannya berulang kali adalah karena Sakura menerima perselingkuhannya yang pertama. Dan Sakura tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Sakura berpikir lebih keras dan kemudian memutuskan bahwa ia belum akan menceraikan Sasori. Jika Sasori sibuk menempel di pantat wanita lain sedangkan ia sibuk bekerja untuk membayar rumah mereka, baiklah. Ia akan mulai dengan rencana penyerangan. Ia akan menyerang kembali ke titik yang paling menyakitkan. Bukan di hati atau perasaan, ia akan menyerang uang pria itu. Ketika ia masih muda dan naif, ia mungkin bisa menerima semua hal ini, tapi sekarang, ia sudah dewasa dan tidak ada yang bisa menyakitinya dan lolos begitu saja.
Jika Sasori bisa berselingkuh tentu pria itu harus bisa menangani tanggung jawab tagihan, dan semua hal lainnya juga. Ada hipotek untuk rumah, tagihan listrik, tagihan mobil, dll... semua itu membutuhkan uang.
Sakura akan mengubah semua tagihan itu menjadi atas nama Sasori dan ia akan membiarkannya menumpuk. Hancurkan pria itu sampai sen terakhir di sakunya dan kemudian ajukan cerai dengan 75% bagian dari uangnya.
"Apa yang kau pikirkan?" Suara Sasuke menarik Sakura keluar dari pikirannya selama beberapa detik.
"Boleh aku tinggal di sini untuk sementara waktu?" tanya Sakura pada Sasuke, "Tidak lama, hanya sampai aku menemukan sebuah apartemen baru. Aku bahkan akan membantumu untuk membayar biaya rumah." tawarnya.
Sasuke dengan pelan menarik Sakura menjauh dari lehernya agar bisa menatap mata wanita itu. "Jangan lakukan ini padaku, Sakura," ucapnya tersinggung. Ia tidak membutuhkan Sakura untuk membayar tagihan rumahnya, dan ia jelas tidak peduli mau berapa lama wanita itu tinggal di sini.
"Jangan lakukan apa padamu?" tanya Sakura bingung.
"Pertanyaanmu tentang apakah kau bisa tinggal di sini," jawab Sasuke, "Kau tahu betul kau bisa tinggal di sini selama yang kau mau. Itu tidak pernah berubah, apapun milikku, juga milikmu. Kau tahu itu lebih baik daripada siapapun."
Sakura tersenyum. Sasuke memberikan ciuman lembut di kening Sakura lalu membiarkan wanita itu beristirahat di pundaknya.
'Permainan dimulai, Sasori...'
Itu adalah tiga kata terakhir dalam benak Sakura sebelum ia tertidur kembali dalam pelukan Sasuke.
***
Ketika Sakura bangun, jam menunjukkan hampir pukul lima sore. Ia tidak tahu sudah berapa lama sejak ia tidur, rasanya begitu lama dan begitu hebat. Ketika ia membuka matanya, ia terkejut melihat bahwa Sasuke tidak beranjak dari tempatnya di sofa bersamanya.
"Hai, sleepyhead," bisik Sasuke pelan.
Sakura mengerang dan mengusap matanya, "Jam berapa sekarang?" tanyanya.
Sasuke meraih ponselnya di atas meja dan menyalakan layar. "Hampir jam lima." jawabnya.
"Jangan bercanda." ucap Sakura.
Sasuke tertawa kecil seraya menggelengkan kepalanya, "Aku tidak bercanda," balasnya, "Kau sudah tertidur selama delapan jam. Kau terlihat begitu damai; aku tidak tega membangunkanmu."
Sakura meringkuk lebih dekat ke dada Sasuke dan bergumam. "Tidak heran mengapa aku sangat lapar."
"Kau mau keluar untuk makan malam?" tanya Sasuke, "Aku yang traktir."
Sakura mengangguk malas, "Yeah," jawabnya, "Tapi aku harus kembali ke bar itu untuk mengucapkan terima kasih pada bartender dan mengambil mobilku kemudian kembali ke rumah karena aku perlu mengepak beberapa barang."
"Apa yang akan kau lakukan misalkan..." ucap Sasuke, "...bagaimana jika dia mengatakan dia menyesal, itu adalah kesalahan, dia menginginkanmu kembali dan dia berjanji tidak akan melakukannya lagi?"
Sasuke tahu bahwa ia terdengar sedikit cemas, tapi ia tidak bisa menahannya. Ia tidak selalu senang dengan apa yang terjadi dalam pernikahan Sakura, tapi jika ini adalah satu-satunya harapannya... satu-satunya kesempatan untuk bersama Sakura lagi, maka ia akan perjuangkan itu.
"Tidak masalah." Sakura meyakinkan Sasuke, "Dia melakukannya sekali, dia akan melakukannya lagi jika aku menerimanya kembali dan aku tidak mau hal itu terjadi."
Entah bagaimana, kalimat itu membuat Sasuke lega...
"Apapun yang kau putuskan untuk lakukan, pintuku masih terbuka untukmu kapan saja." ucap Sasuke.
Sakura tersenyum pada Sasuke dan mengecup pipi pria itu. "Terima kasih," ucapnya ketika ia turun dari sofa. "Aku harus mandi."
"Bisakah aku ikut juga?" ucap Sasuke bercanda.
Sakura memutar matanya ke arah pria itu. "Tidak lucu, Sasuke-kun!"
"Tidak bolehkah seorang pria berharap?"
***
Sekitar jam tujuh, mereka berjalan keluar rumah bersama. Perjalanan ke restoran cukup menyenangkan dengan suara radio dan tawa mereka. Sebenarnya aneh bahwa Sakura tidak memikirkan tentang perselingkuhan Sasori karena mungkin ia sudah mengambil keputusan dan ia tahu bahwa ia akan meninggalkan pria itu, apapun yang terjadi.
Ia siap untuk hidup sendiri. Lagipula ia masih muda dan ia masih ingin melakukan hal-hal dengan benar sebelum menikah. Yeah, jika ia akan menikah lagi di masa depan.
Ketika mereka berhenti di tempat parkir restoran, Sasuke keluar terlebih dulu dari mobilnya dan membukakan pintu untuk Sakura. Sakura terkejut bahwa ia tidak pernah tahu tentang restoran ini padahal ia sudah tinggal di Tokyo selama sembilan tahun terakhir sekarang.
Restoran itu tidak terlalu mewah, tapi terasa nyaman dan menyajikan makanan yang enak.
"Apa kau sering kesini?" tanya Sakura disela menikmati makanannya.
Sasuke mengangguk. Ia tidak punya waktu untuk tinggal lama di rumah dan memasak, jadi ia cukup sering makan di restoran. "Ya, ini restoran yang bagus."
"Aku suka makanannya. Pedas." komentar Sakura.
"Tentu saja," ucap Sasuke, "Ini Tokyo, Cherry. Semuanya pedas."
Sakura memutar matanya, lalu menggigit kentang tumbuknya. "Jadi, bagaimana kabar Ino?" tanyanya.
"Ino baik-baik saja," jawab Sasuke, "Dia akan menikah dengan Sai empat bulan lagi."
"Serius?" Sakura tersenyum.
"Hn."
Sakura merasa bahagia untuk Ino karena ketika mereka masih menjadi teman baik di sekolah, mereka selalu mengatakan bahwa mereka akan menikahi kekasih mereka dari sekolah dan mereka akan saling mendukung, dan Sakura senang bahwa itu terjadi pada Ino sekarang, karena sejauh yang berlaku untuknya, ia bercerai dan ia tidak menikah dengan Sasuke, dan ia tidak yakin apakah itu akan terjadi.
"Kau mau datang ke pesta pernikahannya?" tanya Sasuke.
Sakura menggelengkan kepalanya. Ia tidak bisa. Ia tidak bisa berhadapan dengan Ino lagi setelah sembilan tahun; itu akan terlalu menyakitkan dan emosional. Dengan Sasuke, itu adalah pilihan yang ia buat tidak peduli apapun yang terjadi, meskipun ia menangis di pinggir sungai pagi itu setelah ia bangun dan memutuskan untuk meninggalkan Sasuke. Ia tahu bahwa Sasuke tangguh dan mungkin akan lebih baik tanpanya, karena pada saat itu ia benar-benar tidak bisa memberikan semua masalah hidupnya pada Sasuke. Khususnya ketika mereka baru berusia tujuh belas tahun.
Tapi dengan Ino, itu cerita lain. Ino adalah teman terbaiknya, mereka hampir seperti saudara, dan mereka melakukan segalanya bersama, saling menceritakan segalanya. Mereka tidak dapat dipisahkan dan Sakura bahkan tidak bisa membayangkan betapa menyakitkannya bagi Ino mengetahui bahwa ia baru saja pergi dan bahkan tidak memberitahu apapun.
"Aku tidak bisa merusak apa yang seharusnya menjadi hari terbaik dalam hidupnya." Sakura akhirnya menjawab.
"Bagaimana jika kau membuat hari terbaiknya semakin lebih baik?"
Sakura tertawa, "Apa kau senang saat melihatku di kafe pada malam itu setelah sembilan tahun penuh?"
"Tidak," jawab Sasuke.
"Tepat sekali," ucap Sakura, "Reaksi Ino tidak akan berbeda dengan reaksi yang kudapat darimu. Itu akan terlalu emosional dan aku tidak akan bisa mengatasinya dengan baik. Kau tahu itu."
"Hn, tapi pikirkan saja." ucap Sasuke menyarankan, "Empat bulan lagi."
***
Sasuke mengemudikan mobilnya menuju bar yang dikunjungi Sakura, berhenti tepat di belakang mobil Sakura yang dibiarkan terparkir karena wanita itu sangat mabuk semalam.
Mereka keluar dari mobil dan Sakura berjalan ke mobilnya untuk mengambil ponsel yang ia tiinggalkan di sana sejak semalam. Ia membuka ponselnya dan di layar tertera ada sekitar seratus voicemail, panggilan tidak terjawab dan pesan teks, dan semuanya berasal dari satu orang. Sasori.
Ia memutar matanya saat ia menggulir pesan teks pria itu.
Sakura pulanglah...
Maafkan aku...
Aku merindukanmu...
Maafkan aku...
Seks itu bahkan tidak sehebat bersamamu!
"Ck," Sakura mengerutkan bibirnya, "Seharusnya kau memikirkan itu sebelum kau berselingkuh." Ia bergumam sebelum melemparkan ponselnya kembali ke kursi penumpang.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Sasuke khawatir.
Sakura mengangguk dan tersenyum, "Ya, aku baik-baik saja."
Mereka menyeberang jalan bersama dan berjalan masuk ke dalam bar. Mengingat hari itu adalah hari Sabtu, bar tampak lebih ramai daripada biasanya.
Sakura berjalan dengan Sasuke mengikuti tepat di belakangnya. Ia duduk di kursi di depan bartender dan bartender itu menggelengkan kepalanya.
"Kau lagi?"
Sakura tersenyum, "Aku minta maaf kalau aku merusak sesuatu di sini tadi malam." ucapnya.
"Kau tidak merusak apa-apa; tapi kuharap kau tidak minum dua botol lagi."
"Dua botol?" Sakura mengangkat alisnya, "Tidak heran jika aku mabuk berat."
"Kau berhutang padaku." ucap bartender itu seraya menunjuk pada Sakura dan mengeluarkan tiga gelas dari meja dan mulai menuang koktail. "Aku menyelamatkan pantatmu dari DUI, tiket parkir, dan penjara!"
Sakura memerah malu. Ia harus mengakui, ia benar-benar berantakan tadi malam. "Kemarilah," ucapnya pada pria itu dengan tangan terbuka, "Aku ingin memelukmu."
"Dengan senang hati aku akan menerimanya!" seru bartender itu dan Sakura memeluk pria itu erat-erat. "Biarkan aku memperkenalkan diriku dengan benar." ucap bartender itu setelah sesi berpelukan dengan Sakura selesai. "Aku Naruto," ucap bartender itu, "Uzumaki Naruto."
"Dan aku Haruno Sakura," balas Sakura, "Aku biasanya tidak mabuk seperti semalam."
"Oh, aku tahu itu," ucap Naruto sarkastis.
Sasuke berbagi jabat tangan dengan Naruto, lalu duduk di kursi sebelah Sakura. "Terima kasih sudah meneleponku, man." ucapnya.
"Lagipula aku juga tidak akan membiarkannya pergi begitu saja." Naruto mendorong segelas koktail ke depan Sakura dan Sasuke.
"Cheers?"
"Untuk apa?" ucap Sasuke menyeringai.
"Aku tidak tahu," Sakura mengangkat bahu dan terkikik, "Cheers untuk..."
"Persahabatan baru?" ucap Naruto.
"Cheers!"
***
Setelah beberapa kali minum, Sakura mulai merasa mabuk dan ia tahu ia tidak bisa membiarkan dirinya mabuk seperti semalam lagi karena ia harus pergi ke rumahnya dulu sebelum kembali ke rumah Sasuke.
"Kau yakin tidak ingin kuantar?" tanya Sasuke.
"Ya," gumam Sakura, "Mungkin akan membutuhkan waktu agak lama."
"Baiklah," ucap Sasuke, "Telepon saja aku jika kau butuh sesuatu, oke?"
Sasuke mendongakkan kepala Sakura dan merasakan kebutuhan untuk mengecup bibir wanita itu, yang akhirnya benar-benar ia lakukan. Ia mengecup bibir Sakura dan wanita itu membiarkannya.
"Kau benar-benar harus berhenti melakukan itu." gumam Sakura.
"Sampai jumpa." ucap Sasuke.
Sakura mengangguk dan Sasuke melepaskannya. Sasuke memperhatikan Sakura masuk ke mobilnya dan pergi.
***
To be continued.
To be continued.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)