expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Nine Years #12



"Bukankah ini ironis?" ucap Sakura saat ia membiarkan lelehan panas dari lilin yang menyala membuat kontak dengan dada Sasori.
"S-Sakura!" Sasori menjerit.
"Maksudku, kau pasti tahu bagaimana rasanya dikhianati." Sakura terus melanjutkan dan Sasori terus menjerit.
Akhirnya setelah sekian menit, Sakura berpikir bahwa jeritan Sasori terlalu keras dan bisa menarik perhatian tetangga, ia kemudian meletakkan lilin itu di atas laci.
Sakura tahu apa yang ia lakukan... Ia ingin Sasori membayar setimpal apa yang pria itu lakukan, tapi ia juga tidak akan meninggalkan jejak apapun yang bisa membuatnya terlibat dalam segala jenis masalah kalau-kalau si idiot ini memutuskan untuk melapor ke polisi.
"Kau ingin tahu apa yang membuatku kesal?" tanya Sakura ketika ia memasang kembali lakban di bibir Sasori dan menarik kursi ke depan tempat tidur. "Yang membuatku kesal adalah aku harus mencoba begitu keras... berusaha begitu keras meyakinkan diriku sendiri untuk mencintaimu bahkan ketika hatiku masih milik seorang pria baik yang kutinggalkan selama sembilan tahun, tapi kau mengkhianatiku di rumahku sendiri." ucapnya.
Air mata muncul di sudut mata Sasori ketika keringat menetes di keningnya. "Maafkan aku." ucapnya. Tapi suaranya teredam oleh lakban di bibirnya.
Sakura memutar matanya. "Tidak," ucapnya. "Jangan minta maaf sekarang karena itu tidak ada gunanya lagi." Ia melanjutkan. "Aku tidak pernah mencintaimu, Sasori, tapi aku selalu berusaha baik padamu." Ia menyapukan jari-jarinya ke rambutnya dan menghela nafas. "Apa yang membuatku marah?" Sakura terkekeh dan mengangkat kepalanya untuk melihat Sasori yang menyedihkan di tempat tidur.
"Apa yang membuatku marah, kau tahu?!" Sakura berteriak pada Sasori.
Sasori tersentak... Ia ketakutan, begitu terguncang... begitu takut, dan itu hampir menghibur Sakura.
"Kebaikanku dibalas dengan perselingkuhan, dan pukulan di rahangku." ucap Sakura seraya menyentuh memar ungu di wajahnya. "Sedikit sensitif, bukan?" tanyanya.
Sasori sedikit mengangguk. "Aku tidak bermaksud untuk—"
"Alasan, alasan! Kau dan semua alasanmu!" teriak Sakura. "Apa kau tidak mengerti apa artinya semua ini?" tanyanya. "Kau menyakitiku dan bahkan tidak pernah bersusah payah untuk meminta maaf!" Ia berteriak. "Kau sangat egois. Yang kau lakukan hanyalah mencoba mendapatkanku kembali seolah aku ini hadiah."
Sasori mencoba berteriak tapi dengan seluruh tubuhnya yang menempel di tempat tidur, ia tidak berhasil. "K-Kita bisa bicara." pintanya. "Tolong. Buka lakbannya."
Sasori tak bisa mempercayai ini. Apakah ia selama ini menikahi seorang psikopat? Sial!
Sakura menarik lakban di bibir Sasori dengan kasar. Ia berencana membuat sesi ini jauh lebih lama, bahkan jika itu menghabiskan sepanjang malam, ia akan membuat Sasori membayar apa yang dilakukannya.
Sasori menarik napas dalam-dalam beberapa saat sebelum ia berbicara. "Ini bukan dirimu, Sakura." ucapnya.
Sakura mendengus. "Kau tidak mengenalku. Kau tidak pernah tahu." ucapnya.
Sasori terlihat cemas. Wanita ini mungkin bisa membunuhnya. Ya Tuhan, ia hidup dengan psikopat dan tak pernah tahu!
"Apa maksudmu?" tanya Sasori panik.
"Ketika kita bertemu..." ucap Sakura memulai. "Apa kau ingat?" tanyanya.
Sasori mengangguk pelan dengan mata lebar. "Y-Ya." Ia tergagap.
"Di perpustakaan, aku sedang belajar dan kau meghampiriku." ucap Sakura. "Aku tidak menyukaimu sama sekali, kau bukan tipeku karena satu-satunya pria yang kucintai dengan sepenuh hati, telah kutinggalkan." Ia memberitahu Sasori. "Tapi kau begitu menyukaiku, itu aneh. Ketika kau mendekatiku dan bertanya apakah aku mau pergi makan siang denganmu, waktu itu aku berpikir kau manis."
"Aku masih sama seperti waktu itu." ucap Sasori.
Sakura menggelengkan kepalanya. "Tidak, tidak." ucapnya ketika ia meletakkan kembali lakban di bibir Sasori untuk membuat pria itu diam. Ia ingin Sasori mendengarkan, bukan mengomentari. Sasori mencoba menggerakkan kepalanya dari kiri ke kanan, tapi membuatnya mendapat pukulan di kepala dan lebih banyak lakban.
"Kau terlihat aneh... Kenapa pria sepertimu tertarik padaku?" Sakura memulai lagi. "Dan kemudian aku berpikir bahwa itu tak masalah. Kau terlihat cukup pantas untuk diajak berhubungan seks. Aku tidak berhubungan seks dalam waktu yang lama dan mainanku tidak benar-benar memuaskanku lagi jadi kupikir jika saja kau bernilai sesuatu... jika saja kau bisa memenuhi kebutuhanku selama dua jam atau lebih, maka mungkin... mungkin saja aku akan makan siang denganmu." ucap Sakura. "Itu adalah rencana yang ada didalam pikiranku waktu itu, sampai kau berkata 'Aku mencari hubungan yang serius dan kau cantik sekaligus misterius, aku ingin mengenalmu dan mudah-mudahan kita bisa menemukan beberapa kesamaan'." Sakura mengutip perkataan Sasori dari tiga tahun lalu. "Sangat lucu. Aku juga berpikir begitu." ucapnya sambil menyalakan sebatang rokok.
Ia sudah lama tak merokok. Hampir dua belas tahun sekarang. Ketika ia bersama Sasuke, ia meninggalkan banyak kebiasaan buruk. Sasuke mengubahnya dan ia menghancurkan hati pria itu. Itulah yang paling menyakitkan.
Dan untuk apa? Untuk mendapat pengkhianatan dari Sasori? Yang meninju wajahnya?
"Kencan pertama, kau cukup baik, melakukan apa saja yang bisa membuatku terkesan. Kau kasar tapi tak masalah karena kau orang pertama yang aku minati, berharap kau akan atau bahkan bisa menggantikan satu-satunya pria yang pernah mencintaiku." ucap Sakura sambil mengepulkan asap rokok. "Tapi kau gagal. Kau gagal!" Ia tertawa sinis. "Kau punya selera hunor yang buruk. Kau tidak akan pernah bisa membuat lelucon yang bagus dan ketika kau melakukannya aku akan memaksakan diriku untuk tertawa karena aku tidak ingin melukai perasaanmu." ucapnya. "Kau menjengkelkanku hampir setiap hari, setiap aku bangun tidur dan menyadari bahwa kau bukan dia... kau bukan Sasuke, aku merasa sangat kesal, kau tak pernah tahu itu."
Sasori menutup matanya. Sial!
"Tapi aku berusaha untuk menerimamu karena kau adalah orang pertama yang aku biarkan dekat denganku dalam waktu yang sangat lama." Sakura melanjutkan. "Dan kemudian malam itu setelah lima bulan berkencan denganmu, kita tidur bersama dan aku menyadari bahwa mainanku jauh lebih baik daripada dirimu." Ia menghina Sasori. Ia telah menunggu begitu lama untuk mengatakan hal-hal ini; rasanya menyenangkan melepaskan semuanya dari dadanya.
"Aku ingin menendangmu keluar setelah itu dan memberitahumu bahwa kita tidak sedang berolahraga." Sakura berkata dengan jujur, "Tapi kau mengatakannya. Aku tidak menyukaimu tapi kau tetap mengatakannya. Kau bilang kau mencintaiku." ucap Sakura dan air mata mengalir di wajahnya. "Aku memperhatikanmu mengatakan kata-kata itu padaku seraya membelai rambutku agar aku tertidur dan itu mengingatkanku pada seseorang yang sangat kucintai dan kurindukan." ucapnya. "Itu pertama kalinya aku bisa mengatakan bahwa kau melakukan sesuatu dengan benar." Ia memberitahu Sasori. "Kau berhasil."
Lilin pertama memudar ketika jam di dinding menunjukkan pukul tiga pagi.
Sakura menelan ludah. "Pagi berikutnya, kau sedikit membuatku jijik daripada hari-hari biasa. Kita tinggal di apartemen kecilku dan menonton TV sepanjang hari, dan kita berbicara tentang keluarga. Kau berbicara tentang bagaimana orang tuamu meninggal dan bagaimana kau diadopsi. Sedangkan aku merasa tidak ada yang perlu dikatakan tentangku jadi aku mengarang cerita untukmu. Tampak cukup mirip. Hampir seolah kita memiliki kesamaan, bukan?"
Mata Sasori melebar. Apa artinya itu? Ya Tuhan!
"Aku berbohong." ucap Sakura. "Aku memberitahumu bahwa orang tuaku meninggal dalam kecelakaan mobil ketika aku berumur lima tahun."
Lebih banyak air mata mengalir di wajah Sakura saat ia melanjutkan.
"Aku berbohong." Sakura mengulangi saat ia menangis. "Sebenarnya, orang tuaku tidak meninggal dalam kecelakaan mobil!" Ia berteriak. "Dan jika kau mengenal satu inci lebih jauh dari diriku, tentangku yang sebenarnya, kau akan tahu bahwa aku berbohong, tapi kurasa air mata akan membuatmu percaya, bukan?"
"Aku tidak pernah tahu siapa orang tuaku!" teriak Sakura. "Aku tidak pernah tahu karena ibuku meninggal saat melahirkanku, dan ayahku, aku bahkan tidak mengenalnya!" ucapnya. "Aku punya masalah. Masalah tentang seorang ayah, karena aku tidak pernah bisa membuat dia menunjukkan padaku cara menaiki sepeda, dia tidak mengantarku di hari pertamaku sekolah! Dia tidak pernah membacakan cerita pengantar tidur untukku, dan dia tidak pernah memberitahuku bahwa dia mencintaiku, karena aku tidak pernah mengenalnya!" Ia menangis. "Percaya pada seorang pria, itu hal tersulit yang harus kutangani, tapi kemudian suatu hari, dia, pria yang sempurna yang aku bayangkan datang dalam hidupku dan dia mencintaiku tanpa pertanyaan. Ketika aku menatapnya, aku melihat seorang ayah dari anak-anakku dan pria yang ingin kunikahi, untuk lebih baik atau lebih buruk, untuk lebih kaya atau lebih miskin, dan apa yang kulakukan selanjutnya? Aku meninggalkannya!"
Entah bagaimana, semuanya tampak mengarah kembali pada Sasuke...
"Aku tumbuh semakin dewasa dari rumah ke rumah, berharap seseorang akan berpikir bahwa aku cukup baik, aku hidup dengan rasa takut, tidak tahu di mana aku akan berakhir, dan ketika aku akhirnya memiliki rumah yang nyaman, keluarga yang sempurna, di mana aku tahu aku akan bahagia, kau tahu apa yang terjadi?" tanyanya. "Aku melihat ayah angkatku menampar ibu angkatku. Aku menyaksikan ayah angkatku mabuk setiap hari setelah pulang bekerja dan menjadikan ibu angkatku seperti pelacurnya dan membuat kami anak-anaknya membersihkan rumah. Ketika kami tidak melakukannya dengan baik, dia akan menjadi sangat kejam." Ia melanjutkan. "Bajingan itu mencabuli dan memperkosa satu orang yang kusayangi. Dia mencabuli seorang gadis bernama Yuuki yang dulu tinggal bersama kami. Dia baru berusia tiga belas tahun, suatu hari dia sangat putus asa dan merokok begitu banyak. Dia bilang dia ingin terbang, jadi suatu malam, dia naik ke atap gedung dan dia mencoba terbang. Dia menghilangkan nyawanya sendiri."
Ya Tuhan!
"Aku menghabiskan waktuku bertahun-tahun dengan diperlakukan kejam. Aku sudah cukup melihat dan berpikir untuk menghilangkan nyawaku sendiri juga. Tapi kemudian aku bertemu Sasuke dan dia mengubah segalanya. Dia manis dan perhatian. Dia peduli padaku, setiap hari aku bersamanya, dan dia mencintaiku. Dia menjadi segalanya bagiku, satu-satunya dan selalu satu-satunya. Dia membantuku melewati masa-masa sulit. Aku kacau, hancur dan dia memperbaikiku. Dia tak pernah menghakimiku dan dia menunjukkan padaku bahwa hidup tidak selalu buruk." Sakura akhirnya tersenyum. "Wajar jika aku mencintainya kembali. Aku jatuh cinta padanya dan semakin jatuh cinta. Dia adalah yang pertama dan aku tidak pernah menyakitinya sehari dalam hidupku, tapi kemudian aku melakukannya. Dia mencintaiku saat itu dan dia mencintaiku hingga sekarang, tapi dia takut, dia takut memberikan hatinya padaku dan percaya padaku lagi karena aku pernah meninggalkannya. Aku melukai satu-satunya orang yang sangat berarti bagiku."
Sakura menyalakan sebatang rokok lagi dan bersenandung seraya menghisap rokoknya. "T-Tapi aku tidak pernah pergi dengan sengaja. Kakak ayah angkatku berkata bahwa aku suatu hari akan bahagia, dia baik, tapi dia membunuh istrinya karena dia mengira istrinya telah memukuli tetangga sebelah kami dan dia masuk penjara. Aku tak tahan dengan kekerasan di sekelilingku, jadi aku memutuskan untuk pergi."
Sakura tak pernah membicarakan ini. Bahkan dengan Sasuke. Tentu pria itu tahu beberapa hal tapi tidak semuanya. Tidak ada yang benar-benar tahu seluruh cerita dan ia tidak akan duduk dan menceritakan kisah hidupnya pada Sasori hanya dalam satu malam. Ia mengatakan ini pada pria itu karena suatu alasan untuk mencapai tujuannya.
"Kita hidup di dunia dengan enam miliar orang dan terus bertambah, namun aku merasa seperti tak pernah didengar." ucap Sakura dingin seraya bermain dengan jari-jarinya. "Aku seolah tidak terlihat, tapi aku di sini." Ia menyeka air matanya sebelum melepas lakban dari mulut Sasori.
Sasori menarik napas dalam-dalam lagi. "A-Aku sangat—"
"Simpan saja!" ucap Sakura.
Sasori diam. Ia tidak ingin membuat Sakura kesal lagi daripada yang sudah dilakukannya.
"Jadi, katakan padaku, sudah berapa kali kau berselingkuh sejak kita bersama?" tanya Sakura.
Inilah yang membuat semua pembicaraan itu memanas. Sakura ingin Sasori tahu betapa banyak kehidupan buruk yang pernah ia miliki dan betapa sulit ia untuk menyambut pria manapun dalam hidupnya. Ia ingin Sasori tahu seberapa besar tindakan pengkhianatan dan tindakan kejam fisik pria itu membawanya jauh kembali ke masa lalunya. Kembali ke suatu tempat yang sudah lama terkubur dan coba dilupakannya.
"Hanya sekali itu saja." jawab Sasori gemetar.
"Jangan bohongi aku!" teriak Sakura. "Tidak mungkin itu pertama kalinya jika kau punya nyali untuk melakukannya di kamar sebelah!"
"Tiga kali." Sasori berbisik.
Sakura mendengus. "Tiga kali, huh?" Ia tersenyum. "Kau yakin?" tanyanya.
Sasori mengangguk dengan ketakutan. "Y-Ya."
Sakura mengambil lilin, membaliknya dan membiarkan lelehan lilin menetes di tubuh Sasori. "Apa kau masih tidak ingin mengatakan yang sebenarnya?" tanyanya.
Mungkin Sasori lupa betapa buruk cara berbohongnya dan kenyataan bahwa Sakura adalah pengacara.
"Hentikaaan!" jerit Sasori. "Kumohooon!"
"Berapa kali?!" teriak Sakura.
"Aku tidak tahu!" Sasori terus menjerit. "Lebih dari lima puluh kali! Aku tidak tahu! Hentikan!"
Sakura berhenti dan meletakkan kembali lilin di laci tanpa berkata-kata.
"Lebih dari lima puluh?" Sakura mengulangi. "Wow! Kau pasti menikmatinya." Ia mengejek dengan sinis. "Bravo! Itu sangat mengesankan! Kau benar-benar tidak bisa menyimpan benda kecil itu di celanamu, kan?"
"Maafkan aku." ucap Sasori. "Aku adalah seorang pecandu seks ketika aku bertemu denganmu!" ungkapnya.
Apa?
"Aku tidak peduli!" Sakura berteriak. "Tutup mulutmu, brengsek!"
Sasori berkata jujur. Ia menjalani terapi selama beberapa bulan sampai ia berhenti dan berpikir ia bisa berubah setelah ia melamar Sakura. Meskipun ia memuaskan dirinya sendiri atas Sakura, itu masih tidak cukup. Sakura tidak cukup baginya. Ia harus melakukannya lagi dan lagi beberapa kali seminggu untuk merasa benar-benar baik dan Sakura tidak berada di tempat itu dalam hidupnya di mana ia bisa berhubungan seks sepuluh kali seminggu.
Jadi ia kehilangan pekerjaannya. Ia bangkrut karena ia harus menghabiskan semua uangnya untuk para pelacur.
Sakura tak akan percaya jika Sasori berbicara tentang bagian pelacur jadi ia menyimpannya untuk dirinya sendiri. Bagaimanapun juga, itu tampak pilihan yang cerdas.
Dan sepertinya mereka berdua menjalani kehidupan ganda dan saling berbohong pada satu titik.
Sakura mondar-mandir di sekitar ruangan.
Lebih dari lima puluh kali!
Seberapa menjijikkan kedengarannya? Bibirnya telah menyentuh benda itu beberapa kali, mereka lupa menggunakan kondom pada beberapa kesempatan!
Penyakit menular seksual, herpes, cacing vagina, begitu banyak penyakit yang bisa ditularkan Sasori padanya.
Yang Sakura ingin lakukan sekarang adalah menggosok tubuhnya sampai putih pucat atau sampai berdarah tapi sayangnya itu tidak akan membantu sama sekali!
"Aku bersumpah jika kau memberiku penyakit, aku akan membunuhmu sekarang juga!" Sakura berteriak. "Kau benar-benar brengsek! Astaga! Persetan, kau bajingan!"
Sasori tidak berani mengeluarkan kata-kata. Ia layak mendapatkannya. Dan karena Sakura menjadi sangat frustrasi, ia berjalan ke tempat tidur dan meninju wajah pria itu!
Meskipun tinjunya tak sekeras Sasori, tapi ia ingin menyakiti pria itu. Ia sangat ingin menyakiti Sasori!
"Maafkan aku!" teriak Sasori.
"Aku membencimu!" Sakura mengumpat di depan wajah Sasori. "Kau pantas mati!"
Sakura tak pernah merasakan begitu banyak kebencian terhadap seorang pria sebelumnya. Ini mengejutkannya. Ia takut ia mungkin terlalu marah dan mati sebelum bajingan ini.
"Kau meninju wajahku, mungkin rahangku patah, dan kau berselingkuh lebih dari lima puluh kali." Sakura terengah-engah. "Aku membencimu dan kuharap sisa hidupmu sengsara dan kenangan dari semua omong kosong yang telah kau lakukan padaku memburu sisa hidupmu! Kuharap jiwamu terbakar di neraka. Argh, sial, aku sangat membencimu!"
Sakura tidak ingin menghabiskan satu detik lagi menatap Sasori. Ia mengambil tasnya dan berbalik pergi. Ia tidak pernah ingin melihat Sasori lagi, ia tidak pernah ingin mendengar tentang pria itu dan itu sebabnya ia akan mempercepat prosedur perceraian. Ia tidak ingin ada hubungannya dengan Sasori lagi! Sial, ia tidak pernah ingin mendengar nama Sasori lagi seumur hidupnya!
***
To be continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)