Sakura tidak pernah merasa begitu... puas. Naruto benar, bukan berarti ia akan memberitahu pemuda itu, tentu saja. Egonya cukup tinggi untuk tidak memberitahu apapun pada Naruto. Tapi seks benar-benar telah membantunya. Ia merasa santai dan bebas, yang tidak dirasakannya selama berbulan-bulan. Dan hari ini ia tidak harus berada di kantor kecuali ada masalah darurat dan kini ia sedang merasa puas dan santai. Ia akan menikmatinya.
Tempat tidurnya terasa hangat, baik dari panas tubuhnya dan sinar matahari yang masuk melalui jendela. Sakura berguling dan meringkuk lebih dalam ke selimutnya, sangat tergoda untuk kembali tidur lagi. Saat ia membenamkan wajahnya ke bantal, ia tersentak oleh aroma cologne yang sangat familiar dan ia tidak bisa menahan senyumnya mengingat apa yang telah terjadi.
Ia tak pernah membayangkan berhubungan seks dengan Uchiha Sasuke. Mereka adalah partner dan teman baik, ia tak pernah benar-benar memikirkan pemuda itu secara intim. Mungkin hanya mengagumi cara Sasuke saat memakai kaos ketat dan menonjolkan tubuhnya yang berotot, tentu saja. Tapi itu hanya pandangan yang obyektif. Semua orang bisa melihatnya. Tapi begitu pandangan itu digabung dengan apa yang terjadi semalam, tiba-tiba itu tampak masuk akal. Mereka adalah teman baik dan mereka telah berbagi segalanya. Jadi mengapa mereka tidak berbagi sedikit bantuan menurunkan stres fisik? Bukankah begitu?
Semakin Sakura memikirkannya, semakin masuk akal. Lagi pula ia adalah satu-satunya orang yang dekat dengan Sasuke. Ini adalah kebutuhan dasar manusia, sama halnya seperti makan atau tidur. Dan jelas tidak dapat disangkal bahwa mereka berdua cukup stres. Memerangi kasus bukanlah pekerjaan yang mudah, dan itu semakin rumit saat mereka semakin jauh masuk ke dalamnya. Jadi disini Sakura diberi kesempatan untuk bersama seseorang yang ia percayai, dan Sasuke diberi kesempatan untuk benar-benar merasakan hal yang berbeda. Itu sangat logis.
Di suatu tempat di belakang pikirannya, Sakura berpikir seks dengan Sasuke akan menjadi aneh, tapi ternyata tidak. Itu luar biasa. Mereka selalu bekerja sama dengan baik di setiap aspek lain, jadi mengapa tidak dengan di tempat tidur? Sasuke sangat teliti, memperhatikan setiap jengkal tubuhnya dan menatapnya dengan kekaguman yang membuatnya merasa seperti seorang dewi. Dan pemuda itu juga membiarkannya mengambil kendali dan melakukan apa saja yang diinginkannya, yang sangat berpengaruh besar baginya. Kenyataan bahwa ia bisa mengendalikan keinginannya di atas seseorang, terutama seseorang yang kuat dan keras kepala seperti Sasuke, membuatnya lebih percaya diri. Rasanya senang mengetahui bahwa setidaknya masih ada sesuatu dalam hidupnya yang berada di bawah kendalinya, apalagi hal itu mampu membuat Sasuke merintih dan mengerang, ia merasa memiliki kekuatan.
Memutuskan bahwa tidak mungkin sekarang ia bisa kembali tidur dengan gelombang hangat yang nikmat di perutnya, Sakura menyingkirkan selimut dan bangkit dari tempat tidur. Kulitnya masih terasa licin karena keringat, membuatnya melangkah menuju ke kamar mandi. Ia mengubah suhu air menjadi lebih dingin dari biasanya, berharap itu akan membantu menjernihkan pikirannya. Tentang friends-with-benefits ini tidak akan berhasil jika ia tidak bisa berhenti memikirkannya; itu akan menghalangi tujuan awalnya.
Setelah selesai mandi, Sakura berjalan ke lantai bawah mencari air dingin untuk diteguk bersama ibuprofen yang ia ambil agar rasa sakit kepalanya berkurang. Meskipun seks menciptakan keajaiban bagi seluruh tubuhnya, itu tidak berhasil menyingkirkan sakit kepala yang disebabkan oleh mabuk beratnya. Ketika Sakura turun, ia menemukan Hinata duduk di konter dapur, memeriksa beberapa informasi terbaru di koran, gadis itu mendongak ketika Sakura masuk.
"Hei, Sakura-chan," sapa Hinata. "Bagaimana kepalamu?"
"Berdenyut," jawab Sakura. Ia berjalan ke kulkas dan menarik sebotol air, dan kemudian duduk di sebelah Hinata. "Bagaimana denganmu?"
"Kau tahu, aku berhenti minum cukup awal untuk menghindari mabuk," ucap Hinata dan menyeringai.
"Beruntung sekali," ucap Sakura. Ia meneguk air dinginnya dan kemudian mendesah puas.
Hinata kembali membalik ke halaman depan koran dan menunjukkan berita utama pada Sakura. "Sepertinya anak buahmu sudah berhasil menutupi apa yang terjadi minggu ini," ucapnya. "Dua orang tewas, hampir seluruh tebing runtuh ke lautan, dan satu mil persegi hutan diratakan. Namun mereka memberitakannya sebagai bencana badai aneh dan semua orang mempercayainya, lalu semua kembali ke keadaan semula." Ia menggelengkan kepalanya dan melipat koran itu. "Tempat kau bekerja dan rahasianya tidak akan pernah berhenti membuatku takjub."
"Kau berlebihan," ucap Sakura dan tertawa.
"Tapi apa kau tahu satu hal yang tidak akan dirahasiakan di sini?" tanya Hinata. Ketika Sakura melirik ke arah Hinata, ada kilatan nakal di mata gadis itu yang membuat Sakura gelisah. Sebuah pandangan yang sama seperti yang Naruto lakukan ketika pemuda itu akan menimbulkan masalah. Sakura bisa mengerti sekarang mengapa Naruto dan Hinata tertarik satu sama lain. "Kau dan Sasuke-san tidur bersama."
Sakura bersyukur karena ia tidak sedang minum, karena jika ia sedang minum saat Hinata berkata seperti itu, mungkin ia akan menyemburkannya. Tapi kini nafasnya benar-benar tercekat.
"Bagaimana kau..." Sakura tergagap, menyadari bahwa ia baru saja menyerahkan diri. Hinata menyeringai dengan penuh kemenangan saat melihat Sakura mendesah berat dan meletakkan kepalanya di telapak tangannya. "Bagaimana kau tahu?"
"Aku ada di sini saat Sasuke-san pergi tadi pagi," jawab Hinata. "Jadi, kau dan Sasuke-san, eh?"
"Bukan seperti yang kau pikirkan," ucap Sakura cepat. "Kami tidak berkencan atau apa. Hanya seks."
Hinata melengkungkan alis. "Hanya seks," ulangnya. "Maksudmu seperti teman seks?"
"Pada dasarnya ya," ucap Sakura merasa malu, merasakan telinga dan pipinya terbakar. Tapi tidak ada alasan untuk malu tentang hal itu, jadi mengapa ia merasa begitu malu untuk memberi tahu Hinata bahwa ia tidur dengan sahabatnya. "Seperti yang Naruto katakan tadi malam. Kami harus menyingkirkan stres dari tubuh kami, jadi itulah yang kami lakukan."
"Wow." Hinata mengerutkan bibirnya dan kemudian menyeringai. "Kalau aku tahu di tempat kerjamu ada yang seperti ini, aku akan bergabung dengan kalian."
"Dasar," ucap Sakura pada Hinata dan tertawa.
"Apa dia cukup baik?" Hinata bertanya ingin tahu. "Maksudku, dengan semua yang terjadi tidak bisakah kau merasakan sesuatu?"
Sakura membuka mulutnya sebelum ia menyadari bahwa Hinata dan Naruto mungkin
tidak tahu tentang Sasuke yang sebenarnya. Sasuke tidak menunjukkannya pada siapa pun kecuali dirinya. Ia berasumsi bahwa Naruto tahu, atau setidaknya dengan tatapan analisa yang pemuda itu berikan pada mereka kadang-kadang membuatnya berpikir bahwa pemuda itu pasti sudah menduga-duga. Tapi bisa jadi Naruto tidak berbagi dugaannya itu dengan Hinata. "Dia cukup baik dan mengimbangiku dengan caranya," jawab Sakura sedikit membingungkan, tapi kemudian melempar cengiran pada Hinata.
tidak tahu tentang Sasuke yang sebenarnya. Sasuke tidak menunjukkannya pada siapa pun kecuali dirinya. Ia berasumsi bahwa Naruto tahu, atau setidaknya dengan tatapan analisa yang pemuda itu berikan pada mereka kadang-kadang membuatnya berpikir bahwa pemuda itu pasti sudah menduga-duga. Tapi bisa jadi Naruto tidak berbagi dugaannya itu dengan Hinata. "Dia cukup baik dan mengimbangiku dengan caranya," jawab Sakura sedikit membingungkan, tapi kemudian melempar cengiran pada Hinata.
Ya, tidak bisa dibohongi. Sasuke tampaknya menaruh banyak perhatian lewat indranya juga; cara pemuda itu melihat, mencium, merasakan, dan mendengarkan. Menjadi satu-satunya fokus dari setiap perasaan pria, terutama mengetahui bahwa Sakura adalah satu-satunya yang bisa melakukan itu untuk Sasuke sekarang.
"Aku penasaran," ucap Hinata dan seringainya terlihat menggoda.
"Ya," ucap Sakura setuju, tampak sedikit kacau. "Umm, aku akan pergi. Aku punya beberapa tugas yang harus kujalankan. Sampai ketemu nanti."
Hinata menatap Sakura curiga bahkan ketika ia mengangguk dan melambaikan tangan pada gadis itu. Sakura menjatuhkan botol kosongnya ke tempat sampah, dan kemudian meninggalkan resort. Jujur saja ia punya beberapa tugas kecil yang ingin dijalankan, tapi itu bukan sesuatu yang menuntut untuk segera dikerjakan. Ia hanya ingin menghindari percakapan canggung dengan Hinata.
Seraya mengusap pelan bagian belakang kepalanya, Sakura bertanya-tanya apakah ia perlu mengundang Sasuke lagi malam ini.
***
Sasuke membenci rapat komite kota. Itu dilakukan setiap hari Sabtu pertama perbulannya dan sebagai Kepala Kepolisian ia diminta untuk hadir. Mendengarkan anggota masyarakat yang sudah lama bertengkar soal peraturan penyeberangan dan penggalangan dana bukanlah favoritnya untuk menghabiskan hari Sabtu. Ia tak membenci mereka pada hari biasa. Tapi hari ini, ia membenci mereka, dan itu semua berhubungan dengan apa yang harus ia tinggalkan untuk datang ke pertemuan bodoh ini.
Pikiran Sasuke melayang jauh mengabaikan Rock Lee yang memberikan pidato bersemangat tentang penggalangan dana, ia memikirkan apa yang terjadi selama dua belas jam terakhir. Ia sekarang bisa mengingat lebih banyak dari apa yang terjadi malam sebelumnya dan merasa punya kesempatan untuk benar-benar duduk dan berpikir. Ia sekarang bisa mengingat cara Sakura mengusulkan idenya sewaktu mereka duduk di sofa. Sorot di mata Sakura ketika gadis itu memberikan gagasannya. Ciuman gadis itu, yang kuat dan posesif di bibir dan lehernya, dan setiap inci kulitnya. Setiap erangan napas yang gadis itu buat pada sentuhannya. Tatapan gelap dan penuh nafsu dari mata hijau itu saat menatapnya di tempat tidur.
Tanpa diragukan lagi itulah pengalaman terbesar dalam hidup Sasuke. Sebuah pengalaman yang sangat ia nantikan, untuk mengulanginya lagi dan lagi.
Di suatu tempat di belakang pikirannya, Sasuke merasakan sedikit kesalahan. Tak peduli bagaimana ia mencoba memainkan permainan ini, yang mungkin terdengar seperti ia memanfaatkan Sakura hanya untuk seks. Tapi bukan itu yang sesungguhnya. Yeah, secara teknis ia mengira seperti itu. Dan memang itu yang mereka sepakati. Tapi pada saat yang sama Sasuke tahu bahwa semuanya lebih dari itu. Ia merasakan hal-hal lain untuk Sakura yang belum pernah ia rasakan untuk gadis lain sebelumnya. Mungkin ia salah telah tidur dengan Sakura tanpa menyampaikan hal itu, tapi ia mencoba mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ini adalah cara yang terbaik.
Sakura memiliki masalah dengan sebuah kepercayaan, dan dengan semua yang gadis itu lalui, Sasuke tidak bisa menyalahkannya. Ini hanyalah cara lain Sasuke untuk membuktikan dirinya pada Sakura. Untuk membuat Sakura melihat bahwa ia adalah seorang pria yang dapat dipercaya dan diandalkan untuk membuatnya bahagia dan membuatnya tetap aman. Ada saat-saat dimana Sasuke menatap mata Sakura dan ia melihat ada sesuatu terpantul ke arahnya. Perasaan itu ada di sana. Ia hanya perlu membuat Sakura cukup terbuka untuk memahami rasa itu.
Dan jika mereka memiliki seks paling menakjubkan sepanjang masa, itu hanya bonus, sungguh. Bonus yang sangat-sangat bagus.
"Kita benar-benar perlu membawa lebih banyak semangat masa muda untuk penggalangan dana tahun ini," ucap Rock Lee bersemangat. "Tahun lalu adalah tahun yang buruk, kita harus melakukan yang lebih baik lagi."
Seks mereka sangat luar biasa. Sakura sangat fokus. Gadis itu sepertinya ingin membangkitkan kesenangan di setiap molekul tubuh Sasuke, dan gadis itu pandai melakukannya. Bahkan dalam keadaan mabuknya, Sakura membuat suatu poin untuk tetap saling menyentuh sebanyak mungkin. Gadis itu telah melebihi batas jika hanya untuk memastikan bahwa Sasuke dapat menikmatinya sebanyak yang ia bisa. Sasuke menganggap itu sebagai tanda bahwa mereka harus bersama dengan cara ini. Cara mereka bergerak bersama-sama sangat alami. Seperti takdir.
Apa yang benar-benar membuat Sasuke terpesona adalah cara Sakura mengalahkannya. Ia tidak pernah menjadi orang yang menyerahkan kendali. Dengan begitu sedikit koneksi ke dunia di sekitarnya, ia selalu memiliki pemahaman pada dirinya dan lingkungannya. Demi keamanan, juga ketenangan pikirannya sendiri. Kendali sangat penting bagi jalan hidupnya.
Itu salah satu alasan-bukan yang terbesar, tapi masih sering muncul-bahwa ia sangat membenci Sabaku Gaara, rivalnya. Di sekeliling Gaara, ia kehilangan kendali atas pikiran dan tubuhnya sendiri, dan ia hanya mendapatkan sisa belas kasihan pemuda berambut merah itu. Ketidakmampuannya untuk bertahan adalah sesuatu yang membuatnya mendapat masalah dengan kepala sekolah, guru, pelatih, dan seorang gadis saat di sekolah dulu. Karena itu ia lebih suka bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Namun tadi malam ia dengan rela menyerahkan kendalinya pada Sakura. Tentu saja ia cukup yakin bahwa jika ia tidak memberikannya, Sakura akan mengambilnya dengan paksa. Tidak ada yang bisa menghentikan Sakura ketika gadis itu memutuskan untuk melakukan sesuatu. Tadi malam gaids itu telah mengambil kendali penuh atas dirinya, pikiran, tubuh, dan jiwanya.
Entah bagaimana Sasuke tidak takut sama sekali.
Sakura memanipulasinya dengan kata-kata. Tatapan gadis itu bisa secara bersamaan mencair dan membekukannya. Gadis itu bisa membuatnya mengerang, melengkung, membanting, dan memohon, hanya dengan sentuhan sederhana dan bisikan memabukkan. Seorang Uchiha Sasuke yang pemberani dan keras kepala telah menjadi benar-benar tunduk di hadapan gadis mungil berambut pink dan bermata hijau. Bagaimana ia begitu nyaman-dan bahkan terangsang-dengan menyerahkan kendalinya, ia bahkan tidak bisa mengerti.
"Ayame-san sudah mendaftar untuk menyediakan kontes makan pai dan mendirikan stan sendiri..."
Ruangan Sakura berbau seperti permen. Sasuke bertanya-tanya apakah gadis itu sangat menyukai kue dan permen sehingga jenis makanan itu menjadi perlengkapan permanen di ruangannya. Kulit Sakura juga terasa manis, seperti telah dilapisi gula. Dalam pikirannya, Sasuke membayangkan kristal gula berkilauan di kulit gadis itu, dan ia menjilatinya. Kemudian saat Sakura sedang memakan salah satu cupcake kecil favoritnya, frosting biru dan kuning tersisa di bibirnya dan Sasuke akan menyapukan lidahnya untuk membersihkannya. Kemudian ia akan membungkuk untuk menghisap dan mencicipi campuran tubuh dan gula yang luar biasa, merasakan kehalusan kulit Sakura di bawah lidahnya.
"Apa kau setuju, Uchiha-san?"
Sasuke tersentak dari fantasinya dan memandang Rock Lee, yang menatapnya penuh harap. "Ya, tentu saja," Ia setuju, bertanya-tanya apa yang baru saja ia setujui. Ia terlalu terjebak dalam fantasinya hingga tak memperhatikan percakapan yang terjadi di depannya.
"Luar biasa," seru Rock Lee dan menyeringai. "Jadi departemen kepolisian akan membuka dunking booth; yang pastinya akan menghasilkan banyak uang untuk penggalangan dana ini."
Sasuke mengerang dalam hati. Sial, apakah ia benar-benar menyetujui itu? Ia benar-benar perlu memperhatikan hal-hal ini dengan lebih baik. Ia harus melepaskan pikirannya dari Sakura, itu saja. Ia mengeluarkan ponselnya untuk memeriksa waktu, tapi ketika ia melirik ke bawah, ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Apakah itu hanya bayangan atau... tidak, tonjolan di celananya sudah jauh lebih besar dari yang sewajarnya. Ya Tuhan, sekarang ia benar-benar terangsang.
Dengan tergesa-gesa ia menyelipkan ponselnya lagi, ia menarik napas panjang dan berusaha menjernihkan pikirannya. Tidak mungkin ia berjalan keluar dari ruang pertemuan yang penuh dengan orang-orang tua dalam keadaan ereksi. Trik apa yang biasanya digunakannya saat remaja untuk memperbaiki masalah seperti ini? Oh benar, fokuslah pada sesuatu yang sederhana dan biasa saja.
Kursi. Ia menatap kursi kosong di sisi lain meja, hanya kursi kayu kosong. Itu hanya sebuah kursi. Ia duduk di kursi, tidak ada yang menarik tentang itu. Hanya sebuah kursi. Ia hanya duduk di kursi. Dan kemudian Sakura akan mengangkang di pangkuannya, kaki-kakinya yang jenjang melilit punggung kursi untuk membuatnya tetap di tempat dan mencondongkan tubuh ke arahnya...
Sial. Tidak, kursi tidak berfungsi.
Dinding. Dinding bata polos. Bata berwarna coklat kemerahan. Kulit pucat Sakura akan kontras dengan warna kusam dinding itu jika ia menekan tubuh gadis itu ke dinding dan menahannya di sana dengan kekuatan tubuhnya...
Tidak, pikirkan tentang sesuatu yang berbeda.
Laut. Hanya hamparan biru. Ia bisa duduk di pantai dan menatap ke seberang air. Hanya air. Dan Sakura ada di sebelahnya, dan ia bisa mencicipi air asin di bibir Sakura dan merasakan pasir yang menempel di kulit lembab gadis itu...
Persetan. Ini selalu berhasil saat ia masih sekolah, mengapa ini tidak bisa bekerja sekarang?
Oke baiklah. Jelas pikirannya sendiri tidak bisa dipercaya untuk saat ini, ia harus beralih ke hal lain untuk mengalihkan perhatiannya. Ia harus mengikuti penyiksaan paling duniawi: Ia harus benar-benar memperhatikan pertemuan ini.
"Sekarang, kita benar-benar perlu melakukan sesuatu tentang parkiran di sepanjang jalan raya," Inuzuka Kiba tiba-tiba menyela. "Orang-orang tetap parkir di luar toko anjingku dan pelangganku harus berjalan sepanjang blok. Apa kau tidak bisa melakukan sesuatu tentang orang-orang itu, Uchiha-san?"
Ya ampun, jangan ini lagi. "Tidak, kita sudah berbicara tentang ini bulan lalu. Mereka punya hak untuk parkir di sana jika mereka mau. Kau sudah tahu itu sejak kau mulai membuka tokomu di sana. Aku tidak bisa menarik paksa mobil orang untuk diparkirkan di tempat lain."
Setelahnya, percakapan itu berubah menjadi pertengkaran, orang-orang menjadi lebih pemarah dan Sasuke memaksa dirinya untuk memperhatikan dan berpartisipasi di dalamnya.
Dua jam berlalu, yang tampak sia-sia bagi Sasuke, dan ia yakin bahwa ia sudah terserang sakit kepala. Inuzuka Kiba mencoba menyudutkannya untuk melanjutkan protesnya dan menarik mobil-mobil yang tidak bersalah, tapi kicauan ponsel Sasuke memberinya alasan untuk terdiam sebentar.
Sasuke membuka ponselnya, memperkirakan akan melihat laporan tentang kepolisian. Tapi sebaliknya, ia menemukan pesan sederhana dengan nama Sakura di atasnya.
"Hari yang buruk. Kau sibuk?"
Sasuke tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. "Maaf Inuzuka-san, ada pekerjaan yang harus kulakukan," ucapnya, mengambil kesempatan itu untuk kabur dari pertemuan itu dan menuju mobilnya.
Begitu ia aman di dalam mobil, ia membuka kembali pesan teks itu dan mengirim balasan dengan cepat.
"Dalam perjalanan. Kau dimana? Resort?"
Tak perlu menunggu lama, ponselnya berbunyi lagi dan nama Sakura muncul di sana.
"Tidak, aku di apartemenku sendiri."
Tersenyum pada dirinya sendiri, Sasuke menjalankan mobilnya menuju apartemen Sakura, berhenti sebentar untuk membeli sekotak kecil cupcake. Ya Tuhan, fantasi tentang ia yang menjilat frosting cupcake dari bibir Sakura terlalu berat untuk ditampung otaknya, dan ia sangat ingin melihatnya secara langsung.
***
To be Continued.
To be Continued.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)