expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Leads to You #28

 


Sasuke mengitari tempat parkir yang ramai, matanya mengamati lautan kendaraan mencari ruang kosong untuk mobilnya parkir. Di sebelahnya, Sakura menggigit bibir bawahnya, matanya juga mencari. Dari kursi belakang, Ino dan Sasori berbicara pelan sampai tiba-tiba, Ino berteriak, "Itu disana!"

"Dimana?" tanya Sasuke cepat, kepalanya menoleh ke depan dan ke belakang saat ia dengan buru-buru mencari ruang kosong di tengah deretan kendaraan lain.

"Ke kiri! Ke kiri!" Ino berteriak cepat, menunjuk ke arah ruang kosong di sudut belakang.

Memandang tempat yang ditunjuk Ino, Sasuke menginjak pedal gas mobil sewaan itu dan berbelok, ia berdecak saat ia menabrak mobil lain. "Sambutan yang bagus," gerutunya pelan ketika ia mematikan mobil.

Keempat orang itu keluar dan Sakura menatap tulisan 'Hakodate High School' yang besar dan menjulang di atas mereka. Ino melangkah mendekati Sakura dan berkata, "Bisa kau percaya kita kembali ke sini lagi?"

Sakura menggelengkan kepalanya. "Tidak sama sekali. Rasanya seperti baru kemarin kita ada di sini."

Ino menghela napas, "Aku berharap ibuku benar bahwa Sai sekarang berada di luar negeri. Aku tidak ingin bertemu dengannya."

Sakura menggenggam tangan Ino dan tersenyum simpati, "Semoga kau beruntung."

Sasuke berjalan memutar ke arah Sakura, menggerakkan tangannya di punggung Sakura sampai jari-jarinya yang panjang mencengkeram pinggul wanita itu dan menariknya mendekat. Tangannya yang lain dengan protektif berada di depan perut Sakura yang sudah memasuki 28 minggu ketika mereka berjalan menuju ke kerumunan orang di sekolah.

"Hei, Pig, kita harus kemana lebih dulu?" Sakura bertanya pada Ino di belakangnya ketika mereka melangkah di trotoar yang membentang di sekitar sekolah.

"Pertama adalah pesta untuk Tsunade-sensei dan kemudian pertandingan sepak bola, jadi sepertinya kita harus pergi ke gym lebih dulu."

Sasuke memegangi pintu lorong terbuka untuk istri dan teman-temannya, dan kemudian merangkul Sakura lagi ketika ia membimbing istrinya memasuki lorong ramai menuju gym.

Ketika mereka melangkah masuk, mereka disambut dengan lautan manusia. "Shit," gumam Sasuke. "Aku tahu bahwa semua orang selalu menyanjung Tsunade-sensei, tapi ini seperti mall di hari Natal."

Sakura mencengkeram tangan Sasuke dengan erat, ia gugup pada gagasan akan bertemu dengan mantan teman sekolahnya setelah sekian lama, terutama ketika ia merasa gemuk seperti paus yang terdampar di pantai. Ino melangkah maju dan menyenggol Sakura, dan kedua sahabat itu saling mengangguk cepat untuk meyakinkan. Lalu Ino melingkarkan lengannya ke tangan Sakura dan menoleh pada Sasuke, "Sasuke, aku akan meminjam dulu istrimu dan kami akan pergi mencari beberapa orang yang kami kenal. Sampai bertemu nanti!"

Sasuke dengan cepat memberikan ciuman di pipi Sakura dan kemudian Ino menyeret Sakura pergi setelah mencium Sasori. Sasuke dan Sasori hanya memutar mata mereka dan kemudian mengamati kerumunan orang.

Ino membimbing Sakura melewati kerumunan. "Aku mencari wajah-wajah familiar... serius, siapa sih orang-orang ini?" Mereka melihat Tsunade berdiri di dekat podium, tapi wanita itu dikelilingi oleh orang-orang yang tidak mereka kenal. Lalu mereka melihat ke sisi lain, menatap ke kerumunan wajah asing dari berbagai usia.

"Ino? Sakura?" sebuah suara memanggil dari belakang mereka. Berbalik, mata kedua wanita itu tertuju pada wanita bercepol.

"Tenten? Ya Tuhan!" Ino mencicit sebelum berlari untuk memeluk Tenten. Sakura menahan diri dan memperhatikan keduanya berpelukan. Ketika mereka berpisah, mata Tenten memandang tubuh Sakura dan ia tersenyum lebar.

"Senang bertemu denganmu, Sakura! Kapan kau akan melahirkan?" tanya Tenten dengan semangat, matanya terangkat dari perut Sakura untuk bertemu dengan mata wanita berambut merah muda itu.

Tangan Sakura secara naluriah bergerak ke atas perutnya, ia tersenyum dan menjawab, "23 Desember. Sudah dekat, tapi kurasa Sasuke dan aku sudah siap. Well, kita bahkan belum mulai menyiapkan kamar anak tapi selain itu..."

Mulut Tenten ternganga dan Ino menahan tawa. Sakura menatap Tenten dengan mata bertanya. Here we go.

"Sasuke? Suamimu?" Keraguan dalam suara Tenten hampir membuat Sakura tertawa terbahak-bahak.

Sakura mengangguk bahagia. "Ya, kami sudah menikah selama lebih dari empat tahun sekarang..."

"Apa itu... maksudku..." Tenten menatap Ino tanpa daya dan akhirnya Ino tertawa keras.

"Ya, Tenten," ucap Ino terkikik. "Suami Sakura tidak lain dan tidak bukan adalah Uchiha Sasuke."

Sakura tersenyum cerah pada wanita bercepol itu, tangannya bergerak di perutnya dengan posesif.

"Astaga... wow," desah Tenten, matanya tidak berkedip dan menatap Sakura. Ia mengambil waktu sejenak untuk pulih dari keterkejutannya dan kemudian, melangkah maju, meraih tangan Sakura, "Kita perlu mencari tempat duduk dan mengobrol banyak karena aku ingin tahu bagaimana kau bisa mengubah Uchiha Sasuke menjadi pria berkomitmen!"

Sakura tertawa, reaksi ini sudah ia perkirakan, tapi tetap saja lucu.

Di seberang ruangan, Sasuke dan Sasori sedang mengamati kerumunan ketika mata Sasuke jatuh pada wajah yang sangat familiar.

"Oh shit. Fuck. Shit. Dammit. Shit," Sasuke mengerang, suaranya rendah dan jengkel. "Si jalang sialan mantan pacarku, arah jam lima."

Kepala Sasori berputar dan matanya menatap penuh apresiasi pada sosok wanita yang mendekat. "Fuck, dude..."

"Aku tidak mempercayai mataku!" seru wanita itu ketika melangkah melewati kerumunan, dan kemudian matanya memperhatikan Sasuke dari atas ke bawah seolah-olah pria itu adalah papan iklan. "Sasuke?"

Sasuke mengangguk, rahangnya tegang karena bertemu dengan orang yang tidak ada dalam daftar 'yang harus ia temui' di Hakodate. "Karin. Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?"

Karin, mengenakan jeans gelap dan atasan biru ketat, tersenyum tulus pada mantan kekasihnya. "Hidupku luar biasa, Sasuke. Aku tetap tinggal di Hakodate... tapi aku memiliki bisnis dan membuat diriku sibuk."

Sasuke memasukkan tangannya ke sakunya dan mengangkat alis, "Oh, ya? Apa yang kau lakukan?"

"Aku CPA, lebih tepatnya."

Uzumaki Karin... CPA?

Sasuke tampak terkejut sesaat dan Karin tertawa, ia dengan main-main memukul lengan Sasuke. "Apa? Orang-orang tumbuh dewasa, kau tahu. Maksudku, aku bertaruh kau bahkan juga sudah dewasa." Ia memutar matanya secara dramatis. "Jadi, bagaimana dengan dirimu?"

"Aku menjadi terapis fisik di Kagoshima."

"Apa yang kau lakukan di Kagoshima? Itu jauh dari Hokkaido!"

"Aku dan istriku tinggal di sana. Sudah cukup lama."

Karin tampak terpana sesaat, kata 'istri' yang keluar dari mulut Sasuke jelas-jelas merupakan hal mustahil baginya, "Istri? Di mana dia?" Matanya bergerak ketika ia melihat sekeliling, mencoba menemukan wanita yang berhasil mengikat mantan kekasihnya untuk setia pada sebuah komitmen.

Sasuke melihat sekeliling dan menemukan Sakura sedang duduk di sebuah meja bersama Tenten beberapa meter jauhnya.

Sambil menunjuk, Sasuke berkata, "Dia ada di sana bersama Tenten."

Karin berbalik dan memandang sosok yang ditunjuk Sasuke, mulutnya ternganga sebelum ia berbalik dan melotot ke arah Sasuke. "Haruno Sakura?" Suaranya dipenuhi keterkejutan. "Serius? Kau menikah dengan Haruno Sakura?"

"Lebih tepatnya Uchiha Sakura," Sasuke mengoreksi sebelum mulai berjalan pergi. Melangkah ke meja dimana istrinya berada, ia meletakkan tangannya di bahu Sakura dan tangan Sakura terangkat untuk mengusap tangan Sasuke. Tenten menyaksikan itu dengan penuh minat.

"Hei, Sasuke... Selamat atas bayimu!" seru Tenten, berdiri dan memeluk cepat Sasuke. Ia menggelengkan kepalanya. "Aku tidak ingin terkejut tapi ini... wow! Aku tidak pernah mengira kau dan Sakura akan berkomitmen bersama... tapi aku merasa ini luar biasa!"

Sakura berdiri dan Sasuke melingkarkan lengannya di pinggang istrinya. Pada saat itu, Karin berjalan ke samping Tenten dan kedua wanita itu berpelukan. Kemudian, Karin memandang Sakura, dan Sasuke menahan napas ketika ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan Karin pada istrinya. Tapi ketika Karin mulai berbicara, mulut Sasuke menganga karena wanita itu.. baik? "Sakura, selamat atas bayimu! Bayi pertama sangat menyenangkan. Aku ingat ketika Ayuka lahir dan itu saat-saat yang paling ajaib."

Alis Sasuke mengerut. "Ayuka?"

Karin mengangguk. "Anak tertuaku... dia berusia lima tahun. Aku juga memiliki seorang putra berusia 3 tahun bernama Richi."

Sakura tersenyum lebar, senang bisa melakukan percakapan menyenangkan dengan Karin untuk pertama kalinya setelah semua persaingan diantara mereka. "Sudah berapa lama kau menikah?"

"Aku menikah segera setelah lulus kuliah."

Saat itu, sebuah suara terdengar dari kerumunan. "Yo, Uchiha!"

Baik Sakura maupun Sasuke berbalik dan tiba-tiba, Sasuke ditarik ke dalam jabat tangan ala pria dan pelukan satu tangan dengan Utakata dan Hidan. Utakata berbicara dengan penuh semangat dan Sasuke tersenyum dan tertawa sebelum Hidan menyela. Sakura memperhatikan ketika Utakata dan Hidan mulai berdebat dan Karin memutar matanya. "Mereka tidak pernah berubah. Selalu saja, bersahabat satu sama lain untuk sesaat... dan kemudian saling berdebat secara konstan."

Sakura memperhatikan Sasuke berbicara, lalu mata Hidan dan Utakata tersentak kaget ke arahnya. Sakura mengibaskan jari-jarinya pada mereka dan mereka tiba-tiba berdiri di depan Sakura, keduanya memeluk Sakura cepat dan Utakata mengulurkan jari ke perut Sakura.

"Jadi, kau putus denganku untuk kuliah dan kemudian menikah dan membiarkan dirimu ditiduri oleh Sasuke? Apa aku... apa kau..." Utakata berjuang dengan kata-katanya, akhirnya menatap Sakura dengan rasa ingin tahu. "Apa hidup tanpaku mengacaukan kepalamu?"

Sakura tertawa terbahak-bahak ketika jari-jari Sasuke tiba-tiba mencengkeram bahu teman lamanya. "Jaga omonganmu, dude. Aku benar-benar membersihkan kekacauan yang kau lakukan pada Sakura."

"Oke, oke," sela Sakura pada dua pria di depannya. "Tidak perlu berdebat di sini." Ia menoleh pada Utakata dan menatap mata pria itu. "Kau tidak berpengaruh apa pun padaku. Kebetulan aku bertemu dengan Sasuke di perguruan tinggi dan kami jatuh cinta. Itu saja. Sangat sederhana."

Hidan menyela setelah menonton perdebatan antara Utakata dan Sakura. "Aku tidak percaya kau mengandung anak Uchiha. Kupikir kau pintar, Sakura!"

Sakura menepuk lengan Hidan, "Aku memang pintar. Itu sebabnya aku mengandung bayinya!"

Karin memutar matanya, dan Tenten berdecak keras. "Orang-orang yang jatuh cinta membuatku mual."

Sakura memandang Tenten, sorot matanya agak gelap dan jengkel, dan Tenten melambai padanya.

"Maaf, aku baru saja putus setelah tiga tahun berhubungan... Aku sedikit sensitif saat ini!"

Sekelompok teman lama itu mengobrol dengan penuh semangat untuk sesaat, dan kemudian Sakura bergeser dengan tidak nyaman. Sambil berjinjit, ia berbisik di telinga Sasuke bahwa ia akan ke kamar kecil dan kemudian menghilang melalui kerumunan.

Ketika Sakura selesai, ia mencuci dan mengeringkan tangannya dan kemudian melangkah keluar dari kamar kecil, di mana ia bertubrukan dengan seseorang. Mengangkat matanya, ia terkejut melihat Uzumaki Naruto, yang menatapnya dengan wajah penasaran.

"Sakura-chan?" Mata Naruto tertuju pada perut Sakura yang hamil.

"Halo, Naruto. Bagaimana kabarmu?" Sakura menatap Naruto dengan senyum terpampang di wajahnya.

"Aku... aku baik-baik saja. Kau?"

"Aku luar biasa! Aku tidak bekerja dan berhenti bernyanyi untuk sementara waktu karena kehamilan ini tapi kurasa itu tidak apa-apa karena itu memberikanku banyak waktu untuk mempersiapkan kedatangan gadis kecilku di bulan Desember..." Sakura tersadar bahwa ia mengoceh dan memperlambat dirinya, tapi tatapan mata Naruto yang membanjiri perutnya membuatnya bingung.

"Jadi... kau masih tinggal di Hakodate?" tanya Naruto setelah beberapa detik hening.

"Tidak," jawab Sakura. "Kami tinggal di Kagoshima."

"Apa... suamimu di sini?" Mata Naruto bergerak ketika ia mencari orang yang bertanggung jawab atas kondisi Sakura saat ini.

"Tentu saja," sebuah suara menjawab dari belakang. Sakura berbalik dan melihat Sasuke berjalan mendekat, melangkah mendekati Sakura dan menyelipkan lengannya di pinggang istrinya, menarik ke dadanya dengan posesif. Naruto berdiri dengan rahang sedikit ternganga di depan matanya.

"Tunggu... apa?" Mata Naruto melotot dari perut Sakura yang hamil ke lengan yang melingkari pinggang wanita itu dengan aman. Akhirnya, matanya terangkat dan bertemu dengan ekspresi wajah Sasuke yang angkuh. "Kau menikah dengan Sakura-chan? Apa... apaan ini? Bagaimana itu bisa terjadi?"

Sasuke dan Sakura sama-sama saling melirik, tertawa kecil, dan berkata serempak, "Ceritanya panjang."

Dua pria itu berbagi pandangan diam-diam di depan Sakura, yang memegang tangan Sasuke dengan erat, "Naruto, beberapa teman lama berkumpul tepat di sana." Sakura menunjuk beberapa kaki jauhnya. "Kau mau bergabung dengan kami?"

Naruto menatap lantai sebelum menatap Sakura dan memaksakan untuk tersenyum. "Uh... tentu."

Sasuke dan Sakura berjalan menuju sekelompok teman mereka dengan Naruto di belakangnya. Sasuke membungkuk dan berbisik di telinga istrinya, "Kurasa Naruto sangat terkejut. Sudah kubilang, dia selalu punya rasa untukmu. Dia mungkin akan mencoba menendang pantatku nanti."

Sakura memutar matanya. "Sasuke-kun, sudah satu dekade sejak Naruto dan aku berinteraksi. Aku yakin dia baik-baik saja melihat kebersamaan kita."

Sasuke melirik ke belakang ke arah Naruto dan kemudian membungkuk untuk berbisik lagi pada istrinya, "Aku tidak begitu yakin. Dia tampak kesal."

Ketika mereka bergabung kembali dengan teman-teman lama mereka, Sakura terkejut melihat bahwa Chouji telah ada di sana dan tengah bercerita. "...ya, Sakura dan aku kehilangan kontak beberapa tahun yang lalu, tapi sebelum itu, aku sering berbicara dengan Ino ketika Sakura dan Sasuke berada di tengah fase 'kita atau bukan kita'... tapi kemudian Sasuke bertunangan dengan gadis yang mirip dengan Sakura, tapi dia memiliki payudara yang lebih besar dan dia tampaknya jauh lebih menyebalkan daripada Sakura dan kemudian beberapa hal terjadi diantara Sasuke dan Sakura..." Chouji menaik-turunkan alisnya dengan penuh makna dan teman-teman di sekelilingnya menyengir. "...dan Sakura pindah ke Kagoshima untuk menjauh dari Sasuke dan calon istrinya, tapi kemudian Sasuke tidak jadi menikah dan dia tahu di mana Sakura setelah Ino memberitahunya dan kemudian Sasuke pergi ke sana—" Chouji berhenti berbicara ketika ia menyadari bahwa Sakura dan Sasuke berdiri di sana dan wajahnya segera memerah.

"Uh... hei, Sakura!" Chouji melambaikan tangan dengan gembira, mencoba mengabaikan fakta bahwa ia baru saja memberikan ceramah tentang romansa pasangan Uchiha tanpa persetujuan mereka. Chouji menerobos kerumunan dan memeluk Sakura sebelum tangannya menyentuh perut wanita itu. "Laki-laki atau perempuan?"

"Perempuan," jawab Sasuke untuk istrinya.

Chouji berdiri kaku, menunggu Sasuke mencaci makinya karena menyiarkan kisah pribadi pria itu dan Sakura. Tapi sebaliknya, Sasuke memberikan pelukan cepat, membuat Chouji terkejut, dan berkata gagap, "Barusan itu aku hanya mengatakan..."

Sasuke mendengus. "Ya... aku mendengar apa yang kau katakan. Dan aku yakin teman-teman kita, yang sebagian besar sudah lama tidak bertemu setidaknya dalam satu dekade, pasti memiliki hal-hal yang lebih penting untuk dibicarakan daripada cerita tentang bagaimana Sakura dan aku bersama."

"Tidak, kita suka mendengarnya!" Utakata, Hidan, Rock Lee, dan Karin, ketiganya berkata serempak sebelum mereka semua tertawa.

Shikamaru, yang telah tiba ketika Sakura dan Sasuke sedang berbicara dengan Naruto di kamar kecil, beranjak ke depan di kursinya dan, dengan seringai di wajahnya, "Aku tidak tahu apa yang lebih mengejutkan dari ini; Satu, bahwa Sasuke tidak di penjara karena kebrengsekannya, atau dua, bahwa dia sudah menikah, atau tiga, bahwa dia sudah menikah dengan Haruno Sakura!"

"Atau empat," Tenten menyela, "bahwa dia sudah menikah dengan Sakura dan mereka akan punya bayi!"

"Halo!" Suara familiar terdengar dari belakang mereka. Mereka semua menoleh dan melihat mantan guru mereka, Senju Tsunade, berdiri di sana dengan penampilan seksi seperti dulu, sepertinya salah satu mantan guru mereka ini tidak terlihat menua. Tsunade menyeringai lebar di wajahnya dan matanya memperhatikan sekelompok siswa favorit di depannya.

"Hai, Tsunade-sensei," jawab Shikamaru santai sebelum melangkah untuk menjabat tangan guru itu.

Satu per satu, mereka berdiri dan menjabat tangan mantan guru mereka sementara Sakura dan Sasuke masih tetap berdiri di belakang, membiarkan teman-temannya maju lebih dulu. Ketika semua teman-temannya selesai, Sakura melangkah maju dan dengan malu-malu berkata, "Hai, Tsunade-sensei. Selamat atas kehormatan luar biasa yang diberikan padamu!"

Sakura mengulurkan tangannya dan Tsunade memeluknya sebelum menarik diri, memandangi sosok mantan muridnya yang sedang hamil dengan senyum bangga.

"Sakura, kau terlihat luar biasa! Bagaimana kabarmu? Kapan kau akan melahirkan?"

"23 Desember," jawab Sakura.

"Kami sangat bersemangat," sahut Sasuke, melangkah maju untuk menjabat tangan guru itu. Ekspresi aneh terlintas di wajah Tsunade selama sedetik sebelum ia menggenggam tangan Sasuke dengan erat.

"Uchiha Sasuke," Tsunade memulai, "Aku ingin mengatakan bahwa aku terkejut kau ada di sini bersama Sakura tapi jujur... aku sudah menyadari tanda-tanda kalian berdua akan bersama sejak di sekolah."

"Benarkah?" Mata Sakura menatap lebar, lalu ia dan Sasuke saling memandang dengan tatapan aneh. Bagaimana dia bisa menyadari itu sementara kami tidak? pikir Sakura bertanya-tanya.

Tsunade tertawa. "Tentu saja! Saling menggoda, saling berdebat, Sasuke yang selalu membelamu kapan pun dia bisa saat kau dalam kesulitan..."

"Ya, aku juga menyadari itu!" Chouji menyela.

"Diamlah, Chouji. Aku yakin kau terlalu sibuk dengan makananmu untuk memperhatikan hal lain," Sasuke berdecak.

Chouji mendengus sejenak sebelum tertawa. "Kau tahu, Sasuke? Mungkin dulu begitu. Tapi sekarang, jelas, aku sudah tidak seburuk itu."

Sasuke memutar matanya dan menyaksikan Chouji bergabung kembali dengan percakapan Tenten dan Karin.

"Jadi, Sakura," Tsunade melanjutkan, "Kau tidak di L.A?"

Sakura menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku tinggal di Kagoshima, aku pernah bekerja di klinik anak Kagoshima selama beberapa tahun, dan melakukan hobiku dengan mengikuti festival. Tapi sekarang aku hamil, dan aku ingin memusatkan fokusku pada anak ini."

Tsunade tampak termenung mendengar kata-kata Sakura. "Apa kau pernah berpikir tentang L.A, Sakura? Tinggal di sana dan bekerja disana adalah impianmu."

Sakura mencengkeram tangan Sasuke erat dan menghela napas. "Tentu saja aku pernah memikirkannya. Tapi..."

"Tidak pernah ada kata terlambat, Sakura. Terutama seseorang dengan kepintaran medismu dan bakat bernyanyimu, aku yakin kau bisa mendapatkan keduanya di sana."

"Dia luar biasa, Tsunade-sensei," sela Sasuke.

"Aku tidak meragukan itu, Sasuke, sama sekali." Tsunade memandangi mantan murid-muridnya, mengagumi pemandangan di depannya. Akhirnya, ia berdeham. "Kurasa aku harus pergi. Banyak orang yang harus kutemui. Tapi senang melihat kalian berdua! Aku sangat bangga dengan kalian semua."

"Terima kasih, Tsunade-sensei," ucap Sakura lembut ketika ia memeluk mantan gurunya.

Pasangan itu mengawasi Tsunade berjalan pergi dan kemudian Rock Lee mendekati Sakura untuk mengobrol. Sasuke memperhatikan jam tangannya dan menyadari bahwa pertandingan akan dimulai.

"Sayang?" Sasuke memotong pembicaraan antara Sakura dengan Rock Lee dan meletakkan tangannya di punggung istrinya. "Pertandingan akan segera dimulai dan kita seharusnya bergabung dengan Sasori dan Ino untuk mendapatkan tempat duduk yang pas."

"Oh, benar, Sasuke-kun." Sakura berbalik ke arah Rock Lee, menepuk tangan si rambut mangkok itu. "Senang melihatmu, Rock Lee. Sampai nanti!"

"Kau juga! Dan sekali lagi selamat untuk bayi kalian!" Rock Lee melambai pada pasangan itu dan kemudian pergi ke arah lain.

Sakura dan Sasuke mulai melangkah di lorong-lorong sekolah dan kemudian melangkah keluar untuk menuju lapangan sepak bola ketika mereka mendengar suara ragu-ragu dari belakang.

"Sasuke?"

Berbalik ke suara itu, mata Sasuke bertemu dengan mata Hyuga Hinata yang tampak penasaran. Tatapan Hinata melayang pada tangan Sasuke yang melingkar di sekitar perut Sakura dan kemudian ia mengangkat pandangannya ke atas dan bertemu dengan mata wanita berambut merah muda itu.

"Halo, Hinata," Sakura berbicara dengan lembut.

"Sakura." Respon singkat Hinata menyebabkan Sasuke mengepalkan rahangnya. Serius, Hyuga? Sudah satu dekade. Kau masih membenci Sakura?

"Apa kabar?" Suara Sakura terdengar ceria tapi Sasuke bisa tahu dari ketegangan punggung istrinya itu bahwa istrinya tidak terlalu senang melihat mantan saingannya dan musuh bebuyutannya saat di sekolah.

"Aku baik-baik saja," jawab Hinata cepat, matanya condong kembali ke perut Sakura yang hamil. Ia membuka mulutnya seolah akan berbicara sebelum menutupnya lagi. Ada ekspresi tak nyaman di wajahnya dan akhirnya ia berkata, "Jadi... kalian? Itu..."

"Ya," Sasuke menjawab cepat. Sakura menyelipkan tangannya ke tangan suaminya dan mencengkeramnya erat, mengirimkan sinyal diam-diam untuk rileks.

"Apa... apa jenis kelaminnya?" Hinata bertemu mata Sasuke dan menunggu jawaban.

"Perempuan," jawab Sasuke, matanya menatap lurus ke arah Hinata.

"Kapan kau akan melahirkan?" Suara Hinata melunak dan ia bertemu mata dengan Sakura, bibirnya sedikit menekuk menjadi senyuman.

"Tepat sekitar Natal," jawab Sakura, tubuhnya rileks saat ia merasakan dinding ketegangan Hinata sedikit mulai runtuh.

Ketiganya saling memandang selama beberapa detik sebelum Hinata akhirnya berkata, "Baiklah, selamat untuk kalian berdua. Aku mengakui bahwa aku terkejut kalian berdua... kalian berdua..."

Sakura tertawa pelan, "Tidak apa-apa. Semua orang terkejut tapi kami sudah memperkirakannya."

"Aku mengerti. Tapi bagaimanapun juga, luar biasa bahwa kalian baik-baik saja dan..." Suara Hinata menghilang saat ia melihat sekeliling kerumunan. Sakura tahu bahwa Hinata sedang mencari alasan untuk pergi. Alis Hinata terangkat ketika tiba-tiba ia melihat seseorang di kejauhan dan berkata, "Baiklah... aku permisi..."

"Tentu," jawab Sasuke cepat. Mereka menyaksikan Hinata menghilang kembali ke kerumunan dan kemudian Sasuke tampak rileks. "Well, setidaknya ini tidak terlalu canggung atau semacamnya," gumamnya sinis.

Sakura berbalik, berjinjit untuk mencium bibir suaminya. Sasuke melingkarkan lengannya di pinggang Sakura dan menarik istrinya ke arahnya.

"Sasuke-kun, apa yang kau harapkan? Pertama, dia telah membenciku sepanjang hidupnya. Dia masih akan membenciku ketika kita berusia 80 tahun dan aku tidak akan pernah mengerti mengapa. Dan aku mungkin peduli tentang hal itu saat aku berusia 16 tahun tapi sekarang aku benar-benar tidak peduli lagi. Dan yang kedua, pasti aneh baginya mendengarmu menikah dan memiliki bayi dengan wanita lain. Terutama denganku! Mengingat dia tampak menyukaimu dulu dan kau pernah menidurinya!"

Sasuke memandang ke kejauhan ke arah Hinata menghilang. "Ya, ya," Ia menatap Sakura dan mengerutkan alisnya. "Aku menidurinya karena waktu itu aku mabuk dan kau tahu seperti apa aku dulu.  Persetan dengannya." Meraih tangan Sakura, ia menariknya. "Ayo kita cari Sasori dan Ino, dan menyaksikan pertandingan bodoh ini untuk membandingkan apakah sepak bola di sekolah ini masih seburuk yang dulu, dan kemudian secepatnya pergi dari sini. Aku sudah cukup kenyang bertemu orang-orang disini sampai setidaknya satu dekade lagi."

Ketika mereka akhirnya bertemu dengan Sasori dan Ino, Sakura mengaitkan lengannya dengan Ino dan duduk di bangku penonton. Sakura memandang sekeliling lapangan sepak bola sekolah dan menghela napas. Reuni itu cukup bagus, tentu. Tapi orang-orang yang paling penting baginya kini duduk di sebelahnya. Kehidupan di sekolah itu sudah berakhir lama sekali. Sakura tidak sabar untuk pergi dan kembali ke masa depannya, ke kehidupan di Kagoshima bersama Sasuke.

***

"Aku senang akhirnya kita berada di rumah lagi," erang Sakura ketika ia membuka pintu rumah mereka di Kagoshima. Sasuke masuk ke dalam mengikuti istrinya, menjatuhkan koper mereka di lantai kayu yang terpoles mewah, sebelum menyalakan lampu. Di malam setelah reuni sekolah selesai, mereka telah mengambil penerbangan tengah malam dengan Sasori dan Ino untuk kembali ke Kagoshima.

Sakura berjalan lebih jauh ke dalam rumah, melepas sepatunya, dan menjatuhkan diri ke sofa empuk dan mengusap perutnya. Sedangkan Sasuke membawa koper ke lantai atas ke kamar tidur lalu turun kembali, dengan iri memandang posisi nyaman istrinya di sofa.

"Geser," Sasuke menyenggol istrinya dengan lutut. Sakura bergeser dan Sasuke duduk di sebelah wanita itu, menyandarkan kepalanya ke belakang dan menutup matanya.

"Ini perjalanan yang melelahkan," erang Sakura. Setelah pertandingan sekolah, ia, Sasuke, Sasori, dan Ino semua pergi untuk membeli pizza dan tidak sengaja bertemu dengan Tenten, Chouji, Hidan, dan Utakata di satu-satunya restoran pizza di dekat sana. Mereka akhirnya duduk bersama di mana perhatian beralih dari Sasuke dan Sakura pada Ino dan Sasori yang ingin tahu tentang hubungan mereka dan bagaimana mereka bisa bersama. Kemudian Ino memberitahu bahwa ia dan Sasori akan menikah hanya dalam beberapa minggu lagi dan Chouji, yang memiliki perusahaan dekorasi interior di Hakodate, bersikeras bahwa ia akan terbang ke Kagoshima untuk membantu menghias ruang pernikahan Ino. Ino dan Chouji berdebat selama dua puluh menit sebelum Sasori mengangkat tangannya, meletakkan tangannya di atas mulut Ino yang memprotes, dan memberitahu Chouji bahwa ia setuju dengan ide itu. Chouji memekik bahagia, mengeluarkan ponselnya, dan mulai mengatur penerbangannya. Jadi terlepas dari kenyataan bahwa ia dan Ino telah kehilangan kontak sejak bertahun-tahun lalu, ia memperbarui persahabatan mereka dengan mendesainkan si pirang itu sebuah 'pernikahan impian'.

Sasuke tertawa ketika Sakura menggerutu, "Pernikahan Ino yang tenang dan sederhana? Dengan bantuan Chouji, kurasa itu akan menjadi menakjubkan, Sasuke-kun. Aku yakin pernikahan itu akan menjadi sangat indah dan itu adalah hadiah yang cukup luar biasa untuk diberikan pada seorang teman lama tapi..." Sakura berbalik untuk menatap Sasuke, "...tapi aku ingin membantu pernikahan Ino dan sekarang perasaanku terluka!"

Merasa jengkel, Sasuke meraih tangan Sakura. "Ketika mereka menikah, kau akan hamil sekitar 32 minggu, benar-benar tidak nyaman untuk bergerak. Jadi sekarang, biarkan Chouji yang membantu semuanya, kau dan aku bisa bersantai." Ia mencium bagian atas tangan Sakura, menyapukan bibirnya di buku-buku jari istrinya. "Dan kemudian aku bisa berdansa dengan istriku yang seksi ini di resepsi dan membawamu pulang dan bercinta sampai kau menjeritkan namaku."

"Sasuke-kun, haruskah kau terus berbicara seperti remaja berandalan mesum berusia 16 tahun?" Alis Sakura berkerut tapi senyumnya mengkhianati komentarnya.

"Terserahlah, Sayang, kau tahu kau menyukainya." Sasuke berdiri, mengulurkan tangan pada Sakura untuk membantu wanita itu berdiri. Begitu Sakura berdiri, lengan Sasuke melingkari pinggang istrinya, "Ayo kita tidur."

Setelah mereka berganti pakaian dan rumah itu sunyi, Sasuke menarik selimut dan menyelinap ke tempat tidur di sebelah Sakura dalam kegelapan, mengeluarkan desahan puas karena kembali ke tempat tidurnya sendiri.

"Sayang," Sasuke memulai, menyelipkan tangannya di belakang kepalanya, "Sungguh menyenangkan bertemu semua orang lagi, meskipun sebagian besar masih menyebalkan."

Sakura berguling ke samping, menyelipkan tangannya di bawah pipinya, dan memandang Sasuke dalam gelap. "Benar. Sungguh menakjubkan melihat bagaimana semua orang berubah. Maksudku, Hidan menjadi seorang arsitek? Dengan seorang istri dan tiga anak di bawah usia lima tahun?"

Sasuke tertawa. "Ya, dan Tenten adalah seorang guru? Dengan sikap kasarnya, aku bisa membayangkan murid-muridnya ketakutan." Mereka berdua terdiam sesaat dan kemudian Sasuke berkata lagi, "Dan fuck, Karin, seorang CPA? Bagaimana bisa dia tidak menjadi penari striptis?"

"Sasuke-kun!" Sakura menegur. "Kau sangat kasar..." Ia ragu-ragu tapi kemudian menambahkan dengan suara kikikan, "...tapi kau benar! Dan, aku tidak terkejut sama sekali bahwa Rock Lee memiliki studio senam. Dia berbakat."

Sasuke bergeser di bawah selimut dan berbalik ke arah Sakura. "Dan Utakata sebagai koki? Shikamaru mengejar gelar di bidang geofisika? Serius, Saku... kerasukan apa mereka ini?"

Sakura tertawa. "Benar-benar mengejutkan melihat seberapa banyak orang telah berubah."

"Apa kau tahu yang dilakukan Naruto dengan hidupnya?"

Sakura mendengus. "Um, tidak. Dia tidak banyak bicara padaku. Kurasa dia terus melotot ke perutku beberapa kali tapi dia tampak sangat menyendiri. Aku tidak mengerti, sungguh. Dia tidak pernah terlihat serius padaku ketika dia sebenarnya bisa saat masa sekolah. Dan beberapa kali kita mencoba berkencan, dia selalu mengacaukannya. Jadi baginya untuk bersikap seperti sekarang? Itu tidak masuk akal!"

"Karena kau menikah denganku, Saku. Maksudku, tentu saja... dia dan aku berusaha memperbaiki keadaan tapi persahabatan kita tidak akan pernah sama lagi. Dan dia memaafkanku untuk semua omong kosong tentang Hinata dan kau tahu itu, tapi... kurasa dia merasa seperti aku telah mencuri gadisnya dua kali."

Sakura memutar matanya. "Aku bukan 'gadisnya' yang kau curi, Sasuke-kun. Aku bahkan tidak pernah bertemu dengannya lagi ketika aku mulai jatuh cinta padamu..."

"Aku tahu, Saku... tapi kau tahu bahwa dirimu, aku, dia, dan Hinata memiliki satu masa lalu yang sangat rumit."

Sakura mengangguk dalam kegelapan. "Ya, benar. Itulah sebabnya aku hampir terkena serangan jantung ketika kita bertemu Hinata!"

Sasuke tertawa terbahak-bahak dan ia menatap mata Sakura dalam gelap. "Aku tahu. Dan seperti yang kuduga, dia tetap wanita jalang yang dingin."

"Tapi," bantah Sakura. "Aku benar-benar tidak bisa menyalahkannya. Ini pasti mengejutkannya. Melihat kita bersama. Menikah. Memiliki bayi."

Sasuke berpikir sejenak. "Tapi untuk melihat dia memelototi istriku, seseorang yang akan melahirkan bayiku, sungguh membuatku kesal."

Sakura menggelengkan kepalanya. "Dia tidak pernah menyukaiku, Sasuke-kun. Dan fakta bahwa kita bersama hanya membuatnya semakin tidak menyukaiku. Tapi aku menyerah memikirkan pendapatnya tentang diriku, aku benar-benar tidak peduli. Dia bisa hidup... di mana pun dia ingin hidup... dan terus memiliki rasa permusuhan untukku, tapi aku akan melanjutkan hidupku. Aku sudah berada di hidupku yang baru. Aku sudah meninggalkan drama-drama remaja saat di sekolah. Kita terlalu tua untuk mengkhawatirkan tentang omong kosong seperti itu lagi."

"Saku, kurasa dia selalu iri padamu." Sasuke mengulurkan tangan dan menyingkirkan sehelai rambut dari wajah istrinya. "Kurasa dia terancam dengan keberadaanmu, bakatmu dan kemampuanmu untuk menarik Naruto... dan aku... Kau seperti hambatan besar di jalannya dan dia merasa perlu untuk mencoba menebasmu."

"Mungkin," ucap Sakura. "Itu teori yang sangat valid..." Sakura bergeser ke arah Sasuke dan kemudian menambahkan, "Tapi aku tidak ingin berbicara tentang Hinata lagi..."

Pasangan itu terdiam beberapa saat dengan hanya suara napas mereka sebelum Sasuke berbicara lagi. "Sayang," Ia memulai sambil menarik Sakura ke arahnya. "Aku memperhatikan raut wajahmu ketika Tsunade-sensei bertanya tentang L.A, jadi aku harus tahu... apa kau masih bermimpi untuk punya kehidupan di sana?"

Sakura menghela napas, hatinya berat karena topik itu. Ia sudah sering memikirkannya sejak Tsunade membicarakannya. "Ya, Sasuke-kun. Aku sudah lama tidak memikirkan, tapi akhir-akhir ini aku memikirkannya."

"Jika kau masih ingin mengejar impianmu di sana, kau masih bisa melakukannya, kau tahu," desak Sasuke pelan, tangannya membelai kulit lengan Sakura ketika ia menatap wanita itu dengan kilatan di matanya yang hanya diketahui istrinya dengan sangat baik.

Mencibir, Sakura menepuk paha suaminya. "Tidak! Aku sedang hamil besar!"

Sasuke menarik gaun tidur Sakura, menariknya ke atas kepalanya dan melemparkannya ke lantai. "Bukan sekarang, Sayang, jelas, tapi setelah bayi kita lahir. Jika itu yang kau inginkan, kau bisa melakukannya."

Sakura membiarkan Sasuke ketika suaminya itu menggigit bibirnya. "Kehidupan kita ada di sini di Kagoshima, Sasuke-kun, pekerjaanmu—"

"—bisa dilakukan di mana saja, Saku." Sasuke menyelipkan tangannya ke perut Sakura, dengan lembut membelai bagian tubuh istrinya yang akan terus mengembang. "Sayang, kita di sini karena di sinilah kau tinggal ketika kau memilih pergi dan aku mengikutimu. Tapi kau tahu apa? Kita sudah bersama sekarang. Kita akan bersama seterusnya. Jadi, kau ingin L.A?"

Sakura tidak menjawab suaminya, tapi sebaliknya, menutup mata dan meremas rambut Sasuke saat pria itu memutar lidahnya ke putingnya dan kemudian menariknya dengan giginya.

"Kau ingin L.A?" Sasuke bertanya lagi, mulutnya menciptakan rasa panas di kulit Sakura ketika berbicara di sekitar puting Sakura yang mengerut.

"Ya, Sasuke-kun," desah Sakura ketika tubuhnya secara naluriah melengkung ke arah suaminya, "Ya. Aku benar-benar ingin, setidaknya mencoba melamar di rumah sakit anak yang aku impikan disana dan memiliki kehidupan di sana."

Sasuke mengangkat kepalanya dari payudara Sakura dan bertemu dengan mata wanita itu ketika tangannya bergerak di antara paha wanita itu. "Bayi ini dan aku akan mengikutimu ke mana saja, Saku. Kau dan bayi ini adalah hidupku. Kau ingin L.A, keluarga Uchiha akan ke sana."

Jantung Sakura mengencang bahkan ketika tubuhnya dipenuhi dengan gairah menginginkan suaminya. "Aku... aku akan memikirkannya, Sasuke-kun," erangnya. Kepala Sasuke menempel di pipinya.

"Katakan saja, Sayang, dan kita akan langsung pindah."

Sakura bergetar dalam pelukan Sasuke, pikirannya mulai kosong karena kenikmatan yang suaminya ciptakan di dalam tubuhnya. Tapi sebelum itu terjadi, ia menyimpan kata-kata suaminya untuk direnungkan nanti. Ia pikir mimpinya menjadi bagian dari L.A sudah mati, tapi ia seharusnya tahu bahwa, dengan Sasuke di sisinya, segala sesuatu mungkin bisa terjadi.

***

Ketika Sakura sudah memasuki 30 minggu kehamilannya, ia membangunkan Sasuke di tengah malam, lagi, untuk mendiskusikan desain kamar bayi mereka. Lima jam kemudian, Sasuke menyeret istrinya ke mobil.

"Ini sudah jam 8 pagi, Sayang, toko-toko sudah buka, dan kita akan berbelanja hari ini. Aku akan mengecat kamar sore ini, dan perabotan akan segera dikirimkan, kamar anak akan segera siap, dan kau akan berhenti membangunkanku tiba-tiba pada jam 3 pagi."

Sasuke memastikan Sakura memakai sabuk pengaman mobil dan kemudian menutup pintu, berlari kecil ke sisi kemudi.

"Aku tidak percaya kita menghabiskan waktu selama ini untuk menyiapkan kamar anak," ucap Sakura ketika Sasuke memundurkan mobil keluar dari jalan masuk dan melesat ke jalanan.

"Tidak apa-apa, Sayang," Sasuke tertawa. "Kupikir kau sudah memikirkan itu berbulan-bulan yang lalu. Tapi apa yang sulit dengan dekorasi kamar untuk seorang bayi perempuan? Kau hanya harus membeli cat merah muda, perabotan putih, menatanya, dan kau bisa mendapatkan kamar bayi yang keren."

"Aku tidak tahu," gumam Sakura ketika ia memandang ke luar jendela dan menyaksikan pemandangan yang melintas. "Aku tidak yakin aku menginginkan kamar bayi seperti itu."

"Tentu saja," erang Sasuke. "Kau akan membuat ini rumit, bukan?"

Sakura memutar kepalanya ke arah suaminya dan tersenyum cerah. "Tapi kau mencintaiku yang seperti ini, bukan?"

Mengakui kekalahan, Sasuke bergumam, "Ya, ya."

Tiga jam kemudian, Sakura akhirnya memesan perabotan serba putih. Tempat tidur bayi, meja, lemari pakaian, dan kursi goyang semua akan dikirimkan pada pertengahan minggu. Selanjutnya, mereka memilih keranjang bayi yang cantik tapi fungsional untuk beberapa bulan pertama ketika bayi itu akan tidur di dekat mereka di kamar.

Setelah makan siang—di mana Sasuke menyaksikan Sakura membungkus tiga porsi salad pasta dengan seringai di wajahnya, mereka berhenti di toko cat.

"Bagaimana dengan warna ini?" Sasuke menunjuk ke sebuah contoh cat warna merah muda sedikit gelap.

Sakura mengernyitkan wajahnya dengan jijik. "Tidak, Sasuke-kun! Bagaimana dengan warna ini?" Jarinya menunjuk pada warna merah muda yang menurut Sasuke 'menyakitkan mata'.

"Fuck, tidak, Sayang," gerutu Sasuke. "Shit, anak kita akan segera pindah kamar begitu dia bisa berjalan jika kau menggunakan warna itu."

Sasuke dan Sakura memandangi banyak warna merah muda selama beberapa menit sebelum Sakura bertanya lagi, "Bagaimana dengan yang ini?" Ia menunjuk warna merah muda lembut dan Sasuke memiringkan kepalanya ketika ia mengamati warna itu. Jujur, warna itu sebenarnya tidak cukup merah muda baginya dan kamar yang ia bayangkan untuk bayinya. Ia mengira Sakura akan memilih sesuatu yang sangat merah muda sehingga ia harus memakai kacamata hitam setiap kali ia pergi ke kamar bayi. Tapi warna ini? Hampir tidak ada merah mudanya. Yg tidak mengganggu sebenarnya. Bahkan tidak mengancam ke'jantanan'nya.

Sasuke mengangguk, "Kita beli yang ini!"

Setelah itu mereka mengambil kuas, wadah cat, rol, dan plester. Sakura tersenyum bahagia pada Sasuke saat keduanya berjalan menuju kasir.

***

Satu minggu sebelum pernikahan Ino dan selama minggu ke-31 kehamilan Sakura, kedua wanita itu berkumpul di rumah Uchiha. Ino meremas-remas tangannya dengan gugup ketika ia menatap menu untuk resepsi. "Aku harus menyelesaikan semuanya dengan koki katering hari ini, Forehead. Aku tidak tahu harus memberi makan apa kalian semua!"

Sakura memutar matanya, dan mengambil menu dari tangan Ino. "Kira-kira akan ada... seratus orang di resepsi, maksimal? Pilih sesuatu yang sederhana. Ini akan menjadi harimu, Pig. Kau akan menikmatinya, aku jamin, ini semua akan menjadi sangat cepat. Begitulah yang terjadi pada hari pernikahanku. Aku ingat upacara dan resepsi tapi satu hal yang aku ingat lebih dari apa pun adalah betapa bahagianya aku akhirnya menikah dengan Sasuke." Sakura meletakkan tangannya di lengan Ino dan menatap mata temannya. "Dan aku jamin, Pig, bahwa bertahun-tahun dari sekarang, kegembiraan yang kau miliki dari bergabungnya hidupmu dengan hidup Sasori akan menjadi hal terbesar dan terpenting yang melekat di benakmu tentang hari itu."

Bahu Ino terkulai. "Aku angkat tangan pada menu ini. Apapun itu, terserah mana saja yang kita pilih. Yang penting aku harus memesan makanan sebelum Chouji tiba di sini dalam dua hari atau dia akan memilih lima kali lebih banyak untuk menu makanan. Saat aku berbicara dengannya tadi malam, dia bersikeras bahwa di kue pengantin harus ada daun emas. Forehead, aku dan Sasori memesan kue tujuh minggu yang lalu dan aku bersumpah bahwa tidak ada daun emas di sana!"

Sakura mengusap pundak temannya yang tegang saat ia sendiri tengah menahan tawa. "Kau tahu, Pig, ketika dia menawarkan jasanya secara gratis, dia akan mencoba menguasai semua dekorasi."

Ino berjalan dari ruang makan dan masuk ke ruang tamu, jatuh ke lantai dan melipat kakinya. Sakura menyusul, ia berjalan pelan, menatap lantai dengan penuh kerinduan, dan kemudian duduk di sofa. Ino mengawasi temannya dengan penuh minat dan kemudian terkekeh.

"Diam," Sakura merengut. "Aku tahu aku terlihat seperti gajah."

"Oh, Forehead, kau cantik. Dan kau hamil. Jadi kau tidak bisa duduk di lantai lagi? Tenang saja! Tidak lama lagi kau akan bermain dengan bayi itu di lantai ini."

Sakura mengusap perutnya dan tersenyum. "Kau benar, Pig. Aku tidak sabar menunggu. Kurasa aku siap untuk melahirkan bayi ini."

Ino bersandar pada kaki sofa, tersenyum pada temannya. "Dan Sasuke?"

"Oh, dia suka aku hamil. Dia sangat bahagia bahwa kita tidak perlu khawatir tentang kontrasepsi dan aku tidak pernah menstruasi. Dan dia sangat tertarik pada payudaraku karena payudaranya semakin membesar."

Mendengus, Ino mengangguk. "Kau tahu dia akan seperti ini."

"Aku tahu," desah Sakura senang. "Dan aku menyukainya."

Sambil mengerang, Ino bangkit dari lantai. "Orang yang jatuh cinta membuatku mual."

"Pig!" Sakura menegur. "Kau juga jatuh cinta!"

Ino mengambil menu makanan lagi dan membacanya dengan cepat sebelum menjawab. "Ya... tapi 'jatuh cinta' dan kemudian 'cinta saat punya bayi' dan itu adalah temanku, sangat manis hingga membuatku mual."

Sakura menyeringai dan kemudian bangkit dari sofa untuk bergabung dengan Ino. "Jadi? Sudah memutuskan?"

Mengangguk, Ino melemparkan menu ke atas meja. "Kurasa begitu. Aku akan menelepon katering sebelum aku pergi."

Kedua wanita itu pergi ke dapur dan Sakura mengeluarkan semangkuk anggur dari kulkas dan mulai mengunyahnya. "Apa Chouji akan tinggal di apartemenmu?"

Ino menatap Sakura. "Apa kau serius? Dia bilang padaku bahwa dia hanya bisa tidur di atas kain Mesir. Sedangkan sepraiku kubeli dari Bed Bath & Beyond. Dia memberitahuku bahwa dia dan Karui akan tinggal di salah satu hotel di pusat kota. Aku dan Sasori akan bertemu mereka untuk makan malam ketika mereka sampai di Kagoshima... Kau dan Sasuke harus datang juga!"

"Aku akan bertanya padanya. Aku yakin dia akan datang... well, jujur, Sasuke akan membenci ide ini tapi dia pasti datang karena aku akan membuatnya setuju." Sakura menyeringai sebelum memasukkan beberapa buah anggur lagi ke mulutnya dan kemudian memasukkan kembali wadah itu ke kulkas. Menyeka tangannya, ia berbalik ke arah temannya dengan senyum lebar. "Pig, kita punya waktu satu minggu. Ayo kita selesaikan semua urusan ini dan pergi shopping."

"Untuk?" tanya Ino.

"Tidak ada. Aku hanya ingin berjalan-jalan." Sambil nyengir, Sakura menyerahkan ponsel Ino yang tergeletak di atas kulkas sehingga temannya itu bisa menghubungi katering. Ino tersenyum dan segera menelepon koki katering sementara Sakura merenungkan kembali bagaimana hal-hal terjadi pada mereka semua sampai di titik sekarang. Ia tidak pernah membayangkan bahwa hubungannya dengan Sasuke dan kepindahannya ke Kagoshima akan menghasilkan pernikahan antara Sasori dan Ino. Sekali lagi, perubahan yang dibawa kehidupan terus memukau dirinya.

***
To be continued


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)