Chapter 20 - Meet Me Halfway
"Forehead," Ino memulai dengan manis, memutar-mutar rambutnya dari tempat nyamannya di sofa di Hokkaido. "Boleh aku minta sesuatu ketika kau pergi berkencan dengan Sasuke hari ini?"
"Ya ya, Pig... apa?" Sakura mengerang di telepon. Ia bisa tahu dari nada bicara Ino bahwa apa pun yang si pirang ingin ia lakukan, ia tidak akan menyukainya.
"Bisakah kau mencoba menjadi sedikit tidak menyebalkan... hari ini?"
"Pig!" Sakura tergagap, menarik telepon dari telinganya untuk memelototi ponselnya.
"Sekarang dengarkan aku, Forehead. Aku bangga padamu karena setuju untuk menghabiskan waktu dengan Sasuke hari ini. Tapi kau terus menyelanya di setiap kesempatan. Dia berusaha berbicara denganmu... mencoba memberitahumu apa yang terjadi. Tapi kau yeah... selalu menjadi dirimu, selalu harus 100% mengendalikan setiap situasi dan setiap percakapan, dan jangan menyangkalnya karena aku mengenalmu sejak kita masih kecil. Jadi bagaimana jika dia mengatakan hal-hal yang membuatmu tidak nyaman? Kalian berdua perlu membicarakan omong kosong ini sebelum membuatku gila. Kalian berdua memiliki terlalu banyak sejarah untuk membiarkan semuanya menghilang. Selain itu, itu akan membunuh kalian berdua jika membiarkan itu terjadi, bahkan jika kau terlalu keras kepala untuk mengakuinya. Kau temanku dan aku menyayangimu, tapi aku akan paling depan untuk mengatakan bahwa kau agak menyebalkan di sini."
"Pig!" teriak Sakura. "Berani sekali kau!"
Ino tertawa gugup. "Forehead, seperti yang kubilang, aku menyayangimu sampai mati... tapi biarkan bocah itu berbicara, oke? Dia tidak jadi menikah karena dirimu. Dia pindah ke Kagoshima untukmu. Selain seperti membawa tulisan 'Maaf' di dahinya, aku tidak tahu apa lagi yang bisa dia lakukan!"
Sakura merengut. "Kita tidak tahu bahwa dia tidak menikah karena diriku... well, oke, mungkin itu ada hubungannya denganku... Dan dia bisa setidaknya minta maaf karena mengatakan bahwa tidur denganku adalah kesalahan!" Begitu kata-kata itu keluar dari mulut Sakura, ia menyadari kesalahannya dan bergegas memperbaikinya. "Pig, tunggu, tunggu... aku tahu... jika aku membiarkannya berbicara, dia mungkin sudah menjelaskannya."
"Tepat sekali," ucap Ino menenangkan. "Jika kau tidak begitu sulit sepanjang waktu, kau pasti sudah mendengar kata-katanya. Jadi aku memberitahumu lagi; ketika dia mulai berbicara hari ini, dan dia pasti akan berbicara, tutup mulutmu, oke?"
Merasa jengkel tapi mengetahui bahwa Ino benar, Sakura menghela napas setuju. "Kau benar, Pig. Aku benar-benar benci mengakuinya, tapi kau benar. Aku akan berusaha untuk tutup mulut saat dia bicara."
"Dan kau sebaiknya bicara juga. Berteriaklah kalau perlu! Menjeritlah jika perlu. Tapi Forehead, demi Tuhan, katakan padanya bagaimana perasaanmu sebelum aku harus kembali ke Kagoshima dan membunuh kalian berdua agar aku bisa mendapatkan kedamaian..."
"Tidak! Tidak! Tidak perlu," ucap Sakura, tertawa. "Aku berjanji akan mencoba, Pig."
"Baik, terima kasih... dan aku ingin segera mendengar tentang seks panas di antara kalian berdua, oke? Tidak ada lagi pertengkaran setelah ini kecuali jika hanya untuk tujuan seks? Kau mengerti?"
Sakura berusaha tampak tersinggung tapi ia hanya bisa tertawa. Seks dengan Sasuke? Ia menggigit bibirnya pada pemikiran itu. "Oke, aku akan tutup teleponnya, Pig! Sasuke akan tiba di sini sebentar lagi dan aku harus selesai bersiap-siap."
"Oke, Forehead... tapi bersenang-senanglah! Sampai jumpa!"
Sakura mematikan teleponnya, menatap ponselnya. Sial, aku benci kalau Ino benar. Menghembuskan napas, ia berdiri untuk memakai sepatunya. Ia akan melakukan apa yang dikatakan Ino hari ini dan membiarkan Sasuke berbicara. Well... ia akan mencoba.
***
"Jadi, ke mana?" tanya Sasuke ketika mereka berjalan keluar dari gedung apartemen mereka pagi-pagi sekali. Ia dan Sakura sedang berjalan di Shonan Street untuk menaiki bus.
Sakura melihat buku panduannya dan menjawab, "Aku akan memberimu 'tur Ino-pig di Kagoshima' dan membawamu ke Shiroyama Observatory terlebih dulu. Sangat menyenangkan melihat kota Kagoshima dari atas sana... dan kemudian kita bisa menjelajahi kota lagi. Sebagian besar ini juga baru bagiku, kau tahu."
Sasuke mengangguk dan memperhatikan Sakura ketika gadis itu duduk di bangku untuk menunggu bus. Sakura mengenakan topi bisbol dan sedang menyeimbangkan tas punggungnya saat membaca buku panduan, melihat peta bus, dan memicingkan matanya bolak-balik di antara keduanya. Dia menganggap serius tur ini. Sasuke menyeringai pada konsentrasi intens Sakura. Tipikal Sakura... Tuhan, betapa aku merindukan itu, bahkan meskipun itu menyebalkan.
Ketika bus berhenti, Sasuke naik lebih dulu dan membayar ongkosnya sebelum menemukan tempat duduk di dekat deretan depan. Kursi-kursinya kecil, memaksa Sakura dan Sasuke untuk berdesakan. Sakura berusaha mengabaikan lengannya yang seperti terbakar di titik yang bersentuhan dengan lengan Sasuke. Demi Tuhan, Sakura, kau biasanya tidur di sampingnya! Ini membingungkannya betapa banyak keakraban telah hilang berkat apa yang telah terjadi di antara mereka. Tapi ketika mereka duduk bersama di kursi kecil, ia diam-diam menghirup aroma tubuh Sasuke yang selalu disukainya. Segera membawa kembali kenangan malam mereka bersama dan tubuhnya tanpa sadar bergidik. Meskipun itu hampir tidak bergetar, Sasuke merasakan getarannya di sebelahnya dan memalingkan muka dari jendela dan menatap Sakura.
"Kau baik-baik saja, Saku?"
Sakura tergesa-gesa mengubah ekspresi wajahnya, "Ya, aku baik-baik saja. Kurasa angin sejuk mengejutkanku."
Sasuke memandang Sakura dengan rasa ingin tahu, tidak mengatakan apa-apa, sebelum berpaling lagi untuk melihat keluar jendela. Ia mencoba mencari tahu bagaimana ia akan memulai pembicaraan tentang topik yang ingin ia bicarakan hari ini tanpa Sakura menyelanya. Ia tidak akan memaksa, seperti yang diperingatkan Sasori, tapi ia juga tidak bisa berpura-pura semuanya baik-baik saja. Sampai Sakura mengakui telah memaafkannya dan mengatakan padanya bagaimana perasaannya, ia harus maju terus. Ia hanya bermaksud melakukan ini dengan cara yang lebih santai, tidak terlalu memaksa seperti sebelumnya. Selama hasil akhirnya sama, ia tidak peduli bagaimana proses ia sampai di sana.
Ketika bus berhenti di halte terdekat dengan Shiroyama Observatory, Sakura menyenggol lengan Sasuke untuk menarik perhatian pemuda itu dan mereka bergegas turun dari bus.
Mereka tidak berbicara ketika mereka masuk ke dalam antrian tiket. Sasuke membayar tiket mereka dan mereka berjalan menuju lift. Saat mereka berdesakan dengan sekelompok orang, Sasuke memandang Sakura dari sudut matanya lagi. Kenapa dia tidak bicara? Dia teringat kembali pada banyaknya perjalanan yang mereka lakukan di Sapporo, di mana mereka akan berjalan-jalan ke galeri pameran dan Sakura akan berbicara apapun tentang apa yang mereka lihat. Sakura yang dulu, Sakura-nya, biasanya tidak tahu kapan harus berhenti bicara. Tolong tenang Saku. Ini aku! Aku bukan orang asing.
Begitu mereka mencapai puncak dek menara, Sasuke langsung disuguhi oleh pemandangan indah. Mulutnya ternganga, ia berdiri menatap teluk. "Ini luar biasa," ucapnya dengan suara rendah, terpesona.
Sakura, yang berdiri sangat dekat dengan Sasuke, tersenyum, "Ya. Aku senang bisa kembali ke sini. Ino juga menyukainya."
Sasuke melihat lurus ke bawah. "Shit," gumamnya.
Sakura tertawa melihat reaksi Sasuke. "Sasuke? Biarkan aku mengambil fotomu. Kita harus punya kenang-kenangan, kau tahu?"
Sasuke menatap kamera dengan ekspresi 'terserah', dan Sakura mengambil gambar, memutar matanya pada sikap acuh tak acuh Sasuke.
"Saku, foto bersamaku?"
Sakura menggigit bibirnya sejenak, tampak mempertimbangkan permintaan Sasuke. Kemudian ia meminta seorang wanita tua yang berdiri di sebelah mereka dan menyerahkan kameranya. Ia berjalan ke arah Sasuke, berbalik ke arah wanita tua itu, dan Sasuke melingkarkan lengannya di pundak Sakura seperti yang selalu ia lakukan untuk foto-foto mereka bersama. Sakura melompat ketika lengan Sasuke melewati tubuhnya dan mencoba untuk menjauh, tapi Sasuke dengan cepat menyambar bahu Sakura dan menyeret gadis itu ke arahnya. Menatap Sasuke dengan tatapan tajam, ia berbalik ke arah wanita tua itu dan tersenyum. Wanita tua itu mengambil beberapa foto dan kemudian mengembalikan kamera pada Sakura. "Kalian berdua sangat cocok bersama," pujinya.
Sakura pucat. "Kami tidak..."
Sasuke menyela. "Terima kasih. Kurasa juga begitu."
Wanita tua itu meninggalkan mereka dengan tepukan terakhir ke lengan Sakura dan tersenyum pada Sasuke. Ketika wanita tua itu pergi, Sakura berbalik ke arah Sasuke dan menatap pemuda itu dengan marah. Sasuke hanya tersenyum, melihat bibir Sakura yang cemberut di bawah sikapnya yang keras. Ia terkekeh, dan perhatiannya beralih kembali ke pemandangan yang menakjubkan. Sebenarnya ia tidak pernah seumur hidupnya merencanakan akan tinggal di Kagoshima, tapi sejauh ini, kota itu mengalahkan Sapporo dengan segala cara yang mungkin. Dan Kagoshima memiliki Sakura sehingga menjadikannya tempat terbaik di dunia.
Ketika mereka melihat isi kamera mereka dan Sakura telah mengambil ratusan foto, mereka memutuskan untuk kembali dan berhenti di toko suvenir. Toko itu penuh dengan peta, buku, cangkir kopi, dan replika menara Shiroyama, suvenir khas turis. Ketika Sakura berdiri di dekat buku-buku, Sasuke melihat boneka beruang yang tampak familiar di rak. Ketika ia mengambilnya, ia menyadari itu hampir identik dengan beruang yang pernah ia menangkan untuk Sakura tapi gadis itu telah mengirimnya kembali ketika gadis itu pergi. Yang membedakan, beruang ini mengenakan jas kuning kecil. Ketika Sakura tampak serius membaca buku panduan wisata Kagoshima, Sasuke diam-diam berjalan ke kasir dan membeli boneka itu. Setelah dimasukkan ke dalam tas dengan aman, ia berjalan mendekati Sakura.
"Kau siap untuk pergi? Aku kelaparan."
Mendongak dari buku, Sakura mengangguk. "Kurasa begitu. Tidak ada dalam buku ini yang belum diceritakan oleh buku-bukuku yang lain."
Sakura meletakkan kembali buku itu di rak dan bersama-sama, mereka berjalan keluar dari toko. Ketika mereka melangkah kembali di jalan, Sasuke mendorong tasnya ke tangan Sakura.
Sakura berhenti di tengah trotoar. "Sasuke, apa ini?"
Sasuke menggoyangkan tasnya, menunjukkan bahwa Sakura harus membukanya. Mengintip ke dalam, Sakura tersenyum dan mengeluarkan boneka beruang itu.
"Dia terlihat—"
"—Sama identik dengan yang kau kirim kembali padaku. Ya, aku tahu. Itu sebabnya aku membelinya."
Sakura tersenyum pada beruang itu, jantungnya berdebar di dadanya. Ini adalah tindakan yang sangat kecil, membelikannya boneka beruang. Dia sedang berusaha.
"Aku masih punya beruang itu di rumah, kau tahu," ucap Sasuke dengan lembut.
Sakura mengangkat kepalanya untuk menatap Sasuke. "Kau menyimpannya?"
"Tentu saja, Saku. Aku menyimpan semua yang kau kirimkan kembali padaku."
Sakura melihat rasa sakit merayapi mata Sasuke dan ia merasa bersalah sesaat karena caranya yang tergesa-gesa, melemparkan barang-barang ke dalam sebuah kotak dan mengirimkannya kembali pada Sasuke. Kau melakukan apa yang harus kau lakukan, Sakura. Dia menghancurkan hatimu, kau tidak ingin diingatkan tentang dia. Ia mendengus pada pemikiran itu karena memiliki pengingat kecil di sekitarnya akan lebih mudah dibandingkan dengan membuat Sasuke tinggal di lantai atas.
"Terima kasih, Sasuke," ucap Sakura malu-malu, menatap mata Sasuke.
Sasuke mengedip pada Sakura dan menambahkan, "Tidak masalah."
Sakura memasukkan beruang itu ke dalam tas punggungnya sendiri dan mereka mulai berjalan lagi, menuju ke sekumpulan tempat makan yang mereka lihat di tempat mereka turun dari bus sebelumnya.
"Ini luar biasa, Saku." Sasuke menyelipkan tangannya ke sakunya saat mereka berjalan.
"Apa?"
"Kau... dan aku... seperti ini... bersama..."
Sakura menoleh dan menatap Sasuke. "Kita selalu luar biasa bersama, Sasuke. Itu tidak pernah menjadi masalah sebelumnya."
"Ini... pas." ucap Sasuke.
Sakura mengangguk, tidak bisa untuk tidak setuju dengan kata-kata Sasuke. Kita selalu pas, Sasuke. Kita sangat pas... bahkan ketika aku mencoba mengeluarkan diri dari kehidupanmu dan pindah ribuan mil jauhnya, kau sepertinya masih menjadi bagian yang hilang dari puzzle-puzzle itu. Dan sekarang pemuda itu ada di sini, mencoba untuk memenangkannya, memperlakukannya dengan manis, dan ia tahu Sasuke mencoba untuk menyatukan potongan-potongan teka-teki mereka. Sambil mendesah pada dirinya sendiri, ia mengakui; Aku berada di tempat yang aku inginkan. Di sini... bersamanya.
***
Sakura dan Sasuke akhirnya makan siang di sebuah bistro kecil di ujung jalan dari Shiroyama Observatory. Sasuke sangat ingin mengajukan seribu pertanyaan pada Sakura tentang apa yang telah terjadi di antara mereka dan apa yang bisa ia lakukan untuk memperbaikinya. Tapi ia menyukai kenyataan bahwa Sakura akhirnya tampak rileks dan hampir menjadi diri gadis itu yang dulu lagi. Jadi ia menahan pembicaraannya, mendorong pertanyaannya kembali ke belakang. Sakura bertanya padanya tentang keluarganya dan tentang berbagai hal di Hakodate. Gadis itu juga memberitahunya tentang kunjungan Ino.
Ketika mereka duduk di meja beranda, menikmati angin sepoi-sepoi, seorang lelaki dan perempuan, jelas-jelas baru menikah, lewat menaiki kereta kuda.
Sasuke merengut melihat pemandangan itu. "Siapa yang akan menikah di tengah minggu? Aneh. Pasti hari ini satu-satunya kesempatan yang mereka miliki untuk mendapatkan venue atau apa pun yang mereka inginkan."
Sakura memperhatikan Sasuke, bertanya-tanya di mana pemuda itu mendapat pengetahuan untuk menentukan hari pernikahan yang layak dan tidak. Miyuki pasti benar-benar terkena sindrom bridezilla. Pikiran itu membuat Sakura sangat senang.
Sasuke memperhatikan beberapa orang yang lewat dan mengangguk pada pasangan yang tersenyum pada mereka ketika pasangan itu berjalan melewatinya. Dan kemudian, ketika ia menyedot minumannya, Sakura mengejutkannya.
"Sasuke kenapa kau membatalkan pernikahanmu?" Sakura bertanya dengan acuh tak acuh sebelum menggigit acarnya. Ia menarik napas ketika pertanyaan itu keluar, tidak yakin mengapa ia menanyakannya. Ia merasa lemah dan rentan saat ini dan perlu mendengar jawaban Sasuke. Ini kesalahan si boneka beruang sialan... membuatku merasa emosional dengan tindakan sekecil itu.
Sasuke menatap Sakura, sedotannya tergantung di mulutnya, berusaha mencari tahu dari mana asal Haruno Sakura yang penuh kejutan ini. Ia mencoba untuk menghapus keterkejutan dari wajahnya ketika Sakura menatapnya dengan penuh harap, "Uhh... shit, Saku... Aku tidak bisa menikahinya. Merasa bersalah atas apa yang terjadi di antara..." Ia menunduk, malu, "...kita... dan aku bisa memberitahumu sekarang bahwa aku tidak benar-benar mencintainya. Aku tidak menyadarinya pada saat itu tapi sekarang... Sekarang aku tahu."
"Oh," gumam Sakura, matanya menatap ke atas, berpikir. "Kupikir dia tahu tentang... malam itu... dan membatalkan pernikahan kalian... atau sesuatu seperti itu."
Sasuke tersenyum tidak nyaman. "Aku memberitahunya tentang malam itu... satu jam sebelum pernikahan... aku meminta pernikahan dibatalkan sehingga aku bisa pergi mencarimu."
Mata Sakura membelalak. "Pergi mencariku?" Ia tergagap.
Mengangguk, Sasuke menggigit sandwich-nya, berusaha terlihat santai ketika tangannya hampir gemetar karena Sakura tampak tertarik untuk mendiskusikan apa yang telah terjadi. "Aku mencoba meneleponmu sebelum pernikahan. Aku ingin meminta maaf dan setidaknya mulai mencoba memperbaiki keadaan di antara kita lagi. Tapi kemudian nomormu tidak terdaftar... jadi aku mengirim email padamu. Dan itu tidak terkirim karena akunmu ditutup. Dan kemudian aku menelepon ibumu, yang mengatakan bahwa kau meninggalkan Sapporo," Sasuke minum lagi. "Lalu? Lalu aku bertindak brengsek, membatalkan pernikahan, dan melaju seperti seekor kelelawar keluar dari neraka ke apartemenmu untuk memastikan apa kau benar-benar pergi dan jika tidak, aku ingin mencoba untuk menghentikanmu. Tapi kau sudah pergi."
Sakura mendapati dirinya menganga. Kau membatalkan pernikahan? Kau? Aku selalu berpikir Miyuki yang melakukannya! Ya Tuhan... Karena aku... Karena dia panik aku pergi! Meskipun fakta-fakta itu ada di depan wajahnya, ia merasa sulit untuk percaya.
Sasuke memperhatikan emosi bermain di wajah Sakura. Ia tersenyum pada Sakura dan ia sangat ingin meraih ke seberang meja dan mencium gadis itu. Selama setengah detik, ia merenungkannya. Apa itu ide yang bagus? Aku baru mulai membuat kemajuan. Akhirnya ia bangkit dari kursinya, ia mencondongkan tubuhnya, meraih dagu Sakura dengan tangannya, dan menempelkan bibirnya di atas bibir Sakura. Sakura berdesir, menahan bibirnya nyaris tidak menyentuh pada awalnya, tapi kemudian ia menyerah dan dengan kuat balas mencium Sasuke kembali. Sasuke akan berjalan mengitari meja dan memperdalam ciuman mereka ketika mereka mendengar seorang pria berdeham di dekat mereka. Menarik diri dari Sasuke, sedikit malu, Sakura memandang pelayan yang berdiri di dekat mereka dengan ekspresi masam di wajahnya.
"Ini tagihannya," ucap pelayan itu, menyodorkannya pada Sasuke "Dan di sana," Ia menunjuk dengan jarinya, "Ada hotel di seberang jalan kalau-kalau kalian ingin... melanjutkan."
Pelayan itu berjalan pergi, dan Sasuke menyeringai. "Dia terlalu kaku. Dan dia baru saja kehilangan tip, Saku."
Sakura terkikik, merasakan pipinya masih memerah dari tindakan bermesran di tempat umum yang sangat terbuka di mana ia baru saja berpartisipasi. Ia memperhatikan Sasuke mengeluarkan dompet dan meletakkan sejumlah uang di atas meja. Kepalanya dipenuhi dengan ratusan pikiran. Dibatalkan. Panik karena aku pergi. Berharap untuk memperbaikinya. Dia merasa linglung dengan penjelasan Sasuke, tapi sekarang dengan lega ia tidak hanya menerima nasihat Ino untuk mendengarkan, tapi juga berpartisipasi dan menanyakan hal-hal yang perlu ia ketahui. Sudah waktunya untuk menjadi gadis besar, Sakura, ucapnya dalam hati ketika mereka berdiri untuk pergi. Sudah waktunya untuk menghadapi ini secara langsung. Masih ada sesuatu di sana untuk Sasuke... kau tahu ada. Caramu bereaksi terhadap ciuman, aroma, dan kehadiran Sasuke adalah buktinya.
Saat mereka berjalan keluar, Sakura merasa lebih baik setiap detiknya, bahkan meskipun ia tahu bahwa mereka masih punya banyak hal untuk dibicarakan. Sasuke bagaimanapun, memiliki sedikit kesombongan Uchiha-nya kembali. Tidak terlalu banyak, tentu saja, tapi ia lebih santai daripada yang ia rasakan sejak tiba di Kagoshima. Gagasan bahwa Sakura masih bisa menjadi miliknya terasa semakin nyata di setiap detiknya.
Setelah makan siang itu, mereka berjalan dengan tenang kembali ke halte. Tidak ada yang benar-benar tahu ke mana tujuan mereka selanjutnya tapi pada saat itu, hal itu tidak menjadi masalah. Selama beberapa jam berikutnya, mereka mengunjungi museum, galeri-galeri seni kecil—yang sebenarnya keinginan Sakura karena Sasuke menganggap seni itu membosankan dan tidak ada gunanya. Ia dengan senang hati bisa menunjukkan fakta bahwa seni tidak ada gunanya ketika ia menatap, terpaku, pada lukisan grafik seorang wanita telanjang yang duduk di kursi di sebuah galeri seni kecil di pusat kota—dan berbelanja. Mereka menaiki berbagai bus, berputar-putar melintasi Kagoshima saat mereka melanjutkan penjelajahan kota. Dan mereka berdua agak terkejut menyadari betapa mudahnya untuk melanjutkan kembali peran lama mereka; Sasuke, akan mengeluarkan komentar kasar dan sarkastik yang disengaja untuk membuat Sakura tertawa, dan Sakura sendiri akan mengoceh tentang informasi faktual penting yang membuat Sasuke memutar matanya. Tapi bahkan ketika Sakura membahas topik menjengkelkan, Sasuke tetap menyukai hal itu. Dia ada di sini, bersamaku... di mana dia seharusnya berada.
Siang beralih ke sore hari saat mereka tampaknya membutuhkan istirahat. Sakura memperlambat langkahnya ketika mereka tiba di sebuah taman kecil berumput yang berbatasan dengan lingkungan perumahan. Melangkah ke rerumputan, Sasuke mengikuti Sakura saat gadis itu berjalan lebih jauh ke taman. Melihat bangku, Sakura langsung menuju ke sana dan duduk.
"Kakiku sakit," rengek Sakura, melepas sepatunya dan menggosok kakinya yang telanjang di rumput lembut.
"Ingin aku memijatnya?" tawar Sasuke.
Sakura memutar matanya. "Tidak, Sasuke. Aku tidak ingin kau memijat kakiku yang bau. Aku hanya perlu istirahat."
Sasuke mengangkat bahu, mengalihkan perhatiannya ke aliran air kecil yang mengalir di sepanjang tepi belakang taman itu. Bangku yang mereka duduki hanya beberapa meter dari tepi air, memberi mereka berdua pandangan yang indah dari bagian kecil alam di tengah Kagoshima.
Ketika mereka berdua duduk dengan tenang, Sakura melenturkan jari-jari kakinya untuk membuat darah mengalir lagi, mereka berdua tenggelam dalam pikiran tentang apa yang harus dibicarakan dan semua yang sudah dibicarakan sejauh ini.
Sakura memikirkan tentang malam itu dan apa yang terjadi, lagi. Karena pikiranku selalu menuju ke sana, sepertinya. Ia sangat ingin bertanya pada Sasuke mengapa pemuda itu datang malam itu. Sekarang setelah beberapa pembicaraan terbuka, ia menginginkan lebih. Ia sangat membutuhkan pemahaman tentang situasi yang telah menghancurkan dunianya.
"Sasuke..." Sakura memulai, bahkan sebelum ia menyadari bahwa ia telah berbicara. Tapi kemudian ia menahan untuk tidak mengajukan pertanyaan yang membakar bibirnya dan sebaliknya, bertindak seolah tertarik pada semak yang berjarak satu kaki dari bangku.
"Ya?"
Sakura menggelengkan kepalanya, "Tidak... tidak ada."
Sasuke menoleh untuk menatap Sakura. "Ayolah, Saku... apa?" Ketika Sakura tidak mengatakan apa-apa, ia mengulurkan jari telunjuknya dan menusuk pundak gadis itu. "Apa?"
Sambil mengangkat bahu, Sakura menoleh dan menatap Sasuke. Aku tidak percaya aku akan memulai percakapan ini... tapi aku perlu tahu. Aku harus mengetahui jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Semua yang Sasuke katakan sejauh ini... well, itu membuatku memikirkan kembali hal-hal lain. Jadi aku harus tahu... "Kenapa kau datang malam itu? Maksudku, sungguh, aku tidak berpikir bahwa apa yang terjadi adalah rencanamu, tentu saja. Tapi... kenapa? Kau terlihat marah..."
Sasuke meregangkan tubuh dan berdiri, maju satu langkah di depan bangku untuk membungkuk dan mengambil segenggam kerikil. Sebelum ia berbicara, ia melemparkan kerikil ke sungai dan menyaksikannya bergerak di atas air. "Miyuki dan aku bertengkar hebat. Aku membiarkan dia menyiapkan pernikahan seperti yang diinginkannya... aku tidak benar-benar mengeluh. Satu-satunya... satu-satunya hal sialan yang kuminta adalah seorang rabbi. Aku tahu dia ingin pendetanya memimpin, tapi aku juga ingin seorang rabbi memimpin disana, kau tahu? Itu masuk akal karena kami berbeda agama." Kerikil lain Sasuke lempar dari jari-jarinya yang panjang dan mengenai air lagi. Sakura memperhatikan riak air sampai menghilang. "Malam itu, aku menanyakan padanya tentang rabbi dan dia mengatakan padaku bahwa pendetanya tidak menganggap itu ide yang bagus... dan aku marah. Jadi kami bertengkar dan aku pergi."
Sasuke membersihkan debu kerikil dari tangannya dan berbalik untuk menghadap Sakura. Memasukkan tangannya ke sakunya, ia melihat ke bawah dan menendang tanah dengan ujung sepatunya. "Aku menyetir mengelilingi kota sebentar dan kemudian aku mulai berpikir..." Ia berhenti, "...tentangmu."
"Kenapa?" tanya Sakura dengan lembut.
"Aku tidak tahu. Aku merasakan kau menarik diri dariku. Kita sudah jarang bertemu selama berbulan-bulan dan kau selalu mengabaikanku dan itu hanya... rasanya seperti batas akhir kesabaran untukku malam itu. Dan aku hanya ingin berkonfrontasi denganmu. Jadi aku datang..."
Sakura menelan ludah. Ia ingat betapa marahnya Sasuke ketika ia membuka pintu, keliru mengira bahwa itu adalah Gaara yang kembali.
"Aku merasa seperti aku harus memilih antara kau dan Miyuki... seperti aku tidak bisa memiliki kalian berdua dalam hidupku." Sasuke mengangkat kepalanya dan bertemu dengan mata Sakura. "Dan aku benci itu. Aku tidak mengerti kenapa aku berpikir kau atau dia. Aku menginginkan dia, pikirku, tapi well... kau adalah bagian besar dalam hidupku hingga aku tidak ingin melepaskanmu begitu saja karena aku akan menikah. Dan kemudian ketika aku sampai di sana dan kau mengira aku Gaara, kurasa aku kehilangan kendali..."
Mengangguk, Sakura menatap Sasuke.
"Dan kemudian kau menciumku... dan apa pun yang kurasakan menjadi berlipat ganda dan semuanya mengalir begitu saja. Seperti tidak ada jalan untuk kembali pada saat itu."
Sakura memerah karena kenangan itu. "Aku tidak bermaksud melakukan itu, Sasuke... Maksudku, aku tidak berencana menciummu. Dan aku bahkan tidak tahu kenapa aku melakukannya. Itu... itu terjadi begitu saja." Karena aku mencintaimu dan tahu aku akan kehilanganmu jika aku tidak melakukan sesuatu.
Sasuke setengah menyeringai. "Aku tahu, Saku. Segala sesuatu tentang malam itu terjadi... begitu saja," Ia tersenyum kecil pada Sakura. "Dan kemudian setelah... setelah pernikahan dibatalkan dan aku meninggalkan kota untuk sementara waktu, aku harus berurusan dengan Miyuki ketika aku kembali. Dia mengatakan padaku bahwa dia tidak percaya jika kita hanya... melakukan itu ...satu kali. Dia bilang kita sangat lengket sepanjang waktu..."
Mata Sakura membelalak dan wajahnya semakin memerah. "Apa... apa kau pikir kita begitu, Sasuke? Maksudku... kupikir dia baik-baik saja dengan persahabatan kita? Aku tidak mencoba untuk berada di antara kalian berdua. Tidak sama sekali!"
Sasuke mengangkat bahu. "Aku tahu kau tidak. Kurasa mungkin dia melihat kemiripan di antara kalian berdua... yang tidak kulihat karena aku brengsek..."
Sakura tersenyum pada pernyataan Sasuke yang berani. Kesamaan kami sangat jelas, kau benar-benar bodoh.
"...Dan mungkin dia menyadari ada lebih banyak sesuatu di antara kita daripada aku? Atau aku selalu menjadi aku, yang tidak mau mengakui." Sasuke menendang tanah lagi. "Fuck, aku tidak tahu, Saku. Aku menghabiskan seluruh waktuku untuk menganalisis segalanya berulang-ulang dan tidak pernah benar-benar sampai pada kesimpulan yang jelas tentang kenapa semua itu terjadi. Itu terjadi begitu saja. Kau temanku yang paling menakjubkan yang pernah kumiliki dan aku bergantung padamu selama bertahun-tahun... jadi mungkin aku menolak untuk melihat apa yang ada di depanku karena aku tidak ingin ada yang berubah. Tapi kehilanganmu tampaknya tidak pernah terpikirkan. Pada saat itu, tidak terpikir olehku bahwa aku akan bereaksi seperti itu karena mungkin perasaanku telah berubah dari hanya sekedar persahabatan. Tapi kemudian aku benar-benar kehilanganmu..." Sasuke duduk di sebelah Sakura di bangku dan meletakkan tangannya di lutut gadis itu. "...dan di sinilah kita sekarang."
Sakura melirik tangan Sasuke, matanya terfokus pada cara jari-jari pemuda itu membentang di lututnya dan panas tangan pemuda itu menghangatkan kulit kakinya. "Dan di sinilah kita sekarang..." ucapnya mengulangi perkataan Sasuke.
Sasuke menarik tangannya, meluruskan kakinya, dan menyaksikan seekor burung terbang ke tepi air untuk minum. Rasanya lega. Berbicara tentang omong kosong ini membuat semua terasa berbeda. Sakura tampak lebih terbuka sekarang daripada bulan-bulan lalu, bahkan sebelum semua omong kosong ini terjadi. Melihat kembali pada Sakura, Sasuke tersenyum. Shit, aku mencintainya. Aku sangat mencintainya. Aku akan menyelamatkan hubungan ini. Aku harus memiliki gadis ini.
Sasuke memandang ke atas ke langit, menyaksikan langit sore mulai memudar. "Saku?"
Sakura menatap Sasuke, mengalihkan pandangan dari air yang berkilau dan menarik dirinya keluar dari pikirannya tentang masa lalu. "Ya?"
"Aku tahu kau lelah, tapi masih ada satu hal lagi yang ingin aku lakukan."
Sakura mengangguk. "Dan apa itu?"
"Aku ingin melihat Kagoshima di malam hari. Haruskah kita menaiki menara Shiroyama lagi?"
Sambil tersenyum lebar ketika merumuskan sebuah rencana di kepalanya, Sakura mengenakan sepatunya dan kemudian berdiri dan membungkuk untuk mengambil tasnya. "Aku tahu tempat yang sempurna. Ayo, Sasuke." Mengangguk dengan kepalanya, Sakura melangkah pergi ke seberang taman. Sasuke bangkit dari bangku dan berlari mengejar Sakura, diam-diam bersyukur atas kenyataan bahwa ia baru saja menambah waktu bersama mereka. Ia belum siap hari ini berakhir.
Ketika Sasuke dan Sakura menaiki bus dan duduk di kursi bus lagi, Sakura tahu bahwa percakapan mereka masih jauh dari selesai. Dan jujur, ia merasa baik-baik saja tentang itu. Kami akhirnya berbicara... dan seperti biasa, Ino benar. Dan yang mengejutkan, menjadi lebih mudah untuk berbicara dengannya karena... well... ini adalah Sasuke. Mantan sahabatnya. Pemuda yang dengan jujur masih memegang setiap bagian hatinya yang hancur di tangannya tanpa menyadarinya. Aku merindukanmu, Sasuke. Aku sangat merindukanmu. Nada suara Sasuke yang dalam, cara Sasuke berbicara dengan tenang, bahkan bahasanya yang kasar, ia merindukan semuanya. Bersama Sasuke seperti ini terasa sangat nyaman.
Sakura memberi isyarat bagi Sasuke untuk turun dari bus ketika mereka berada di tujuan. Saat Sasuke menatap ke depan, ia menyeringai. "Kapal feri? Luar biasa!"
Mereka membeli tiket dan diberitahu agar menunggu sepuluh menit untuk perjalanan berikutnya. Jadi sementara mereka menunggu, mereka berjalan menyusuri dermaga sampai mereka jauh dari keramaian dan duduk di sebuah bangku. Di depan mereka air berkilauan dalam pantulan cahaya kota.
Begitu mereka duduk, Sakura merogoh ranselnya dan mengeluarkan dua batang granola. Memberikan satu ke Sasuke, ia menarik bungkusnya dan menggigitnya.
Sasuke menunggu sampai mulut Sakura penuh untuk berbicara. "Boleh aku bertanya padamu?"
Sakura tidak menatap Sasuke. "Silahkan."
"Kapan kau memutuskan untuk pindah ke sini? Maksudku, apa kau merencanakannya, di awal... setelah seluruh pertunangan diumumkan atau apa... apa ini keputusan di menit terakhir setelah malam itu terjadi?"
Sakura selesai mengunyah, menatap mata Sasuke sebelum ia berbicara. Ia ingin menatap langsung ke arah Sasuke ketika ia memberikan jawabannya. "Sasuke, aku memutuskan untuk meninggalkan Sapporo setelah kau mengabaikan teleponku. Sebelum itu, aku terus berpikir bahwa kita entah bagaimana akan menyelesaikannya dan bisa melewatinya, meskipun..." Ia berhenti sejenak, ingin mengakhiri percakapan tapi mengetahui bahwa waktu yang tepat untuk jujur adalah sekarang, "Meskipun pemikiran bahwa aku harus melihatmu... dengan dia... di sekitar kota setelah kau menikah sudah cukup untuk membuatku sakit. Tapi kemudian, ketika kau tidak menghubungiku, aku tahu di mana posisiku bagimu... jadi saat itulah aku memutuskan untuk pergi." Sakura merasa seperti seribu pound beban telah diangkat dari hatinya begitu kata-kata itu keluar dari mulutnya.
Kata-kata Sakura menghantam Sasuke dengan keras. Dia berpikir dia tidak penting bagiku? Bagaimana mungkin dia tidak berarti bagiku? "Tapi kenapa pergi, Sakura? Kenapa kau tidak bisa tetap di sana, maksudku... apa sangat mengerikan untuk menunggu dan melihat apa yang akan terjadi? Kau tidak harus lari." Aku tahu jawabannya... tapi aku ingin kau mengatakannya. Aku perlu mendengarmu mengatakannya, Saku.
Tepat pada saat itu, Sakura melihat wanita di belakang loket tiket melambaikan tangan ke arah feri ketika yang lain mulai naik. Berdiri, ia mulai berjalan ke feri yang akan membawa mereka. "Aku lari, Sasuke, karena aku mencintaimu," ucapnya dari atas bahunya, suaranya goyah bahkan ketika ia berusaha untuk tetap percaya diri.
Sasuke tercengang. Sakura akhirnya mengakuinya. Gadis itu akhirnya mengakuinya. Ia berlari mengejar Sakura dan menyusul tepat ketika gadis itu melangkah ke atas feri. Menempatkan tangannya di siku gadis itu, ia menundukkan kepalanya dan berkata di dekat telinga Sakura, "Percakapan ini belum berakhir."
Sambil menarik lengannya bebas dari cengkeraman Sasuke, Sakura berjalan menuju bagian belakang feri dan menjauh dari kerumunan orang. Jantungnya bergemuruh. Ia tahu ia baru saja melewati titik dimana ia tidak bisa menariknya kembali. Ia akhirnya berhenti ketika sampai di pagar feri. Menatap lurus ke depan, ia melihat dermaga menyusut saat feri yang mereka naiki mulai menjauh.
Sasuke bersandar di pagar, beberapa meter dari Sakura, menatap ke bawah ke air gelap di bawah feri. Ia sangat frustrasi hingga ia ingin meninju dinding. Jika Sakura berpikir bahwa percakapan sudah selesai, gadis itu gila. Ia ingin mencium Sakura karena akhirnya mengakui perasaannya... shit, ia ingin membaringkan Sakura ke lantai dan mengubur dirinya di dalam diri gadis itu di dek kapal sekarang. Omong kosong ini harus berakhir. Ini harus berakhir sekarang. Aku tidak akan melakukan ini lagi. Aku mencintainya dan aku tahu dia masih mencintaiku.
Perahu itu bergerak ke Teluk ketika kegelapan benar-benar menyelimuti langit Kagoshima, membuat Sakura dan Sasuke hanya diterangi oleh cahaya lembut di dek feri. Sasuke melihat sekeliling, memperhatikan lingkungan mereka di atas kapal feri. Mereka berada di sudut di belakang kapal. Tidak ada seorang pun di sekitar mereka; tidak ada yang bisa mendengar mereka. Mengambil napas untuk menguatkan diri melawan apa yang ia yakin akan sama dengan rentetan verbal, Sasuke mulai membuka mulutnya untuk berbicara.
"Sudah berapa lama, Sakura?" Suara Sasuke pelan tapi Sakura masih bisa mendengarnya dengan jelas, ia menolehkan kepalanya ke arah Sasuke dari tempatnya berdiri, beberapa kaki jauhnya.
"Berapa lama apa, Sasuke?"
"Berapa lama kau mencintaiku?" Sasuke tidak berbalik untuk menghadap Sakura saat ia berbicara. Sebaliknya, matanya tetap tertuju pada air gelap di bawahnya.
Sakura tahu ini akan diungkit. Ia bisa saja menepisnya atau membelokkan ke topik lain tapi... tidak, sudah waktunya aku jujur karena dia sudah sangat jujur. "Aku... aku menyadari bahwa aku punya perasaan padamu selama tahun ketiga kuliahku. Tapi aku... aku mengabaikannya sampai tahun keempatku. Saat itulah aku menyadari betapa intensnya perasaanku padamu dan saat itu, kau sudah menjalin huhungan dengan Miyuki. Dan yang lebih penting, kau bahagia dengannya. Jadi aku menutup mulutku."
Sasuke berbalik untuk menghadap Sakura, lampu-lampu lembut di dek feri menyinari wajah Sakura dan ada tatapan sedih yang tidak nyaman di mata gadis itu.
"Kau bisa memberitahuku, Sakura." Suara Sasuke terdengar marah, memikirkan apa yang mungkin berbeda seandainya Sakura mengatakan sesuatu, seandainya Sakura memberinya satu petunjuk tentang bagaimana perasaan gadis itu. "Kau... kau seharusnya memberitahuku. Kenapa kau tidak memberitahuku?"
Sakura tertawa kecil. "Kau bukan raja komitmen, Sasuke. Plus, dan yang paling penting, persahabatan kita sangat berarti bagiku sehingga aku tidak ingin merusak apa yang kita miliki. Lagi pula, kau sudah bersama Miyuki..." Sakura tahu itu pertahanan yang lemah tapi hanya itu yang ia miliki.
"Shit, Sakura. Tetap saja! Tidakkah kau berpikir aku pantas mengetahui sesuatu yang sangat penting seperti itu?"
Sakura tertawa sedih dan merasa tercekik. "Sejujurnya aku mencoba memberitahumu, Sasuke. Aku..."
Sasuke memperhatikan Sakura saat gadis itu duduk di bangku dan menyelipkan kaki di bawahnya ketika pandangannya melayang ke langit Kagoshima yang berkelap-kelip. "Kapan, Sakura? Karena aku benar-benar tidak ingat kau pernah menyebut-nyebut itu. Aku mungkin bukan pria paling cerdas di sekitarmu, tapi aku pasti akan ingat kalau kau pernah memberitahuku bahwa kau mencintaiku!"
"Malam itu... setelah kejadian itu... aku mencoba... untuk memberitahumu bahwa aku mencintaimu dan bahwa aku tidak yakin bisa bertahan hidup jika kau menikahinya tapi kau menyelaku dan..." Air mata menyelinap di pipinya dan ia menghapusnya dengan bantalan jari-jarinya dan kemudian melanjutkan. "...dan kau memberitahuku bahwa bersamaku adalah suatu kesalahan dan memintaku untuk tidak memberitahu Miyuki... dan kemudian kau pergi tanpa melihatku." Ketika ia selesai berbicara, rasa sakit karena mengingat malam itu kembali, memaksa air mata keluar dari matanya dan mengalir di pipinya.
Sasuke merasa seolah-olah ia telah diinjak-injak. Ia tidak bisa bicara. Ia tidak yakin bisa bernapas karena rasanya paru-parunya menutup. Di kepalanya, ia melihat bayangan dirinya melangkah keluar dari kamar Sakura berulang kali, menolak untuk memandang gadis itu. Ia melewatkan rasa sakit di mata Sakura. Ia telah menyingkirkan Sakura seolah-olah gadis itu tidak penting... ketika gadis itu mencoba mengatakan padanya bahwa dia mencintainya. Ya Tuhan... Sakura...
"Saku... aku... aku tidak tahu..." Sasuke berjalan ke bangku dan meraih Sakura, tapi gadis itu berdiri dan menjauh dari Sasuke, jauh dari jangkauan pemuda itu.
"Tidak, kau tidak akan tahu, kan? Dan kemudian kau menolak untuk berbicara denganku... dan pada saat itulah aku tahu bahwa kau tidak pernah peduli tentangku sejak awal." Sakura menyeka air mata dari pipinya bahkan ketika air mata jatuh semakin deras.
"Itu omong kosong dan kau tahu itu, Sakura... Bagaimana kau bisa berpikir..." Sasuke mencubit hidungnya. Kepalanya pusing; ia punya banyak hal untuk dijelaskan.
"Kau tidak memberiku alasan untuk berpikir sebaliknya, Sasuke. Dan aku menyadari bahwa aku tidak bisa berpura-pura semuanya baik-baik saja. Aku tidak bisa bertemu denganmu dan Miyuki di suatu tempat dan bertindak seolah-olah semuanya baik-baik saja ketika jiwaku sekarat di dalam. Jadi aku pergi..." Sakura memeluk tubuhnya sendiri dengan protektif saat ia akhirnya melepaskan perasaan yang telah dibawanya selama berbulan-bulan. Bahkan dengan Sasuke berdiri di depannya, bermil-mil jauhnya dari apartemen gelap di Sapporo, ia merasa seperti malam itu terjadi lagi.
Tidak ada yang berbicara ketika detik terus berlalu. Sakura menatap cakrawala, menyaksikan lampu merah berkedip di atas salah satu bangunan saat ia membiarkan air mata yang membisu di pipinya.
Mata Sasuke tidak pernah berpaling dari wajah Sakura. "Sakura... aku minta maaf," bisiknya.
Sakura mengerang. "Aku tahu itu, Sasuke. Kau sudah mengatakan itu. Aku menghargai permintaan maafmu yang berulang-ulang dan aku bisa mengatakan bahwa kau mengatakannya dengan tulus. Malam itu? Malam itu luar biasa. Itu adalah hal yang kuimpikan. Kupikir... Kupikir kau ada di sana karena akhirnya kau menyadari bahwa kau mencintaiku, bukan Miyuki, tapi aku. Aku berharap kau akhirnya menyadari bahwa apa yang telah kita lakukan melampaui persahabatan yang normal. Tapi euforia akhir setelah kau menyentuhku, setelah kau menginginkanku seperti seorang wanita dan bukan sebagai temanmu, tidak bertahan cukup lama bagimu saat kau mengenakan pakaianmu! Dalam sepersekian detik, dari berpikir bahwa kau akhirnya menjadi milikku, berubah menjadi menyadari bahwa kau telah pergi, kau menarik dirimu dari hidupku untuk selamanya." Sakura mondar-mandir melintasi dek dan kembali lagi, suaranya meninggi. Sasuke tidak mengatakan apa-apa, hanya memperhatikan amarah dan sakit berlipat ganda yang dirasakan Sakura dengan setiap kata yang terlepas dari bibir gadis itu. "Aku terus berharap kau akan menelepon, tapi ketika tidak, aku yang mencoba meneleponmu. Dan kau berulang kali mengirimku ke voicemail. Dan mengabaikan pesanku. Aku tidak pernah merasa begitu terbuang dalam hidupku. Dan itu seperti pisau di hatiku, untuk menyadari bahwa pria yang kucintai lebih dari hidupku sendiri hanya memanfaatkanku. Tapi apa yang bisa kukatakan pada saat itu? Kau akan menikahi gadis yang mirip denganku dan aku harus berpura-pura semuanya baik-baik saja? Tidak. Jadi aku pergi, meyakinkan diri bahwa hal itu lebih mudah bagi kita semua. Kau tidak akan merasa tergganggu olehku lagi dan aku..." Ia menarik napas ketika dadanya mengencang dengan lebih banyak air mata mengalir di pipinya, "...dan aku bisa mencoba belajar menjalani kehidupan di mana kau tidak begitu penting untukku seperti oksigen."
Rahang Sasuke mengeras, mengingat rasa sakitnya sendiri ketika ia menyadari bahwa Sakura telah pergi. "Dan apa kau pikir aku tidak akan tahu jika kau pergi? Apa kau pikir aku tidak akan pernah berbicara denganmu lagi? Fuck, Sakura... Aku mengetahui bahwa kau pergi satu jam sebelum aku seharusnya menikah. Apa kau pikir kau akan menyelinap pergi tanpa kusadari?"
"Kau mengabaikanku selama dua minggu, Sasuke. Sejujurnya aku tidak berpikir kau akan peduli jika aku pergi. Apa kau peduli dengan apa yang terjadi padaku?"
Sasuke berjalan ke arah Sakura, mencengkeram lengan gadis itu dengan jari-jarinya. "Apa kau tahu bagaimana rasanya menyadari, dalam sekejap, bahwa aku baru saja menghancurkan segalanya dengan satu wanita yang benar-benar peduli padaku dan menerimaku apa adanya? Sakura, aku tidak meneleponmu kembali adalah tindakan pengecut, aku tahu itu, itu hal brengsek yang pernah kulakukan... tapi aku tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan! Aku harus menikah, tapi tiba-tiba, kau adalah satu-satunya hal yang bisa kupikirkan. Hanya kau. Tapi aku telah membuat komitmen dengan Miyuki. Aku takut tentang apa yang terjadi di antara kita dan... shit, Sakura. Itu adalah dua minggu terburuk dalam hidupku. Aku memikirkanmu terus-menerus. Aku tidak bisa tidur. Shit, aku hampir tidak bisa bernapas. Dan aku tidak berpikir aku bisa merasa seburuk yang kulakukan saat itu... sampai aku sadar kau sudah pergi dan kemudian semuanya benar-benar hanya menjadi omong kosong."
Sasuke mengamati wajah Sakura yang tertunduk dan menatap tangannya yang ada di lengan gadis itu. Ia menyaksikan jejak air mata baru di pipi Sakura dan jari-jarinya gatal untuk menyingkirkannya tapi ia tetap tidak bergerak. Ia tidak ingin mengejutkan Sakura. Ia hanya ingin Sakura mengerti.
Sasuke menggerakkan tangannya ke atas ke bahu Sakura, menyentuhnya lembut. "Aku membenci diriku sendiri karena telah melukaimu dan membuatmu berpikir kau harus meninggalkan Hokkaido hanya untuk bebas dari diriku. Tapi kau ingin tahu apa bagian gila dari semua ini?"
Sakura mendongak, matanya yang basah memancarkan sorot bertanya.
"Mungkin semua ini... kekacauan mengerikan ini... harus terjadi pada kita untuk membawa kita berada di sini sekarang. Mungkin kita harus melewati kejadian-kejadian ini untuk sampai ke sini. Jelas, aku sudah tertarik padamu sejak kita masih remaja tapi aku tidak ingin merusak persahabatan kita, dan aku yakin aku akan merusaknya karena aku mengacaukan semua yang kusentuh. Tapi ketika kau mulai menarik diri, dan aku menyadari bahwa itu karena kau berusaha melindungi dirimu sendiri, aku takut. Aku takut kehilanganmu, Sakura. Jadi aku datang malam itu... dan shit, bersamamu adalah... shit, itu luar biasa. Aku tahu aku sudah mengecewakanmu pada akhirnya, tapi tolong mengerti bahwa itu karena aku sangat takut. Kita sangat pas bersama dan itu membuatku takut! Dan kemudian, setelah kau pergi, aku menyadari bahwa Miyuki hanya bayang-bayang dirimu. Dia tampak sepertimu, demi Tuhan! Setelah kau pergi, aku pergi ke Meksiko selama seminggu untuk mabuk dan melupakan apa yang terjadi. Aku merasa seperti sampah karena memperlakukan Miyuki dengan sangat buruk, tapi apa yang benar-benar membunuhku, apa yang membuatku gila adalah bahwa kau pergi dan aku tidak tahu di mana kau berada. Itu merobekku dari dalam mengetahui bahwa kau berpikir membuangku keluar dari hidupmu adalah satu-satunya pilihan. Selama berminggu-minggu saat aku tidak tahu di mana kau berada, aku tidak bisa memikirkan hal lain selain dirimu, Sakura. Aku merasa tidak berguna! Aku sangat merindukanmu sampai aku hampir menyerah untuk hidup beberapa kali. Satu-satunya hal yang membuatku terus bertahan adalah pikiran bahwa aku akan menemukanmu. Jadi mungkin butuh waktu, dan mungkin kau harus pergi agar aku menyadari apa arti dirimu bagiku. Aku minta maaf telah melukaimu dalam proses ini tapi shit Sakura, di sepanjang jalan kejadian ini, di tengah-tengah masalah besar yang telah kubuat, aku menyadari bahwa aku mencintaimu. Aku ingin menghabiskan sisa hidupku untuk mencintaimu."
Tubuh Sakura bergetar, mendengarkan kata-kata Sasuke ketika pemuda itu mencurahkan isi hatinya di tengah lautan. Garis-garis indah langit Kagoshima terlupakan. Yang terpenting kini hanyalah kata-kata Sasuke.
"Sasuke, aku..."
Sasuke menyela, "Apa kau masih mencintaiku, Sakura? Aku harus tahu... terlepas dari semua yang telah kulakukan... apa kau masih mencintaiku?"
Sakura memejamkan matanya, hawa dingin menerpa tubuhnya. Katakan padanya, Sakura. Katakan padanya sekarang.
Sasuke mengangkat tangannya ke wajah Sakura dan meletakkannya di pipi gadis itu, menangkup wajah Sakura dan menyapukan ibu jarinya di tulang pipi gadis itu, sentuhannya seringan bulu. "Jika kau masih mencintaiku, Sakura, meski hanya sedikit, tolong katakan padaku. Aku tidak bisa terus seperti ini... Aku tidak bisa terus menginginkanmu begitu besar hingga aku tidak bisa tidur di malam hari. Jika kau tidak merasakan hal yang sama lagi, katakan saja padaku."
Sakura melangkah keluar dari genggaman Sasuke dan mengusap air matanya lagi dari pipinya, ia berjalan menuju pagar feri. Menatap air, ia menggelengkan kepalanya. "Aku ingin memberitahumu bahwa aku sudah melupakanmu dengan cepat. Sangat mudah untuk memberitahumu bahwa kau tidak lebih dari bagian dari masa laluku." Berbalik, ia bersandar di pagar feri, menyandarkan lengannya ke belakang sebelum melanjutkan kalimat terpenting yang harus ia katakan pada seorang Uchiha Sasuke, "Tapi sebenarnya, aku tidak pernah berhenti, Sasuke. Aku sudah mencoba... Kupikir pindah ke sini akan membantuku melupakanmu." Mengunci tatapannya dengan mata Sasuke, ia tersenyum bahkan ketika air mata mengalir dari matanya. "Tapi apa aku masih mencintaimu? Ya, aku mencintaimu. Aku tidak pernah berhenti mencintaimu."
Sasuke menghembuskan napas yang telah terperangkap di paru-parunya, kelegaan hampir membuatnya terhuyung-huyung. Berjalan ke depan, lengannya melingkar di pinggang Sakura dengan cepat. "Lalu kenapa kita bertengkar? Kenapa kita harus berputar-putar selama berminggu-minggu ini?" Ia berbisik, bibirnya hanya beberapa sentimeter dari bibir Sakura.
"Karena kita punya banyak hal yang perlu kita bicarakan. Karena aku... kita... sama-sama terluka. Karena kita berdua keras kepala dan rupanya kita sudah benar-benar pandai saling menyakiti satu sama lain untuk sementara waktu," ucap Sakura, menutup celah di antara mereka berdua dan menekan bibirnya ke bibir Sasuke. Lengan Sasuke mengencang di pinggang Sakura dan gadis itu gemetar karena sentuhan Sasuke.
Ketika kapal feri itu kembali melaju ke dermaga, Sasuke dan Sakura berdiri saling berpelukan erat. Kepala Sakura menempel di dada Sasuke, matanya terpejam. Lengan Sasuke melingkar ketat di sekeliling Sakura, kepalanya bertumpu di atas kepala Sakura saat ia memeluk gadis itu. Sisa dunia sudah tidak penting lagi bagi mereka.
"Jadi... apa yang akan kita lakukan sekarang?" Suara Sasuke lembut dan ia terkekeh ke rambut Sakura. Ia merasakan Sakura mengangkat bahu di dalam pelukannya.
"Aku tidak punya ide."
Sasuke menghela napas, mendekap Sakura lebih erat, "Aku minta maaf tentang semuanya."
Sakura menarik diri kembali untuk menatap mata Sasuke. Tangannya bergerak ke wajah Sasuke, ia membelai tulang pipi pemuda itu. "Tidak ada lagi permintaan maaf, oke?"
Sasuke mengangguk, dan mencium Sakura lagi. Mereka tidak memutuskan ciuman sampai kapal itu kembali dengan selamat ke pelabuhan. Sambil menyeringai seperti orang idiot, Sasuke menggandeng Sakura dari kapal feri dan kembali ke dermaga. Ia memeluk Sakura erat-erat di tubuhnya, mencium bibir Sakura dan menggerakkan bibirnya ke rahang dan leher gadis itu berulang-ulang saat mereka menunggu taksi.
Perjalanan kembali ke gedung apartemen tampak sangat damai. Sasuke melingkarkan lengannya di tubuh Sakura dan bibirnya tidak pernah menjauh dari pelipis gadis itu. Sakura mengira Sasuke akan mulai merayunya dan menggodanya tapi yang mengejutkan, pemuda itu tidak melakukannya. Sebagai gantinya, Sasuke menutup matanya saat ia mendekap Sakura erat-erat dan menghela napas. Akhirnya. Setelah sekian lama. Sakura tenggelam dalam pelukan Sasuke yang kuat. Ini benar-benar nyata. Sasuke dan aku. Akhirnya.
Mereka kembali ke gedung apartemen dalam waktu singkat dan Sakura merasa dirinya tak rela atas pemikiran bahwa hari ini, hari yang indah ini, telah berakhir. Berdiri di luar pintu, Sasuke menarik tubuh Sakura ke arahnya, menempelkan lekuk tubuh Sakura di semua tempat yang tepat di tubuhnya. Ia perlahan-lahan menundukkan kepalanya, mencium Sakura dengan lembut, sebelum menarik diri untuk bernapas dan kemudian kembali mencium gadis itu dengan lebih kuat. Tangannya berayun ke rambut merah muda Sakura dan memaksa ciuman lebih dalam. Lutut Sakura terasa lemas karena serangan hasrat Sasuke yang kuat. Ketika Sasuke menarik diri beberapa menit kemudian, ia dengan susah payah mengabaikan kebutuhannya. Melawan keinginan untuk melakukan apa yang biasanya ia lakukan dan membawa dirinya ke dalam apartemen Sakur untuk malam itu, karena ia berusaha untuk tidak mengacaukan semuanya kali ini. Ia mundur dari Sakura. Dengan kecupan terakhir di kening gadis itu, ia berbisik, "Sampai jumpa besok."
Sakura mengawasi Sasuke berjalan di lorong dan menghilang di sudut sebelum ia menutup pintu di belakangnya. Tangannya gemetaran dan ia tidak bisa berhenti tersenyum. Ia berjalan ke kamar tidur dan berganti pakaian ke gaun tidurnya, bersenandung pada dirinya sendiri ketika ia mencoba untuk menghapus senyum dari wajahnya. Ia belum mengantuk untuk tidur jadi ia malah kembali ke ruang tamu. Duduk di sofa, ia mendengarkan langkah kaki Sasuke di atasnya. Akui saja, Sakura, kau ingin berada di sana bersamanya. Kau sangat ingin berada di sana bersamanya.
Di lantai atas, Sasuke berjalan mondar-mandir. Ayo kita kembali ke sana, kawan. Kau tahu kau menginginkan itu. Kau menginginkannya. Kau membutuhkannya. Kau akhirnya mendapatkannya... Pergi padanya!
Dari lantai bawah, Sakura mendengarkan Sasuke bergerak di sekitar apartemen pemuda itu, memperhatikan bahwa pemuda itu tampak gelisah. Setelah beberapa menit, ia mendengar pintu apartemen Sasuke terbuka dan tertutup dengan pelan. Dia kembali!
Jantung Sakura berdebar kencang, ia bangkit dari sofa dan berlari ke pintu untuk mengintip melalui lubang intip. Beberapa detik kemudian, Sasuke tertangkap penglihatannya saat pemuda itu mengetuk pintunya.
Menyentak pintu terbuka, Sakura menatap Sasuke. Lengan Sasuke mengitari pinggang Sakura dalam sekejap saat ia menarik Sakura ke arahnya, mencium gadis itu dengan perasaan mendesak hingga kepala Sakura seperti berenang. Perlahan-lahan Sasuke mendorong Sakura dengan lututnya, membawa gadis itu mundur ke dalam apartemen yang gelap. Ketika bagian belakang paha Sakura menghantam sofa, Sasuke menarik bibirnya dari bibir Sakura dan menempelkannya di atas telinga gadis itu. "Sayang, jika kau membiarkanku, aku ingin mengulangi apa yang kulakukan pada malam itu. Dan aku bersumpah, aku akan memperbaikinya kali ini."
Sakura menggigit bibir Sasuke dengan giginya, menarik bibir pemuda itu ke bibirnya lagi. "Aku akan memberimu satu kesempatan lagi, Uchiha. Jangan mengacaukannya."
Dengan geraman hasrat liar yang berat selama berbulan-bulan untuk Sakura, Sasuke melumat kembali bibir Sakura ketika tangannya jatuh ke kancing baju tidur gadis itu. Malam ini akan menjadi malam yang panjang...
***
To be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)