Sebuah suara mengusik tidur Sasuke, membuatnya mengerang pelan dalam mimpinya. Sasuke bisa bersumpah ada seseorang memanggilnya dan ia juga bisa merasakan sebuah tangan mengguncang tubuhnya dan mencoba membangunkannya.
Tiba-tiba ia tidak merasakan tangan itu lagi. Bibir Sasuke melengkung membentuk senyum kecil yang segera menghilang ketika ia mendengar suara langkah menjauh dan sinar matahari menusuk matanya. Ia menutupi wajahnya dengan bantal, mengabaikan suara laki-laki yang memanggilnya.
"Ayo Sasuke, bangun," ucap Fugaku, menepuk lengan anaknya, "Bangun."
Sasuke perlahan membuka matanya dan melihat sekeliling. Ia melirik jam alarmnya, 8:45. "Sial," gumamnya pada dirinya sendiri, masih terlalu pagi untuk bangun. Ia memandang sosok tegap yang berdiri di samping tempat tidurnya, "Astaga, sekarang hari Sabtu, Tousan."
Ekspresi Fugaku terlihat marah. Telinganya merah, setiap kali ayahnya marah, telinganya akan menjadi sangat merah. Sasuke menelan ludah; ia tidak ingat telah melakukan kesalahan.
"Sasuke, di mana Sakura?"
"Aku tidak tahu," jawab Sasuke dan berbalik ke samping, merasa lega karena untuk pertama kalinya masalahnya bukan dirinya, "Periksa saja kamarnya."
"Dia tidak ada di sana," Fugaku terdengar mendesak, "Apa dia bilang dia akan pergi ke suatu tempat?"
Sasuke menyerah untuk tidur lagi dan mendesah kesal, "Aku tidak tahu, Tousan."
"Aku mencoba meneleponnya tapi hanya terdengar pesan suara," ucap Mebuki yang berjalan masuk ke dalam kamar Sasuke, "Sasuke, apa kau tahu di mana Sakura berada?"
Sasuke duduk dan menyisir rambutnya dengan tangan, "Sakura mungkin ada di kamarnya dan kalian tidak mencarinya dengan benar."
Sasuke berdiri, dalam hati mengumpati orang tuanya karena membangunkannya pagi-pagi hanya karena mereka tidak mencari Sakura dengan benar. Sudah sering terjadi hal yang sama seperti ini, mereka menginginkan sesuatu, mereka akan mencarinya namun tidak secara teliti dan mengatakan mereka tidak dapat menemukannya. Mereka terlalu malas untuk melakukan sesuatu dengan benar.
"Jika dia di sini aku bersumpah aku akan sangat kesal pada kalian karena membangunkanku jam 8." gerutu Sasuke seraya berjalan ke kamar Sakura.
Ketika Sasuke membuka pintu kamar Sakura, mulutnya ternganga. Semuanya persis sama dengan apa yang ia lihat saat ia memeriksa kamar gadis itu ketika ia tiba di rumah semalam dengan Daisy. Tempat tidur Sakura masih rapi dan koper gadis itu masih berada di atas tempat tidur, menunggu untuk dibongkar.
"Dia tidak tidur di rumah?" tanya Sasuke, masih terkejut, "Wow."
"Bagaimana kami tahu, Sasuke?" Fugaku setengah berteriak, wajahnya memucat karena khawatir, "Kami baru saja pulang!"
Mebuki menyentuh lengan Fugaku untuk menenangkan suaminya, "Tenanglah," dan kemudian ia menatap Sasuke, "Apa sesuatu terjadi kemarin, Sasuke?"
Sasuke menggelengkan kepalanya, menunduk, "Um... tidak."
Fugaku memandang anaknya curiga. Sasuke berbohong dan ia bisa merasakannya dengan sangat baik. "Katakan yang sebenarnya, Sasuke."
Sasuke menghela napas, "Aku lupa menjemputnya di bandara, jadi dia pulang sendiri dan kami bertengkar, lalu aku pergi ke rumah Mei," ucapnya, mengabaikan fakta bahwa ia dan Sakura berhubungan seks malam sebelumnya, "Ketika aku berkendara pulang tengah malam, aku melihat Sakura dan Daisy di taman," Ia mengusap lehernya dengan gugup, "Kami berdebat lagi tentang sesuatu yang um... bodoh dan aku pulang dengan Daisy dan meninggalkan Sakura untuk pulang sendirian," Sasuke terlihat benar-benar gugup, "Maafkan aku."
"Kau apa?!"
Mebuki tidak percaya apa yang baru saja ia dengar, "Sasuke, apa yang salah denganmu?" Ia meledak.
Sasuke menunduk, "Maaf, aku hanya marah padanya."
"Aku tidak pernah memukulmu, Sasuke," ucap Fugaku, ia mengusap-ngusapkan tangannya ke wajahnya dengan terluka, "Tapi jika sesuatu terjadi pada Sakura..." Ia berhenti, takut untuk menyelesaikan apa yang ia pikirkan, "Aku sangat kecewa padamu, Sasuke. Aku merasa malu dengan kelakuanmu."
Sasuke terus menunduk; ia tidak punya nyali untuk menatap mata ayahnya. Ia tidak berbohong sama sekali, ia marah pada Sakura tadi malam; marah karena Sasori menelepon gadis itu, karena gadis itu tidak membiarkannya berbicara... sial, tapi jika sesuatu terjadi pada Sakura, ia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Ia menatap ayahnya, "Maaf. Aku tidak bermaksud apapun."
Mebuki menggelengkan kepalanya dan mengikuti Fugaku berjalan ke lantai bawah.
Sasuke menyandarkan kepalanya ke dinding, "Sial," bisiknya, "Apa yang sudah kulakukan?"
Akhirnya, Mebuki dan Fugaku menelepon rumah Hyuga dan Nyonya Hyuga mengatakan bahwa Sakura menginap di sana tadi malam. Mereka bernapas lega ketika mereka berbicara dengan putri mereka dan gadis itu meyakinkan mereka bahwa dia baik-baik saja.
Sasuke berjalan ke dapur ketika ibu dan ayahnya bersiap untuk menjemput Sakura di kediaman Hyuga.
"Kami akan menjemput adikmu," Mebuki memberitahu Sasuke, meraih dompetnya di atas meja.
"Apa dia baik-baik saja?" tanya Sasuke, masih tak berani menatap orang tuanya.
"Untungnya ya," jawab Mebuki dingin, "Aku tidak percaya kau melakukan sesuatu seperti ini pada Sakura, Sasuke. Aku benar-benar tidak percaya."
"Ayo," ucap Fugaku pada Mebuki, dengan lembut mendorong istrinya keluar dari pintu. Fugaku menoleh dan mempelajari Sasuke selama beberapa detik, "Kau dihukum selama sisa bulan ini, tidak ada TV, videogame atau kencan. Selesai sekolah kau harus langsung pulang ke rumah setiap hari," Fugaku menatap anaknya dengan dingin, "Aku juga akan menyita kunci mobilmu ketika aku kembali nanti."
"Tousan," Sasuke mencoba meminta maaf lagi, "Aku benar-benar minta ma—"
"Simpan saja, Sasuke," Fugaku memotong ucapan anaknya, "Kau perlu minta maaf pada Sakura, bukan padaku."
***
Sakura, Mebuki, dan Fugaku masuk ke rumah dengan membawa beberapa tas dari toko bahan makanan. Mebuki melangkah ke dapur dalam diam dan mulai membuat makan siang. Fugaku pergi ke ruang kerjanya, menutup pintu di belakangnya. Sementara Sakura bahkan tidak memandang Sasuke, ia berjalan ke lantai atas dan masuk ke kamarnya, Daisy selalu bersamanya.
Setelah beberapa menit mempraktekkan apa yang akan dikatakannya pada Sakura, Sasuke mengetuk pintu kamar gadis itu dan masuk, "Bisa kita bicara sebentar?"
Sakura terus membongkar kopernya, "Cepatlah."
"Aku minta maaf tentang semalam," ucap Sasuke dengan tulus, "Aku seharusnya tidak membiarkanmu pulang sendirian."
Sakura mengangguk setuju, "Hanya itu?"
Sasuke duduk di tepi tempat tidur Sakura, "Aku benar-benar bodoh, jika sesuatu terjadi padamu," Ia membenamkan wajahnya di tangannya dan menghela napas, "Jika sesuatu terjadi padamu, Saku—"
"Itu tidak masalah bagimu," Sakura memotong ucapan Sasuke, "Sama sekali tidak."
"Saku," Sakura memandang Sasuke dan pemuda itu meletakkan kedua tangannya yang besar di pinggul Sakura, mendekatkan tubuh gadis itu ke tubuhnya dan meletakkan dahinya di perut gadis itu, "Aku benar-benar minta maaf, kali ini bersungguh-sungguh."
Sakura menahan napas, "Aku ingin sendirian, Sasuke," Ia menghindari sensasi yang dikirim Sasuke ketika napas pemuda itu menyapu kulitnya sedikit dan memohon padanya dengan suara lemah, "Tolong."
"Aku tidak akan ke mana-mana," Sasuke berdiri dan membelai pipi Sakura, "Saku, kumohon, ijinkan aku menjelaskan," Ia menelusupkan hidungnya di leher Sakura, merasakan aroma yang berbeda pada gadis itu, "Apa ini?"
Sasuke semakin mendekat. Sakura memejamkan matanya sejenak, merasakan napas Sasuke yang panas di lehernya. Sasuke menarik pinggang Sakura lebih dekat ke tubuhnya, hidungnya menyapu dagu dan mulut Sakura dengan lembut. Sakura menjilat bibir bawahnya, Sasuke terlalu dekat dengan bibirnya.
"Apa kau minum tadi malam?" tanya Sasuke pada Sakura, ekspresi manis di wajahnya menghilang, "Kau minum?"
Sakura menggelengkan kepalanya, mendorong Sasuke menjauh darinya. Pemuda itu bukan Sasuke yang sama, tidak ada yang berubah sama sekali. "Itu bukan urusanmu, Sasuke."
Sasuke mendekat lagi, "Dari mana kau, Sakura?"
Tangan Sasuke menarik Sakura lagi dan bibirnya hampir menyentuh bibir gadis itu ketika ia mencoba mencium bau alkohol di dalam diri gadis itu. Merasa cukup berani, Sasuke menjilat bibir bawah Sakura dengan lidahnya, semua minuman sisa semalam entah bagaimana masih ada. Sakura menghela napas dan seluruh tubuhnya seolah berguncang dengan adrenalin, jika Sasuke tidak pergi SEKARANG juga, Sakura akan benar-benar menyerang pemuda itu meskipun pemuda itu telah memiliki kekasih dan ada orang tua mereka di lantai bawah.
"Aku berpesta bersama Naruto dan Hinata-chan," Sakura berhasil menjawab dan menarik diri dari Sasuke, "Sekarang pergi dari kamarku."
"Oh, kau sangat nakal sekarang. Kau tidak akan bisa melihat Sasori-mu yang manis lagi." Sasuke menyeringai sebelum berlari keluar dari kamar Sakura.
Sakura mendengar suara Sasuke memanggil orang tua mereka.
"Sasuke! Sialan," Sakura berlari mengejar pemuda itu, "Sasuke!" Ketika Sakura turun, Sasuke sudah ada di dapur.
"Apa kau tahu Sakura berbau seperti alkohol?"
Sakura mendengar suara Sasuke berkata dan ia memejamkan matanya, menggelengkan kepalanya karena jengkel. Sejak kapan Sasuke mulai sangat membencinya? Ia bersandar di dinding ruang tamu, mendengarkan seluruh percakapan di dapur.
"Ya," jawab Mebuki, "Hinata menjelaskan padaku bahwa pamannya sedang tidur dalam keadaan mabuk di rumahnya, karena itu pakaian yang dia pinjamkan pada Sakura berbau seperti alkohol, Sasuke."
Sakura tersenyum pada dirinya sendiri, sahabatnya itu sangat cerdas. Ia harus berterima kasih pada Hinata nanti.
"Kaasan, aku tidak menyangka kau percaya itu," ucap Sasuke, Sakura bisa merasakan kekecewaan dalam suara Sasuke, "Itu omong kosong! Dia berpesta dengan Hinata dan Naruto, dan mungkin Sasori."
Sakura memutar matanya dan menggigit bibirnya. Ia sama sekali tidak ingat sejak kapan Sasuke sangat membenci Sasori. Seminggu setelah ia dan Sasori mulai berlatih drama, Sasori mengatakan padanya bahwa Sasuke tidak berbicara dengan pemuda itu lagi dan mengabaikan pemuda itu setiap kali dia meminta bola ketika mereka bermain. Sakura sama sekali tidak mengerti apa masalah Sasuke. Kenapa pemuda itu selalu begitu terganggu dengan Sasori?
"Cukup Sasuke! Berhentilah mengganggu Sakura," Sakura mendengar suara Uchiha Fugaku, "Kurasa aku sudah bilang bahwa kau dihukum."
"Ya," jawab Sasuke dengan nada rendah, "Tapi Tousan—"
"Kalau begitu kembali ke kamarmu," Fugaku memotong ucapan putranya, "Aku akan memanggilmu ketika makan siang sudah siap."
Sasuke melangkah keluar dari dapur dan melewati Sakura tanpa memandang gadis itu. Sasuke menaiki tangga dan semenit kemudian membanting pintu kamarnya.
***
Kembali ke Sekolah
"Aku sangat bersemangat, Sakuraaaa," Shion bertepuk tangan di depan Sakura, tersenyum lebar, "Hari ini adalah hari kita akan menjadi rekan satu tim."
Sakura tersenyum palsu, "Katakan padaku, Shion."
Mata Shion berkedip, "Apapun, Sakura."
"Berapa lama kau tinggal di Jepang?"
Shion melompat sedikit, "Ohh, itu sesuatu yang aku rencanakan untuk memberitahumu nanti."
"Um, oke."
"Aku berbicara dengan ibuku selama liburan dan dia berkata aku boleh disini sampai aku lulus, bukankah itu luar biasa?"
Sakura menghela napas dan berpura-pura tersenyum, "Luar biasa."
Shion tersenyum lebar, "Aku tahu sister," Ia memeluk Sakura, "Sampai jumpa nanti."
Sakura menyandarkan punggungnya ke loker dan tertawa pada dirinya sendiri ketika ia melihat Shion berlari ke kelasnya dan menghilang di belokan, "Ini adalah karma, kata itu satu-satunya jawaban untuk ini."
"Kau tahu, bicara pada diri sendiri adalah salah satu tanda tidak waras," Sasori bersandar ke loker di samping Sakura dan menyenggol bahu gadis itu dengan bahunya, "Aku tidak ingin Juliet-ku menjadi gila."
Sakura terkikik, "Aku janji aku tidak akan marah."
"Keren," Sasori tersenyum dan menjauh dari loker, "Jadi, kau siap untuk menjadi Juliet kesayanganku?"
"Yap," jawab Sakura tersenyum, "Aku sudah menyiapkan bajuku di tas."
"Aku juga sudah meminjam setelan dari ayahku," Sasori menyeringai.
Sakura terkikik, "Oke... ini akan menarik" Ia memulai, "Hei, aku harus bicara dengan kepala sekolah sebentar, jadi kita akan bertemu di kelas seni?"
"Kau belum mendengar pengumumamnya, cantik?" tanya Sasori dengan senyum main-mainnya, "Shijimi-sensei menginginkan kita melakukan pertunjukan di depan seisi sekolah."
Mata Sakura melebar.
Sasori mengangguk, "Aku tahu, entah bagaimana membayangkan kita bermain peran di depan seluruh siswa tampak sedikit menyeramkan."
Sakura menggelengkan kepalanya, "Ini karma, pasti."
"Jadi kita akan bertemu di ruang teater, oke?" ucap Sasori sebelum mencium pipi Sakura dan melarikan diri.
***
Satu jam kemudian
Sakura tidak bisa menahan tawa melihat Sasori yang berkeringat seperti seorang wanita akan melahirkan, "Kau baik-baik saja?"
Sasori mengangguk, "Hanya sedikit gugup."
Sakura mengusap punggung Sasori untuk menenangkan pemuda itu, "Tenanglah, menjadi anggota tim basket dan cheerleaders akan memberi kita beberapa status," Ia terkikik dan berbisik pada Sasori, "Orang-orang tidak akan mengejek kita meskipun itu sangat buruk."
Sasori berhasil tersenyum, "Ya."
"Pertunjukkan yang menarik, Aburame Shino dan Koya Mizura." Mereka mendengar suara Shijimi-sensei, "Selanjutnya kita akan melihat pertunjukkan dari Akasuna Sasori dan Haruno Sakura." Kerumunan bersorak dan Shijimi menarik perhatian mereka lagi, "Mereka akan melakukan adegan kematian berdasarkan versi kontemporer."
"Kurasa ini waktunya," Sakura tersenyum pada Sasori, "Tenanglah."
Sasori menghela napas dan mengangguk, "Semoga berhasil, Sakura."
Sakura berjalan ke panggung dan berbaring di tempat tidur improvisasi yang mereka buat dengan selimut dan bantal. Ketika gorden dibuka, Sakura menghindari melihat audiens dari sudut matanya atau ia akan menjadi lebih gugup daripada sebelumnya.
"Juliet? Juliet?" Sakura mendengar suara Sasori memulai dialognya, "Oh Juliet, apa kau di sana cintaku? Tolong jawab aku."
Suara Sasori semakin keras dan Sakura tahu pemuda itu telah naik ke atas panggung.
"Juliet!" Sasori berteriak keras dan para siswa yang menonton tertawa. Sasori berlutut di depan Sakura, meraih tangan gadis itu dan mengecupnya, "Mereka mengatakan padaku bahwa kau tidak lagi hidup, tapi aku tidak dapat mempercayainya, hatiku mengatakan bahwa kau masih bersamaku."
Sasori menyentuh pipi Sakura dengan ujung jarinya, berpura-pura menangis dan menyembunyikan wajahnya di perut Sakura. Sakura merasa geli dan terkikik sedikit.
"Tolong, buktikan kalau mereka salah. Kembalilah padaku, Juliet," Sasori menunggu, tapi Sakura terus berbaring dengan mata terpejam, "Jika kau meninggalkanku, aku tidak punya alasan untuk hidup lagi," Sasori menelan ludah dan menggerakkan tangannya ke rambut Sakura, "Tanpamu aku tidak punya udara untuk bernapas atau tidak ada mimpi untuk diimpikan."
Sasori mengambil sebotol kecil parfum dari sakunya, membukanya dan mengangkat di atas kepalanya.
"Ini untukmu, Juliet tercinta." Sasori berpura-pura meneguk racun palsu itu dan mulai tersedak dan gemetar sebelum jatuh di atas Sakura.
Telinga Sakura dipenuhi dengan tawa, tapi mereka tetap fokus pada karakter mereka. Ia perlahan membuka matanya saat ia merasakan kepala Sasori berbaring di perutnya.
"Romeoku yang manis," bisik Sakura, membelai rambut Sasori. Ia meraih tangan Sasori yang berpura-pura mati dan matanya melebar. Ia menyentuh wajah Sasori dan mulai menangis, "Romeo, Romeo, apa yang kau lakukan?"
Sakura mengambil botol kecil dari tangan Sasori dan memandang dengan tajam, "Racun?" Ia memiringkan botol itu untuk memastikan tidak ada air di sana lagi, "Kau sangat egois, kau minum semuanya dan bahkan tidak memyisakan untukku," Ia mencoba meminum sisa air, tapi botol itu sudah kosong, "Sekarang aku harus mengambil racun dari bibirmu."
Sakura mendekat di atas Sasori, membelai wajah pemuda itu, membisikkan "Aku mencintaimu" yang manis sebelum memempelkan bibirnya di bibir Sasori perlahan.
Sementara itu, di kerumunan penonton
"Teme," bisik Naruto pada Sasuke, "Sepertinya aku pernah mendengar ini sebelumnya?"
Wajah Sasuke pucat seperti lilin, "Sial, mereka hanya berlatih untuk pertunjukkan sialan ini."
"Ohh," Naruto tertawa sedikit, "Hinata memberitahuku bahwa dia mengerjakan tugas ini bersama Inuzuka Kiba."
Sasuke memandang tajam sahabatnya, "Kau tahu?" Ia memukul lengan Naruto dan memakinya dalam bisikan.
Naruto menyadari apa masalah Sasuke dan tawanya menghilang, "Teme, kau benar-benar mengacaukan semuanya sekarang."
"Aku tahu," Sasuke berbisik dan memejamkan matanya, "Sialan, aku sangat bodoh."
"Ini tidak adil," Sakura memulai dialognya lagi di atas panggung, "Aku bahkan tidak bisa mati dengan cara yang sama seperti cintaku," Ia merangkak ke meja samping tempat tidur sesuai skenario dan mengambil pistol mainan, "Sekarang aku akan bergabung denganmu di surga, di mana tidak ada yang dapat memisahkan kita," Ia merangkak kembali ke sebelah Sasori, "Untuk cintaku yang abadi padamu, Romeo-ku yang manis." Ia menempelkan moncong pistol mainan di dadanya dan jatuh di atas Sasori.
Butuh beberapa detik sampai semua orang mulai bertepuk tangan dan bersorak. Shijimi-sensei naik ke atas panggung dengan senyum lebar, memberi selamat pada Sakura dan Sasori. "Pertunjukkan yang sangat berbeda, aku menyukainya."
Sakura dan Sasori berbagi pandangan dan tersenyum, "Terima kasih, sensei."
Mereka berlari turun ke belakang panggung dan berpelukan, "Itu keren, Sasori."
Sasori mengangguk, "Aku menyukainya."
Begitu Sakura selesai membereskan barang-barangnya, ia keluar dari ruang teater untuk bergegas menuju gym. Ia selalu menjadi orang pertama yang pergi ke gym untuk melakukan pemanasan, berbicara dengan gadis-gadis lain di tim dan mempersiapkan musik untuk seleksi, tapi kali ini, ia lebih dari terlambat, jadi ia perlu bergegas. Namun, ketika ia baru melangkah keluar dari ruang teater, ia merasakan sebuah tangan menahan lengannya dan membuatnya menoleh ke belakang, "Sasuke, aku sudah terlambat."
"Aku perlu bicara denganmu," Sasuke terdengar mendesak, "Tolong, ini hal yang serius."
"Aku tidak bisa, tidak sekarang," ucap Sakura, "Aku sangat sibuk."
Sasuke melangkah mendekat dan membelai pipi Sakura, "Saku, hanya semenit."
Sakura menghela napas, "Datanglah ke gym dan aku akan bicara denganmu disana."
"Baiklah," ucap Sasuke dan tersenyum, "Ngomong-ngomong, kau tadi hebat, Saku."
Sakura mengangguk dan menjawab sederhana, "Um... terima kasih," sebelum berlari menyusuri koridor menuju gym.
***
"Oke girls," Sakura mulai memandangi gadis-gadis yang berkumpul duduk di lantai gym. "Kalian semua ada di sini karena kalian menyukai dance dan menghibur orang lain," Ia tersenyum, "Tapi rasa suka untuk sesuatu tidak selalu cukup. Kau juga harus pandai dalam hal itu. Jadi, sebelum kita memulai seleksi, aku akan memberitahukan bahwa aku akan membagi audisi ini menjadi dua babak. Pertama, aku ingin kalian menunjukkan padaku apa yang kalian bisa," ucap Sakura dan anggota tim cheerleaders lainnya di belakang berteriak dan bertepuk tangan. Sakura tertawa sedikit dan melanjutkan, "Yang kedua, dilakukan hanya untuk kalian yang lolos di babak pertama. Di babak kedua ini kalian akan mendapatkan koreografi dari Deidara dan mempraktekkannya," Ia meletakkan tangannya di pinggul, "Terdengar mudah, bukan?"
Gadis-gadis yang duduk di lantai tampak gugup.
"Oh, jangan menatapku seperti itu! Jangan memaksakan diri kalian untuk menjadi yang terbaik di sini, tapi paksakan diri kalian untuk melakukan yang terbaik dari diri kalian sendiri. Tunjukkan pada kami alasan mengapa kami harus memilihmu untuk menjadi bagian dari tim, setuju?" tanya Sakura dan gadis-gadis di hadapannya itu mengangguk pelan, "Keren," Ia memandang asistennya, Tenten, "Bisa kau membawa gadis-gadis ini untuk pemanasan?"
Tenten mengangguk dan memanggil yang lain untuk melakukan pemanasan di sudut gym. Sakura menarik tangan Ino dan mengucapkan semoga sukses sebelum sahabatnya itu bisa bergabung dengan yang lain. "Ingatlah untuk tersenyum," bisiknya ke telinga Ino sebelum melepas pelukannya. Ia duduk di bangku dan mulai memilih soundtrack untuk audisi.
"Bisa kita bicara sekarang?"
Sakura mendongak, "Duduklah, Sasuke."
Sasuke duduk dan Sakura menyilangkan lengannya, menatap pemuda itu.
"Aku brengsek, Saku."
Sakura setengah tersenyum, "Aku sudah tahu itu, katakan padaku sesuatu yang baru."
Sasuke menatap ke bawah, tangannya mengusap rambut hitamnya, "Dengar Cherry, aku salah memahami segalanya."
"Apa?" tanya Sakura, jarinya mengetuk pelan di atas bangku ketika ia mencoba memilih CD, "Lebih spesifik."
Sasuke menghela napas, ia perlu meminta maaf pada Sakura setelah semua omong kosong yang ia katakan pada gadis itu. Sakura tidak pernah berkencan dengan Sasori, Hinata menjelaskan segalanya padanya, bahwa mereka hanya menghabiskan waktu bersama karena mereka berteman dan sedang mengerjakan tugas drama. Sasuke sama sekali tidak mengerti mengapa ia begitu bodoh dan tidak bertanya pada Sakura atau bahkan Hinata tentang Sasori sebelum menarik kesimpulan.
"Aku melihatmu dan Sasori berciuman di kamarmu sebelum Natal dan kupikir kalian berkencan," Sasuke mengakui, "Aku..." Ia menghela napas lagi, "Aku kehilangan akal ketika melihatmu bersamanya."
"Sasori dan aku berciuman?" Sakura menatap Sasuke, ada sorot kebingungan di matanya, "Aku tidak ingat..." Ia memulai dan kemudian tersenyum, "Oh, kami sedang berlatih untuk drama."
Sasuke mengangguk pelan, "Aku baru tahu sekarang, kau harusnya mengatakannya padaku sebelumnya."
"Aku tidak ingat kau pernah bertanya padaku," ucap Sakura dengan sarkastis, "Tapi aku ingat saat kau menyebutku penguntit dan jalang."
"Aku cemburu," Sasuke duduk lebih dekat dengan Sakura dan berbisik, "Itu sebabnya aku meminta Mei menjadi pacarku. Aku ingin kau merasakan apa yang kurasakan."
Sakura menjilat bibir bawahnya, mengusap dagunya, "Um, jadi biar kusimpulkan. Kau memperlakukanku dengan buruk, kau kasar, kau menyakiti perasaanku dan kau membiarkanku pulang sendirian di Malam Tahun Baru karena kau cemburu?"
Sasuke mengangguk, "Ya," Ia meraih tangan Sakura dan mengaitkan jari-jari mereka, "Maafkan aku, Saku. Aku sangat bodoh karena benar-benar percaya kau selingkuh."
Sakura melihat sekeliling untuk memastikan gadis-gadis itu masih melakukan pemanasan dan orang-orang dari tim basket juga sibuk melakukan pemanasan, kemudian ia menatap Sasuke lagi. Pemuda itu benar-benar menyesali semua hal yang dia lakukan padanya, tapi, masih terlalu dini untuk memaafkan pemuda itu setelah semua hal yang dia katakan. Ia masih bisa mengingat sebutan-sebutan yang digunakan Sasuke dan sindiran pemuda itu padanya.
"Aku meneleponmu sehari sebelum kau pulang dari rumah Baasan," Sasuke menunduk, "Dan lelaki bernama Sabaku Gaara mengatakan bahwa dia adalah pacarmu."
"Hm," Sakura menggigit bibirnya dan menganggukkan kepalanya, "Jadi dari sana kau tahu tentang dia," ucap Sakura dan Sasuke mengangguk juga, ia melanjutkan, "Itu masuk akal. Karena aku meminta Kaasan untuk merahasiakannya."
"Terserah," Sasuke menggelengkan kepalanya dan memusatkan perhatiannya pada Sakura lagi. Gaara dan Sasori hanya masa lalu dan ia ingin masa depan bersama Sakura, "Bisa kau memaafkanku, Cherry?"
Sakura tersenyum, "Sekarang kau ingin aku memaafkanmu sehingga kita bisa bertindak seperti sebelumnya?" tanyanya, semakin dekat pada Sasuke dan bisa merasakan parfum pemuda itu.
Sasuke balas tersenyum, menggigit bibir bawahnya untuk menghindari mencium Sakura, "Aku suka itu, Saku."
"Oke, biar kupikirkan sebentar," Sakura berdiri dengan CD di tangannya dan meletakkan jari di dagunya, berpura-pura ia benar-benar berpikir, "Hm, kurasa tidak, tapi terima kasih."
Sakura berbalik dan mulai berjalan ke arah gadis-gadis itu, tapi berhenti dan menoleh ke belakang, "Lagipula, 'situasi'mu bersama Mei, kan?" Ia mengedipkan mata pada Sasuke dan bergabung dengan gadis-gadis lain di sudut gym.
Naruto menunggu sampai Sakura pergi dan duduk di sebelah Sasuke, "Apa yang dia katakan?"
"Sakura tidak memaafkanku, Dobe," ucap Sasuke kecewa, "Sial."
Naruto mengusap kepala kuningnya dan mengangkat bahu, "Sudah kubilang jangan melakukan sesuatu yang akan kau sesali nanti," Sasuke menelan ludah dan Naruto melanjutkan ceramahnya, "Dan sekarang kau di sini, menyesal!" serunya, "Kenapa sih orang-orang tidak mau mendengarkan apa yang kukatakan?"
"Dobe, diamlah," bentak Sasuke pada sahabatnya, "Aku perlu mencari cara untuk mendapatkan Sakura kembali. Bantu aku."
"Kau sahabatku dan aku menganggapmu sebagai saudaraku sendiri, tapi kau masuk ke dalam kekacauan ini sendiri, Teme," Naruto berdiri dan menepuk pundak sahabtnya, "Jadi keluarlah dari situ sendiri."
"Sial," Sasuke membiarkan erangan keluar dari mulutnya sebelum berdiri dan berjalan ke lokernya untuk berganti ke seragam basketnya. Begitu ia melangkah masuk ke gym lagi, Mei berlari ke arahnya, melompat ke lengannya dan menciumnya di depan seisi gym. Sasuke menatap Sakura dari sudut matanya dan melihat gadis itu memutar matanya dan kemudian mengalihkan perhatiannya ke gadis-gadis yang mengikuti audisi.
Sasuke mendorong Mei menjauh darinya, "Kau harus berlatih untuk seleksi, bukan di sini menciumku."
Mei memutar matanya, "Hanya ingin ciuman keberuntungan, Saskey."
"Sial," bentak Sasuke kasar, "Aku Sasuke. Aku benci kalau kau memanggilku Saskey."
"Ya ampun," Mei menampar dada Sasuke dengan main-main, "Santai saja, Saskey."
"Aku bosan dengan ini, Mei. Kita putus."
Mulut Mei ternganga, "Apa?! Kenapa? Karena nama panggilan?"
"Karena," ucap Sasuke kesal, "Aku ingin sendiri."
"Kau baby-ku, ayolah," Mei merengek dan memegang erat kaos Sasuke, "Sasu-kun, kumohon."
Sasuke menggelengkan kepalanya, "Aku bukan baby siapa-siapa."
Sasuke berlari ke arah Naruto dan Mei berlari kesal keluar dari gym. Sakura tersenyum pada dirinya sendiri, tidak ada Mei dalam tim tampak luar biasa. Ia berbalik dan melihat para gadis berlatih gerakan dance mereka untuk babak pertama audisi. Matanya tertarik pada gerakan Shion. Gadis itu tersenyum dan melambai pada Sakura dengan gembira ketika menyadari tatapan Sakura padanya. Shion sangat berbakat, yang terbaik di sana dan mungkin akan menjadi bagian tim di akhir audisi.
Sakura memberi Shion senyum tulus, jika Shion bergabung di tim, ia akan memperlakukannya dengan baik, tapi kali ini, benar-benar baik. Oh betapa ironisnya hidup kadang-kadang...
***
To be continued
To be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)