expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Touch



Jam dinding sudah menunjukkan pukul tiga sore, tapi kedai Paman Teuchi masih saja ramai, bahkan kini bertambah ramai dengan adanya Naruto beserta teman-temannya yang entah sedang membicarakan hal seru apa hingga mereka tertawa terbahak-bahak.
Paman Teuchi hanya tersenyum melihat mereka, ia tak menyangka persahabatan di antara mereka akan terjalin begitu erat hingga bertahun-tahun. Entah memang kebetulan atau memang takdir telah menggariskan bahwa mereka akan selalu satu sekolah dari dulu sejak mereka sekolah dasar hingga sekarang mereka telah menginjak remaja dan bersekolah di salah satu sekolah menengah atas terfavorit di sana.
Sebagai remaja, tingkat kesibukan mereka memang meningkat jika dibanding saat di sekolah dasar dulu, ditambah lagi kini mereka tak pernah sekelas dan itu membuat mereka kesulitan untuk menghabiskan waktu bersama tanpa berbenturan dengan jadwal pribadi mereka. Kemungkinan mereka bisa satu kelas sangatlah kecil, mengingat sekolah yang mereka tempati sekarang mempunyai berderet-deret kelas di setiap angkatannya.
Dan kini, mereka ingin menikmati kebersamaan yang sangat langka ini, jarang sekali mereka bisa seperti ini, di sekolah pun jika mereka bertemu satu sama lain mungkin hanya bisa sekedar menyapa dan mengobrol singkat.
"Um... Apa Sasuke-kun akan datang?" Suara ragu-ragu Sakura mengalihkan perhatian teman-temannya.
"Kenapa? Kau merindukannya, ya?" Goda Naruto dan berkedip-kedip jahil.
"T-Tidak! Bukan begitu..." Sakura tersenyum awkward.
"Tentu saja dia akan datang! Jika dia tak datang, akan kubuat wajahnya menjadi lebih buruk daripada Orochimaru-sensei!" Couji mengangkat tinjunya di depan wajahnya. "Dan kupastikan gadis-gadis di sekolah kita tak akan memuja ketampanannya lagi! Mereka akan memuja ketampananku yang tersembunyi ini." Couji terkekeh-kekeh sendiri.
"Kau menjijikkan." Gumam Shikamaru pelan, sebelum kembali memejamkan mata. Yang untung saja tak terdengar sampai ke telinga Couji.
Mengabaikan Couji yang membanggakan dirinya sendiri, Hinata memilih untuk memperhatikan sahabat perempuannya, "Sakura-chan, kau kenapa? Kau sakit?" Tanyanya khawatir.
"Kau banyak diam hari ini. Kau aneh." Ino turut memberikan komentarnya.
Sakura tersenyum, "Aku tidak apa-apa, aku hanya—"
"Apa aku melewatkan sesuatu?"
Suara seseorang mengintrupsi mereka, tepatnya seorang pemuda berambut hitam kebiruan yang berdiri tak jauh dari tempat duduk mereka.
"Eh, Sasuke, ayo duduk di sini!" Seru Ino.
"Kau telat, Teme." Naruto mencibir saat Sasuke berjalan mendekat dan berdiri di dekatnya.
Couji tiba-tiba berdiri dan menyipitkan mata, "Kenapa kau harus datang, sih! Aku jadi tak punya alasan untuk memukul wajahmu itu! Kau tahu, sebenarnya aku ini lebih tampan darimu!" Ia terus mengoceh. "Huh! Gagal sudah impianku dipuja-puja gadis-gadis di sekolah! Ini gara-gara kau, Sasuke!"
Perempatan siku muncul di dahi Sasuke, "Apa maksudmu? Apa masalahmu?"
"Gara-gara kau gadis-gadis di sekolah tak melirikku! Aku ini lebih tampan darimu, bodoh."
"Jangan mengada-ada! Kau itu yang bodoh! Mana ada gadis yang mau denganmu. Dasar bodoh!" Ketus Sasuke.
"Dasar tukang tebar pesona!"
"Aku tidak tebar pesona! Mereka saja yang mengejar-ngejarku!" Sasuke merasa kepalanya akan meledak.
"Cih. Dari dulu kau memang suka tebar pesona." Couji meremehkan.
"Aku tidak suka tebar pesona!"
Couji mencibir, "Mengaku saja! Kau—"
"Bisakah kalian diam?!" Bentakan dari Sakura sukses membuat keduanya bungkam. "Dan kau Couji, bisakah kau tak cari ribut sehari saja?" Sakura mengerutkan kening, ia benar-benar kesal dengan tingkah keduanya, terutama Couji yang selalu mancari-cari masalah. Ia menoleh ke arah Sasuke, "Kau duduk saja."
Seringai Sasuke mengembang, "Kau membelaku kan, Sakura?" Ia duduk di samping Sakura dan menatap lurus gadis itu, jangan lupakan dengan seringainya yang masih terpasang di wajahnya. Ah, ia selalu senang melihat wajah gadis itu. Lucu, manis, dan menggemaskan.
"A-Apa? Tidak!" Sakura memalingkan wajahnya. "Jangan dekat-dekat, Sasuke-kun!" Ia memperingatkan tanpa memandang wajah pemuda itu.
Sasuke menyeringai lagi dan menggeser duduknya semakin dekat dengan gadis itu, "Hei..." Panggilnya, memegang tangan gadis itu. Tapi tindakan reflek dari Sakura membuat seringai Sasuke luntur.
Sakura menepis tangan Sasuke dan berdiri. "Aku kan sudah memperingatkanmu jangan dekat-dekat denganku! Apalagi menyentuhku!" Ucapnya marah.
Hinata, Ino, Naruto, dan Couji yang terkejut dengan reaksi Sakura ikut berdiri, kecuali Shikamaru yang sepertinya sedang mimpi indah. Mereka tak menyangka gadis itu akan bereaksi seperti ini. "Sakura-chan, kau kenapa?" Hinata angkat bicara dan menatap cemas sahabatnya itu.
Naruto mengangguk-angguk, "Kau memang aneh sekali hari ini. Kurasa Sasuke sudah biasa bersikap begitu padamu, tapi kau bereaksi berlebihan sekali. Apa kau sedang ada tamu bulanan?" Tebaknya tanpa dosa.
Ino melotot pada Naruto yang berada di sampingnya, dan menyikut pinggang pemuda itu. "Kau diam saja!" Desisinya. Naruto hanya menyengir.
Sedangkan Couji, menutup mulutnya rapat-rapat. Ia tak mau lagi mendapat bentakan dari gadis-gadis galak di hadapannya itu. Diam saja lebih baik, bukan.
Sasuke turut berdiri dan akan mendekati Sakura jika saja gadis itu tak memperingatkannya lagi. "Kubilang jangan mendekat, Sasuke-kun!" Sakura mundur perlahan. "Aku pulang saja." lanjutnya lagi, tanpa menunggu persetujuan dari teman-temannya, ia berbalik dan melangkah menjauh. Meninggalkan teman-temannya yang menatapnya dengan pandangan heran sekaligus cemas.
Sebelum Sakura hilang dari pandangan, Sasuke bergegas menyusul dan menarik pergelangan gadis itu hingga berbalik menghadapnya. Rahang Sasuke mengeras mendapat sikap buruk seperti ini dari Sakura. Kemana gadisnya yang manis namun menyebalkan itu. "Kau sebenarnya kenapa, Sakura?"
Sakura tak menjawab, ia sibuk meronta, mencoba melepaskan cengkraman Sasuke di tangan kirinya. "Lepaskan! Lep—"
"Tidak sebelum kau menjawabku!"
"Lepaskan aku atau aku akan membencimu selamanya." Ancam Sakura, berhasil membuat Sasuke mengendurkan cengkeramannya. Dan Sakura mengambil kesempatan itu untuk kabur dan menjauh dari pemuda itu.
Sasuke merasakan tepukan di pundaknya. "Mungkin dia sedang ada masalah. Dia memang aneh sejak tadi, sebelum kau datang dia memang terlihat gelisah." Ucap Naruto pada sahabatnya itu.
"Biar nanti aku bicara dengannya. Kau tak perlu khawatir." Ino tersenyum menenangkan.
Sasuke hanya diam, memandang lurus ke arah Sakura pergi tadi. Ia tak berminat merespon ucapan Ino dan Naruto sampai ia mendengar, "Sakura-chan sangat mengerikan." Suara itu pelan, pelan sekali, tapi sayangnya Sasuke cukup bisa mendengarnya. Ia menoleh ke sumber suara itu. Siapa lagi kalau bukan Couji.
"Kau mengatakan sesuatu, Couji?" Desis Sasuke.
Couji memandang Sasuke terkejut, "Eh? A-Aku tidak mengatakan apapun, kok! Sungguh!"
"Katakan sekali lagi, dan kupastikan kau tak bisa makan seminggu." Setelah berkata seperti itu, Sasuke berjalan pergi.
"Oi! Kau mau kemana?" Teriak Naruto heran.
"Aku tak ada urusan lagi di sini." Jawab Sasuke datar tanpa berniat menoleh dan berhenti melangkah. Buat apa juga ia tetap di sana, jika gadis yang dirindukannya pun sudah pergi. Begitulah setidaknya menurut Sasuke.
***
Ruang tamu itu terasa hening dan mencekam, padahal ada suara televisi yang sedang menayangkan kartun lucu Spongebob Squarepants.
Ruang tamu itu terasa pengap dan panas, padahal ada kipas angin dan dua gelas es lemon segar.
Itulah yang dirasakan Ino sekarang. Bagaimana tidak, bayangkan saja, ia kini sedang berada di ruang tamu sahabat perempuannya. Dan buruknya, sahabatnya itu mengabaikannya, menjawab dengan malas-malasan, dan sekarang malah mendiamkannya.
Oh Tuhan, ia benar-benar ingin pergi dari sini, cepat-cepat angkat kaki dari sini.
Tapi tidak! Ia harus bertahan sampai ia mendapatkan apa yang menjadi tujuannya.
Ino menarik napas dalam-dalam dan memandang gugup sahabatnya yang duduk di seberangnya. "Um... Saku. Kau tahu cara cepat untuk mengerjakan soal yang ini? Aku tidak—"
"Kau tahu caranya, Ino. Kemarin aku sudah mengajarimu, apa kau lupa?" potong Sakura. Ia mendesah, "Katakan saja tujuanmu datang ke sini. Kau tak akan repot-repot datang ke sini hanya untuk memintaku mengajarimu Matematika, kan. Itu sama sekali bukan dirimu."
Skak mat. Ternyata sahabatnya itu sudah mencium rencana terselubungnya, pikir Ino. "Tapi aku—"
"Katakan saja, aku tak akan marah." ucap Sakura dengan senyum kecil. Membuat Ino sedikit lega melihat sahabatnya itu.
Ino menghela napas, "Baiklah," ia menutup buku Matematika yang sebenarnya ia gunakan hanya untuk mendukung aksinya di depan Sakura. Tapi sepertinya sahabatnya itu tak mudah dibohongi.
Ino menatap sahabatnya serius, "Apa kau mau berbagi padaku tentang masalahmu? Kau terlihat berbeda sekali akhir-akhir ini. Apalagi sikapmu pada Sasuke, kau sangat sensitif sekali." Akhirnya ia mengutarakan juga maksud kedatangannya.
Sakura menunduk, "Aku... Aku tidak tahu, Ino."
Ino menggeser duduknya hingga berhadapan dengan sahabatnya itu, ia menaruh kedua tangannya di pundak Sakura. "Ceritakan saja padaku. Aku ini sahabatmu, kau bisa cerita apa saja padaku, mungkin aku bisa membantumu. Jika kau memang ada masalah dengan Sasuke, bicarakan baik-baik dengannya. Kau tahu? Dia terlihat kecewa kau bersikap begitu padanya."
Sakura tersenyum lalu memeluk sahabatnya itu, "Terima kasih. Kau sahabat yang baik. Maaf aku belum bisa cerita padamu."
Ino mengangguk, "Ceritakan saja saat kau siap, aku akan mendengarkan."
***
Hari sudah hampir sore, langit pun sudah tak sabar untuk mengubah warnanya menjadi jingga. Sejingga warna bola berukuran besar yang kini dipantul-pantulkan oleh Sasuke.
Ya. Bola berukuran besar itu adalah bola basket. Bola yang menemani Sasuke saat ini, hanya bola, tak ada teman ataupun lawan main. Teman satu timnya sudah pulang satu jam yang lalu, dan sekolah sudah bubar sekitar tiga jam yang lalu.
"Sial." Sasuke melempar asal-asalan bola yang dipegangnya, lalu duduk bersandar di tiang ring. Ia memejamkan matanya, kilasan gambar seseorang memenuhi pikirannya. Seseorang yang ia rindukan, seseorang yang akhir-akhir ini menghindarinya, seseorang yang—
"Sasuke-kun."
—kini ada di hadapannya.
Sungguh tak bisa dipercaya, baru saja ia memikirkan tentang gadis ini, dan beberapa detik setelahnya gadis ini sudah ada di hadapannya. Apa ia sedang berhalusinasi? Hell.
Sasuke menggelengkan kepalanya pelan lalu berdiri. "Sakura? Sedang apa kau di sini? Ini sudah sore, seharusnya kau pulang." ucapnya.
"Aku menunggumu."
Senyum Sasuke mengembang, ia bangkit mendekati Sakura dan mengangkat tangannya untuk membelai pipi gadis itu.
Awalnya ia ragu, mengingat Sakura yang selalu menolak untuk disentuh akhir-akhir ini, tapi setelah melihat tak ada reaksi apapun dari gadis itu, Sasuke memberanikan diri untuk mencium pipi gadis itu.
Ia menempelkan keningnya pada kening Sakura, dan terus membelai pipi gadis itu dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya menggenggam tangan kanan gadis itu. "Latihanku selesai satu jam yang lalu, kenapa kau tak segera ke sini?"
Sakura memejamkan matanya. Tuhan, jantungku... Apa aku akan mati sekarang. "Maaf, aku sedang membaca novel dan lupa waktu. Kukira kau sudah pulang, tapi ternyata kau masih di sini."
Sasuke mengangguk mengerti, dan mengecup sekilas sudut bibir gadis itu lalu menarik diri. "Ayo pulang."
"Tunggu, um, ada yang ingin kubicarakan denganmu." Sakura menggigit bibir bawahnya.
"Apa?" Sasuke memandang heran.
"Kurasa... kita harus putus."
"..."
"..."
"...Sakura?" Sasuke menatap gadis itu tak percaya, "Jangan bercanda."
"Aku serius, Sasuke-kun." Sakura menundukkan kepalanya, menarik tangannya dari genggaman Sasuke. "Aku merasa... hubungan kita memang—"
"Hentikan omong kosongmu." Tatapan Sasuke pada Sakura tampak tak bisa di deskripsikan, "Tak ada masalah apapun di antara kita, dan kau tiba-tiba ingin mengakhiri hubungan kita? Yang benar saja!"
"Kau tak mengerti!"
"Memang! Aku tak mengerti. Kau tak pernah mengatakan apapun padaku. Tiba-tiba kau menghindariku, kau tak mau dekat denganku, kau juga tak mau kusentuh. Apa maksudmu dengan semua itu, Sakura?" Sasuke memandang gadisnya putus asa.
Sakura menggelengkan kepalanya frustasi, "I-Itu... karena itu aku ingin putus."
"Apa? Karena apa?" desak Sasuke.
"Aku tak ingin kau menyentuhku!" Sakura menjerit. "Aku tak ingin dekat denganmu!" Sasuke terbelalak tak percaya. Ia tak salah dengar, kan?
"Kenapa?" Sasuke berucap lirih. "Apa aku menyakitimu? Dulu kau tak pernah protes apapun. Dan kau juga tak protes saat aku menciummu barusan, bahkan kita pernah lebih jauh dari ini dan kau sama sekali tak pernah protes. Aku sama sekali tak mengerti jalan pikiranmu."
"Anggap saja yang barusan adalah kesempatan terakhirmu menyentuhku." ucap Sakura pelan.
Sasuke menatap Sakura, ada kilatan kecewa terlukis di mata pemuda itu. "Beritahu aku apa alasanmu sebenarnya."
Sakura memalingkan wajah, "Aku mau pulang." Ia berbalik dan berjalan cepat, tapi dengan sigap Sasuke memeluknya dari belakang.
"Katakan, Sakura. Beritahu aku alasanmu."
Sakura meronta, "Lepaskan!"
"Tidak!"
"Lepaskan, Sasuke! Sudah kubilang jangan menyentuhku, kau akan membunuhku!"
Sasuke membeku, dan Sakura mengambil kesempatan itu untuk melepaskan diri dan pergi dari sana.
***
Sakura berbaring di tempat tidurnya, kedua matanya bengkak, tampak sangat jelas jika ia selesai menangis. Jam dinding di kamarnya telah menunjukkan pukul satu siang, itu berarti sudah hampir seharian ia mendekam di kamarnya. Dan sudah tiga hari pula ia seperti ini, hanya mandi, makan, lalu berbaring di kamar.
Kedua orangtuanya pun tadi pagi sempat marah-marah padanya karena berani sekali ia membolos sekolah—lagi, tetapi ia tak peduli. Di dalam pikirannya kini hanya ada sosok berambut hitam kebiruan.
Entah harus menyesal atau bagaimana, Sakura merasa ini sangat menyakitkan baginya, bahkan seluruh tubuhnya pun ikut terasa sakit.
Ini semua juga membingungkan baginya, seharusnya ia senang dengan keputusannya ini, dengan begini, Sasuke tak akan mendekatinya lagi. Tapi kenapa sekarang ia malah menginginkan Sasuke berada di sisinya, menyentuhnya lembut dengan tangan hangatnya. Ia benar-benar merindukan sosok itu.
Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunan Sakura, ia bangkit dan duduk, "Siapa?" tanyanya dengan suara parau.
"Ini aku Ino. Apa aku boleh masuk?" ucap suara dari balik pintu.
"Masuk saja, pintunya tidak dikunci." ucap Sakura pelan, tapi cukup terdengar oleh Ino.
Setelah menutup pintu di belakangnya, Ino berjalan menghampiri sahabatnya dan duduk di tepi tempat tidur. "Bagaimana keadaanmu? Kau sudah tiga hari tak masuk, membuatku khawatir saja."
Sakura mengedikkan bahu, "Seperti yang kau lihat. Apa aku terlihat menyedihkan?"
Ino mengangguk, "Kau sangat menyedihkan, Saku. Tapi lebih menyedihkan Sasuke, kau tahu. Dia menjadi lebih pendiam dan cepat marah dari biasanya."
Sakura menunduk, "Aku tak mengerti dengan diriku sendiri."
"Sakura, kau mau berbagi denganku? Yeah, itupun kalo kau mau cerita—"
"Aku akan menceritakannya."
Ino tersenyum lebar dan mengangguk, "Aku akan menjadi pendengar yang baik."
Sakura menarik napasnya dalam-dalam sebelum bercerita, "Selama ini aku..."
***
Sasuke berjalan gontai menuju kedai Paman Teuchi, tadi pagi-pagi sekali Naruto mengiriminya pesan teks bahwa akan ada 'rapat penting' di kedai ramen itu. Dan itu berarti ia harus berangkat lebih pagi untuk 'rapat penting' yang mereka maksud agar tak terlambat ke sekolah.
Ia mendengus kasar saat matanya menangkap teman-temannya yang tengah bercanda, kecuali Shikamaru yang tampak mengantuk, tentu saja. Apa mereka tak memikirkan perasaannya? Apa mereka senang tertawa di atas penderitaan orang lain? Pikiran-pikiran negatif bermunculan di kepala Sasuke.
Saat Sasuke telah bergabung dengan mereka, ia bisa melihat ekspresi-ekspresi tengil di wajah teman-temannya. Tapi ia memilih untuk mengabaikannya, "Apa cuma kita?"
Couji yang paham maksud Sasuke langsung angkat bicara, "Kau berharap Sakura-chan bergabung dengan kita?"
Sasuke tak menjawab. Tapi di dalam hatinya ia mengerti maksud perkataan Couji, bahwa Sakura pasti menolak karena ada dirinya disana.
Sasuke mendesah, "Jadi? Apa yang ingin kalian bicarakan. Langsung saja."
Hinata berdeham, "Kami sarankan kau pergi menemui Sakura-chan. Dia membutuhkanmu."
Sasuke mengangkat satu alisnya, "Untuk apa lagi? Kau jangan mengarang, dia sudah tak membutuhkanku."
Naruto menggeleng, "Kau tahu Teme, Sakura-mu itu ternyata sungguh menggemaskan. Aku sudah mendengar semuanya dari Ino." Naruto terkekeh sendiri.
"Meskipun dia pintar, ternyata sebenarnya dia sangat bodoh, kau harus segera menyadarkannya, Sasuke." Setelah berkata seperti itu, Ino turut tertawa mengikuti Naruto.
"Aku juga tak menyangka." Couji memberi komentar seraya tertawa, "Padahal kalian sudah melakukan 'iya iya'. Tapi kenapa Sakura-mu itu masih saja tak mengerti. Apa saja yang kau lakukan padanya, Sasuke." tawa Couji semakin keras, tapi berubah masam dalam hitungan detik ketika Ino menyikutnya.
"Itu rahasia pribadi mereka. Kau tak perlu membahasnya, Couji!" Ino melotot galak.
Sasuke mengernyit kesal, "Sebenarnya apa yang kalian bicarakan? Jangan membuatku bingung."
"Seperti yang Hinata-chan katakan, kau temui dulu Sakura-chan, dan tanyakan langsung padanya. Dan semuanya beres." Naruto menepuk-nepuk pundak Sasuke.
Sasuke diam sejenak, memikirkan sesuatu. "Apa aku tak bisa menemui Sakura di sekolah saja hari ini? Apa dia tak masuk sekolah lagi?"
Hinata mengangguk, "Sakura-chan membolos lagi hari ini. Jadi temui saja dirumahnya."
"Apa tidak apa-apa?" ucap Sasuke ragu. "Maksudku... aku hanya malas berhadapan dengan orangtuanya." ia menghela napas kasar. Terakhir kali ia bertemu dengan ayah Sakura, ia mendapat ceramah dua jam lebih karena kepergok mencium pipi anak gadis kesayangannya itu.
Couji menyeringai, ia mendekat ke arah Sasuke, menepuk pemuda itu, "Tentang orangtua Sakura-chan kau tenang saja, mereka sedang bepergian ke luar kota sejak tadi pagi-pagi sekali. Mungkin nanti malam baru pulang."
Ino mengangguk, "Benar. Semalam ibu Sakura meneleponku, memintaku untuk menemani Sakura hari ini. Tapi lebih baik kau saja yang menemani dia, Sasuke."
Couji merogoh saku celananya, "Dan ini, aku sudah curi satu kunci cadangan rumah Sakura. Nih ambil. Aku sedang baik padamu." ia menyerahkan kunci itu pada Sasuke.
"Jadi, kapan kau akan ke sana?" tanya Naruto.
Sasuke berdiri, "Aku akan ke sana sekarang. Aku membolos hari ini." Tanpa basa-basi lagi, ia segera berjalan pergi menuju rumah Sakura. Ia harus segera menyelesaikan ini.
***
"Sakura..."
Kedua mata Sakura terbelalak, suara itu...
Ia bangkit dari posisi berbaringnya lalu berbalik cepat ke arah pintu. Di sana sosok berambut hitam kebiruan tengah berdiri menatapnya. "S-Sasuke-kun... bagaimana kau bisa masuk?"
Sasuke menutup pelan pintu kamar Sakura lalu mendekati gadis itu. "Itu tidak penting." Ia duduk di tepi ranjang. "Sakura, aku mohon katakan yang sebenarnya alasanmu tak ingin lagi bersamaku."
Sakura mendesah, "Apa Ino yang menyuruhmu ke sini?" Sasuke hanya mengangguk. "Kemarin dia ke sini, dia menyarankanku untuk memberitahumu tentang alasanku. Katanya aku akan menyesal jika aku tak memberitahumu apapun."
"Jadi katakan sekarang, Sakura."
Sakura terdiam sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya, "Selama ini aku merasa ada yang aneh pada tubuhku. Aku sudah memeriksakannya ke dokter, tapi hasil yang kudapat mengatakan jika aku baik-baik saja."
Sasuke menatap Sakura khawatir, "Apa? Kau sakit?" Ia meringsut mendekat, menggenggam kedua tangan Sakura. Ia semakin mengeratkan genggamannya saat gadis itu memejamkan mata dan menggigit bibir. "Sakura, katakan. Apa yang salah? Mana yang sakit?"
Sakura membuka kedua matanya dan menatap Sasuke berkaca-kaca, "Apa kau akan membunuhku?"
Sasuke menatap terkejut ke arah Sakura, "Apa maksudmu? Tentu saja tidak. Aku tak akan melakukan hal sekeji itu padamu. Kau tahu aku mencintaimu."
Sakura menatap Sasuke dengan tatapan yang sulit diartikan, "Kau tahu, saat kau menyentuhku, aku merasa akan mati saat itu juga."
"Katakan dengan jelas, Sakura. Kau membuatku takut."
"Aku merasa ada yang aneh. Sejak bersamamu, detak jantungku tak normal, Sasuke-kun. Dan semakin lama semakin aneh saja." Sakura mengerutkan kening.
"Apa kau sekarang merasa begitu?" tanya Sasuke. Sakura hanya mengangguk. "Apa tadi sebelum aku datang kau sudah merasakannya?"
Sakura menggeleng, "Aku sehat-sehat saja tadi. Tapi setelah kau datang, kupikir aku akan mati sekarang. Tubuhku tak normal, Sasuke-kun."
"Apa saja yang kau rasakan saat bersamaku?" Sasuke terus menggenggam tangan gadis itu, ia harus memastikan ini.
"Aku... Aku merasa tubuhku menegang, detak jantungku tak normal, dan saat kau menyentuhku aku merasa tersengat listrik. Padahal jika aku tak bersamamu aku merasa baik-baik saja. Kurasa jika aku terus bersamamu dan terus begini, aku akan mati. Jadi aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kita saja, Sasuke-kun." Sakura menatap Sasuke takut-takut, "Apa yang kau lakukan padaku? Apa kau penyihir? Apa kau ingin membunuhku?"
Sasuke cukup terkejut mendengar pengakuan Sakura, dan itu membuatnya ingin sekali tertawa, "Jadi kau memutuskanku karena ini? Kau ingin berpisah dariku karena ini?"
Sakura mengangguk pelan, "Semakin lama aku bersamamu, rasa itu semakin besar. Jadi kupikir, berpisah adalah solusi terbaik, aku bisa hidup normal dan sehat setelahnya." Sakura memejamkan matanya, "Tapi entah kenapa, setelah berpisah denganmu, di sini sakit sekali, Sasuke-kun." Ia memegang dadanya, "Dan aku malah merindukan rasa tak normal saat bersamamu itu."
Sasuke tersenyum, ia tak menyangka gadisnya ini bisa sepolos itu. Apa gadisnya ini terlalu banyak membaca buku pelajaran? Hingga rasa seperti itu pun tak mengerti? Benar apa yang diucapkan teman-temannya tadi, Sakura-nya ini benar-benar menggemaskan.
Tanpa peringatan, Sasuke menarik gadis itu ke dalam pelukannya, "Jangan berontak dulu. Katakan, apa yang kau rasakan saat aku memelukmu seperti ini?"
Sakura menurut, ia tak memberontak sama sekali dalam pelukan Sasuke, "Rasa itu, rasa itu semakin besar. Apa kau mencoba membunuhku? Apa aku akan mati, Sasu?" gumamnya pelan.
Sasuke terkekeh, "Sakura, rasa yang kau rasakan itu akan muncul jika kau berada sangat dekat dengan seseorang yang kau cintai, bahkan saat kau memikirkan orang itu, rasa itu akan muncul walaupun tak sebesar saat kau berhadapan langsung dengannya. Kau mengerti?"
Sakura hanya terdiam.
Sasuke melonggarkan pelukannya dan menatap lembut gadisnya itu, "Jika kau merasakan itu saat bersamaku, itu karena kau mencintaiku."
"Tapi..." Sakura menatap Sasuke ragu-ragu, "Aku tak merasa seperti itu jika bersama Kaasan ataupun Ino, padahal aku mencintai mereka. Apa kau mencoba menipuku?"
"Tentu saja tidak, apa aku terlihat seperti seorang penipu?" Sasuke tersenyum lalu mencium kening gadis itu, "Rasa cinta itu berbeda-beda, Sakura. Tergantung untuk siapa kau memberikannya. Sepertinya kau harus banyak-banyak belajar."
"Kau mau mengajariku?"
"Tentu saja." Sasuke mengeratkan lagi pelukannya. Mencium puncak kepala gadis itu. Ia tersenyum saat merasakan lengan gadis itu melilit di pinggangnya, membalas pelukannya. "Sakura, kenapa kau tak pernah mengatakan ini padaku?"
"Aku tak ingin membuatmu khawatir."
"Kau tahu, aku juga merasakan hal yang sama sepertimu, Saku. Dan aku menikmati itu, karena aku mencintaimu."
Sakura mendongak, "Benarkah?" Kedua matanya berbinar-binar. "Apa tak apa-apa jantung kita seperti ini? Kita tak akan mati, kan?"
Sasuke tersenyum, ia menangkup wajah Sakura dengan kedua tangannya, "Nikmati saja rasa itu." Ia menekan bibirnya ke bibir gadis itu. Lengannya bergerak mendorong pelan bahu Sakura agar berbaring telentang. Ia melumat lembut bibir Sakura hingga membuat gadis itu melenguh.
"Jangan pernah seperti ini lagi." ucap Sasuke setelah melepas ciumannya. Menatap lekat gadis yang kini berada di bawahnya.
Sakura mengangguk, "Maafkan aku." Tangannya bergerak menyentuh rambut Sasuke dengan lembut.
Sasuke tersenyum, "Kalau boleh kutahu, sejak kapan kau menganggap jantungmu bermasalah jika dekat denganku, hm?"
"I-Itu..." Kedua pipi Sakura merona, membuat Sasuke mengangkat alisnya, namun sedetik kemudian menyeringai setelah mendengar Sakura berkata, "S-Sejak kita m-melakukan... Uh, kau pasti mengerti maksudku, Sasuke-kun!"
Seringai Sasuke semakin lebar, "Seperti ini?" ia menyelusupkan tangannya di balik kaos Sakura dan mengusapnya pelan, membuat gadis itu menegang.
"S-Sasu! J-Jauhkan tanganmu. A-Aku tak ingin mati sekarang terkena serangan jantung."
Sasuke menarik tangannya, lalu mengecup pipi Sakura, "Aku senang kau bereaksi seperti ini terhadap sentuhanku."
"Apa aku akan baik-baik saja jika seperti ini terus? Aku tak akan mati terkena serangan jantung, kan?" ucap Sakura cemas, ia masih ragu-ragu.
"Aku jamin tidak. Percayalah padaku. Dan seperti yang kubilang tadi, nikmati saja rasa itu, nikmati apa yang aku lakukan padamu." Sasuke menyembunyikan wajahnya di perpotongan antara leher dan bahu Sakura.
Sakura mengusap lembut kepala Sasuke. Pemuda itu menggeram rendah, perlakuan lembut Sakura membuatnya ingin memakan gadis itu sekarang juga. Ia semakin menenggelamkan wajahnya dan berbisik, "Bolehkah aku... kau tahu..." ucap Sasuke menggantung.
Sakura menegang, ia tahu maksud Sasuke, "J-Jika aku menolak?"
"Benarkah..." suara Sasuke terdengar serak. Dan itu sangat seksi di telinga Sakura.
Sakura menelan ludah, "Tapi... terakhir kita melakukannya, k-kau membuatku pingsan. A-Aku..."
Sasuke mengangkat kepalanya dan menatap Sakura lekat, "Aku akan lebih lembut, aku janji."
Sakura merona, "B-Baiklah."
Jawaban Sakura sukses membuat Uchiha Sasuke menyeringai lebar.
***
The End.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)