Sakura duduk gelisah di salah satu kursi tunggu sebuah klinik. Perasaannya campur aduk. Ia sungguh merasa bersalah, hanya karena untuk melindunginya dari serangan penjahat yang mencoba mencuri tasnya beberapa menit yang lalu, Sasuke rela terluka demi dirinya.
Memang, luka Sasuke tak terlalu parah, hanya sobek di bagian tangan kirinya dan mengharuskan tangan pemuda itu di perban. Tapi tetap saja, Sakura merasa ini semua salahnya.
Seandainya saja ia tak memaksa Sasuke untuk menemaninya jalan-jalan malam ini, pasti pemuda itu masih berbaring nyaman di rumahnya, menonton televisi, bermain game, dan tak perlu terluka karena dirinya.
Tapi di sisi lain, jika ia tak memaksa Sasuke menemaninya jalan-jalan...
Sakura meraba bibirnya dengan jarinya, bibirnya masih terasa sedikit hangat akibat ciuman pemuda itu di taman tadi.
Ah, ciuman mereka.
Sakura memejamkan mata dan menggelengkan kepalanya, mencoba menghapus bayangan itu dari pikirannya. Bisa-bisanya ia memikirkan hal itu di saat Sasuke tengah mendapatkan perawatan di dalam sana.
Tapi... Uh! Kenapa wajah Sasuke saat menciumnya tadi tak mau hilang dari pikirannya. Apalagi bibir itu...
Bibir pemuda berambut hitam itu...
"...kura... Sakura?"
Gadis berambut pink itu reflek membuka matanya dan mendongak, kentara sekali ia terkejut saat mendapati seseorang yang sedang merecoki pikirannya tengah berdiri di hadapannya. "...Eh, S-Sasuke-kun?"
"Kau kenapa?" Sasuke duduk disamping Sakura dan menatap gadis itu, apalagi kini wajah gadis itu tengah memerah. Entah apa sebabnya, Sasuke tak yakin. "Apa kau perlu periksa juga?"
"A-Aku tidak apa-apa." ucap Sakura seraya menggelengkan kepalanya. Ia mengumpat dalam hati, kenapa melihat wajah Sasuke membuat pikirannya berfantasi semakin liar. "Umm... bagaimana tanganmu? Apa kita pergi ke rumah sakit saja?" tambahnya lagi, mencoba menutupi kegugupannya.
"Tidah usah. Mungkin lima atau enam hari juga sembuh." ucap Sasuke mengangkat bahu.
Hell. Sakura mau mati saja rasanya melihat wajah datar di hadapannya. Bagaimana bisa Sasuke bersikap sangat santai begitu?
Sekilas Sasuke melihat jam dinding yang tergantung di klinik itu, lalu kembali menatap Sakura. "Sebaiknya kita pulang sekarang, ini sudah malam. Ayo."
Setelah berkata seperti itu, Sasuke bangkit dari duduknya dan berjalan mendahului Sakura.
Merasa bahwa gadis itu tak mengikutinya, ia berbalik dan mendapati Sakura tengah menunduk dan masih tetap ditempatnya. "Sakura?"
Sakura tersentak, "A-Ah, i-iya. Ayo!" Ia bangkit dari duduknya lalu berjalan cepat melewati Sasuke.
Sasuke hanya bisa mengangkat satu alisnya melihat sikap aneh Sakura. Apa dia sakit?
***
"Sakura? Kita akan kemana? Ini bukan jalan ke rumahmu." Sasuke mengernyitkan alis, menatap jalanan yang mereka lewati sekarang.
"Memang. Aku ingin ke suatu tempat dulu."
Sasuke mendengus, "Seharusnya aku saja yang menyetir."
Sakura melirik Sasuke sekilas, ia tersenyum geli. "Tanganmu masih sakit, Sasuke-kun. Jadi biar aku yang menyetir, dan kau..." jeda sejenak, membuat Sasuke melirik gadis itu penasaran.
"...jadilah tawanan yang baik." Sakura terkikik setelahnya. Sedangkan Sasuke hanya bisa mendengus kesal dan memasang wajah datarnya.
"Terserah kau saja." gumam Sasuke.
Sakura hanya bisa terkikik mendengar gumaman Sasuke. Pemuda itu selalu saja begitu. Pada akhirnya selalu menuruti apa yang ia mau, ya meskipun awalnya pemuda itu menolak.
Diam-diam, Sasuke melirik Sakura yang tengah fokus menyetir. Entah sejak kapan gadis itu seolah mempunyai tempat khusus di hidupnya. Senyumnya, tawanya, tingkah anehnya, semua tentang gadis itu tak pernah luput dari pikirannya. Ia pun tak pernah benar-benar bisa menolak permintaan gadis itu, seperti sekarang ini, saat gadis itu menghubunginya dan merengek padanya untuk ditemani jalan-jalan. Ia benar-benar tak mengerti bagaimana bisa ia tertarik pada gadis menyebalkan ini.
Karena terlalu banyak melamun, Sasuke tak menyadari bahwa mobil telah berhenti. Ia tersentak saat Sakura berseru, "Sampai!"
Reflek Sasuke menatap keluar melalui jendela, "Kedai es krim?" Lalu tatapannya beralih pada Sakura yang sudah melepas sabuk pengamannya.
"Err...ya. Apa kau tak suka?" Sakura menatap Sasuke dengan harap-harap cemas. Mungkin ini bukan ide yang bagus, pikirnya.
"Bukan begitu. Tapi malam-malam begini? Es krim?" tanya Sasuke memastikan.
Dan Sakura hanya mengangguk semangat sebagai jawabannya.
Sasuke mendesah, membuka sabuk pengamannya lalu keluar dari mobil. Senyum Sakura mengembang, meskipun Sasuke tak mengatakan apapun, tapi tindakannya barusan sudah mengatakan bahwa pemuda itu setuju untuk makan es krim sekarang. Yeay!
Sasuke dan Sakura berjalan memasuki kedai es krim itu, mereka memilih tempat di sudut yang tak terlalu mencolok. Sejenak, Sasuke mengedarkan pandangannya, tak banyak orang yang datang malam-malam begini, apalagi hanya untuk memakan semangkuk es krim. Hanya beberapa orang yang sepertinya seumuran dengannya sedang merayakan sesuatu di sudut sana bersama teman-temannya.
"Sasuke-kun, kau mau pesan apa?" suara lembut Sakura mengalihkan perhatiannya.
"Samakan saja denganmu." balas Sasuke tak mau repot-repot melihat daftar menu es krim di depannya.
"Baiklah." Sakura segera memesan dua mangkuk es krim pada pelayan yang telah berdiri di samping gadis itu. Setelah mencatat pesanan Sakura, pelayan itu segera pergi.
Keheningan sejenak menyelimuti mereka sebelum Sakura angkat bicara. "Sasuke-kun, aku minta maaf, seharusnya aku tak memaksamu untuk jalan-jalan dan membuatmu-"
"Ini hanya luka biasa. Kau terlalu berlebihan, Sakura." potong Sasuke.
"Tapi..." Sakura tak dapat menyelesaikan kalimatnya, lidahnya terasa kelu dan dadanya tiba-tiba bergemuruh saat tangan kirinya digenggam oleh tangan kanan Sasuke. Meskipun ekspresi pemuda itu tetap datar seperti biasa, tapi tatapan lelaki itu begitu... dalam? Uuh entahlah, bukankah Sasuke memang mempunyai tatapan seperti itu?
Sakura tak bisa menjelaskannya, tapi yang pasti, sikap pemuda itu sedikit berbeda dari biasanya, dan sekarang Sakura merasakan wajahnya memanas, sangat panas malah.
"Sudah kubilang tanganku tak apa-apa. Aku tak bisa membiarkanmu terluka." Sasuke menghela napas sejenak.
Keheningan menyelimuti mereka lagi.
"Sakura, kurasa... sikapku malam ini sudah cukup menunjukkan perasaanku padamu, jadi aku tak perlu menjelaskannya." Ucap Sasuke tanpa ekspresi. Ia menatap Sakura yang diam membisu, kemudian melepaskan genggamannya pada gadis itu. Ia tak tahu mengapa gadis itu hanya memandangnya dalam diam, apa ia salah bicara?
Sakura menatap Sasuke tak percaya. Apa katanya? Sikapnya sudah cukup menunjukkan perasaannya?! Begitu saja? Tidak ada cokelat, bunga, kata-kata romantis, atau pertanyaan 'maukah kau menjadi kekasihku'?!
Sakura menatap Sasuke, pemuda itu pun balas menatapnya, seakan menunggu reaksinya. Wajah Sakura memerah kesal, semua ini tidak seperti yang ia bayangkan. Lagipula apa yang bisa ia harapkan dari pemuda datar didepannya ini. Mungkin Sasuke sedang kesurupan saat menciumnya sewaktu di taman tadi.
Sakura mengambil napas, mencoba mengurangi rasa kesalnya. "Sasuke-kun?"
"Ya?" Sasuke mengangkat alisnya. "Apa kau ingin pulang?" tanyanya tampak santai. Melihat segerombolan remaja di sudut yang tengah berjalan keluar kedai.
"Apa-apaan kau itu, Sasuke-kun! Kau tidak mau bertanya padaku apakah aku mau menjadi kekasihmu?! Apakah aku mau berkencan denganmu?!" Sakura memekik, sepertinya ia tak berhasil mengurangi rasa kesalnya.
Sasuke mengalihkan tatapannya pada Sakura lagi, mengerutkan kening. "Untuk apa?"
"Tapi..." Sakura tampak siap memprotes.
"Kau bisa jadi kekasihku jika kau mau. Dan besok kita bisa berkencan. Itu jika kau mau juga." tambah Sasuke.
"Tentu saja aku mau, Sasuke-kun!" Sakura rasanya ingin meremas-remas wajah tampan Sasuke agar tampak lebih berekspresi. Bukan hanya datar seperti papan di sekolahnya.
Lagi-lagi, keheningan dan suasana sepi melingkupi mereka berdua. Sakura sedang sibuk meredakan kekesalannya, sedangkan Sasuke, well, diam dan datar seperti biasa.
Untung saja pelayan segera datang membawa dua mangkuk es krim pesanan mereka dan memecah keheningan diantara mereka. Yeah, meskipun itu tak berlangsung lama. Karena setelah pelayan itu pergi, mereka sepertinya lebih memilih menikmati es krim daripada bicara satu sama lain.
Sakura menatap es krim miliknya, es krim chocolate dan hazelnuts kesukaannya. Tanpa menunggu lagi, ia menyendok es krimnya itu dan merasakan manisnya cokelat di dalam mulutnya. Membuat kekesalannya hilang dan suasana hatinya membaik seperti semula.
Selama menikmati es krim itu, Sakura mencuri pandang ke arah Sasuke yang juga tampak menikmati es krimnya. Ia tersenyum kecil melihat Sasuke mau memakan es krimnya meskipun sebenarnya pemuda itu tak menyukai makanan manis.
"Ehm Sasuke-kun... Kau suka es krimnya?" tanya Sakura, ia mencoba memecah keheningan di antara mereka. Kekesalannya telah hilang saat menyadari fakta bahwa ia telah menjadi milik pemuda itu secara tidak langsung.
Sasuke menatap Sakura, lalu mengangguk, "Ya, ini enak." komentarnya.
Senyum Sakura melebar, sepertinya malam ini bisa ia anggap sebagai kencan juga. Ia memekin senang dalam hati. "Dulu sewaktu kecil, ayahku sering mengajakku ke sini. Dan aku selalu memesan es krim chocolate dan hazelnuts setiap berkunjung ke sini. Ini rasa kesukaanku."
"Rasanya memang tidak buruk." balas Sasuke seraya menikmati es krimnya.
Sakura mengangguk bersemangat, ia menyendok es krimnya, namun gerakannya terhenti saat Sasuke memanggilnya dan membuatnya mengalihkan perhatiannya dari es krim menuju pemuda di hadapannya itu.
"Bagaimana dengan Gaara?" ucap Sasuke saat Sakura telah menatapnya.
"Dia pindah ke China. Seperti yang sudah aku ceritakan padamu." jawab Sakura, meskipun dalam hati ia sedikit tak nyaman karena tiba-tiba Sasuke mengangkat topik ini. Membuat mood buruknya siap kembali lagi.
"Bukan itu. Maksudku, hubunganmu dengannya." ucap Sasuke sedikit bergumam, tapi masih terdengar jelas di telinga Sakura.
"Dia memilih untuk menetap di China."
Sasuke menatap Sakura seolah mencari kepastian di mata gadis itu. "Kalian... putus?" tanyanya.
"Sudah kubilang aku tidak ada hubungan dengannya. Semua itu hanya gosip sekolah." Sakura menghela napas kesal, "Sasuke-kun, jangan bicarakan ini lagi, oke."
Sasuke terdiam, seperti memikirkan sesuatu, dan detik berikutnya. "Aku minta maaf, Sakura."
"A-Apa? Kau tak perlu min-"
"Bukan. Bukan tentang hal ini. Tapi tentang... yang sebelumnya."
Sakura mengernyit, "Yang mana, Sasuke-kun?"
"Aku menciummu di taman tadi. Padahal kau belum menjadi kekasihku. Jadi aku minta maaf." potong Sasuke cepat.
"Tidak. Kau tak perlu minta maaf, itu terdengar seperti aku tidak menyuka-" seolah tersadar akan apa yang akan di ucapkan, reflek Sakura membungkam mulutnya dengan tangannya.
Oh Tuhan, hampir saja ia mengatakan bahwa ia menyukai ciuman dari Sasuke?
Sakura berdehem, "Maksudku... A-Aku tidak menyalahkanmu. I-Itu hanya terbawa suasana nyaman di sana, uhm, ya, begitu. Hehe. Lagipula sekarang kita resmi berpacaran kan?"
Sasuke hanya menatap lekat Sakura, tanpa mengucapkan apapun. Tapi Sakura bisa melihat bahwa pemuda itu mengerjapkan matanya lalu menyeringai kecil ke arahnya.
Sakura berdehem, "Jangan menggodaku." Lalu ia mencubit kecil tangan Sasuke yang diperban.
"Sakura!" ucap Sasuke meringis. "Kau ingin membuatku mati?" ucap Sasuke berlebihan.
"Kau berlebihan, Sasuke-kun! Cubitanku tidak akan membuatmu mati!" balas Sakura seraya memajukan bibirnya, merengut ke arah Sasuke.
Sasuke menatap Sakura yang kini tengah menatapnya juga. "Aku serius, ini sakit. Kau harus menciumku agar ini membaik."
"A-Apa?" Sakura membeku sesaat, menyadari apa yang Sasuke katakan barusan. Rasa panas menjalar di wajahnya. Uh, ia mengumpat dalam hati. Ia mengalihkan pandangannya kemanapun asalkan itu bukan Sasuke.
Sakura benar-benar tak sanggup memandang Sasuke yang kini tengah menatap lurus padanya, jangan lupakan seringai diwajah yang sialnya tampan itu.
Rasanya, Sakura ingin menceburkan diri ke laut saat ini juga.
***
Setelah cukup puas menikmati es krim, mereka memutuskan untuk pulang. Mereka berdua berjalan menuju mobil yang terparkir tak jauh dari kedai.
"Biar aku saja yang menyetir, Sakura."
"Tidak! Aku yang akan menyetir." jawab Sakura keras kepala, ia berjalan mendahului Sasuke. Ia rasanya masih sedikit gugup untuk memandang ke arah Sasuke.
"Sakura, aku saja yang menyetir. Ini hanya luka biasa." Ucap Sasuke lagi.
"Tidak, Sasuke-kun!" seru Sakura yang berjalan semakin cepat.
Sasuke mendesah, "Sakura, Jangan keras kepala. Biar aku-Sakura!" dengan sigap Sasuke berlari ke arah Sakura dan menahan tubuh gadis itu sebelum menghantam tanah. Entah bagaimana gadis itu bisa kehilangan keseimbangannya dan hampir saja terjatuh dengan konyol jika tak ada Sasuke yang menangkapnya.
Masih bertahan dengan posisi itu, keduanya hanya saling menatap satu sama lain. Sakura merasakan wajahnya yang mulai memerah, dan jantungnya yang berdetak cepat. Ia juga merasakan gelenyar aneh seakan tersengat listrik saat lengan Sasuke yang memegang pinggangnya kian mengerat.
Sejenak, Sakura teringat akan kondisi tangan Sasuke, ia melirik tangan kiri pemuda itu yang untunglah tak ikut menahan tubuhnya, ia khawatir tangan pemuda itu semakin parah.
Seketika Sakura menahan napasnya saat merasakan bibir Sasuke menempel di pipinya, mengecupnya pelan. Sakura hanya bisa memejamkan matanya, dalam lubuk hatinya, ia menginginkan lebih dari ini.
Terbesit dipikiran Sakura untuk menarik Sasuke berbaring di sini dan mencium pemuda itu sepuasnya sekarang juga. Tapi untung saja, kesadaran segera mengambil alih pikiran liarnya.
Reflek, Sakura mendorong Sasuke menjauh, sedikit terlalu keras, dan segera masuk ke dalam mobil. Sekilas, ia melihat raut bingung di wajah tampan Sasuke. Ia mencoba mengabaikan, dan membiarkan lelaki itu yang menyetir. Ia sedang sangat gugup sekarang.
***
Selama perjalanan, tak ada satupun diantara mereka yang mengeluarkan suaranya. Sasuke fokus dengan menyetirnya, mengabaikan gadis yang duduk di sampingnya.
Berbeda dengan Sakura, meskipun raut wajahnya ia buat setenang mungkin, namun kedua tangannya mengepal erat.
Wtf. Ia merasa kegugupannya tak kunjung memudar. Tenang tenang tenang. Ia harus terbiasa dengan hal-hal kecil seperti ini mulai sekarang.
Sesekali ia melirik Sasuke yang memasang wajah datar, menatap jalanan tanpa minat. Dan jangan lupakan kerutan kecil di kening Sasuke, pemuda itu tampak memikirkan sesuatu.
Mendapati Sasuke berekspresi seperti itu. Membuat Sakura bertanya-tanya, apa mungkin Sasuke sedang memikirkan tentang sikapnya tadi? Bukan maksudnya ia mendorong Sasuke dengan kasar, ia hanya reflek mendorong pemuda itu akibat imajinasi liarnya.
Sudah Sakura putuskan, ia harus melakukan sesuatu, ya, ia harus melakukan sesuatu. Ia tak mau Sasuke salah paham padanya.
"Kita sampai."
Suara datar Sasuke menyentak Sakura dari lamunannya. Sakura segera melihat keluar, ah benar, ternyata mereka sudah sampai di depan rumahnya.
Sakura menghembuskan napasnya pelan, kemudian beralih menatap Sasuke, pemuda itu tetap memandang lurus ke depan, entah apa yang dilihatnya.
Dengan keberanian yang sudah ia kumpulkan sedari tadi, dan melupakan fakta bahwa wajahnya telah memerah total, ia menarik Sasuke menghadap padanya, menangkup wajah pemuda itu dengan kedua tangannya, dan menempelkan bibirnya ke bibir pemuda itu.
Sakura bisa merasakan bahwa Sasuke sedikit terkejut dengan tindakannya ini. Tapi ia tak mau menyerah sampai disini, ia terus melumat bibir pemuda itu, menyalurkan semua yang ia rasakan.
Berangsur-angsur, Sasuke luluh dengan tindakan Sakura yang diluar dugaan itu dan membalas ciuman Sakura.
Tanpa melepas ciuman mereka dan mengabaikan rasa sakit di tangannya yang terbalut perban, Sasuke menarik Sakura ke jok mobil bagian belakang dan mendudukkan gadis itu di pangkuannya.
Mereka terus saja berciuman, saling membelitkan lidah, bertukar saliva, mencecap rasa chocolate dan hazelnuts yang masih terasa di mulut masing-masing. Sasuke mencium Sakura semakin dalam, tangan kanannya pun tak berhenti menekan tengkuk Sakura, sedangkan tangan kirinya melingkar erat di pinggang gadis itu.
Dengan sangat terpaksa mereka memutuskan kontak bibir keduanya. Menempelkan kening satu sama lain dan membiarkan paru-paru mereka memasok oksigen dengan rakus.
"Kupikir kau berubah pikiran untuk menjadi kekasihku." gumam Sasuke dengan nafas yang masih terengah.
Sakura menggeleng, "A-Aku hanya gugup. Tidak mungkin aku berubah pikiran." Ia melingkarkan kedua lengannya ke leher Sasuke. "Aku mencintaimu, Sasuke-kun."
Sasuke tersenyum kecil, senyum yang amat langka, kemudian mengecup bibir Sakura berkali-kali. Setelah puas dengan bibir Sakura, jajahannya beralih ke leher jenjang gadis itu, membuat tanda kepemilikannya atas gadis itu.
"U-uh...Sasuke-kun..." rengek Sakura seraya mencengkeram rambut pemuda itu.
"Aku menginginkanmu, Sakura." ucap Sasuke parau, lalu melumat kasar bibir Sakura, melesakkan lidahnya ke dalam mulut gadis itu. Tangannya pun tak ketinggalan untuk meremas lembut pinggul gadis itu.
"S-Sasu...enggh!" Sakura merasakan tangan Sasuke yang bebas kini telah menelusup ke dalam blouse-nya. "Sasuke-kun...b-berhenti..."
Tapi sepertinya Sasuke tak mendengarkan, tangannya terus menjelajah di tubuh Sakura. Ia baru tersentak saat Sakura menggigit bibir bawahnya, yang sukses membuatnya menghentikan aktivitas tangannya.
"Apa yang kau lakukan, Sakura!" Sasuke tampak kesal.
Sakura hanya terkikik geli melihat Sasuke yang merengut begitu, ini pemandangan langka, dimata Sakura ini terlihat sangat menggemaskan. Lalu ia menarik tangan Sasuke yang masih menyelusup di balik blouse-nya, hampir menyentuh bagian sensitifnya. "Jangan lakukan itu."
"..." Sasuke memalingkan mukanya.
"Sasuke-kun? Kau marah?" tanya Sakura penasaran, karena tak kunjung mendapat respon dari pemuda yang memangkunya itu. "Sasu, tatap aku. Apa kau marah?"
Sasuke menghela napas sejenak, lalu menatap Sakura. "Jika kau memang tak ingin melakukannya, seharusnya kau jangan memancingku."
Dengan cepat Sakura melingkarkan lengannya di leher pemuda itu dan memeluknya erat. "Bukan begitu, Sasuke-kun. Kau salah paham lagi."
"Sakura, sudah kubilang jangan memancingku jika tak ingin melakukannya." ucap Sasuke mencoba menurunkan gadis itu dari pangkuannya, namun tak berhasil.
Sakura tetap memeluk erat Sasuke, tak mau melepas pemuda itu. Entah apa yang sedang ia pikirkan-atau rencanakan, eh...
"Uhm, Sasuke-kun... rumahmu sepi?" tanya Sakura tiba-tiba, membuat Sasuke menatap aneh pad gadis itu.
"Apa?" Sasuke semakin merengut kesal mendapat pertanyaan yang menurutnya melenceng jauh dari topik pembicaraan sebelumnya.
Sakura berdecak kesal, "Jawab saja, Sasuke-kun! Apa susahnya!" paksanya.
Sasuke mendengus, "Ya rumahku sepi. Itachi-nii mengirimiku pesan sewaktu kita di taman, dia dan Kaasan pergi ke luar kota menyusul Tousan, mungkin lusa baru pulang." jelas Sasuke malas.
Sakura tersenyum lebar, "Kalau begitu, bawa aku ke rumahmu. Dan kau bisa sentuh aku sepuasmu di sana."
Sasuke menatap Sakura, ia tak salah dengar, kan? Gadis itu memintanya untuk membawa dia ke rumahnya. Itu berarti... Oh! Sasuke benar-benar tak percaya ini. "Kau..."
Sakura tersenyum manis, "Aku tak mau melakukannya disini, Sasuke-kun. Disini terlalu sempit. Mungkin di ranjangmu lebih nyaman, hm?" ucapnya menggoda. "Jadi bagaimana? Aku tahu pasti, kau takkan menolak." lanjutnya.
"Kau benar-benar menyebalkan, Sakura."
Sakura terkikik, lalu mengecup bibir Sasuke. "Terimakasih, aku juga mencintaimu."
***
"Sasuke-kun..."
"Hm?" gumam Sasuke, mengeratkan pelukannya pada Sakura. Mereka baru saja selesai dengan kegiatan panas mereka.
"Bisa kita membeli es krim chocolate dan hazelnuts sekarang?"
Sasuke melonggarkan pelukannya dan menatap Sakura, "Kau ingin makan es krim lagi?"
Sakura sedikit menggeliat dan menatap Sasuke, "Sebenarnya tidak. Tapi... aku ingin makan es krim itu dari mulutmu, menurutku rasanya lebih enak."
"Aku yakin kedai itu sudah tutup sekarang." Sasuke menindih Sakura. Sepertinya akan memulai kegiatan panas mereka lagi. "Tapi, kita bisa membelinya besok." Ia menyeringai, "Dan sekarang, kita coba tanpa es krim itu, aku yakin tak ada bedanya."
***
The End.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)