Waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 1:05 pagi, Sakura dan Sasuke sedang berjalan menyusuri jalanan Tokyo.
"Jadi," ucap Sakura memulai, "Apa yang kau lakukan di Tokyo?" tanyanya.
Sasuke mengangkat bahu, "Hidup bebas hanya menjadi fantasi setelah aku selesai kuliah. Aku mengambil alih bisnis ayahku setelah dia pensiun dan pindah dari tempatnya di Osaka ke sini jadi aku punya alasan untuk pindah ke sini juga." jawabnya.
Sakura tersenyum, "Aku selalu tahu kau akan menjadi tipe pria berjas." komentarnya.
Sasuke terkekeh, "Yeah," jawabnya, "Bagaimana denganmu, apa yang kau lakukan?"
"Aku Pengacara," ucap Sakura.
"Benarkah?"
Sakura mengangguk, "Aku serius." jawabnya sambil tersenyum.
Sasuke balas tersenyum, bangga, ia tiba-tiba mengangkat Sakura dan berputar dengan gembira.
Sakura terkikik, "Turunkan aku, Sasuke-kun!" serunya.
Sasuke menurunkan Sakura kembali dan menarik wanita itu ke dalam pelukannya, "Aku sangat bangga padamu, Saku." Ia mengecup pipi Sakura. "Maksudku... kau benar-benar telah menjadi pengacara dan aku bahkan tidak tahu harus mulai darimana untuk memberitahumu bahwa aku sangat bangga terhadapmu sekarang."
Sakura tersenyum lebar, "Terima kasih!" ucapnya. Berada dalam pelukan Sasuke membuatnya merasa hangat, seolah ia bisa meleleh kapan saja. Mata indah pria itu menatapnya dan ia merasa seolah bisa tenggelam ke dalamnya.
"Kita harus minum-minum atau makan malam untuk merayakannya." ucap Sasuke.
Sakura mengangguk, "Ya, aku akan mengabarimu jika aku sedang tidak menjadi wanita yang sibuk." Ia terkekeh.
Sasuke ikut terkekeh sebelum ekspresinya berubah serius. Ia dengan lembut menyingkirkan helai rambut Sakura ke belakang dan menatap jauh ke dalam mata hijau wanita itu dan perlahan mulai mencondongkan tubuhnya, "Kau tidak pernah berubah," Ia berbisik, "Kau bahkan lebih cantik sekarang..."
Jantung Sakura mulai berdetak kencang, ini salah dan ia tahu itu, tapi ia tidak ingin menghentikan Sasuke. Ia tidak pernah memiliki kekuatan untuk menghentikan Sasuke, dari dulu hingga sekarang. Cara Sasuke berbicara dengannya begitu manis dan lembut, membuatnya tenggelam kembali ke masa ketika mereka masih berusia tujuh belas tahun.
Sasuke semakin mendekat ke arah Sakura dan dengan pelan mencium sudut bibir wanita itu. Sakura memejamkan mata sesaat ketika bibir Sasuke menyentuh bibirnya. Ia dengan mudah bisa mengingat sentuhan dari bibir yang hangat dan sangat familiar itu, seolah mereka tak pernah berpisah, dan ia bisa merasakannya lagi bahwa hal ini menghangatkan hatinya. Sasuke menarik diri sejenak, hidungnya bersentuhan dengan hidung Sakura sebelum ia menekankan bibirnya ke bibir Sakura dengan lembut, hangat dan penuh cinta, membuat Sakura merasa seperti ada sengatan yang menjalar hingga ke tulang belakangnya.
Sakura menjatuhkan tasnya dan melingkarkan lengannya di leher Sasuke. Sebanyak apapun suara di kepalanya berteriak untuk menghentikan ini, ia mengabaikannya, karena setelah sembilan tahun berlalu, perasaannya untuk Sasuke tak pernah benar-benar hilang.
Sasuke perlahan menggigit bibir bawah Sakura, meminta untuk masuk. Ciuman itu berubah semakin dalam, Sakura perlahan membuka bibirnya dan membiarkan lidah Sasuke meluncur ke dalam mulutnya, bertemu dengan miliknya.
Mereka menarik diri setelah beberapa menit. Jari-jari Sasuke dengan lembut mengusap pipi Sakura, membuat wanita itu akhirnya membuka mata dan menatap Sasuke. Mata hitam itu penuh cinta, tapi di saat yang sama, rasa sakit itu masih ada dan itu menghancurkan hati Sakura.
"Lihat aku, Saku," mohon Sasuke lembut, "Ingin mengatakan sesuatu?"
Sakura merasakan air mata mengalir di pipinya.
"Apa ada yang salah?" tanya Sasuke seraya menangkup wajah Sakura dan memaksa wanita itu untuk menatapnya, "Kau selalu bisa mengatakan apapun padaku; itu masih belum berubah diantara kita." ucapnya dengan lembut.
"Aku sudah menikah." Sakura akhirnya berbicara.
Sasuke terdiam untuk beberapa detik, dan Sakura hanya bisa menggigit bibir melihat ekspresi Sasuke yang tak bisa ia tebak.
"Menikah?" ulang Sasuke akhirnya. Ia tidak tampak terkejut; ia tampak geli namun juga begitu marah. Marah pada kenyataan bahwa seorang pria lain telah mengambil cinta dalam hidupnya; marah karena bukan ia yang menjadi pelamar pertama Sakura!
Sakura mengangguk, "Hampir dua tahun sekarang, Sasuke-kun." ucap Sakura memberitahu.
Sasuke melempar seringai geli dan terkekeh.
"Apa yang lucu?" tanya Sakura was was.
"Kau tidak mencintainya seperti kau mencintaiku." ucap Sasuke enteng.
"Apa maksudmu?" tanya Sakura dengan alis terangkat.
"Aku yakin kau paham apa maksudku," jawab Sasuke dengan sombong ketika ia menatap mata Sakura seolah-olah ia sedang membaca wanita itu seperti buku yang terbuka, "Kau tidak mencintainya karena pada malam hari aku adalah satu-satunya hal yang ada di dalam pikiranmu, ketika dia menyentuhmu, kau berharap itu adalah aku. Dan jika kau mencintainya, kau tidak akan berdiri di sini menciumku seperti apa yang baru saja kau lakukan beberapa menit yang lalu. Kau tidak pernah berhenti mencintaiku sama seperti aku tidak pernah berhenti mencintaimu juga." ucapnya tegas dan mencium bibir Sakura dengan keras dan kasar. "Mau mengatakan itu tidak benar?" tanya Sasuke ketika mereka menarik diri dan bernapas dengan berat.
Sakura menggelengkan kepalanya tak percaya, ia hanya bisa menjawab, "Aku harus pergi, Sasuke-kun."
"Apa kau tidak melupakan sesuatu?" tanya Sasuke, masih belum mau melepaskan pinggang Sakura.
Sakura menghela nafas, "Baiklah, berikan aku ponselmu!" Ia mengerang.
Sakura dengan cepat menekan beberapa nomor di ponsel Sasuke dan memanggil nomornya sendiri sehingga ia bisa menyimpan nomor Sasuke nantinya, kemudian ia mengembalikan ponsel itu pada pemiliknya, "Sampai jumpa, Sasuke-kun." ucapnya.
"Tentu... dan kita akan segera berjumpa lagi, Cherry." Sasuke berbisik lalu dengan cepat mengecup bibir Sakura. Wanita itu berdesir saat Sasuke memanggilnya dengan panggilan yang sama seperti sembilan tahun lalu.
***
Keesokan harinya,
Sakura sedang terburu-buru; ia terlambat bekerja pagi ini mengingat ia pulang cukup larut malam.
Ketika ia sedang memasang anting-anting, ia merasakan tangan besar melingkari perutnya dan sebuah kecupan di lehernya.
"Selamat pagi," ucap Sakura menyapa suaminya.
"Jam berapa kau pulang tadi malam?" tanya pria itu.
"Sangat larut dan membuatku terlambat untuk bekerja sekarang." jawab Sakura.
Pria itu memutar matanya ketika Sakura dengan cepat berbalik dan mencium pipi suaminya sebelum mengambil tasnya dari lemari dan berjalan keluar dari kamar.
Pria itu mengikuti Sakura ke dapur, "Apa kau akan pulang sebelum makan malam hari ini?" tanyanya penuh harap.
Sakura membuat secangkir kopi segar untuk dirinya sendiri dan mengambil granola bar di kabinet dapur lalu membuka kulkas untuk mengambil apel.
"Aku akan meneleponmu saat makan siang dan memberitahumu, tapi mungkin aku tidak bisa pulang secepat itu." Sakura akhirnya menjawab.
Pria itu menghela nafas, "Sayang, kau punya suami yang belum pernah melihat pantat seksimu selama hampir sebulan dan aku akan sangat menghargainya jika kau setidaknya bisa pulang sebelum makan malam hari ini." ucapnya.
"Aku tahu itu, aku ingin bisa makan malam normal bersamamu di malam hari, tapi aku juga harus bekerja untuk membayar tagihan, Sayang." Sakura tersenyum dan meraih kunci mobilnya saat berjalan keluar dari dapur.
"Semoga harimu menyenangkan!" Pria itu berteriak sarkastis.
***
"Selamat pagi!" sapa Sakura saat sampai di koridor kantornya.
"Selamat pagi!" Asisten Sakura, Tenten, balas menyapa kembali, ia mengikuti Sakura.
Sakura memasuki ruangannya dan menarik kursinya, "Ada kasus apa hari ini, Tenten?" tanyanya ketika ia melepas jaketnya dan menggantungnya di belakang kursinya.
"Kau mendapatkan kasus baru yang masuk kemarin dari satu klien yang kau tangani sekitar enam bulan lalu." jawab Tenten.
Sakura mengerang dan mendorong mundur kursinya sedikit, "Kau punya filenya untukku?" tanyanya.
"Um," gumam Tenten memulai, "Aku akan mengambilnya." Ia melangkah ke sudut kantor Sakura di mana file masternya disimpan, dengan cepat membuka beberapa laci sampai ia menemukan folder itu. Sakura menghela nafas, ia adalah pengacara yang cukup bisa diandalkan, tapi ia lebih suka melakukan semuanya secara elektronik. Ia tidak memiliki kesabaran untuk berhadapan dengan tumpukan kertas sehingga ia selalu menyimpan filenya di flashdisk atau di laptopnya sehingga ia tak perlu khawatir untuk repot-repot melacak dokumen, ia benci berurusan dengan hal itu.
Tenten menarik file yang ia cari, meletakkannya di atas meja Sakura, "Ini dia."
Sakura memindai dengan cepat file itu dengan matanya dan menghela nafas, "Hoshigaki Kisame," Ia bergumam pelan dan menghela nafas lagi, "Seberapa sulitkah untuk mengikuti aturan? Yang harus dilakukan oleh si idiot itu hanyalah melakukan pemeriksaan bersama petugas pembebasan bersyarat sebulan sekali untuk tes narkoba dan sekarang aku harus berurusan dengan ini karena ia tidak melakukan itu." ucapnya dengan frustrasi dan melemparkan file itu kembali ke meja.
Tenten terkekeh, "Bagaimana dengan secangkir kopi kesukaaanmu?" tawarnya.
Sakura mengangguk ketika ia login ke komputernya, "Itu akan membantu." jawabnya.
Beberapa menit kemudian, Tenten kembali dengan membawa secangkir kopi untuk Sakura dan meletakkannya di sebelah wanita itu.
"Apa ada hal lain untuk hari ini yang harus aku kerjakan?" tanya Sakura tanpa mengalihkan pandangannya dari layar komputer.
Tenten melakukan pemeriksaan cepat di kalender yang terpasang pada papan klip di tangannya dan menjawab, "Ya, kau ada rapat pukul 10:30 pagi."
Sakura melihat jam kristal besar di dinding dan mengumpat, "Oh, ayolah!" Ia memekik.
"Apa kau ingin aku membatalkannya?" tanya Tenten dengan alis terangkat.
Sakura menggelengkan kepalanya, "Tidak," gumamnya, "Pastikan aku tidak terganggu, oke? Yang ini sangat penting."
Tenten mengangguk, "Tidak masalah." Ia meyakinkan Sakura sebelum kembali ke ruang depan.
***
Sudah waktunya makan siang dan Sakura telah menyuruh asistennya, Tenten, untuk istirahat makan siang. Ia merasa sedikit murah hati hari ini; ia bahkan memberikan bonus pada gadis itu.
Ketika ia sedang sibuk di mejanya, ponselnya berdering, membuatnya terkejut dan kehilangan fokus pada apa yang ia lakukan, hingga merobohkan bingkai foto antara dirinya dan suaminya yang berada di atas meja.
"Akan lebih baik jika ini adalah seseorang yang penting!" umpat Sakura. Ia mengangkat telepon dengan cepat.
"Halo, Sakura." Suara serak terdengar di seberang sana.
Sakura mengerutkan kening, "Siapa ini?"
Sakura bisa mendengar orang itu terkekeh dan itu terdengar familiar di telinganya, dan ia bisa dengan mudah menyimpulkan siapa itu. Ia sebenarnya tidak memikirkan Sasuke sepanjang pagi ini karena ia terlalu sibuk dan sekarang tiba-tiba jantungnya berdetak kencang lagi seperti semalam.
"Siapa lagi? Satu-satunya pria yang kau tidak bisa hidup tanpanya." jawab Sasuke dengan sombong.
Sakura memutar matanya, "Oh hai, Sasuke-kun." sapanya.
"Apa yang kau lakukan hari ini, Cherry?" tanya Sasuke.
"Bekerja seperti biasa, bagaimana denganmu?"
"Hn," gumam Sasuke, "Aku sebenarnya sedang di pantai, menikmati koktail yang dihiasi payung kecil di pinggir gelasnya, jangan tanya kenapa, tapi bagaimana kalau kau bolos bekerja dan pergi membeli bikini untuk bergabung denganku disini?"
Sakura memutar matanya lagi, "Kedengarannya menyenangkan, tapi tidak, terima kasih." jawabnya.
"Kenapa tidak, Saku? Ini musim panas." Sasuke berusaha meyakinkan Sakura.
"Karena aku sedang bekerja..."
"Jadi, kapan kau tidak bekerja?" tanya Sasuke.
Sakura melihat kalendernya dan terkikik, "Mungkin tidak sampai... besok... besoknya, dan besoknya." jawabnya.
Sasuke tertawa, "Baiklah, wanita sibuk. Kosongkan jadwal di kalendermu untuk hari Jumat, kita akan keluar. Lagipula, kau berhutang minum-minum dan makan malam padaku, ingat?"
"Baiklah, kurasa aku akan bertemu denganmu hari Jumat kalau begitu." jawab Sakura.
"Pakai sesuatu yang seksi." ucap Sasuke, hanya untuk menggoda Sakura.
Sakura mengerang, "Aku sudah menikah!" Ia memberitahu Sasuke lagi.
"...dan kau masih mencintaiku." jawab Sasuke santai.
Mereka berbicara selama beberapa menit dan Sasuke tidak sedikitpun membahas tentang ciuman atau apapun yang terjadi semalam sehingga Sakura juga tidak mengangkat topik itu. Kenapa ia bahkan repot-repot untuk membahas tentang semalam? Sasuke hanya temannya sekarang dan ia telah memiliki suami. Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri akan hal itu, tapi sisi lain dirinya juga menyangkal di waktu yang sama. Fakta bahwa Sasuke tidak mengatakan apapun tentang ciuman semalam membuatnya kesal!
Setelah menutup telepon, Sakura kini menatap kosong ke layar komputer di depannya. Ia baru saja mengosongkan jadwalnya untuk hari Jumat supaya ia bisa pergi keluar dengan mantan kekasihnya dan ia bahkan tidak mengosongkan beberapa jam untuk makan malam bersama suaminya.
"Apa yang salah denganku?" Sakura bertanya pada dirinya sendiri.
***
To be continued.
To be continued.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)