expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Leads to You #8


Chapter 8 - Ini Tidak Mudah

Ketika kalender bergeser dari Maret ke April dan musim dingin akhirnya mulai memudar di Sapporo, ada perbedaan nyata dalam pandangan Sakura tentang kehidupan, dan bukan untuk hal yang lebih baik. April tepat sebelum Mei... Mei adalah bulan dimana Sasuke akan menikahi Miyuki. Pada awal April, Sakura mulai berpikir ia sedang mengemban beban yang serius. Ia merasa seperti ada pegulat profesional besar dan gemuk telah menekan dadanya selama berbulan-bulan. Tapi ketika tanggal pernikahan semakin dekat, setiap percakapan atau waktu yang dihabiskannya dengan Sasuke membuatnya mulai merasa seolah pegulat itu tidak hanya menekan dadanya tapi juga mencekik lehernya dengan erat. Ketika ia tidak berbicara dengan Sasuke dalam beberapa hari, tekanannya berkurang sampai rasanya mungkin hanya satu kaki pegulat yang menekan tulang dadanya. Semakin dekat dengan pernikahan Sasuke, semakin sulit bagi Sakura untuk menyingkirkan perasaan tercekik itu.

Pada akhir pertengahan April, pernikahan Sasuke hanya sekitar 6 minggu lagi dan Sakura tidak yakin ia masih bernapas pada saat 29 Mei tiba.

Selama ia melewati pemerasan emosional ini, ia berkomitmen untuk menghabiskan waktu sebanyak yang ia bisa dengan Gaara. Ia menikmati kehadiran Gaara dan mereka melakukan hubungan seks yang hebat tapi ia tidak mencintai pemuda itu. Dan ia juga tidak berpikir Gaara benar-benar mencintainya. Mereka benar-benar bersenang-senang bersama, tapi percikan cinta yang sejati pasti tidak ada di sana. Tentu saja, Sakura mengakui pada dirinya sendiri, ia tidak benar-benar berada dalam suasana hati yang 'terpikat' pada Gaara. Untung saja, Gaara tidak menyadari bahwa ia tidak memberi 'semua'... mungkin karena pemuda itu juga tidak pernah melihat 'semua' yang ada dalam diri Sakura. Hati dan pikirannya terlalu terperangkap dalam tumpukan kesengsaraan, kebingungan yang menolak untuk melepaskan cengkeramannya.

Dari sekian lama, Sakura akhirnya akan mengakui bahwa setelah bertahun-tahun menjadi wanita yang kuat dan tegar, ia menjadi sedikit... patah hati. Dan ia membenci dirinya sendiri untuk itu. Dan ia lebih membenci Sasuke untuk itu, meskipun ia tahu pemuda itu tidak bisa disalahkan. Pemuda itu tidak pernah bermain dengan hatinya. Tapi keterhubungan keduanya yang telah menjadi kehidupan mereka selama bertahun-tahun telah terpecah dan Sakura benar-benar bisa merasakannya, seperti ada seseorang yang memotong tali diantara mereka untuk menyingkirkannya dari hidup Sasuke. Ia merasa seakan-akan sepotong jantungnya berjumbai dan perlu diperbaiki. Dan lubang di dadanya yang selalu Sasuke isi sebelumnya tampak semakin besar saat pernikahan semakin dekat. Ia hancur berkeping-keping dan ia tidak tahu bagaimana menghentikan keretakan itu sebelum ia benar-benar tidak bisa menyatukannya kembali.

Ketika bulan Mei memasuki Sapporo, Sakura hanya bisa bertemu Sasuke dua kali dalam dua bulan terakhir. Ia sangat merindukan Sasuke hingga hatinya terasa sakit sampai ke punggungnya. Kadang-kadang, ia yakin bahwa ia mungkin sedang berdarah di dalam. Rasa sakit yang hebat pasti menyebabkan kerusakan internal. Ia selalu berpikir ia akan mampu menangani seluruh masalah pernikahan ini. Ia telah menangani semua hal kehidupan lain yang pernah dijalani dengan caranya sendiri. Tapi aturan hidup tidak berlaku untuk permainan cinta.

Sakura bahkan memperhatikan sedikit perubahan kepribadiannya. Ia merasa seperti telah melangkah mundur dalam setiap waktunya. Ia lebih menahan diri, kurang memahami dalam sebagian besar setiap situasi, dan mendapati dirinya menjadi lebih pendendam. Persahabatannya dengan Sasuke telah berjalan jauh untuk menyeimbangkan kepribadiannya yang kaku dan mengajarinya cara menikmati hidup. Tapi ia menemukan bahwa Sasuke sama seperti narkoba. Ketika ia mendapat sesuai dosis, semuanya baik-baik saja. Tapi ketika ia tidak mendapatkan yang ia butuhkan, seperti yang ia lalui akhir-akhir ini, gejalanya akan kembali.

Aku dalam kondisi terbaik saat Sasuke ada. Kini Sakura merasa seperti tidak pernah menjadi yang terbaik lagi. Ia tahu bahwa jika ia melihat Sasuke, ia akan mendapatkan 'perbaikan' dan baik-baik saja untuk sementara waktu. Tapi kemudian lengan pegulat itu akan mencekik di lehernya lagi dan ia akan kembali di titik awal.

Tapi Sasuke akan menikah hanya dalam beberapa minggu... dan aku tidak akan pernah baik-baik saja.

Haruno Sakura telah berubah menjadi menyedihkan... dan itu membuatnya ingin tertawa pahit.

***

"Sasuke-kun, pembuat roti baru saja menelepon. Rasa apa yang kau inginkan dari kue pengantin pria? Dia belum mendaftarnya... dan aku tidak bisa mengatakan bahwa aku terkejut dia begitu bersemangat karena kita mempekerjakannya."

Miyuki berdiri di belakang sofa, memperhatikan Sasuke yang menggerakkan kontrol sistem video gamenya ketika berusaha meledakkan makhluk aneh di layar.

Ketika Sasuke tidak menjawab, Miyuki membentak, "Sasuke!"

Berjengit, Sasuke tersentak, menoleh ke arah Miyuki. "What the fuck, Miyuki? Geesh!"

"Kue pengantin pria... rasa apa yang kau inginkan?"

"Uhh... cokelat," gumam Sasuke, menatap layar lagi. "Mati, kau bajingan, mati!" Ia berteriak pada makhluk itu, yang sekarang menyemburkan darah dari lehernya.

Miyuki memutar matanya dan menelepon pembuat roti kembali. "Buat saja rasa vanilla untuk kue pengantin pria. Dia ingin cokelat tapi kupikir itu mungkin bertentangan dengan rasa kue pengantin wanita..."

Sasuke memutar matanya. Kenapa Miyuki bahkan repot-repot bertanya padanya jika pendapatnya tidak digunakan? Saat kejengkelan melonjak, ia menekan tombol sekali lagi untuk meledakkan makhluk itu berkeping-keping dan kemudian maju ke level berikutnya.

Hanya empat minggu lagi dan kegilaan ini akan berakhir. Dan mungkin aku benar-benar bisa bernapas lagi.

***

"Hei, Saku. Aku benar-benar punya banyak waktu luang malam ini. Aku tidak tahu apa mungkin kau ingin pergi nonton film atau makan malam." Sasuke bersandar di pintu apartemennya, ada senyum di wajahnya ketika ia berbicara dengan Sakura di telepon setelah beberapa hari tidak mendengar kabar dari gadis itu.

"Oh, Sasuke, maafkan aku. Aku sudah punya rencana lain." Sakura memastikan bahwa ia terdengar bersungguh-sungguh, meskipun hatinya berdebar untuk membohongi Sasuke lagi. Tapi pergi berdua sudah terlalu menyakitkan sekarang. Sasuke hanya beberapa minggu lagi akan menikah. Lagi pula, pemuda itu sudah sebulan tidak lagi dalam kehidupan Sakura. Lebih mudah untuk tidak bertemu dengan pemuda itu.

"Tidak apa-apa, Saku. Lain kali, kalau begitu." Sasuke tidak menyembunyikan kekecewaan dalam suaranya. Menutup telepon, ia meninggalkan apartemennya dan pergi ke bioskop sendirian. Lagipula ia butuh waktu untuk berpikir. Tapi tetap saja, ia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa Sakura menghindarinya.

***

Dua minggu sebelum pernikahan Sasuke, Sakura pergi berdua dengan Gaara... ke restoran mewah di pusat kota Sapporo bertemu orangtua pemuda itu untuk makan malam. Sakura tidak yakin ia siap bertemu orang tua Gaara, tapi pemuda itu dengan manis memintanya datang, lengkap dengan buket bunga tulip merah muda, membuat Sakura tak bisa mengatakan tidak.

Ketika mereka mendekati meja, mereka disambut seorang wanita paruh baya berbibir tipis, dan seorang pria paruh baya tinggi.

"Kaasan," sapa Gaara hangat, memeluk ibunya. Beralih ke ayahnya, ia berkata, "Tousan, senang melihatmu," dan ayahnya menepuk lengan atasnya.

Keduanya menatap Sakura dengan cermat. Namun, Sakura hanya tersenyum dengan tenang saat mereka tampak menilainya.

"Ini," ucap Gaara, sambil meletakkan tangannya ke punggung Sakura yang kecil, "Gadis cantik ini adalah pacarku, Haruno Sakura."

Sakura mengangguk sopan pada mereka tepat ketika pelayan mendekati meja. Keempat orang itu duduk dan mulai memindai menu.

"Jadi, Sakura," ucap ibu Gaara ketika ia menutup menu dan meletakkannya dengan pelan di atas meja, "Gaara bilang kau seorang ahli medis juga?"

"Ya, Basan, itu benar. Bisa dibilang aku masih baru, baru saja lulus dari perguruan tinggi tahun lalu." Sakura menjelaskan, dan kemudian menambahkan, "Tapi aku telah menyukai pekerjaan ini hampir sepanjang hidupku."

Ayah Gaara menghela napas. "Kami selalu berharap Gaara akan mengikuti jejakku, tapi sejak usia sangat dini, dia sedikit memperlihatkan ketertarikan pada sesuatu yang lain. Sekeras apapun kami berusaha membujuknya, dia tetap bersikeras. Kami telah belajar bahwa berusaha untuk memerintah seorang anak yang keras kepala bisa merugikan, jadi kami mengizinkannya mengeksplorasi ketertarikannya."

Gaara menoleh pada Sakura. "Ayahku adalah seorang profesor astronomi Universitas Hokkaido. Dia berharap aku juga akan memasuki dunia astronomi, tapi sayangnya, yang paling mendekati hanyalah namaku."

Sakura memandang Gaara dengan rasa ingin tahu. "Namamu?"

Ibu Gaara berbicara. "Ya, kami menamainya Gaara, nama salah satu astronom di abad ke-18 yang brilian yang karyanya sangat memengaruhi ayah Gaara."

Sakura mengangguk, sambil melirik Gaara. Pemuda itu bergeser di kursinya dengan tidak nyaman. Meletakkan tangannya ke pangkuan Gaara, ia meremas jari-jari pemuda itu untuk meyakinkan. Hanya dengan duduk di sana, ia bisa mengatakan bahwa orang tua Gaara kurang senang tentang pilihan karier pemuda itu. Itu membuat Sakura sedih untuk Gaara. Ini membuatnya mengingat ayahnya sendiri, ayahnya sangat besar hati dan tidak pernah mencoba memaksanya menjadi seseorang yang bukan dirinya. Gaara yang malang... pikirnya. Ia ingin memeluk Gaara saat itu juga.

Mereka makan malam secara damai, berdiskusi tentang politik dan peristiwa terkini. Karena kedua orang tuanya adalah akademisi, ibu Gaara adalah kepala perpustakaan Universitas Hokkaido, Sakura menikmati percakapan yang cerdas itu. Gaara sopan dan ramah, bahkan ketika ayahnya membuat duri di beberapa obrolan tentang diri Gaara.

Ketika malam berakhir, ayah Gaara memeluk cepat Sakura, mengatakan bahwa gadis itu cantik, dan kemudian memeluk putranya. Sakura memperhatikan bahwa hubungan mereka kaku, dilihat dari cara mereka berkomunikasi. 'Miss Solve It' di dalam diri Sakura ingin melompat keluar untuk membantu Gaara meningkatkan hubungannya dengan orang tuanya. Mereka harus bangga dengan kemampuan Gaara. Mereka hanya perlu menghargai Gaara sepenuhnya.

Ketika Gaara mengantar Sakura pulang malam itu, Sakura benar-benar tersenyum. Ia memiliki malam yang indah, meskipun ada ketegangan di meja makan. Ia merasa telah mendapatkan lebih banyak informasi tentang pria bernama Gaara ini. Dan ia hampir tidak memikirkan Sasuke sama sekali.

Sambil mendesah dengan puas di sofanya setelah melangkah masuk ke apartemennya, ia merasa bahwa mungkin, mungkin saja, akan ada kehidupan indah setelah patah hati ini.

Sementara Sakura pergi makan malam bersama Gaara dan orang tua pemuda itu, Sasuke di tempat lain baru saja pulang setelah seharian bekerja. Ia berjalan ke ruang makan dan menatap tajam tumpukan hal-hal tentang pernikahan yang berserakan di seluruh meja. Pernikahan itu memenuh apartemen mereka yang kecil. Setiap sudut dan celah diisi dengan bunga atau dekorasi untuk resepsi atau omong kosong lain yang tampak seperti buang-buang uang bagi Sasuke.

Sambil menggerutu pada dirinya sendiri, ia mulai mengumpulkan kertas dan majalah ke tumpukan yang lebih rapi sehingga ia bisa benar-benar melihat bagian permukaan mejanya. Matanya jatuh ke kertas putih di depannya dan, setelah mempelajarinya, ia memperhatikan bahwa ia sedang menatap daftar tamu. Membalik-baliknya, ia menyadari bahwa itu berlanjut ke halaman berikutnya... dan kemudian ke berikutnya... sampai akhirnya ia menemukan halaman terakhir. Ia melihat jumlah tamu dan merasakan pembuluh darah di dahinya mulai berdenyut.

"Miyuki!" Sasuke berteriak, menatap daftar itu. Ada 327 nama. Tiga ratus dua puluh tujuh nama sialan dalam daftar...

Miyuki dengan santai berjalan keluar dari kamar, dengan ekspresi penasaran di wajahnya. "Ada apa, Sasuke-kun?"

Sasuke meraih daftar tamu, mengepalkannya sampai kusut di tangannya. "Daftar tamu ini. Ada 327 nama."

"Lalu?" Tangan Miyuki berada di pinggulnya dalam upaya untuk terlihat menantang.

"Kita sepakat untuk mengadakan pernikahan kecil... paling banyak 100 hingga 125 tamu. Kenapa sekarang ada 327 orang yang diundang untuk datang ke pernikahan? Dan apa kau berencana memberitahuku ini secepatnya atau apa kau hanya berharap agar aku mengetahui ini di hari pernikahan?"

Miyuki menyilangkan tangannya merengut. "Ayahku punya rekan yang sangat banyak , Sasuke-kun. Dan begitu kita memesan country club sebagai tempat pernikahan, kita memiliki ruang yang luas untuk mengundang sebanyak yang kita inginkan. Jadi aku melakukannya... aku tidak melihat apa permasalahannya."

"Apa permasalahannya? Dari nama-nama ini, mungkin hanya 20 dari mereka yang merupakan orang yang aku undang. Tapi sepertinya orang yang ingin aku undang belum berada di daftar ini..."

Sasuke berhenti untuk merenung sejenak, pandangannya tertuju pada Miyuki.

"Tentang rabbi... apa kau sudah memastikan?" Kurasa aku sudah tahu jawaban untuk pertanyaan ini, pikir Sasuke.

Miyuki duduk di kursi, melirik lantai dengan tidak nyaman. Sasuke bisa melihat rasa bersalah muncul di wajah gadis itu.

"Miyuki?" Sasuke mengulangi. "Apa rabbi sudah dipastikan ada?" Buku-buku jarinya memutih saat tinjunya mengepal, kukunya seolah akan menembus telapak tangannya.

"Uhh... Sasuke-kun... tentang itu..." Miyuki mendongak bertemu mata dengan Sasuke. "Pendetaku merasa itu tidak pantas untuk memiliki dua pemuka agama di sana... dia bilang itu akan..."

Sasuke memejamkan matanya rapat-rapat. Yang kuminta hanyalah satu hal. Hanya satu...

"Miyuki, dengar... Aku belum meminta apapun untuk seluruh pernikahan ini. SEMUA yang aku minta hanyalah seorang rabbi. Kau sudah menyetujuinya. Jadi aku tidak peduli apa kata pendetamu."

Sasuke melangkah ke pintu. Ia harus keluar dari sana untuk sementara waktu. Ia merasa seperti akan meledak dari tekanan yang mengalir melalui setiap pembuluh darah di tubuhnya.

Meraih kunci mobilnya, ia menatap tajam ke arah Miyuki. "Aku akan keluar sebentar. Ketika aku kembali, kau sebaiknya memberitahuku kabar baik bahwa rabbi ada atau mungkin tidak ada pernikahan sama sekali."

Miyuki berdiri dari kursinya, berlari mengejar Sasuke. "Sasuke-kun! Tunggu!"

Sasuke berbalik dan menatap Miyuki, menunggu untuk melihat apa yang akan dikatakan gadis itu.

"Tidak bisakah kita membicarakan ini?" Miyuki tampak merengut sekarang.

Biasanya Sasuke hanya akan meminta maaf sebelum meniduri gadis itu, tapi malam ini, ia tidak merasakan apa-apa. Ia hanya ingin muntah tapi ia tidak melakukannya.

"Miyuki, aku tidak mengerti apa yang harus dibicarakan. Aku belum mengeluh tentang pernikahan ini sama sekali, meskipun sekarang pernikahan ini seperti pertunjukan aneh. Aku baik-baik saja dengan kenyataan bahwa ada lima pengiring pria, dua dari yang kupilih dan tiga aku bahkan tidak tahu siapa. Aku baik-baik saja dengan fakta bahwa kakakku hanya terjebak menjaga buku tamu ketika dia bisa menjadi pengiring pengantin. Aku bahkan baik-baik saja dengan kenyataan bahwa aku mengatakan padamu aku ingin Sakura terlibat dalam hal ini tapi kau benar-benar mengabaikanku. Dan satu-satunya hal yang aku minta hanyalah seorang rabbi sekarang. Dan aku tidak akan mengalah untuk hal itu."

Mata Miyuki dipenuhi dengan air mata. "Tidak bisakah kita mencoba mencapai kesepakatan tentang hal ini... mungkin sebuah kompromi?"

"Seorang rabbi, Miyuki. Titik. Diskusi berakhir." Sasuke berbalik dan melangkah keluar apartemen.

"Sasuke-kun?" Miyuki memanggil tapi tidak berhasil.

Sasuke mengabaikan Miyuki, berjalan keluar dari gedung apartemennya dan masuk ke mobilnya. Ponselnya mulai berdering. Mengetahui itu telepon dari Miyuki, ia mematikan benda kecil itu dan melemparkannya ke dalam laci.

Pernikahan ini berubah menjadi semacam produksi epik dan itu semua hanya untuk pertunjukan. Ia tidak akan pernah mengerti perlunya menghabiskan ribuan dolar hanya untuk mengesankan orang lain.

Setelah menutup pintu mobilnya dan melaju keluar dari tempat parkir, Sasuke mengemudi tanpa tujuan di Sapporo. Kemarahannya perlahan surut, tapi rasa frustrasi yang membara di perutnya berakar dan tetap bertahan. Ia telah kehilangan kendali penuh atas semuanya. Miyuki tidak menghargai keinginannya sama sekali. Apa yang ia, dan lebih penting lagi, apa yang diinginkan ibunya, tidak terwujudkan.

Sejak kapan aku kehilangan kemampuanku? Aku merasa seperti menyerahkan diri pada mereka di malam pesta pertunangan dan mereka lupa mengembalikannya.

Mengapa hidupku seperti kebun binatang? Aku belum bisa bersantai dalam beberapa bulan.

Sasuke menghidupkan lampu sein dan berbelok ke kiri, meliuk-liuk di jalan-jalan pusat kota tanpa tujuan.

Aku perlu bicara dengan Sakura.

Pikiran itu muncul begitu saja di otaknya entah dari mana. Ia sudah lama tidak menemui Sakura, apalagi berbicara dengan gadis itu. Setiap kali ia ada waktu luang, Sakura pasti selalu sibuk. Dan jika Sakura punya waktu luang, gadis itu tidak mau memberitahunya. Dammit. Ia merindukan Sakura. Dalam dua bulan terakhir, percakapan mereka menjadi sangat jarang hingga ia bahkan tidak bisa mengingat dengan tepat kapan terakhir mereka duduk dan menghabiskan waktu bersama. Rasanya seperti Sakura berusaha menghapusnya dari hidup gadis itu. Ia mencoba untuk tidak membiarkan pikiran itu mengganggunya karena ia tahu Sakura sibuk dengan pekerjaannya dan dengan Gaara, dan biasanya ia mampu menerima semua ini dengan tenang. Tapi kadang-kadang, ia mendapati dirinya memikirkan Sakura di malam hari, setelah Miyuki tidur. Di balik kegelapan, lebih mudah baginya untuk menjadi rentan, bahkan jika hanya untuk dirinya sendiri.

Hanya saja, kemudian ia berani mengakui bahwa ada lubang menganga di dadanya, yang disebabkan oleh fakta bahwa sahabatnya kini tampaknya telah menghindarinya setelah bertahun-tahun tidak terpisahkan. Tentu, ia tahu ini sebagian salahnya. Banyak hal telah berubah sejak ia dan Miyuki menjalin hubungan. Tapi sampai saat itu, Sakura masih selalu ada di sana. Dan sekarang, sepertinya gadis itu tidak ingin lagi. Dan itu sangat menyakitkan seperti pisau menembus perutnya. Bagian logis dari dirinya tahu bahwa pernikahan mengubah segalanya, tapi bagian emosionalnya, bagian yang membutuhkan dan menginginkan persahabatannya, merasa terluka. Ia akan menikah dengan gadis yang memiliki keluarga sangat besar, tapi ia tidak pernah merasa lebih sendirian dari ini.

Pikiran-pikiran itu, dan rasa terbakar yang menyertai dalam ususnya, menyeretnya untuk melesar ke apartemen Sakura.

Setengah jam kemudian, Sasuke berdiri di depan apartemen Sakura, menggedor pintu pada jam 11:30 malam. Ia berharap pada Tuhan bahwa Gaara tidak ada di sana. Jika Sakura menyingkirkannya hanya untuk bajingan itu lagi malam ini, ia mungkin akan berakhir di penjara karena membunuh pria itu. Ia perlu berbicara dengan Sakura dan kali ini, ia tidak akan pergi begitu saja.

***
To be continued