"Kau pikir kau menang, bukan?" tanya Sakura pada Sasuke.
"Apa maksudmu, aku menang?" Sasuke mengerutkan kening.
"Kau sudah mengambil Nichi dari keluarga Yamanaka. Ngomong-ngomong, bagaimana caramu melakukan itu, karena aku tahu mereka tidak akan menyerahkannya secara sukarela." tanya Sakura.
"Aku mendapat perintah pengadilan." Sasuke mengakui. "Tapi aku hanya ingin Nichi dirawat, bersama keluarganya."
"Sasuke, sejauh yang Nichi tahu, mereka adalah keluarganya." Sakura menghela napas. "Kaulah yang orang asing."
"Seharusnya tidak seperti itu!" Sasuke memprotes, dan kemudian menahan napas saat Nichi bergerak dalam tidurnya. "Aku saudaranya. Bukan mereka." Ia melanjutkan dengan nada suara yang lebih rendah.
Realisasi melintasi wajah Sakura. "Kau memberitahunya?"
"Tidak persis." Sasuke mengusap rambutnya dengan tangannya.
"Apa maksudmu, tidak persis?" Sakura seolah akan menusuk Sasuke dengan tatapannya.
"Aku memberitahunya bahwa dia adalah saudaraku." Sasuke mendesah. "Tapi dia tidak mengerti, jadi aku mengalihkannya."
"Bagaimana mungkin, Sasuke?" Sakura menggelengkan kepalanya. "Tidakkah kau berpikir bahwa itu adalah sesuatu yang seharusnya hanya ibunya yang menjelaskan padanya, dengan caraku sendiri, seandainya aku memilih untuk melakukannya?"
"Maafkan aku," Sasuke memerah. "Aku tidak berpikir..."
"Sebenarnya, Sasuke, kau berpikir." Sakura menginterupsi. "Kau berpikir untuk melakukan apa yang kau inginkan, seperti yang selalu kau lakukan. Kau tidak berpikir tentang bagaimana tindakanmu akan mempengaruhi orang lain. Kau tidak berpikir tentang bagaimana perasaan orang lain tentang hal ini."
"Aku hanya berusaha merawatnya!" protes Sasuke. "Kenapa kau begitu bertekad melarangku!"
"Apa semuanya baik-baik saja di sini?" tanya sebuah suara dari ambang pintu.
Sasuke meletakkan tangannya di atas wajahnya dan menggelengkan kepalanya. Wanita di lantai bawah itu benar-benar menghubungi Nara Shikamaru.
"Nichi menangis dan menginginkan ibunya, jadi aku membawanya ke sini." Sasuke menjelaskan. "Wanita di meja resepsionis itu mengatakan bahwa jam kunjungan telah habis, tapi apa dia tidak mengerti bahwa anak ini menginginkan ibunya?"
Shikamaru berdiri di samping tempat tidur dan memandang Sasuke, Sakura, dan Nichi, yang tertidur di samping ibunya. "Jadi kau baru saja membawanya ke ibunya?" Shikamaru mengulangi.
"Ya." Sasuke hampir menggeram.
"Jadi, Sakura?" tanya Shikamaru, memutus tatapan matanya pada Sasuke.
"Aku tidak keberatan dia membawa Nichi untuk menemuiku." jawab Sakura, menatap Sasuke. "Tapi kalau Nichi bersama Miyumi-basan, aku yakin dia bisa menenangkannya tanpa harus membawanya ke sini."
Shikamaru menghela napas. "Sakura, Uchiha memiliki perintah pengadilan yang memberinya hak asuh Nichi sampai kau keluar dari rumah sakit. Aku tidak bisa mengembalikannya ke keluarga Yamanaka sekarang. Tapi jika kau merasa Nichi tidak dirawat dengan benar di tangan Uchiha, aku bisa membawa Nichi ke bawah perlindungan polisi sampai kau keluar dari sini."
Sakura membelai rambut putranya.
Sasuke menahan napasnya.
"Tidak, kurasa Sasuke sedang mencoba untuk merawatnya. Tapi aku tidak berpikir Sasuke mengerti bahwa merawat seseorang itu berarti mendahulukan kebutuhan dan keinginan mereka di depan kepentingan diri sendiri." jawab Sakura dengan pelan, tidak melihat ke arah dua lelaki dihadapannya itu. "Dan kupikir Nichi akan sedikit takut untuk diasuh polisi. Tapi," Sakura akhirnya mengalihkan perhatiannya ke arah Sasuke. "Dia jangan diberitahu apapun tentang menjadi bagian dari keluargamu."
"Tidak akan. Aku bersumpah." Sasuke berjanji. "Dan aku hanya akan merawatnya sampai kau membaik. Ini bukan seperti aku mencoba membawanya menjauh darimu."
"Aku akan melakukan apapun yang harus kulakukan untuk melindungi anakku." Sakura memberitahu Sasuke tanpa berkedip.
"Kau tidak harus melindunginya dariku." ucap Sasuke.
"Ayo, Uchiha." Shikamaru menunjuk ke arah pintu. "Kau sudah cukup mengganggu rumah sakit, dan Sakura juga perlu istirahat."
Sasuke mengangguk.
Sakura memberi ciuman ke pipi putranya sebelum Sasuke mengangkat anak yang tertidur itu ke dalam pelukannya. Nichi hampir tidak bergerak. "Aku berjanji akan merawatnya dengan baik." ucap Sasuke pada Sakura.
Gadis itu mengangguk.
Shikamaru mengantar Sasuke dan Nichi ke lift, dan kemudian menuntun mereka keluar gedung.
"Uchiha," Shikamaru mendesah ketika mereka melangkah keluar lift.
"Katakan saja, Nara." Sasuke menggerutu setelah diam beberapa saat.
Shikamaru menggeleng, tapi akhirnya berbicara. "Aku tahu kita tidak pernah menjadi teman, tapi aku ingin mengatakan ini padamu, karena aku benar-benar percaya bahwa kau telah berubah sejak kita keluar dari sekolah, dan aku percaya kau mencoba untuk melakukan hal yang benar untuk Nichi. Kau harus memahami sesuatu, Sakura terbiasa merawat Nichi sendirian, hanya mereka berdua sepanjang hidupnya. Mereka saling memiliki. Dengan dirimu yang mencoba masuk dan mencoba menjadikan dirimu bagian penting dari Nichi akan sangat menakutkan bagi Sakura. Semakin keras kau ingin masuk, semakin dia akan menolak."
"Aku tidak berusaha membawa Nichi menjauh darinya!" Sasuke memutar matanya. "Dia ibu yang baik, dari semua ibu yang pernah kutemui. Tapi Nichi seorang Uchiha, dan dia harus hidup dengan standar tertentu. Contohnya, dia seharusnya tidak makan sup ikan yang dia tidak suka karena ibunya tak mampu membeli makanan lain. Dia juga seharusnya tidak memakai pakaian bekas."
"Dan kau selalu menginginkan saudara laki-laki, dan kau merasa bersalah tentang apa yang terjadi pada Sakura akibat kelakuan bejat ayahmu, jadi kau menjadikan Sakura dan Nichi sebagai semacam misi dalam hidupmu." ucap Shikamaru, mengamati.
"Terserah apa katamu, Nara." jawab Sasuke sarkastis.
"Ingat saja apa yang kukatakan." Shikamaru menoleh pada Sasuke saat mereka sampai di parkiran mobil. "Menurut frasa yang pernah kudengar, kau akan menangkap lebih banyak lalat dengan madu daripada cuka." Kemudian ia kembali ke dalam rumah sakit untuk berbicara dengan wanita di meja resepsionis.
***
Sasuke pulang ke rumah bersama Nichi, yang hampir tidak bergerak saat Sasuke membawanya ke lantai atas dan membaringkannya ke tempat tidur.
Karena kelelahan, Sasuke hampir tidak sempat untuk mencuci muka dan tangannya sebelum mengenakan piyama dan naik ke tempat tidur. Ia tertidur lelap, tapi terbangun dua jam kemudian oleh jeritan bocah yang ketakutan.
Sasuke bergegas ke kamar Nichi dan menemukan bocah itu meringkuk di tengah tempat tidur, memegangi boneka beruangnya. Bocah itu tampak ketakutan akan sesuatu.
"Apa yang terjadi?" tanya Sasuke dengan wajah mengantuk.
"Ada sesuatu yang menakutkan di sana." Nichi menunjuk ke pintu lemari.
Sasuke berjalan mendekat dan membuka pintu lemari, melihat ke dalam. "Nichi, tidak ada apa-apa di sini. Memang seharusnya tidak ada. Hanya ada pakaianmu di sini."
"Itu bersembunyi darimu." ucap Nichi berbisik.
"Lalu apa yang harus kulakukan dengan itu?" tanya Sasuke, menguap.
"Boleh aku tidur denganmu?" Bibir Nichi bagian bawah bergetar.
Sasuke mengulurkan kedua lengannya, dan Nichi berlari ke arahnya. Ia menggendong bocah itu ke kamarnya dan membaringkannya di tempat tidur, kemudian ia berbaring di sampingnya.
"Sekarang tidurlah." perintah Sasuke. Nichi tersenyum, meringkuk di tempat tidur, dan memejamkan mata.
***
Sasuke perlahan bangun keesokan paginya dan samar-samar menyadari ada rasa hangat.
Ia kemudian menyadari bahwa Nichi juga basah.
"Nichi!" Sasuke mengerang, mengejutkan anak yang masih tertidur itu. "Kau bilang kau tidak mengompol di tempat tidur!"
Bocah laki-laki itu berkedip dan kemudian mulai menangis. "Maafkan aku." Wajah Nichi memerah. "Aku tidak mengompol di tempat tidur. Aku anak besar."
"Yeah, kau tentu mengompol di tempat tidur kali ini." Sasuke mendengus. "Ayame! Aiko!"
Dua asisten itu masuk ke ruangan. "Ya, Uchiha-san?"
"Bersihkan dia dan..." Sasuke menunjuk ke tempat tidur. "Bereskan ini!"
"Baik, Uchiha-san." Dua asisten itu mengangguk sopan dan segera berbagi tugas.
Sasuke melangkah ke kamar mandi, dan kemudian menyadari bahwa ia tidak membawa pakaian bersih atau meminta asistennya untuk menyiapkan pakaiannya. Ia membungkus dirinya dengan handuk dan melangkah keluar kamar mandi menuju lemari. Ia memilih pakaiannya, dan kemudian membawanya ke kamar tidurnya.
Ayame rupanya sudah memandikan anak itu dan menyuruhnya duduk di atas karpet dengan sebuah buku sementara Aiko sedang mengganti seprai tempat tidurnya.
Nichi memandang Sasuke, membeku ketakutan, lalu bersembunyi di bawah tempat tidur.
"Nichi, apapun permainanmu itu, aku tidak punya waktu untuk bermain sekarang." Sasuke menggerutu.
"Pergi! Aku ingin Mama!" terdengar suara dari bawah tempat tidur.
Sasuke berlutut, melongok ke bawah tempat tidur. Nichi hampir berada di bagian tengah tempat tidur king-size itu, terisak-isak.
"Maaf, aku membentakmu karena kau mengompol di tempat tidur." Sasuke mendesah. "Sekarang keluar dari sana?"
"Tidak," jawab bocah itu. "Jangan lukai aku. Aku ingin Mama!"
"Aku tidak akan melukaimu." Sasuke berjanji. "Bagaimana jika kau keluar dan kita sarapan saja?" Sasuke meraih ke bawah tempat tidur, menyebabkan Nichi memekik dan beringsut menjauh.
"Tidak! Kau orang jahat!" Bocah itu menjerit.
Sasuke berdiri, menggelengkan kepalanya, dan berpakaian. Ia dan Aiko kemudian menghabiskan hampir lima belas menit mencoba untuk membujuk bocah kecil itu keluar dari bawah tempat tidur.
Akhirnya Sasuke berdiri, memerintahkan Aiko untuk mengawasi Nichi, sementara ia akan menghubungi seseorang.
Ibunya tampak kurang senang saat dibangunkan sebelum waktunya oleh Sasuke.
"Dia mengompol, setelah dia memberitahuku bahwa dia tidak mengompol di tempat tidur, jadi aku meninggikan nada suaraku padanya pagi ini, dan sekarang dia menangis di bawah tempat tidur dan tidak mau keluar!" Sasuke mengeluh pada ibunya di telepon.
"Apa kau mengajaknya ke kamar mandi sebelum kau menidurkannya?" tanya Mikoto.
"Tidak." Sasuke mengerutkan kening. "Kau tidak memberitahuku bahwa aku harus melakukan itu."
"Apa kau tidak ingat ketika kau masih kecil, aku selalu menyuruhmu ke kamar mandi sebelum tidur?" Mikoto terdengar menghela napas di seberang sana.
"Oh." jawab Sasuke. "Apa tidak ada satu set buku instruksi tentang bagaimana cara merawat anak kecil?"
Mikoto tertawa. "Tidak, tidak ada. Dan semakin tua usia mereka, semakin tidak logis mereka."
"Bagaimana cara mengeluarkannya dari bawah tempat tidur?" tanya Sasuke.
"Minta maaf padanya karena berteriak." Ibunya menyarankan.
"Aku sudah melakukan itu. Tapi dia masih menjerit dan menangis, dan dia memanggilku orang jahat dan mengatakan bahwa dia menginginkan ibunya." Sasuke cemberut.
"Kau telah membuatnya takut entah bagaimana. Apa yang kau lakukan padanya?"
"Mana aku tahu?" Sasuke mengangkat tangannya.
"Sekali lagi, aku akan memberi nasehat yang sama: panggil seseorang yang dikenalnya. Yamanaka Miyumi pasti bisa menariknya keluar dari bawah tempat tidur." saran Mikoto.
"Aku tidak akan memanggil keluarga Yamanaka!" Sasuke memprotes.
"Baiklah, kaulah yang terjebak dengan anak yang menangis di bawah tempat tidurnya." Setelah itu Mikoto memutus sambungan telepon.
Sasuke duduk di sana selama satu menit penuh sebelum ia memutuskan untuk menghubungi rumah Nara Shikamaru.
Suara wanita menyambut Sasuke dan memberitahu bahwa Shikamaru sudah berangkat kerja. Sasuke kemudian mencoba menghubungi kantor polisi, dan mengetahui bahwa Shikamaru belum datang. Sasuke menitip pesan pada Utakata bahwa ia perlu berbicara dengan Shikamaru, hanya Shikamaru, tentang masalah yang sangat serius dan mendesak.
Utakata berdebat dengan Sasuke, bersikeras bahwa tidak perlu menunggu Shikamaru untuk melakukan sesuatu karena ia juga bisa melakukannya.
"Aku tidak punya waktu, aku juga sedang tidak ingin berurusan denganmu saat ini!" Sasuke berteriak di telepon. Ia kesal, dari sekian banyak anggota polisi, kenapa harus Utakata yang menjawab teleponnya. "Katakan pada Nara untuk menghubungiku begitu dia sampai atau aku akan..."
"Aku di sini, Uchiha." terdengar suara dari seberang sana.
"Aku ingin kau kemari." Sasuke mendesah.
"Apa yang terjadi?" tanya Shikamaru setelah mengambil alih telepon. "Apa aku perlu membawa beberapa orang? Apa ada sesuatu yang terjadi pada Nichi? Apa kau-"
"Diamlah dan cepatlah!" seru Sasuke. "Aku akan memberitahumu ketika kau sampai di sini."
"Shikamaru, departemen..." Samar-samar Sasuke mendengar Utakata memprotes.
Shikamaru menoleh, dan kemudian mengangkat tangannya untuk memotong ucapan Utakata. "Tidak apa-apa. Jika aku tidak kembali dalam setengah jam, datanglah temui aku."
***
Sekitar 10 menit, Shikamaru sampai di mansion Uchiha.
"Aku tidak tahu kenapa dia begitu ketakutan. Padahal aku tidak terlalu mempermasalahkannya."
"Antar aku padanya." Shikamaru menginstruksikan. Sasuke membawanya ke lantai atas ke kamar tidur Nichi, di mana teriakan samar terdengar dari bawah tempat tidur.
"Nichi?" Shikamaru berbicara dengan lembut. "Ini Shikamaru-jisan. Bisakah kau memberitahuku apa yang terjadi?"
"Apa itu benar-benar kau?" sebuah suara kecil terdengar.
"Ini benar-benar aku." Shikamaru mengangguk, meskipun anak itu tidak bisa melihatnya. "Kenapa kau bersembunyi di bawah tempat tidur?"
"Mister Sasuke orang jahat." jawab Nichi.
"Kenapa dia orang jahat?" Shikamaru melanjutkan.
"Dia punya gambar orang jahat." Suara Nichi sedikit goyah. Sasuke mulai membuka mulutnya, tapi Shikamaru menggelengkan kepalanya.
"Gambar orang jahat apa, Nichi?" tanya Shikamaru, berlutut di samping tempat tidur.
"Gambar menyeramkan di punggungnya." jawab Nichi.
Shikamaru memandang Sasuke.
Sasuke menghela napas. "Aku baru saja keluar dari kamar mandi dan aku tidak memakai kaos. Mungkin dia melihat tatoku." Sasuke kemudian berlutut di samping tempat tidur lagi. "Nichi," panggilnya lembut. "Aku bukan salah satu dari orang jahat."
"Tapi orang jahat biasanya mempunyai gambar menyeramkan di tubuhnya." jawab Nichi pelan.
"Tidak semua orang jahat mempunyai gambar menyeramkan di tubuhnya, dan sebaliknya." ucap Sasuke dengan melirik Shikamaru.
"Benar, Nichi. Dia bukan orang jahat. Kau tidak perlu takut padanya." Shikamaru mengkonfirmasi. "Tidak semua orang yang mempunyai gambar menyeramkan adalah orang jahat. Polisi banyak menangkap orang jahat, tapi mereka tidak mempunyai gambar menyeramkan."
Bocah itu merangkak keluar dari bawah tempat tidur, masih memegangi boneka beruangnya, dan melihat dari Shikamaru kemudian Sasuke. "Aku lapar." ucapnya.
"Ayame sudah menyiapkan sarapan di lantai bawah." Aiko memberitahu mereka.
"Nara, aku ingin mengundangmu untuk sarapan, tapi aku takut Awadachi akan mengirimkan satu truk polisi kemari." Sasuke mengerang, menggendong Nichi.
"Aku anak besar. Aku bisa berjalan!" seru Nichi memprotes, mendorong dada Sasuke.
Sasuke menurunkan Nichi kembali ke lantai dan membawa mereka semua ke bawah.
"Lain kali saja, aku harus segera kembali bekerja." Shikamaru mengangkat bahu. "Sampai jumpa, Nichi." Ia mencium pipi anak itu. "Uchiha." Ia mengangguk seraya berpamitan dan melangkah keluar rumah.
Sasuke dan Nichi masih ada di meja makan ketika Aiko datang memberitahu bahwa Sasuke mendapatkan tamu, Hyuga Hanabi.
Sasuke memberitahu Nichi untuk menyelesaikan makannya, menyuruh Ayame menemani anak itu, dan menyuruh Aiko untuk mengantar Hanabi ke ruang tamu ibunya.
***
"Hanabi," Sasuke menyapa saat memasuki ruangan, berjalan dari belakang gadis muda itu. "Untuk apa kau..." Kata-katanya berhenti tiba-tiba ketika tamunya itu berbalik dan menampar wajahnya.
"Kau brengsek!" Hanabi mendesis. "Setidaknya sekarang mungkin orangtuaku akan percaya padaku ketika aku memberitahu mereka bahwa kau bukan pasangan yang cocok untuk Hinata-neesan."
"Apa yang kau lakukan?" tanya Sasuke tak percaya, mengangkat tangan ke pipinya yang terasa memanas.
"Jangan pura-pura tidak tahu." Hanabi menggertakkan gigi. "Aku tahu bagaimana kau. Apa kau sudah lupa dirimu sendiri?"
"Yeah, mungkin aku lupa!" Sasuke menggeram. "Apa kau mau memberiku pencerahan?"
"Aku selalu tahu kau tidak akan bisa setia pada siapapun."
Sasuke menatap Hanabi menyipit.
"Kau bahkan tidak bisa menunggu sampai kau menikah dengan membawa anak harammu jalan-jalan dan membuat kakakku terlihat seperti orang bodoh?"
"Tunggu, apa?" Sasuke menggelengkan kepalanya.
"Kau bertunangan dengan kakakku, atau kau lupa?" Hanabi membentak. "Semua orang membicarakanmu dan anakmu kemarin, bahwa kau menghabiskan banyak uang untuknya."
"Oke, pertama, tidak, aku tidak lupa bahwa aku bertunangan dengan kakakmu, atau fakta bahwa sampai saat ini, dia belum cukup umur untuk menikah. Oh, keberuntungan dari aturan pernikahan bangsawan. Kurasa aku harus bersyukur bahwa orang tuaku tidak membuatku bertunangan denganmu. Berapa umurmu, sekitar tujuh belas?"
Hanabi dengan marah menyingkirkan rambutnya dari wajahnya.
"Kedua, dia bukan anakku. Dan ketiga, berapapun uang yang kuhabiskan, bukan berarti itu urusanmu."
"Oh, tolong, Uchiha," Hanabi memasang ekspresi tak percaya. "Semua orang bilang dia mirip sekali denganmu. Aku tahu bahwa kau bisa dengan mudah memasuki celana dalam dari gadis manapun. Apa ini jebakan untukmu, atau apa kau baru saja melupakan alat pengaman dengannya?"
"Dia bukan anakku!" Sasuke bersikeras. "Aku harap kau urus saja urusanmu dan jalani saja hidupmu sendiri!"
"Ini juga menjadi urusanku!" Suara Hanabi sedikit lebih meninggi. "Kau bertunangan dengan kakakku!" Ia memekik. "Kau bertunangan dengan kakakku, tapi kau bercinta dengan gadis lain, dan mempunyai bayi bersamanya!" Ia menuduh.
"Tidak, aku tidak melakukannya." jawab Sasuke dengan kesabaran yang berlebih. "Sudah kubilang, dia bukan anakku."
"Kalau begitu, dari mana kau mendapatkan seorang anak?" Hanabi mengangkat dagunya dan melipat tangannya.
"Aku merawatnya sementara, ibunya ada di rumah sakit." Sasuke melipat tangannya sendiri.
"Siapa ibunya?" Hanabi menuntut.
"Haruno Sakura." Sasuke mendesah.
"Anak Haruno Sakura?" Hanabi memekik lagi. "Aku tak pernah tahu kau dekat dengannya, dan sekarang kau secara sukarela merawat anaknya?"
Sasuke membuka mulutnya untuk menjawab tapi terputus sebelum ia bisa mengucapkan sepatah kata pun karena Hanabi mendahuluinya.
"Tuhan. Aku tahu sedikit tentang masalah antara perusahaan Haruno dan ayahmu." Hanabi melempar ekspresi ngeri pada Sasuke. "Kau mengambil kesempatan dengan menjadikan dia sebagai pelacur kecil pribadimu, bukan? Kau brengsek!" Ia mengangkat tangannya kembali untuk menampar Sasuke lagi, tapi Sasuke menangkap pergelangan tangannya di udara.
"Bukan seperti itu." ucap Sasuke. "Dia diperkosa oleh beberapa orang. Salah satu dari mereka adalah ayah anak itu."
"Lalu kenapa kau tiba-tiba tertarik pada anak pelacur itu?" ucap Hanabi kasar.
"Karena dia adalah anak ayahku." Sasuke mengatakannya dengan pelan. "Aku baru tahu ketika ayahku meninggal."
"Oh." Hanabi mendengus. "Itu sangat pintar, bukan? Menyalahkan orang yang telah mati untuk kelakuan brengsekmu."
"Hanabi-" Sasuke memperingatkan.
"Jadi bagaimana bisa kau berakhir di celana dalam Haruno Sakura?" Hanabi menyeringai. "Apa kau berjanji padanya untuk membebaskan perusahaan ayahnya yang terlilit hutang pada perusahaan ayahmu? Atau apa kau berjanji untuk melindunginya dari rekan bisnis ayahnya? Atau apa kau..."
"Keluar dari rumahku." Sasuke berdesis, menunjuk ke arah pintu.
"Oh, jadi kau sensitif jika berbicara tentang dia?" Hanabi memancingnya, dan Sasuke tahu itu.
"Bagaimana jika memang iya? Apa kau kecewa karena aku tidak sensitif terhadapmu? Kita berdua tahu jika kau sebenarnya ingin berada di posisi Hinata." Sasuke melengkungkan alis. "Dan kenapa kau tidak bertanya langsung dan pergi, Hanabi? Tanyakan padaku apakah Haruno Sakura lebih baik daripada dirimu."
Mata Hanabi melebar.
"Ayo, aku menunggu." Sasuke mengejek.
Hanabi berbalik dan meninggalkan ruangan tanpa kata.
Sasuke mendesah, mengacak rambutnya, dan bertanya-tanya berapa banyak masalah yang akan ditimbulkannya setelah ini.
***
To be continued.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)