expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

The New Uchiha #12



Sekitar 40 menit berlalu, Sasuke dan Sakura beserta beberapa polisi akhirnya sampai di tempat Genma bertugas, kini mereka berdiri di sebuah ruang konferensi di kantor detektif yang terletak di bagian paling selatan Tokyo.
Seorang lelaki bertubuh tinggi kekar masuk dan menjabat tangan Sasuke. "Uchiha. Senang bertemu denganmu. Semoga saja keadaan ini akan lebih baik."
"Shiranui." Sasuke mengangguk. "Jika semuanya berjalan dengan baik, hubungi aku dan kita akan bertemu untuk makan malam minggu depan." Ia kemudian menunjuk ke arah Sakura. "Haruno Sakura. Detektif Shiranui Genma. Dia ibu Nichi."
Genma dan Sakura menggumamkan salam mereka, dan pria itu menawarkan kursi pada Sasuke dan Sakura di depan sebuah layar komputer. Genma berdiri di satu sisi, dan para polisi mengambil posisi di belakang Sasuke dan Sakura.
"Kita beruntung bahwa toko ini memiliki satu kamera di pintu masuk, dan satu di atas konter penjualan, semua disertai waktu dan tanggal. Jika aku mencocokkan waktu penjualan dengan benar, ini adalah orang yang kita cari." Genma menekan tombol pada sesuatu yang mirip dengan ponsel yang dia pegang di tangannya, dan muncul gambar seorang pria di layar komputer.
"Aku tahu dia." Sasuke membenarkan. "Dia adalah salah satu pengacara ayahku. Mamoto Ken." Ia berpikir sejenak. "Kupikir itu memang suaranya di telepon. Tapi aku tidak yakin, aku belum berbicara dengan pria itu dalam beberapa tahun terakhir."
"Kenapa dia mengambil Nichi?" tanya Sakura.
"Aku tidak tahu." Sasuke mengangkat bahu.
"Kita akan jadikan dia tersangka sampai ada bukti yang kuat." Kakashi mengumumkan. "Ibiki, aku ingin daftar setiap properti yang dia miliki. Aku ingin tahu tentang properti apa saja yang dimiliki anggota keluarganya, apapun yang bisa dia akses. Shikamaru, aku ingin daftar kendaraan yang dia pakai. Jika dia punya mobil, kapal, sepeda, atau bahkan karpet terbang, aku ingin kau mencari informasinya."
"Baik, Sir." Shikamaru mengangguk dan pergi.
"Aku akan mengeluarkan Buletin untuk Mamoto Ken dan Berita pencarian untuk Nichi. Aku akan mengatakan ini adalah penculikan dari yurisdiksi lain, yang diyakini berada di daerah itu." Genma menawarkan.
"Terima kasih sekali lagi." Kakashi menjabat tangan si detektif.
"Ya terima kasih." Sakura tersenyum pada Genma.
"Kami akan melakukan semua yang kami bisa untuk mendapatkan putramu kembali." Genma meyakinkan Sakura.
"Terima kasih, Genma." Sasuke menjabat tangan Genma juga sebelum pria itu meninggalkan ruangan.
"Ayo." Kakashi menggiring Sasuke dan Sakura ke pintu. "Kami akan mengantar kalian berdua kembali ke rumah dan menunggu Mamoto menelepon."
Sasuke menyelipkan lengannya di pinggang Sakura dan mengikuti Kakashi berjalan ke mobil.
"Setidaknya kita sudah tahu siapa yang menculiknya." Sasuke berbisik ke rambut Sakura, mengecup puncak kepala gadis itu. "Itu berarti kita memiliki peluang yang lebih baik untuk mendapatkan Nichi kembali."
Sakura mengangguk, bibirnya tertutup rapat, berusaha mempertahankan ketenangannya.
***
Ketika mereka tiba kembali di mansion Uchiha, Sakura menggumamkan sesuatu dan naik ke lantai atas.
"Apa yang kalian temukan?" tanya Mikoto ketika Sasuke kembali ke ruang utama.
"Dia Mamoto Ken." Sasuke memberitahu ibunya. "Genma mempunyai foto-foto Mamoto yang sedang membeli nomor telepon."
"Mamoto Ken?" Mikoto mengerutkan kening. "Kenapa?"
"Tidak tahu." Sasuke menggelengkan kepalanya. "Tapi setidaknya kita tahu siapa penculiknya."
"Kuanggap ini kabar baik." Mikoto duduk di samping putranya, memegang tangannya. "Aku yakin mereka berusaha menemukannya."
Sasuke mengangguk. "Para polisi menyusun daftar properti apapun yang dimiliki Mamoto, dan memeriksa segala bentuk transportasi yang dia gunakan sehingga mereka bisa menemukannya. Genma juga akan mengeluarkan buletin tentang Mamoto untuk mencarinya."
"Kalau begitu, kita hanya harus menunggu mereka untuk menemukan Mamoto dan kemudian menemukan Nichi." Mikoto menepuk tangan putranya dan berdiri. "Sebaiknya aku memeriksa dapur, memastikan makanan sudah cukup siap untuk para polisi." ucapnya melangkah pergi.
Sasuke menatap perapian, sampai Sakura duduk di sampingnya. Gadis itu membawa boneka beruang milik Nichi, Brown.
"Ketika kita menemukannya, dia akan menginginkan ini." ucap Sakura, suaranya terdengar hampa.
"Kita akan menemukannya." Sasuke berjanji, menarik Sakura mendekat ke sisinya.
Sakura mengangguk. "Aku..."
Ucapan Sakura terhenti ketika mereka berdua mendengar musik mekanik yang menjengkelkan dari suatu tempat di rumah itu.
Kakashi berlari masuk, memegang ponsel di tangannya, tiga polisi mengikuti di belakangnya.
"Jawab dia, tapi jangan membuatnya curiga jika kau sebenarnya mengetahui siapa dia." Kakashi menginstruksikan dengan cepat. "Hidup Nichi bisa bergantung padanya."
Sasuke mengangguk, Kakashi mulai menekan tombol, ia mengubah panggilan itu ke mode loudspeaker agar mereka semua bisa mendengarkan.
"Halo?" ucap Sasuke, berharap suaranya terdengar agak normal.
"Uchiha." Suara yang sama menjawab dengan lancar.
"Ya." jawab Sasuke.
"Apa yang kau temukan dari bank?" Suara itu berlanjut.
"Bank mengatakan jika aku ingin mengambil kombinasi berbagai dollar, mereka bisa menyelesaikannya untukku sore ini. Aku menyuruh mereka untuk melakukannya." jawab Sasuke.
"Sangat bagus." Suara itu terkekeh. "Aku akan meneleponmu kembali jam lima untuk mengatur pertukaran kita."
"Tunggu!" Sasuke berteriak. "Biarkan aku bicara dengan Nichi lagi."
"Jika kau ingin berbicara dengannya, kau harus selesaikan apa yang kukatakan." Suara itu memberitahu Sasuke sebelum memutuskan sambungan telepon.
"Ibiki, hubungi Genma. Tanyakan apakah dia punya sesuatu untuk melacak tower sinyal itu." Kakashi menginstruksikan.
Para polisi semua bergegas pergi, dengan Kakashi yang masih memberikan perintah.
Sasuke menoleh ke arah Sakura, menyadari bahwa gadis itu sepertinya sedang berpikiran yang tidak-tidak.
"Ada apa?" tanya Sasuke dengan lembut, mengangkat wajah Sakura agar menatapnya.
"Bagaimana jika alasan pria itu tidak membiarkanmu berbicara dengan Nichi karena..." Suara Sakura pecah, air mata mengalir di pipinya.
"Tidak!" potong Sasuke. Ia menarik Sakura mendekat dan berbicara dengan suara yang lebih lembut. "Tidak, dia hanya mempermainkan kita. Kau mendengar apa yang dikatakan Kakashi. Dia ingin membuat kita kesal dan kehilangan semangat. Nichi baik-baik saja. Pasti."
"Jika sesuatu terjadi padanya..." Sakura menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Sakura." Sasuke memohon. "Kau harus bertahan sekarang, karena kau adalah orang terkuat yang kukenal, dan jika kau hancur..." Sasuke terdiam, nyaris ingin menangis.
"Kita akan saling menjaga satu sama lain." ucap Sakura berusaha tenang, ia menarik Sasuke untuk duduk di sofa.
Mereka duduk bersama dalam diam, saling berpelukan selama beberapa waktu, sampai Mikoto masuk, diikuti oleh asisten rumah yang membawa nampan.
"Kalian berdua harus makan." ucap Mikoto.
Mereka meminum teh. Sasuke menggigit croissant, dan Sakura mengambil beberapa gigitan scone di bawah desakan Mikoto.
Mereka masih berpura-pura makan ketika Shinji melangkah masuk.
"Aku hanya bisa mampir sebentar. Aku harus menghadiri pertemuan." ucap Shinji. "Tapi aku ingin melihat apakah ada yang bisa kulakukan. Tentu saja, Kakashi telah memberitahuku tentang kasus ini."
"Aku berharap ada." Mikoto tersenyum sedih. "Kami hanya bisa menunggu, untuk melihat apakah penculik itu menghubungi kami lagi, atau jika polisi menemukannya terlebih dulu."
Shinji mengangguk. "Apapun yang bisa kulakukan akan kulakukan. Kau tahu itu."
"Terima kasih." Mikoto bergumam dengan muram.
Shinji mencium tangan Mikoto lagi, lalu menjabat tangan Sasuke dan Sakura sebelum melangkah pergi.
Kurang dari sepuluh menit setelah Shinji pergi, Hinata tiba.
Sasuke dengan berat hati menjauh dari Sakura, dan Mikoto menawarkan teh dan minuman pada Hinata.
"Aku datang untuk melihat bagaimana perkembangannya." ucap Hinata, duduk di seberang Sasuke dan Sakura.
"Penculik itu menelepon dan meminta uang. Dia membiarkan kami berbicara dengan Nichi, Nichi mengatakan bahwa dia dingin dan lapar dan takut dan ingin pulang. Penculik itu adalah salah satu pengacara ayahku. Polisi melacaknya saat ini. Penculik itu mengatakan dia akan menelepon kembali pukul lima untuk mengatur pertukaran."
"Kau ingin aku tetap di sini?" Hinata menawarkan.
Sasuke menatap Hinata dengan rasa ingin tahu. "Tetap di sini?"
"Maksudku, lusa aku harus pergi ke Osaka." Hinata menjelaskan, tersipu. "Apa kau ingin aku tetap di sini, sampai semuanya... diselesaikan?"
"Terima kasih, tapi tidak." Sasuke menggelengkan kepalanya. "Kau sudah ketinggalan studimu. Kurasa tidak banyak yang bisa kau lakukan di sini. Lagipula aku yakin semuanya pasti akan terselesaikan, polisi akan menemukan penculik itu dan menemukan Nichi, atau kami akan melakukan pertukaran tebusan. Jika ada sesuatu terjadi, aku akan memberitahumu."
"Ya," Hinata mengangguk, memalingkan muka. "Aku tidak akan disini. Aku tidak bermaksud mengganggu." Ia memandang Sakura. "Ketahuilah kalau ada yang bisa kulakukan..."
"Terima kasih." Sakura mengangguk dan tersenyum. "Bagaimana dengan Hanabi?"
Sasuke secara mental mengumpati dirinya sendiri karena tidak menanyakan hal itu lebih awal.
"Dia mengulangi ancamannya untuk mencoba bunuh diri lagi jika Ayahku bersikeras membuatnya bertunangan dengan Shimura Danzo, di depan dokter kali ini." Hinata menghela napas. "Dokter mengatakan bahwa dia tidak akan membiarkan Hanabi pulang sampai dirasa stabil. Ayahku benar-benar marah. Tapi untuk saat ini, dokter mengatakan Hanabi tidak boleh menerima pengunjung, yang berarti ayahku tidak bisa datang ke sana dan teriak pada Hanabi secara langsung."
"Mungkin itu akan membantu meredakan situasi," Sasuke mengangguk.
"Aku benar-benar..." Hinata memulai, tapi terputus oleh polisi yang berlari ke ruangan.
"Kami sudah mendapatkannya!" teriak Kakashi.
"Nichi?" tanya Sasuke dan Sakura bersamaan, berdiri.
"Tidak, Mamoto." Kakashi menggelengkan kepalanya. "Tapi begitu kita bisa membawanya ke markas dan menggali informasi, kita akan tahu di mana Nichi disembunyikan."
"Baik." Sasuke mengikuti pria itu keluar ruangan.
Sakura dan Hinata tidak berbicara, tapi juga mengikuti Kakashi.
"Aku akan berganti pakaian lebih dulu dan menyusul." Mikoto berjalan keluar ruangan.
***
Rombongan dari mansion Uchiha tiba di markas lebih dulu.
"Genma telah melacak sinyal ponsel dan itu berada tepat di luar pusat kota. Shikamaru menemukan bahwa Mamoto memiliki mobil yang diparkir di daerah itu, jadi kami menempatkan beberapa orang di daerah sana. Benar saja, Shikamaru dan Utakata melihatnya, dan sekarang dia sudah ditangkap."
Tepat saat Kakashi menyelesaikan kalimatnya, dua polisi melangkah masuk, diikuti oleh Shikamaru dan Utakata yang memegang Mamoto, dan dua polisi lagi di belakang mereka. Semua orang berteriak sekaligus ketika Mamoto di dudukkan dan bergerak-gerak di kursinya.
"Jangan berani mencoba kabur!" teriak Utakata.
Mamoto tersentak sedikit. Polisi lainnya melangkah mundur saat Kakashi bergerak untuk berdiri di depan tahanan itu.
"Apa Nichi baik-baik saja?" Kakashi bertanya pada Mamoto.
Mamoto mengangkat bahu. "Dia baik-baik saja pagi ini ketika aku meninggalkannya."
"Apa kau memberikan makanan atau air untuknya?" tanya Kakashi.
"Tidak." jawab Mamoto, membuat Sasuke menatapnya dengan tatapan menusuk.
"Di mana anak itu?" tanya Kakashi.
Mamoto tampak bergumul sesaat di kursinya. "Dia di gudang kebun, di sebuah properti yang dimiliki keluarga Uchiha di Meguro. Sudah kosong selama beberapa dekade. Di dekat Biara."
"Apa ada jebakan di sana?" tanya Kakashi.
Lagi-lagi Mamoto tampak ragu sebelum menjawab. "Tidak. Aku memberitahu bocah itu bahwa pintu akan membakarnya jika dia mencoba membukanya, tapi sebenarnya pintu itu hanya dikunci standar."
"Selesaikan pertanyaannya." Kakashi menerintahkan pada Shikamaru. "Aku akan menjemput anak itu."
"Aku pergi denganmu." ucap Sasuke.
Kakashi berhenti. "Uchiha, kita tidak tahu apa yang sedang kita jalani di sini. Kau mungkin tidak ingin melihat apa yang kita temukan."
"Aku sudah banyak melihat hal-hal buruk sebelumnya."
"Tapi ini berbeda ketika ini anakmu." ucap Kakashi.
"Ya, ini anakku." ucap Sasuke, nyaris tidak bisa mengendalikan emosinya. "Dia ketakutan, kedinginan, dan kelaparan, dan jika sekelompok polisi datang ke sana, itu akan membuatnya semakin ketakutan. Aku akan menjemputnya."
"Aku ibunya." Sakura berbicara pada kepala polisi itu. "Dan aku membawa bonekanya." Ia mengangkat boneka beruang yang tampak menyedihkan itu. "Aku ikut juga."
"Aku akan segera menjadi ibu tirinya." Hinata ikut bicara. "Dan aku mengerti tentang medis."
"Baiklah." Kakashi mengangkat tangannya. "Ibiki, Kiba, ikut aku."
***
Setelah memakan waktu cukup lama, mereka sampai di Meguro dalam cuaca dingin menyengat.
Berkat kaki panjang yang Sasuke warisi dari sisi keluarga Uchiha, ia yang pertama mencapai gudang. Gudang itu berstruktur kayu tua yang lapuk tanpa jendela, dengan atap logam yang miring dan berkarat.
"Nichi!" Sasuke berteriak.
"Papa?" terdengar suara kecil dari dalam.
"Mundur, aku akan membuka kunci pintunya!" Sasuke menginstruksikan.
Kunci ia putar dan gesekannya menghasilkan bunyi besi berkarat. Ia memutar gagang dan mendorong pintu, tapi pintu itu tidak terbuka.
"Kunci itu mungkin melengkung karena lembab." Kakashi menyarankan. "Coba dengan..."
Sasuke dan Sakura sama-sama melemparkan berat badan mereka ke pintu, menyebabkan bingkai di sekitar gagang pintu pecah.
"Wow berhasil." Kiba tertawa.
"Papa?" Suara Nichi, yang sangat kecil dan ketakutan, berseru.
"Nichi!" Sasuke berteriak, menyalakan senter ponselnya di ruangan kecil itu.
Nichi meringkuk di sudut belakang sampai ia melihat orang tuanya. "Papa! Mama!" Ia menangis, berlari ke depan.
Sasuke menangkap anak itu dan memeluknya di dadanya.
Nichi melingkarkan lengan kecilnya di leher Sasuke. "Aku tahu kau akan datang untukku, Papa."
Sakura merangkul mereka berdua, mencium pipi Nichi dengan air mata mengalir di wajahnya. "Oh, Sayang."
"Aku merindukanmu, Mama."
"Biarkan aku memeriksanya dulu." Hinata menepuk pundak Sasuke.
Sasuke menyerahkan Nichi pada Sakura dan melangkah mundur, sementara Hinata memeriksa bocah itu.
"Dia baik-baik saja, hanya..." ucap Hinata. "Dehidrasi, hipotermia ringan. Tidak ada yang parah." Ia mencium pipi Nichi dan mengacak-acak rambutnya. "Kami sangat senang kau kembali dengan selamat."
Sasuke mengulurkan tangan dan meletakkan tangannya di punggung Nichi. Untuk beberapa alasan, ia hanya ingin terus menyentuh anak itu untuk memastikan anak itu benar-benar nyata.
"Bawa dia ke rumah sakit." Kakashi menginstruksikan. "Kami akan melakukan sedikit tugas di sini, dan kemudian kami akan ke sana nanti dengan beberapa pertanyaan lagi."
"Terima kasih." Sasuke mengangguk, menggiring keluarganya keluar dari pintu.
***
Seseorang rupanya telah memberitahu rumah sakit bahwa mereka akan datang, karena mereka di sambut oleh seorang dokter dan dua perawat, yang kemudian membimbing Nichi ke ruang pemeriksaan.
"Maaf," ucap salah satu perawat ketika mereka mencapai pintu. "Hanya satu orangtua yang diizinkan bersamanya sekarang."
Sasuke menghela napas dan mengangguk, menyerahkan Nichi pada Sakura.
"Tidak!" pekik bocah itu. "Aku ingin Papaku dan Hinata-basan juga!"
"Kami akan berada di sini, Nichi." Sasuke meyakinkan. "Kami akan menunggu di luar sampai dokter mengatakan kami boleh masuk."
"Aku tidak ingin Papa meninggalkanku." Bocah itu meratap.
"Aku tidak akan meninggalkanmu." Sasuke meremas tangan bocah itu. "Aku berjanji akan ada di sini."
Pintu kemudian tertutup, dan Sasuke bersandar ke dinding, menunduk dengan dagu menempel di dadanya, dan matanya tertutup. Hinata berdiri di sampingnya.
"Semua sudah berakhir." ucap Hinata berbisik. "Kita mendapatkannya kembali."
Sasuke mengangkat kepalanya dan tersenyum pada Hinata. "Ya, benar."
"Semuanya baik-baik saja." Hinata bergumam. "Itu yang terpenting. Dia kuat. Dia akan melewati ini."
"Terima kasih sudah ada di sini." ucap Sasuke dengan pelan.
Hinata mengangguk, dan mereka menunggu dalam diam selama sepuluh menit yang terasa menjadi waktu terlama dalam hidup mereka, sampai pintu terbuka dan dokter melangkah keluar.
"Dia akan baik-baik saja." Dokter itu meyakinkan. "Kami akan menaikkan suhu tubuhnya secara bertahap, dan tentu saja, dia kelaparan. Kami ingin dia menginap semalam disini untuk observasi, hanya untuk memastikan tidak ada yang salah dengannya. Dia mungkin bisa pulang besok. Dia memiliki pengalaman yang agak menakutkan, beri dia waktu, berikan dia banyak kasih sayang, dan kurasa dia akan baik-baik saja. Kalian bisa melihatnya sekarang. "
Mereka berterima kasih pada dokter dan masuk ke dalam kamar. Nichi meringkuk di tempat tidur, dengan Sakura di sisinya.
"Aku takut, Papa, tapi aku tahu kau akan menyelamatkanku." Nichi memberitahu Sasuke sesaat setelah lelaki itu masuk. "Kau dan Mama selalu menjagaku dengan baik dan aku tahu kau tidak akan membiarkan orang jahat itu mengambilku."
"Inilah sebabnya kau tidak boleh lari dari Mama atau aku." Sasuke memberitahu Nichi dengan serius. "Seperti di toko Jiraiya waktu itu. Hal-hal buruk bisa terjadi pada anak laki-laki kecil yang melarikan diri."
Nichi mengulurkan jari kelingkingnya. "Aku janji."
Sasuke tampak bingung sejenak, sampai Sakura mengulurkan jarinya juga dan menautkannya dengan jari kelingking Nichi. "Kau belum pernah melihat ini sebelumnya?" tanyanya pada Sasuke. "Ini pengikat janji untuk anak-anak."
"Oh." Sasuke mengangguk dan menautkan jari kelingkingnya dengan milik Nichi. "Berjanjilah pada Hinata-basan juga, kalau-kalau kau bersamanya."
Nichi dengan patuh mengulangi janjinya, membuat Hinata menggigit bibirnya agar tidak terkikik.
Hinata tersenyum pada Sasuke dan Sakura. "Maaf, tapi sepertinya aku lebih baik pulang sebelum seseorang mencariku."
Sasuke menoleh pada Hinata. "Terima kasih sudah datang." ucapnya.
"Beritahu aku jika kalian butuh sesuatu." Hinata memberitahu mereka. Ia berjalan mendekat dan meremas tangan Nichi. "Kau anak yang baik, dan sampai jumpa lagi."
Nichi melingkarkan tangannya di pinggang Hinata. "Aku menyayangimu, Hinata-basan."
Hinata menggigit bibirnya dan mengacak rambut Nichi, melingkarkan lengannya pada bocah itu. "Aku juga menyayangimu, Nichi."
"Kapan kau akan kembali ke Osaka?" tanya Sakura dengan lembut.
"Besok lusa." jawab Hinata, tiba-tiba malu. "Aku akan menghubungi kalian sebelum aku pergi."
"Tentu." Sakura tersenyum pada Hinata.
Hinata tersenyum pada mereka semua, dan meninggalkan ruangan.
"Hinata-basan tidak ingin menikah denganmu, Papa." Nichi mengulangi untuk kesekian kalinya dengan suara parau.
"Tapi kau baru saja memberitahunya bahwa kau menyayanginya. Dia sangat mengkhawatirkanmu." ucap Sasuke.
"Aku benar-benar menyayangi Hinata-basan." Nichi mengangguk. "Tapi dia tidak mau menikah denganmu."
"Kalau begitu ayo bicarakan tentang hal lain." Sasuke menggelengkan kepalanya. "Apa yang terjadi ketika orang jahat itu membawamu?"
Mata Nichi membelalak. "Itu menakutkan, Papa. Orang jahat itu menangkapku dan mengunciku di rumah kecil itu. Dia meninggalkanku di sana sepanjang malam dan gelap dan dingin, dan dia tidak memberiku makanan. Lalu dia datang kembali di pagi hari dan menyuruhku berbicara denganmu di telepon. Dia mengatakan dia akan memberiku sarapan setelah aku berbicara denganmu, tapi dia pergi dan dia tidak memberiku apa-apa."
"Shikamaru-jisan sudah menangkapnya dan dia sekarang di penjara." Sasuke duduk di samping tempat tidur. "Dia tidak akan pernah menyakitimu lagi."
"Aku tahu." Nichi mengangguk. "Mama memberitahuku. Tapi aku tahu kau tidak akan membiarkan siapapun membawaku lagi, Papa."
"Tidak, tidak akan pernah." Sasuke berjanji. "Aku tidak akan membiarkan siapapun mengambilmu dari Mama dan aku."
Ada ketukan pelan di pintu, dan Mikoto masuk, ditemani oleh Hideyoshi Shinji.
"Hai, Mikoto-baachan!" Nichi tersenyum lebar.
"Halo, Sayang." Mikoto menyambut bocah itu. "Aku membawakanmu marshmallow."
"Setelah makan siangmu." Sakura memberitahu Nichi. "Perawat bilang dia akan membawakanmu makan siang sebentar lagi."
"Tapi aku benar-benar lapar, Mama." Nichi cemberut. "Aku berjanji akan memakan semua makananku nanti."
"Beberapa marshmallow tidak akan membuat sakit." Mikoto membuka bungkus marshmallow dan menyerahkannya pada Nichi.
"Kurasa kau benar." Sakura mengakui.
"Kau pikir kau siapa dan apa yang kau lakukan dengan ibuku?" Sasuke mengerutkan kening, ia menarik Shinji menjauh dari tempat tidur. "Apa kau tahu bagaimana hasil dari investigasi Mamoto?" tanya Sasuke pada mantan polisi itu begitu mereka berada di seberang ruangan.
"Mamoto hanya bekerja sendirian." Shinji mengangkat bahu. "Ibunya memberitahunya bahwa dia adalah anak haram dari Uchiha Atsushi. Jadi dia pikir, jika dia adalah sepupu ayahmu, dia berhak atas sebagian dari warisan itu. Jadi ketika dia menjadi pengacara ayahmu, dia mulai menggeledah dokumen perkebunan. Dia menyewakan beberapa properti dan mengumpulkan hasilnya, melakukannya atas nama perkebunan. Dia telah menjual beberapa kepemilikan keluarga Uchiha dan mengantongi dananya sendiri. Ketika kau meminta daftar beberapa rumah, dia panik, mengira kau akan mengaudit catatan dan dia akan ketahuan. Dia memutuskan untuk mencairkan apa yang dia bisa dan jalankan."
"Tapi dia tidak mungkin sepupu ayahku." Sasuke menggelengkan kepalanya.
"Tapi dia berpikir begitu, dia yakin dia adalah seorang Uchiha, dan dia merasa berhak."
"Tapi kalau begitu, itu berarti dia menculik kerabatnya sendiri." Sasuke melirik tempat tidur.
"Dia sepertinya tidak merasakan hubungan emosional dengan keluarga Uchiha, hanya uang Uchiha." Shinji mendengus.
"Aku lega dia sudah ditahan." Sasuke menghela napas.
"Aku juga." Shinji setuju. "Lebih baik aku kembali ke kantor."
"Terima kasih atas semua yang telah kau lakukan." Sasuke menjabat tangan pria itu, sebelum pria itu menyeberangi ruangan untuk mengucapkan perpisahan pada Mikoto, Sakura, dan Nichi.
Perawat membawa nampan makan siang Nichi, tidak sebanyak yang biasanya bocah itu makan, perawat menjelaskan bahwa mereka takut bocah itu akan mencoba makan terlalu banyak, terlalu cepat dan membuat dirinya sakit.
"Lebih baik aku kembali ke rumah." Mikoto undur diri. "Ada beberapa wartawan yang membuat keributan hari ini. Apa kalian ingin aku mengeluarkan pernyataan?"
"Itu mungkin yang terbaik." Sasuke mengangguk dengan tatapannya menuju Sakura. "Seorang anak di bawah protektorat Estate Uchiha diculik untuk ditukar dengan uang, tapi berkat kerja keras para polisi yang cepat tanggap, dia bisa diselamatkan dan dikembalikan pada ibunya sebelum tebusan dibayarkan. Kami berterima kasih pada Kepolisian atas bantuan mereka dan pada publik untuk keprihatinan mereka. Semuanya sudah baik-baik saja sekarang. Demi anak kami, tolong berikan privasi untuk kami... Kedengarannya bagus?"
Sakura setuju. "Terima kasih."
"Tidak masalah sama sekali." Mikoto tersenyum. "Nichi, jadilah anak yang baik dan lakukan apa yang dikatakan dokter agar kau bisa pulang dengan cepat, oke?"
"Pasti." ucap Nichi berjanji setelah menelan sepotong daging ayam. "Terima kasih, Mikoto-baachan."
Nichi menghabiskan setiap gigitan makanannya, dan setelah ia meletakkan garpunya, ia menguap.
"Tidak apa-apa, Sayang." Sakura tersenyum ketika ia memindahkan nampan anaknya ke meja. "Tidurlah. Aku akan ada di sini."
"Papa juga?" tanya Nichi, menatap Sasuke.
"Aku juga akan di sini." Sasuke berjanji.
Kedua orang tua itu menempatkan Nichi di tengah tempat tidur, memberinya boneka beruangnya dan mencium keningnya. Ia tertidur lelap dalam beberapa menit.
"Kau harus tinggal di mansion selama beberapa hari lagi." ucap Sasuke pada Sakura. "Aku ingin memastikan lingkungan rumah baru itu aman. Kita tidak akan mengambil resiko. Jika sesuatu yang lebih besar menginjakkan kaki di mana saja di halaman."
Sakura tersenyum pada Sasuke. "Terima kasih."
Ada ketukan pelan di pintu, dan pintu itu sedikit terbuka. Kepala Polisi Hatake Kakashi melongokkan kepalanya.
"Uchiha, bisakah kami berbicara sebentar dengan kalian?" tanya Kakashi.
"Tentu saja." Sasuke memberi isyarat untuk masuk.
"Um... bisakah kalian keluar?" tanya polisi itu.
Sasuke mengangguk, melangkah keluar. Sesaat kemudian, Sakura juga keluar dari kamar itu.
Kakashi berdiri disana, dengan Shikamaru berdiri tepat di belakangnya.
"Uchiha," desah Kakashi. "Dalam interogasi kami dengan Mamoto Ken, dia memberitahu kami bahwa ayahmu telah menemuinya empat tahun lalu, memintanya untuk membantu menutupi kejahatan ayahmu. Ayahmu memberitahu Mamoto bahwa anak yang dikandung Haruno Sakura adalah hasil dari perbuatannya."
Sasuke melirik Sakura, yang menggigit bibir bawahnya.
"Tapi Mamoto curiga apakah ayahmu adalah benar pelakunya. Ketika kau mulai secara terbuka menghabiskan waktu bersama anak itu, Mamoto sampai pada kesimpulan bahwa kau adalah ayah anak itu, dan bahwa ayahmu telah melindungimu. Sekarang, Uchiha, sehubungan dengan tuduhan ini, aku harus bertanya padamu, apa kau adalah ayah dari Haruno Nichi?"
Shikamaru dengan panik menggelengkan kepalanya dari belakang punggung Kakashi.
Sasuke mencuri pandang sekali lagi pada Sakura, yang menatapnya dengan mata lebar dan khawatir.
Sasuke kembali menatap Kakashi dan mengangguk. "Ya, benar."
Kakashi menghela napas. "Uchiha, kau ditahan..."
"Tidak!" pekik Sakura, memeluk lengan Sasuke. "Sasuke tidak memperkosaku."
"Haruno-san, tidak ada yang bisa menyakitimu sekarang." Kakashi meyakinkan Sakura dengan lembut. "Tidak ada alasan untuk merasa perlu melindungi diri sendiri atau anakmu dari siapapun."
"Memang benar aku diperkosa, tapi bukan Sasuke!" Sakura bersikeras. "Dia tidak pernah memaksaku untuk melakukan apapun di luar kehendakku."
"Kau yakin tentang itu?" tanya Kakashi dengan ragu. "Kau tidak ingin mengajukan tuntutan?"
Sakura menghela napas dengan gemetar. "Tidak ada gunanya pada saat ini. Orang-orang yang memperkosaku mungkin semuanya sudah mati."
"Kau bisa membuat Uchiha tidak melakukan kontak dengan putramu, jika kau mau." Kakashi menyarankan.
Sakura memandang Sasuke sebelum kembali memandang Kakashi. "Aku tidak tahu siapa ayah Nichi sampai beberapa waktu lalu. Aku takut untuk mengetahuinya, sungguh. Tapi Sasuke mengetahuinya ketika ayahnya meninggal. Dia benar-benar mengejutkanku ketika dia memutuskan untuk mengambil tanggung jawab seperti yang ia lakukan sekarang. Tapi dia dan Nichi saling menyayangi, dan aku tidak bisa mengharapkan sosok ayah yang lebih baik untuk putraku."
"Uchiha, apa yang dia katakan benar?" Kakashi mendesak.
"Aku tidak pernah memperkosanya." jawab Sasuke dengan jujur.
"Baiklah, kalau begitu," Kakashi mengangguk. "Aku akan meninggalkan kalian berdua untuk menyelesaikan masalah kalian sendiri."
Kakashi berbalik dan berjalan pergi bersama Shikamaru, yang sepertinya tampak lega.
Sasuke menoleh ke arah Sakura. "Kau berbohong pada mereka."
"Tidak, semua yang kukatakan itu benar." Sakura menggelengkan kepalanya. "Kau yang sebenarnya berbohong pada mereka."
"Aku tidak berbohong." Sasuke melipat tangannya, tampak tersinggung. "Mereka bertanya apakah aku ayah Nichi, dan aku memang ayahnya. Tidak ada yang mengatakan apapun tentang ikatan biologis atau DNA."
"Kau bisa ditahan kepolisian." Sakura menatap Sasuke. "Reputasimu akan hancur secara permanen."
"Tapi kau dan Nichi akan dilindungi. Dan hanya orang-orang tertentu yang akan tahu kebenarannya." Sasuke tersenyum, tapi kemudian senyumnya sedikit lebih lebar. "Tapi aku senang kau tidak membiarkan mereka menangkapku."
"Uchiha-san!"
Sasuke dan Sakura menoleh dan melihat Hyuga Hiashi bergegas ke arah mereka, wajahnya merah.
"Hyuga-san." sapa Sasuke.
Hiashi melempar pandangan tak suka pada Sakura, tapi tidak mau repot-repot meminta gadis itu pergi.
"Kejadian yang cukup tidak menyenangkan selama dua hari terakhir." Hiashi mendengus. "Aku turut senang bocah itu selamat, tapi ini menempatkan kita pada posisi yang membuat nama keluarga kita ternoda."
"Aku minta maaf tentang itu." ucap Sasuke.
"Yah, bukan salahmu bahwa orang gila itu menculik seorang anak. Tapi kita perlu meluruskan semua berita yang bergoyang-goyang. Cara terbaik untuk melakukan itu adalah tidak memberikan kesempatan gosip apapun untuk dibicarakan. Karena itu, aku minta kau tidak menyuruh ibumu melakukan wawancara lagi dengan pers. Aku sadar kita masih dalam masa berkabung atas kematian ayahmu, tapi akan lebih baik jika kau dan Hinata menikah secepat mungkin. Hinata bisa tetap di rumah setidaknya sampai Natal. Jika kau ingin dia kembali ke Osaka setelahnya, itu terserah padamu. Sembunyikan dia dari pers," Hiashi menunjuk Sakura. "Dan anaknya, agar tidak terlihat media untuk sementara waktu. Setidaknya sampai Hinata menghasilkan ahli waris."
"Hyuga-san," Sasuke menggelengkan kepalanya. "Aku benar-benar tidak berpikir ini hal terbaik untuk putrimu jika kami menikah sekarang."
"Itu tidak penting." Hiashi mengangkat bahu. "Kau harus mengakhiri skandal ini. Menikahi Hinata adalah cara yang paling bijaksana. Aku mungkin harus mengingatkanmu, Uchiha-san, bahwa kau telah dikontrak untuk menikahinya ketika dia berusia sembilan belas tahun, dan dia sudah sembilan belas tahun sebulan lagi."
Sasuke mengangguk.
"Aku akan menyuruh istriku untuk berdiskusi dengan ibumu tentang rencana pernikahannya." Hiashi memberitahun Sasuke. "Selamat sore, Uchiha-san."
Setelah itu Hiashi berbalik dan berjalan pergi.
"Ayo, kita kembali ke anak kita." ucap Sakura dengan lembut, meraih tangan Sasuke dan menariknya kembali ke kamar rumah sakit.
Nichi tetap tidur sampai Sakura membangunkannya ketika perawat membawakan makan malamnya. Perawat itu juga membawa makanan untuk Sasuke dan Sakura, menyadari mereka tidak pernah meninggalkan kamar untuk mendapatkan makanan.
Nichi tidak makan dengan baik dengan makan malamnya, hanya berhasil menelan beberapa gigitan.
"Kalian berdua bisa tetap bersamanya malam ini. Aku membawakan ranjang khusus anak-anak, dan kalian bisa menggunakan ranjang utama ini." ucap perawat itu kemudian pergi.
"Aku bisa kembali ke rumah," ucap Sasuke.
Wajah Nichi mengerut dan bibirnya mulai bergetar. "Jangan pergi, Papa." Ia merengek.
Sasuke menatap Sakura.
"Tinggallah." ucap Sakura. "Kau bisa tidur disini. Aku percaya padamu."
"Sungguh?" Sasuke mengangkat alis.
"Ya, sungguh." Sakura mengangguk sebelum kembali sibuk dengan Nichi, mendesak bocah itu untuk makan lebih banyak dari makan malamnya.
Nichi tertidur tak lama setelah makan, tanpa protes atau bahkan dibacakan cerita pengantar tidur, membuat Sasuke berpikir bahwa rumah sakit mungkin telah menaruh obat dalam makanan Nichi yang membuat anak itu mengantuk.
"Kapan kau akan memberitahu Nichi?" tanya Sakura. "Bahwa kau akan menikahi Hinata."
"Aku akan menunggu beberapa hari." Sasuke memandang lantai dan menghembuskan napas dalam-dalam. "Aku ingin kita semua duduk bersamanya, untuk memastikan dia mengerti bahwa kita semua menyayanginya dan dia masih penting bagi kita semua."
"Aku pikir itu yang terbaik." Sakura setuju.
Mereka duduk diam selama beberapa menit, sampai Sakura menguap.
"Kau tidur di ranjang itu." Sasuke menunjuk ranjang utama yang cukup lebar. Sedangkan Nichi telah tidur di ranjang khusus anak-anak. "Aku akan tidur di sofa."
Sakura mengerutkan kening pada Sasuke. "Kita tidur bersama di sofa tadi malam."
"Itu... itu tidak disengaja." gumam Sasuke.
"Lalu kenapa?" Sakura memiringkan kepalanya. "Tidak ada bedanya sekarang. Kita berdua perlu istirahat, dan tidak ada alasan kenapa kita tidak bisa tidur bersama di ranjang yang sama."
Sasuke masih terlihat tidak yakin.
"Baik, aku yang akan tidur di sofa kalau begitu." Sakura mengangkat bahu.
"Jangan konyol." ucap Sasuke.
"Kau yang konyol." jawab Sakura.
"Baiklah." Sasuke mengerang. Sakura menatapnya penuh kemenangan.
Sakura membungkuk dan mencium pipi Nichi, menyebabkan bocah itu bergumam dan sedikit bergerak dalam tidurnya. "Selamat malam, Sayang." Ia berbisik.
Sakura berjalan ke samping Sasuke, melempar senyuman kecil penuh kemenangan.
Sasuke memutar matanya, tapi kemudian ia melangkah lebih dekat ke tempat tidur dan mencium Nichi juga.
Sakura sudah ada di bawah selimut saat Sasuke berbalik. Lelaki itu menyelinap ke bawah selimut di samping Sakura, berbaring di tepi, tampak kaku.
"Selamat malam, Sasuke." bisik Sakura, dan Sasuke bisa mendengar geli dalam suara gadis itu.
***
Sasuke perlahan-lahan melayang ke dalam kesadaran, samar-samar menyadari sebuah kehangatan. Ia menyadari ada sesuatu yang menekan dadanya. Ia berhasil menyipitkan sebelah matanya cukup terbuka dan melihat bahwa itu adalah Nichi.
Bocah kecil itu naik ke tempat tidur bersama Sasuke dan Sakura, dan saat ini tertidur lelap, pantat bocah itu menempel di dada Sasuke dan kakinya menggantung di sisi Sasuke, dan kepalanya menempel di perut Sakura.
"Monyet." gumam Sasuke, dengan hati-hati mengangkat anak itu sehingga berbaring dengan benar, dengan kepala di atas bantal di samping Sakura.
"Papa." Nichi tersentak bangun.
"Ssst." Sasuke menenangkan. "Papa disini."
Kepala Sakura terangkat beberapa inci dari bantal.
"Kembalilah tidur." Sasuke berbisik pada mereka berdua. "Ini masih terlalu pagi."
Sakura berbaring dan menutup matanya kembali. Nichi bergeser mendekat dan meringkuk pada Sasuke.
"Papa tidak akan membiarkan apapun terjadi padamu." Sasuke berbisik dengan lembut, dan merasakan tubuh kecil bocah itu mulai rileks.
Sasuke kembali tertidur, dan terbangun beberapa saat kemudian karena sinar matahari yang masuk melalui celah jendela.
Kali ini, Nichi menempel ke dada Sasuke, dengan Sakura di sisi lain putranya, keduanya tertidur di lengan Sasuke.
Sasuke menghela napas dan dengan hati-hati bangkit, menyelinap keluar dari tempat tidur dan berjalan pelan ke kamar mandi. Ia membuka pakaiannya dan mandi, mengingatkan dirinya sendiri bahwa masa depannya adalah bersama Hinata.
Sakura dan Nichi terjaga ketika Sasuke baru kembali dari kamar mandi. Ia mencium kepala Nichi dan memeluk Sakura, memberitahu mereka bahwa ia harus pergi ke kantor hari ini, tapi akan bertemu mereka lagi di rumah nanti.
Di perjalanan menuju kantor, Sasuke menghubungi Shikamaru, ingin memastikan bahwa seseorang bisa mengantar Sakura pulang.
Begitu ia sampai di kantor, ia menyadari bahwa ia seharusnya juga bertanya tentang keamanan di sekitar rumah baru Sakura, dan akhirnya ia mengirimkan pesan pada Shikamaru.
Terlepas dari niatnya untuk mengerjakan semua tugas kantor, ia hanya bisa menyelesaikannya sedikit, ia terus-menerus mendapati pikirannya kacau. Akhirnya ia meninggalkan kantor setelah makan siang.
Sesampainya di rumah, ia mendapati Sakura, Hinata, dan ibunya berada di ruang utama bersama, sementara Nichi tidur siang di lantai atas.
"Oh, bagus," Mikoto tersenyum, tapi senyumnya tak mencapai matanya. "Aku baru saja ingin menelepon dan bertanya kapan kau akan pulang. Nyonya Hyuga bertanya apakah hari Sabtu minggu depan cukup ideal untuk sebuah pernikahan."
Sakura menatap tangannya. Hinata tersenyum kosong, tampak hampa dan tak melihat mata Sasuke.
Sasuke mengangkat bahu dan pandangan matanya menjadi tak menentu, menyadari betapa mengerikannya hal itu terdengar, mengingat ia sekarang harus mendiskusikan pernikahan dan membayangkan bagaimana masa depannya nanti.
Bibir Hinata terkatup rapat. Dan tangan Sakura gemetar.
"Aku hanya akan..." Sasuke menunjuk dengan samar ke lantai atas. "Berganti pakaian atau apapun dan kita bisa... yah, jika kau membutuhkanku untuk semua rencana..."
Mikoto tersenyum lagi pada anaknya, tak terlihat lebih senang daripada dua gadis di depannya dengan situasi ini.
Sasuke melangkah ke lantai atas, berhenti untuk melihat kamar Nichi dalam perjalanan ke kamarnya sendiri. Anak itu tidur tengkurap, memeluk boneka beruangnya.
Sasuke menutup pintu kamar Nichi perlahan, berjalan gontai ke kamarnya sendiri untuk mengganti pakaiannya. Ia mencoba mengabaikan perasaan aneh di dadanya memikirkan fakta bahwa Nichi tidak akan berada di rumahnya lebih lama.
Ini tidak seperti Sakura dan Nichi akan pergi selamanya dari hidupnya. Mereka hanya tidak akan tinggal di sini lagi.
Nyonya Hyuga ada di lantai bawah ketika Sasuke kembali, dan Sakura telah meninggalkan ruang utama itu.
Nyonya Hyuga telah membawa beberapa buku dan menu-menu potensial untuk resepsi dan daftar apa saja yang akan dibutuhkan dari toko bunga.
"Tidak bisakah kita menggunakan warna kuning cerah yang bagus?" tanya Hinata dengan takut-takut.
"Mungkin bisa untuk beberapa rangkaian bunga." ucap ibunya. "Tapi kita tentu saja tidak bisa menggunakan kuning untuk gaun pengiring pengantin. Ini akan sangat tidak pantas untuk pernikahan musim gugur, belum lagi bahwa keluarga kita memiliki lambang ungu."
"Tapi daun-daun menguning di musim gugur." ucap Hinata.
"Berhentilah berkomentar." bentak ibunya.
"Kurasa ibu kita bisa mengendalikan semuanya." Sasuke berjalan ke arah Hinata. "Apa kau ingin berjalan-jalan sementara mereka mengerjakan ini? Kita bisa saling mengenal lebih baik, dan kemudian membagi ide-ide kita pada mereka."
Mikoto menatap Hinata, dan gadis itu menatapnya kembali, wanita paruh baya itu seolah tahu apa yang berkecamuk dalam diri Hinata. Hinata mengangguk dan bangkit. "Ide yang bagus."
"Sasuke," calon ibu mertuanya memanggilnya. "Jangan lupa bahwa hari Sabtu besok adalah Tendo Foundation Ball. Aku cukup yakin bahwa kau diharapkan untuk hadir. Itu kesempatan yang bagus untuk mengumumkan secara terbuka tentang pernikahan yang akan datang." Wanita itu tersenyum seperti ular.
"Tentu." Sasuke mengangguk, membimbing Hinata ke pintu. Sasuke membimbingnya ke taman. Membawa gadis itu ke bangku di sebelah kolam.
"Mungkin Sakura bisa ikut dengan kita ke pesta." ucap Hinata ketika mereka duduk di bangku, menatap Sasuke penuh harap.
"Mungkin." jawab Sasuke. "Kulihat kau sangat dekat dengan Sakura."
Hinata menundukkan kepalanya. "Ya, jujur ​​saja, selama ini aku lebih suka ditemani buku dalam kehidupan pribadiku."
"Buku?" Sasuke mengerutkan kening.
"Ya, um, kau tahu..." Hinata menatap Sasuke, "Bukannya aku... maksudku, aku tidak bermaksud menghinamu, atau berarti tidak menghormatimu. Aku hanya tidak pernah benar-benar membayangkan diriku bersama siapapun, pria atau wanita. Teman kelasku berkumpul untuk membicarakan lelaki, dan aku lebih suka duduk di suatu tempat dan membaca buku. Ibu terus mengatakan padaku bahwa itu semua akan berubah suatu hari nanti, bahwa begitu aku menikah aku akan menghargai hubungan antara pria dan wanita, tapi sekarang..."
"Sekarang kau tidak tertarik padaku, dan itu bukan rahasia lagi." Sasuke menyimpulkan.
Hinata menghela napas lega. "Itulah bagian dari alasanku menikmati kebersamaan dengan Sakura. Dia memang sama seperti gadis-gadis lain, dia pernah menyukai lawan jenis sekali atau dua kali, tapi tidak mengejar mereka. Dia puas dengan menulis artikel dan membaca buku-bukunya."
"Aku mengerti." ucap Sasuke.
"Aku belum lama mengenalnya, tapi dia adalah teman yang baik. Mungkin yang pertama yang pernah kumiliki. Sebagian besar orang yang menjadi temanku selalu curiga terhadapku, dan sebagian besar gadis dari lingkaran sosial kita memandangku sebagai pesaing." Hinata menatap tangannya, yang mengepal di pangkuannya.
"Aku tahu apa yang kau maksud." Sasuke setuju.
Keheningan terjadi di antara mereka selama beberapa menit, sampai akhirnya Sasuke berbicara lagi.
"Aku akan mengirim pesan pada kampusmu. Bertanya apakah kau bisa melakukan studi di rumah untuk saat ini tanpa harus cuti. Aku sungguh-sungguh ketika aku mengatakan bahwa aku ingin kau lulus dari kuliahmu."
"Terima kasih." Hinata mengangguk. "Aku sangat menghargainya."
Sasuke menghela napas. "Kau tahu kita harus menjalani pernikahan ini. Maafkan aku. Aku tidak bisa... tidak bisa berbuat apapun atas kontrak ini. Tapi aku akan membebaskanmu melakukan apapun yang kau mau sampai kita diharuskan menghasilkan ahli waris."
"Sasuke."
Sasuke menunggu sampai Hinata mendongak untuk menatapnya sebelum gadis itu melanjutkan. "Aku benar-benar tidak keberatan jika kau bersama Sakura, selama kau bisa mengatur semuanya, tentu saja." Ia mengangkat tangannya ketika Sasuke akan membuka mulutnya. "Aku tahu kalian berdua mengatakan padaku bahwa tidak ada sesuatu di antara kalian, dan aku percaya pada kalian. Sakura bercerita tentang Nichi. Tapi mungkin ada sesuatu yang lain di antara kalian berdua. Aku telah melihat cara kalian bertatapan satu sama lain ketika yang lain tidak menyadarinya. Aku berharap hal-hal ini bisa berbeda di antara kita semua. Dia baik, dia wanita hebat. Jika bukan karena fakta kita sudah bertunangan, dia akan sangat cocok denganmu."
Sasuke terdiam sejenak lalu angkat bicara, "Tapi melanggar pertunangan yang telah ditentukan akan menjadi bencana bagi kedua keluarga kita."
"Aku tahu." Hinata meremas tangannya. "Kita harus melakukan yang terbaik dari situasi ini."
"Ayo." Sasuke berdiri. "Kita harus melihat apa yang dilakukan ibu kita."
***
Nyonya Hyuga dan Nyonya Uchiha telah menyusun sebagian besar rencana untuk sebuah pernikahan kecil yang sederhana. Hanya ada dua ratus di daftar tamu, dibandingkan dengan dua ribu seperti yang diharapkan jika pernikahan berjalan sesuai jadwal sebelum kematian Fugaku. Daftar pengiring pengantin dan pengiring pria telah dikurangi menjadi masing-masing hanya lima, dari dua belas. Pasangan pengantin masih akan menaiki kereta kaca yang ditarik kuda setelah selesai upacara. Resepsi masih akan menampilkan makan malam formal, tapi hanya dengan enam patung es dan empat air mancur sampanye.
Nyonya Hyuga menghela nafas. "Kita telah memiliki daftar siapa saja anak perempuan yang membawa bunga, tapi tidak ada anak laki-laki di keluarga kita yang sesuai untuk menjadi pembawa cincin. Ibumu menyarankan keponakannya, tapi kita akan mempertimbangkannya jika kita tidak menemukan anak lain yang lebih cocok."
"Nichi." ucap Sasuke dan Hinata bersamaan.
Nyonya Hyuga duduk tegak dengan ekspresi ngeri. "Kau tidak bisa memamerkan anak pengantin pria seperti itu!"
"Dia memang bukan benar anakku." Sasuke menjawab secara otomatis. "Tapi dia..."
"Kau tidak bisa mengekspos Hinata pada skandal semacam itu!" Nyonya Hyuga melanjutkan. "Bagaimanapun juga, tujuan dari pernikahan yang mendadak ini adalah untuk mengalihkan dari skandal itu!"
"Kau juga tidak bisa mengharapkan aku menikah tanpa ada Nichi di sana!" Sasuke balas membentak.
"Kau ingin ibu dan anak harammu berada di pernikahanmu menjadi tamu yang terhormat?" ucap Nyonya Hyuga berdebat. "Aku lebih suka kau mengundang narapidana yang kabur!"
"Itu bisa diatur." ucap Sasuke dingin.
"Tolonglah, kalian berdua." Mikoto mengulurkan tangannya. "Kita pasti dapat menemukan beberapa solusi."
Nyonya Hyuga mendengus.
"Sasuke, jaga emosimu. Kita akan menyelesaikan semua ini. Kita masih punya sembilan hari lagi."
Sasuke menghela napas, menoleh pada Hinata, yang tampak tidak nyaman sama seperti dirinya. "Kita harus bicara dengan Nichi."
***
Nichi bangun dari tidurnya, memakan camilannya, dan bermain dengan keretanya, sedangkan Sakura duduk di tempat tidur, menulis sesuatu. Ia mendongak dan sedikit mengangguk pada Sasuke dan Hinata yang memasuki ruangan.
Sasuke duduk di karpet di samping Nichi, memberi isyarat agar Sakura dan Hinata bergabung dengannya.
"Hei, Papa," Nichi tersenyum. "Apa kau mau bermain kereta denganku?"
"Tentu saja, tapi aku ingin bicara denganmu dulu." jawab Sasuke.
Nichi menurunkan keretanya dan berbalik menghadapi orang-orang dewasa di depannya.
"Nichi," Sasuke memulai. "Aku akan menjadi Papamu."
Nichi melemparkan dirinya ke pangkuan Sasuke, berseru dan memeluk leher pria itu.
"Tapi," Sasuke dengan lembut melepaskan anak itu dan mendudukkannya. "Hinata-basan dan aku akan segera menikah."
"Tidak!" Nichi mengerutkan kening. "Hinata-basan tidak ingin menikah denganmu. Kau harus menikahi Mama dan menjaga kami berdua."
"Nichi," ucap Sakura lembut. "Sasuke akan tetap menjadi Papamu ketika dia menikah dengan Hinata-basan. Dan Hinata-basan akan menjadi ibu tirimu. Itu berarti kau semakin punya banyak orang yang menyayangimu."
"Kau bisa datang berkunjung ke sini kapan saja kau mau." Hinata berjanji.
Nichi menggelengkan kepala kecilnya. "Tidak! Mama dan aku tinggal di sini. Hinata-basan yang datang berkunjung."
"Kau dan ibumu akan tinggal di rumah baru." Sasuke memberitahu Nichi. "Rumah yang kita kunjungi saat orang jahat itu membawamu. Para polisi akan mengamankan sekeliling rumah itu sehingga tidak ada orang jahat yang bisa datang ke sana lagi. Kau dan Mama akan tinggal di sana, sementara Hinata-basan dan aku tinggal di sini. Tapi kau bisa berkunjung dan bermalam disini. Dan jika kau jadi anak baik, kami akan membelikanmu meja dan kereta lagi sehingga kau punya satu di rumah Mama dan satu lagi di sini."
"Jika aku benar-benar jadi anak baik, boleh aku punya sepeda?" tanya Nichi.
"Papamu dan aku harus berbicara lebih banyak tentang itu." Sakura menghela napas. "Tapi untuk sekarang, dia bisa memboncengmu dengan sepedanya."
Nichi berdiri dan melangkah mendekati Hinata. "Katakan pada Papa, Hinata-basan." Ia mendesak. "Katakan pada Papa bahwa kau tidak ingin menikah dengannya."
Hinata meraih tangan bocah itu. "Aku berharap ini sesederhana itu. Tapi ayahmu dan aku tidak punya pilihan. Kami harus menikah. Kami masih sangat menyayangimu, ayahmu dan ibumu dan aku. Kita masih akan menjadi keluarga. Kita hanya tidak tinggal bersama."
Nichi berbalik ke arah Sasuke, menggigit bibirnya. "Aku tidak suka ini, Papa."
Sasuke menarik bocah itu ke pangkuannya dan memeluknya erat. "Aku tahu."
***
To be continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)