Keesokan paginya, Sasuke bangun dengan terkejut. Saat ia menyentuh sisi tempat tidurnya, ia mendapati seprai itu dingin dan kosong. Sama seperti yang ia alami sembilan tahun lalu.
Air mata berkilat di mata hitamnya, jantungnya berdetak sangat kencang seolah tak bisa dikendalikan, tubuhnya gemetar dan berkeringat.
Sakura pergi.
Sakura berjanji padanya tidak akan lari lagi. Sakura bilang dia mencintainya dan tidak akan pernah pergi ke manapun.
Tapi dia tidak disini.
Sasuke berdiri, dengan tergesa-gesa ia mencari menyeluruh ke setiap bagian kondominium.
Kosong.
Sakura pergi.
Ia kembali ke kamar dan duduk di tempat tidur dengan perasaan... kosong.
Tidak ada yang terasa tanpa Sakura. Bagaimana bisa Sakura melakukan ini padanya?
Namun tak sengaja matanya melihat catatan di meja samping tempat tidur.
Aku tidak pergi.
Aku akan menemui Ino untuk meminta maaf dan membicarakan banyak hal. Sarapan ada di dalam microwave dan kopi segar di botol. Jangan lupa makan oke, sayang?
Aku sangat mencintaimu.
- Sakura
Aku akan menemui Ino untuk meminta maaf dan membicarakan banyak hal. Sarapan ada di dalam microwave dan kopi segar di botol. Jangan lupa makan oke, sayang?
Aku sangat mencintaimu.
- Sakura
Napas lega keluar dari mulut Sasuke ketika ia meraih ponselnya. Ia menatap wallpaper ponselnya untuk sementara waktu. Wajah Sakura yang tersenyum cerah di bawah sinar matahari, rambut merah mudanya yang indah bergelombang, dan matanya yang begitu sejuk. Mata itu penuh cinta dan semua itu miliknya.
Sasuke memasukkan sandi dan mencari nomor Sakura dengan cepat. Tak perlu menunggu lama, Sakura menjawab, Sasuke hampir bisa merasakan senyum di suara wanita itu.
"Halo, Sasuke-kun." sapa Sakura dari seberang sana.
"Hei," jawab Sasuke. "Aku bangun dan merindukanmu." ucapnya. Karena betapa memalukannya jika ia mengatakan 'Oh kupikir kau meninggalkanku lagi'.
"Aku juga merindukanmu, Sayang."
Sasuke terkekeh. "Bagaimana kabar si pengantin wanita?"
"Oh, dia baik-baik saja. Dia tidak panik. Bahkan, kami baru saja melakukan yoga bersama, sekarang kami sedang makan es krim. Bukankah ini aneh?" tanya Sakura. "Dia menakutkan, tapi aku sangat bahagia."
Tawa serak keluar dari bibir Sasuke. Hanya Sakura yang bisa membuatnya tertawa seperti itu. "Kalian sudah berbicara?"
"Ya." Sakura menghela nafas. "Kami membicarakan apa yang perlu dibicarakan. Banyak air mata. Tapi bukankah itu akan terjadi, kau tahu?"
"Ya, aku mengerti." jawab Sasuke. "Bagaimana perasaanmu?"
"Lebih ringan. Seperti beban besar terangkat dari pundakku." ucap Sakura.
"Aku lega."
"Aku sangat mencintaimu, Sasuke-kun. Terima kasih."
"Untuk apa?"
"Untuk... aku tidak tahu... untuk semuanya? Terima kasih telah menjadi dirimu sendiri dan pria terbaik yang pernah kukenal."
"Yeah, sama-sama, Cherry. Aku tidak tahu bagaimana caranya menjadi orang lain."
Ada jeda di telepon sebelum Sasuke samar-samar mendengar suara melengking Ino di seberang sana.
"Baiklah, aku harus pergi, Sasuke-kun. Tugas sebagai Maid of Honor memanggilku."
"Oh?"
"Ya. Aku juga terkejut tapi merasa terhormat."
"Berdansa denganku nanti?"
"Kau tahu itu pasti. Aku mencintaimu."
***
"Ini beberapa jam terakhirmu sebagai pria lajang, man!" Sasuke menepuk pundak Sai.
Setelah sibuk memilih tuksedo dan hadiah untuk para wanita mereka, Sasuke, Sai, dan Shikamaru memutuskan untuk berhenti di sebuah restoran untuk minum-minum, merayakan semuanya.
"Aku sangat senang, man." jawab Sai.
"Mulai sekarang hanya ada satu lubang yang bisa kau masuki selama sisa hidupmu." Shikamaru menyela.
"Mulutmu benar-benar kotor!" Sasuke memprotes.
Baik Sai maupun Shikamaru tertawa terbahak-bahak.
"Maaf maaf." ucap Shikamaru ditengah tertawanya.
"Ya, ya, bajingan." Sasuke memutar matanya.
Ponsel Sasuke berbunyi bip di sakunya. Ia meraihnya dan melihat satu pesan teks baru ditampilkan di layar. Dari Sakura. Ia memasukkan sandi dan mengklik pesan teks yang belum dibaca itu.
Erangan pelan keluar dari bibir Sasuke. Matanya melebar dan organ intimnya terasa tersentak di celananya.
Itu foto Sakura yang sedang berada di sauna dengan pose tangan di pahanya yang telanjang ditambah dengan kata-kata: 'Sangat panas di sini. Ingin bergabung denganku?'
Dengan senang hati aku ingin bergabung denganmu... Ya Tuhan, apa yang kau lakukan padaku?
Haha Sasuke-kun! Aku merindukanmu.
Aku juga, sayang.
Pakailah sesuatu yang berwarna merah.
Kenakan sesuatu yang seksi, Cherry.
Tunjukan milikmu. Dan aku akan menunjukkan padamu milikku.
Apa kita masih berbicara tentang warna di sini?
Haha. Aku sangat mencintaimu, Sasuke-kun.
Kau menghidupkan Sasuke-junior di bawah sini.
Sial! Haha.
Tuhan, Sakura. Sampai jumpa lagi.
Okay.
Sasuke meletakkan ponselnya kembali ke sakunya dan menemukan para sahabatnya menatap ke arahnya.
"Jangan berkomentar apa-apa padaku sekarang." ucap Sasuke. "Kaulah yang akan menikah." Sasuke menunjuk Sai.
Baik Sai dan Shikamaru mengangkat bahu.
"Untuk para wanita dalam hidup kita yang membuat kita gila." ucap Sai dan mereka bersulang.
***
Upacara pernikahan semakin dekat, hanya menunggu sekitar dua sampai tiga jam lagi. Ino mulai merasa tertekan dan ia sangat ketakutan.
"Semua orang sebentar lagi pasti keluar." bisik Sakura.
Seperti apa yang dikatakan Sakura, orang-orang mulai keluar ruangan dan Ino bisa merasakan dirinya mulai bernapas dengan normal lagi.
"Kau tahu aku membuat Sai menunggu lima tahun?" ucap Ino. "Dia melamar setelah lulus dari akademi. Tuhan tahu aku sangat mencintainya. Apakah normal untuk panik sekarang?"
Sakura terkekeh. "Dari pengalamanku yang sudah menikah dan bercerai, jika kau tidak gugup, itu terasa aneh."
Ino tersenyum gugup. "Bisakah kita mendapatkan pizza selama perjalanan ke gereja?" ucapnya. "Aku lapar, aku ketakutan, apa yang salah denganku?"
Sakura menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Tunggu disini."
Sakura menghilang di lemari di ruangan itu dan kembali dengan bingkai besar yang terbungkus dengan kertas kado.
"Apa itu?" tanya Ino dengan rasa ingin tahu.
Sakura menyerahkannya pada Ino. "Buka saja."
Ino membuka bungkusan hadiah itu dengan bersemangat. Ketika ia melihat apa itu, air mata mengalir dari mata birunya.
"Ya Tuhan." Ino berbisik.
Air mata mengalir di mata Sakura juga.
Dalam bingkai itu, terdapat foto dua gadis remaja. Satu berambut pirang dan yang satu lagi berambut merah muda dengan garis-garis highlight hijau di rambutnya yang panjang dan ikal. Mereka berpelukan erat dengan senyum terpampang di wajah mereka. Sorot mata mereka tampak cerah. Mereka seakan berbagi ikatan tak kasat mata yang mendalam dalam foto itu. Ikatan saudara perempuan. Tapi yang paling penting, kasih sayang mereka satu sama lain.
Di foto itu mereka tampak bahagia, menatap ke depan ke pantai seolah-olah mereka tahu, bertahun-tahun hingga sekarang, mereka masih akan menjadi gadis-gadis bahagia yang sama.
"Aku tahu rekam jejakku jelek," ucap Sakura, tidak bisa menghentikan air matanya. "Aku tidak hadir selama sembilan tahun terakhir dan aku tahu aku harus banyak memperbaikinya. Aku tidak akan meminta maaf atas pilihan yang kubuat, aku tahu itu tidak membuatku bangga atau benar. Tapi aku selalu berpikir sepuluh langkah ke depan dan jika aku tidak pergi sembilan tahun yang lalu, mungkin aku akan tetap pergi. Aku harus melihat sendiri apa yang ada di luar sana, aku harus berjuang dan gagal berulang-ulang untuk menghargai apa yang kumiliki sekarang, tapi aku ingin kau tahu, tidak seharipun berlalu, di manapun aku berada, aku membawa kalian semua dalam hatiku. Aku tidak pernah melupakan kalian, kalian keluargaku dan aku bersungguh-sungguh ketika aku mengatakan bahwa kenangan tentang kalian... membuatku bertahan begitu lama sendirian. Hanya dengan mengetahui bahwa suatu hari, sekeras dan sesakit apapun, aku akan bertemu kalian lagi dan dapat melakukan percakapan ini sekarang."
Riasan wajah mereka berantakan, air mata mengalir di pipi mereka seperti aliran sungai.
Mereka berantakan bersama.
"Aku tidak pernah melupakanmu." Sakura melanjutkan. "Tidak pernah berhenti memikirkanmu. Aku sangat merindukan kalian. Aku tidak berharap semuanya tiba-tiba berjalan mulus di antara kita, tapi aku bersedia menebus saat-saat yang aku lewatkan dengan harapan bahwa pada saatnya nanti, kau akan menerimaku lagi, berharap bahwa kita akan kembali menjadi gadis-gadis di foto ini, tapi tentu saja versi yang lebih dewasa, lebih bijaksana, dan manusia yang lebih baik."
"Sialan kau, Sakura!" umpat Ino. "Kau membuatku menangis. Apa ini yang terjadi pada seseorang ketika mereka menjadi pengacara? Membuat orang menangis dengan pidato emosionalnya yang tajam?"
Sakura mendengus ketika tawa keluar dari bibirnya. "Aku merindukanmu, Pig."
"Aku juga merindukanmu, Forehead."
"Ya Tuhan, kita berantakan."
"Gara-gara pidato sialanmu."
Akhirnya setelah sekian lama, mereka berdua bisa tertawa bersama.
***
Segera setelah tawa keduanya reda, Nyonya Yamanaka dan Nyonya Uchiha datang menerobos masuk ke dalam kamar, Nyonya Yamanaka tampak cantik dengan gaun coklat tua, sepatu berhak enam inci yang terlihat tanpa cacat, rambutnya ditata dengan sempurna. Leher, lengan, telinga, dan jari-jarinya bermandikan perhiasan mahal. Begitu pula Nyonya Uchiha, yang sangat menonjolkan sosok seorang miliader dengan gaun biru tuanya.
"Aku cukup yakin aku membayar kru stylist untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik dari ini..." ucap Nyonya Yamanaka yang tampak ngeri melihat riasan dua orang di depannya.
Ekspresinya terlihat sangat bingung. Baik Ino maupun Sakura dibuat tertawa terbahak-bahak.
"Ini gara-gara kita, Kaasan." ucap Ino. "Gara-gara pembicaraan antar wanita."
"Ya Tuhan." Nyonya Yamanaka itu memutar matanya.
Sedangkan Nyonya Uchiha memeluk Sakura dan mencium pipi wanita itu dengan lembut. "Kau selalu sangat cantik." ucapnya.
Sakura tersenyum. "Terima kasih."
"Jangan pergi lagi. Kau tahu kami menyayangimu."
Sakura mengangguk. "Ya Basan."
"Baiklah." Nyonya Yamanaka tersenyum ke arah Sakura. "Selamat datang kembali ke keluarga ini, Sayang."
Kedua wanita paruh baya itu memang sangat baik. Nyonya Yamanaka maupun Nyonya Uchiha adalah ibu yang bijak, mereka tidak membutuhkan penjelasan dari Sakura dan juga tidak membencinya. Mereka mengerti akan ada sebuah pilihan sulit di hidup ini dimana kita dituntut untuk membuat beberapa pilihan sendiri.
Sakura selalu mengagumi hal-hal tentang wanita yang lebih tua. Terutama dua orang di depannya ini. Mereka sosok ibu yang baik.
Ketika Sakura dan Ino memperbaiki riasan wajah mereka, sebuah ketukan terdengat di pintu.
"Masuk saja!" ucap Sakura yang sedang memasang beberapa cincin di jari-jarinya.
Seorang gadis menjulurkan kepalanya ke dalam ruangan, membawa sebuket bunga mawar yang paling indah yang pernah dilihat Sakura, dan juga sebuah kantong kecil.
"Sakura di sini?"
"Ya?" Sakura melambaikan tangannya pada gadis itu.
"Ada mawar untukmu."
Sakura membenamkan wajahnya di tangannya.
Tentu saja, siapa lagi kalau buka pria itu...
Sakura mengambil buket mawar itu dan membaca catatan kecil yang tertera di sana.
'Mawar cantik untuk wanita cantik. Tidak sabar ingin bertemu denganmu, Cherry.' - US
"Ya Tuhan, aku mencintainya." gumam Sakura.
"Dan juga hadiah dari mempelai pria..."
Mata Ino melebar. Ia meraih kotak beludru hitam yang disodorkan padanya.
Ketika Ino membukanya, disana terdapat perhiasan paling cerah, paling elegan, perhiasan paling mahal yang pernah dilihatnya.
Napasnya tercekat di tenggorokannya dan air mata mulai mengalir dari matanya.
Semua orang di ruangan itu terkagum-kagum.
"Luar biasa." ucap Nyonya Yamanaka, terkesan.
"Gila." Ino menyela.
"Ini sesuatu yang mempesona."
"Dan juga, ini untuk Sakura."
Sebuah kotak lain.
"Ya Tuhan, ada lagi?"
Di atas kotak itu, tertulis: Untuk mengenang San Francisco. Hanya untuk matamu...
"Demi Tuhan, buka saja." ucap Ino. Ia masih tidak bisa mengalihkan pandangan dari kotak di tangan Sakura juga.
"Hanya untuk mataku."
San Francisco hanya berarti satu hal bagi mereka berdua dan itu benar-benar hanya untuk matanya.
Sambil menggelengkan kepalanya, Sakura bahkan tidak percaya Sasuke mengingatnya.
Dan di sini, Sakura tidak bisa berpikir lagi bagaimana ia akan mencintai Sasuke lebih daripada yang sudah dilakukannya.
***
Setelah upacara selesai, resepsi begitu penuh dan ramai, dan Sakura nyaris tak punya waktu untuk melarikan diri mencari udara segar antara tugas maid of honor dan memastikan semuanya berjalan baik sehingga Ino dan Sai bisa bersenang-senang dan tidak khawatir tentang apapun.
Setidaknya untuk saat ini setelah sembilan tahun, itulah yang bisa ia lakukan.
Di malam harinya, ia lega bisa melarikan diri, melepaskan sepatunya yang setinggi enam inci dan mengganti gaunnya dengan sesuatu yang tidak terlalu ketat dan lebih pas dibadannya. Ia merilekskan tubuhnya di salah satu kamar di villa itu, ketika ia mendengar ketukan di pintu dari Sasuke yang datang mencarinya. Ia pergi selama setengah jam, Sasuke pasti akhirnya memperhatikan ketidakhadirannya.
Ketika Sasuke berjalan masuk, Sakura sedang mengoleskan lipstik dan pria itu seolah terpaku.
"Tolong katakan padaku kau tidak telanjang di balik gaun itu."
Sakura memandang Sasuke dari cermin dan menyeringai. "Aku tidak telanjang di balik gaun ini." ucapnya.
"Ya Tuhan..."
Itu adalah gaun yang indah, berwarna merah, dengan belahan dada yang tidak memberikan kesempatan untuk berimajinasi, namun gaun itu menegaskan semua lekuk tubuh Sakura.
Sasuke perlahan mendekati Sakura dan memeluk pinggang wanita itu. Ia menutup matanya saat ia menghirup aroma malaikat Sakura. "Kau terlihat seksi dengan gaun ini." bisiknya.
"Begitu juga kau dengan tuksedo itu." Sakura tersenyum.
"Kemari." Sasuke membalikkan badan Sakura untuk menghadapnya, bersandar di laci. "Aku bangga padamu, kau tahu?"
Sasuke membelai pipi Sakura dan menciumnya. "Hari ini, kau hebat. Aku tahu Ino tidak mungkin bisa berjalan menyusuri lorong itu tanpamu. Kau adalah penghubung kita semua. Kau membuat kami bahagia."
"Kalian juga membuatku bahagia." Sakura mengangguk, berkedip agar air matanya tidak jatuh.
"Kau wanita yang luar biasa," Sasuke memberikan ciuman lembut di bibir Sakura. "Dan aku tidak percaya betapa beruntungnya aku memilikimu dalam hidupku lagi."
Sakura tersenyum di bibir Sasuke.
"Kau adalah kesempatan keduaku untuk hidup." Sasuke berbisik. "Sekarang aku tahu kenapa aku masih di sini."
Sakura menerima komentar itu dengan perasaan campur aduk. Sebagian dari dirinya melompat kegirangan dan sebagian lainnya hanya ingin hancur karena mengingat bagaimana Sasuke mencoba berkali-kali berusaha sendiri tapi selalu gagal.
Dan ya. Ini kesempatan kedua mereka. Dan Sakura akan melakukan segala daya untuk tidak mengacaukannya.
Jari-jari Sasuke menyelip ke rambut Sakura ketika bibir mereka bertemu lagi untuk sebuah ciuman penuh gairah.
"Ngomong-ngomong, terima kasih untuk mawar-mawar itu." gumam Sakura. "Dan aku tidak percaya kau ingat tentang San Francisco."
"Aku bukan orang yang menyebalkan." Sasuke terkekeh. "Tentu saja aku akan mengingat The First Time kita. Itu adalah salah satu hari terbaik dalam hidupku."
Bibir mereka terhubung lagi, kali ini dalam gerakan menjerat yang sangat familiar. Tangan bergerak di mana-mana, merasakan segalanya.
"Kita tidak punya waktu untuk ini." Sakura mengerang. "Pidato sepuluh menit lagi."
Sasuke menarik diri dan tersenyum nakal. "Itu cukup, bisa terjadi dalam sepuluh menit." Ia berbisik di leher Sakura.
Sakura menggelengkan kepalanya, tawa keluar dari bibirnya. "Tapi orang-orang sedang menunggu."
Sasuke mengangkat Sakura dan mendudukkannya di atas laci. Ia menaikkan gaun Sakura dan tersenyum ketika ia berlutut.
"Kalau begitu biarkan mereka menunggu." ucap Sasuke.
Ciuman Sasuke naik ke atas paha Sakura, wanita itu menjerit saat Sasuke beringsut lebih dekat ke intinya yang basah dan siap.
"Milikmu ini mungil dan paling cantik yang pernah kulihat." puji Sasuke. Ketika bibir Sasuke terhubung di sana, segala hal keluar dari kepala Sakura dan tak ada lagi yang penting di dunia ini.
***
Ino senang melihat semua orang tampak bersenang-senang. Setelah merencanakan pernikahan ini selama satu tahun penuh, semua stres yang dialaminya, akhirnya terbebas. Ia telah resmi menjadi Nyonya Shimura dan rasanya luar biasa. Ia merasa bebas, seolah ia bisa menaklukkan dunia jika ia mau.
Ia dan Sakura berdansa pelan di lantai dansa yang ramai dan ia tak bisa menahan air matanya agar tidak jatuh.
"Apakah ini adil? Aku pengantin wanita dan kau terlihat lebih seksi dariku dengan gaun merah yang aneh itu." Ino mendengus kemudian tersenyum.
Sakura tertawa. "Aku tidak yakin ada yang seindah dirimu sekarang."
Ino tersenyum. Mereka terus bergerak santai di satu tempat, seperti yang dilakukan teman-teman terbaik pada umumnya.
"Terima kasih." ucap Ino berbisik.
Sakura tidak mengatakan apa-apa. Ia senang ia bisa berada di sini. Segala sesuatu dalam hidupnya akhirnya terasa masuk akal lagi.
Lagu hampir berakhir ketika mereka diinterupsi oleh seseorang.
"Permisi?" Shikamaru tiba-tiba berada di samping mereka.
Ino tersenyum pada Shikamaru dan mengedipkan mata. Dalam daftar orang-orang yang dekat dengan Sakura, selain Ino dan Sasuke, Shikamaru berada di urutan kedua, dan setelah diskusi 'terbuka' malam itu, mereka perlu menyelesaikan semuanya sekali lagi dan kemudian memasukkan semua itu ke dalam kotak masa lalu.
Shikamaru mencium pipi Ino dan balas tersenyum. "Kau pengantin wanita yang cantik, Ino."
"Sampai jumpa lagi nanti." Ino memeluk mereka berdua sebelum menghilang ke kerumunan, berdansa dengan ayahnya untuk lagu berikutnya.
"Malam itu, aku benar-benar melewati batas." Shikamaru akhirnya berbicara ketika ia dan Sakura mulai bergerak di lantai dansa. "Aku tidak tahu apa yang telah kau lalui selama sembilan tahun terakhir ini. Aku sangat menyesal telah membentakmu. Aku hanya berpikir hidupmu sudah lebih baik daripada kami semua disini."
"Jangan khawatirkan tentang hal itu."
"Tidak. Ini tidak adil." Shikamaru menggelengkan kepalanya. "Hanya saja, ini membuatku sedih, kau tahu? Kami semua menderita ketika kau pergi. Kami menyembunyikan perasaan kami demi Sasuke dan tak pernah benar-benar berurusan dengan hal-hal tentangmu karena dia benar-benar kehilangan hidupnya tanpamu. Ketika kau pertama kali pergi, dia menghabiskan seluruh waktunya untuk mencarimu. Dia tidak membicarakannya, tapi kemudian, berbulan-bulan kemudian, mentalnya hancur, dan dari sana masalah menjadi lebih buruk setelah itu. Butuh waktu lama baginya untuk kembali pada dirinya sendiri lagi." Ia menelan ludah. "Tapi sekarang kau kembali. Dan sejak itu, aku mulai mengenali pria yang dulu kukenal. Dia bersemangat tentang banyak hal lagi, dia memiliki kehidupan di dalam jiwanya, dia lebih bahagia daripada yang pernah kulihat. Dia membutuhkanmu begitu besar, Sakura."
"Dan aku juga membutuhkannya." ucap Sakura.
Sakura melirik ke seberang ruangan, ia hampir tertawa melihat Sasuke menggoda seorang wanita tua dengan gerakan dansanya dan wanita tua itu tampak girang digoda oleh seorang pria muda yang tampan seperti Sasuke.
Pria itu... tipe pria yang bisa menarikmu ke lingkarannya dan kau tidak bisa melarikan diri dari sana, membiarkan dirimu merasa bahagia di sana.
"Dia Sasuke. Dia keluarga bagiku. Aku mengkhawatirkannya. Dia tidak bisa mengatasi ini lagi jika kau pergi lagi, Sakura." ucap Shikamaru memberitahu Sakura. "Malam itu ketika kau berjalan cepat keluar villa, alasan kenapa dia tidak segera mengejarmu adalah karena dia mengalami serangan panik yang membutuhkan waktu hampir dua puluh menit untuk kami menenangkannya."
Sakura tidak tahu itu.
"Aku tidak akan pergi lagi, hei pemalas." ucap Sakura berjanji. "Aku ingin kau mengetahuinya. Aku ingin kau mempercayainya. Bahwa aku ingin memperbaiki keadaan diantara kita lagi. Dengan apapun, dengan biaya berapapun. Bahkan, jika perlu seumur hidupku."
Shikamaru menempelkan keningnya dengan kening Sakura dan tersenyum. "Sudah, sudah cukup Sakura."
Air mata mengalir di kedua pipi mereka dan Sakura hampir meledak dengan sisi emosional yang mengalir melalui dirinya. Ia melingkarkan lengannya pada Shikamaru dan untuk waktu yang cukup lama, ia tetap memeluk pria itu.
"Aku sangat merindukanmu."
***
Saat itu hampir fajar, suasana pernikahan sudah berakhir. Segera setelah matahari terbit, Ino dan Sai langsung melakukan penerbangan ke Yunani untuk berbulan madu. Hampir semua tamu telah meninggalkan tempat. Orang-orang yang tersisa hanyalah petugas katering dan petugas kebersihan.
Semuanya berjalan sukses.
Sakura akhirnya bisa beristirahat lagi setelah hampir tujuh jam dan pegal di kakinya terasa membunuhnya.
Ketika ia bertanya-tanya ke mana Sasuke pergi, ia merasakan sepasang tangan mengangkat kakinya dari kursi. Sasuke meletakkan kedua kaki Sakura di pangkuannya, dan jari-jarinya mulai memijit tumit wanita itu.
"Aku yakin kau berharap kau memakai flat shoes, huh? Sepatu yang ini adalah pembunuh. Secara harfiah."
Erangan nyaman keluar dari bibir Sakura. Tangan Sasuke memang seperti sihir.
"Ini terasa sangat enak." komentar Sakura.
"Oh ya?" Sasuke terkekeh. "Lelah?"
"Sangat lelah."
"Tapi kau bersenang-senang, kan?"
"Tentu. Aku bersenang-senang."
"Apa kau senang kau datang ke sini?"
Sakura tersenyum. "Sangat senang."
"Ngomong-ngomong, kau berhutang dansa padaku."
"Ah, ya."
Sasuke menurunkan kaki Sakura ke lantai dan menarik Sakura berdiri. "Ayo. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu."
"Apa?" Sakura mengikuti Sasuke dengan ragu.
Sebelum mereka pergi, Sasuke memberi tip pada petugas katering dan petugas kebersihan karena bekerja lembur, mereka semua terlihat cukup lelah.
***
Perjalanan mobil itu sangat sunyi, hanya terdengar musik dari The Cure di CD player. Bahkan dengan jalanan akrab yang mobil itu lewati, Sakura tidak bisa menentukan dengan tepat ke mana mereka pergi.
Mereka sampai tepat pada waktunya. Awan abu-abu dengan rona oranye yang indah, merah muda dan ungu melayang di balik cakrawala saat mereka akhirnya berhenti di pantai.
Sasuke melepas jasnya dan memakaikannya ke punggung Sakura yang telanjang saat mereka keluar dari mobil.
"Ini sangat cantik." Sakura berbisik ketika mereka berjalan menuju laut.
Angin bertiup dan ombak berkilau bergulung-gulung ke samudera yang dalam, juga suara kicau burung bagai simfoni ilahi yang damai. Sakura tidak bisa membayangkan hal yang lebih indah dari ini.
"Aku selalu datang ke sini setelah kau pergi. Sebagian besar di malam hari atau seperti sekarang ini," ucap Sasuke. "Ini adalah tempat berlindungku. Ketika aku benar-benar mabuk, aku hampir bisa berpura-pura bahwa kau ada di sini bersamaku, berhalusinasi, hanya itu yang aku miliki." Ia menggenggam tangan Sakura dan meremasnya.
"Lalu kenapa kau berhenti datang kesini?" tanya Sakura dengan rasa ingin tahu.
"Aku tidak tahu. Kemarahan, kurasa." Sasuke mengangkat bahu. "Laut bukan tempatmu untuk marah."
"Yeah." Sakura setuju.
Sasuke memeluk Sakura di dadanya dan mencium pelipis wanita itu. "Berdansa denganku." Ia berbisik.
"Tidak ada musik di sini." jawab Sakura.
"Tidak masalah. Berdansa saja denganku." ucap Sasuke dengan lembut.
Sasuke mengulurkan tangannya dan Sakura mengambilnya seraya tersenyum. Mereka mulai bergerak mengikuti suara lautan dan kicauan burung.
"Ini sempurna." Sasuke berbisik, nyaris tak terdengar.
Sakura sangat setuju. Ia menatap Sasuke dan tersenyum. Mata hitam Sasuke bersinar ketika Sakura menggerakkan jari-jarinya pada rambut yang tergantung di kening pria itu.
Sakura menyipitkan mata pada Sasuke. Sial! Betapa ia mencintai pria ini benar-benar tak bisa di deskripsikan.
"Apa?" Sasuke bertanya sambil tersenyum. "Kenapa ekspresi wajahmu seperti itu?"
"Aku baru sadar betapa seksi penampilanmu." jawab Sakura. "Kau Uchiha Sasuke, seksi."
Sasuke tertawa, ia kemudian membenamkan wajahnya di leher Sakura. "Astaga. Kau benar-benar tahu cara meningkatkan ego pria."
Sakura memukul dada Sasuke main-main. "Aku serius."
Seringai muncul di wajah Sasuke. "Aku tidak mengatakan kau tidak serius. Aku hanya menganggap bahwa aku selalu seksi." Sasuke menaik turunkan alisnya.
Sakura mendekatkan bibirnya ke bibir Sasuke dan menggigit bibir bawah pria itu. "Kau pria yang seksi, Uchiha Sasuke." Ia berbisik di bibir Sasuke saat ia menatap penuh gairah ke mata hitam pria itu.
"Dan kau wanita yang seksi, Haruno Sakura." balas Sasuke.
Tawa keluar dari bibir Sakura ketika ia kembali ke dada Sasuke dengan posisi yang sama seperti sebelumnya.
Sasuke menyelipkan rambut Sakura ke belakang dan menangkup pipi wanita itu di kedua tangannya.
"Apa aku pernah memberitahumu?" tanya Sasuke.
"Apa?" tanya Sakura.
"Ketika aku tahu aku jatuh cinta padamu." ucap Sasuke. "Ketika aku tahu bahwa aku tidak pernah ingin tahu bagaimana rasanya tanpa dirimu."
Tiba-tiba air mata mengalir di mata Sakura dan ia tidak tahu bagaimana mencegahnya. "Tidak."
"Pertama kali berada di lorong sekolah ketika aku dengan tak sengaja menabrakmu dan jatuh di atasmu. Aku hanya melihat ke matamu dan aku berpikir 'gadis ini akan menjadi milikku suatu hari nanti dan ketika itu terjadi, aku akan menghancurkan setiap pria di luar sana yang mendekatimu'."
Sakura menelan ludah. "A-Aku tidak tahu." ucapnya.
"Tak masalah. Aku mengerti." Sasuke tersenyum. "Tapi yang kedua kalinya, sama sekali berbeda. Aku sangat gugup. Saat kau bilang kau telat menstruasi, aku tidak bisa berhenti panik. Entah itu karena kegembiraan atau ketakutan, aku tidak tahu. Mungkin sedikit dari keduanya." Ia terkekeh mengingat memori itu. "Tapi aku tahu persis kapan itu terjadi. Di peternakan yang kita kunjungi selama akhir pekan di Texas. Aku melihatmu memberi makan salah satu kuda dan aku bertanya apa yang akan kita lakukan jika kau hamil. Kau menatapku, tersenyum dan berkata 'kita akan menyayangi bayi ini dengan segala yang kita miliki. Selama kita bersama satu sama lain, semuanya akan baik-baik saja.' Dan kemudian aku tahu... Aku tahu kau ada untukku. Tidak ada keraguan dalam pikiranku."
"Tapi kemudian aku pergi." Sakura menunduk. Air mata yang menakutkan tidak mau berhenti mengalir. Bendungan air mata sialan itu pecah dan ada banyak air mata siap turun dari balik matanya.
"Dan kemudian ada yang ketiga kalinya." Sasuke membelai rambut Sakura dan tersenyum. "Aku merasa beruntung. Beberapa orang hanya jatuh cinta sekali. Tapi aku jatuh hingga tiga kali dan itu yang aku inginkan setiap hari."
"Kalau begitu jangan berhenti," ucap Sakura. "Jadi apa yang ketiga kalinya?"
"Agak aneh karena itu terjadi baru beberapa menit yang lalu, tapi kurasa jauh di dalam hatiku aku tahu bahwa aku selalu mencintaimu." ucap Sasuke. "Aku baru saja jatuh cinta padamu untuk ketiga kalinya Haruno Sakura, saat kau menatap mataku beberapa menit yang lalu dan berkata 'Kau pria yang seksi, Uchiha Sasuke'."
Lidah Sakura terasa kelu, penglihatannya kabur dan hatinya meleleh.
Sasuke jatuh cinta padanya! Pria itu mengatakannya.
"Aku menghabiskan begitu banyak waktu dalam hidupku tanpa mengatakan hal-hal yang ingin kukatakan, hal-hal yang harus kukatakan dan aku bertanya-tanya betapa berbedanya hal-hal yang akan terjadi jika aku mengatakan hal-hal yang ingin kukatakan ketika itu memang perlu dikatakan. Dan sekarang, aku ingin mengatakan apa yang ingin kukatakan, sangat sederhana, aku sangat mencintaimu, Sakura, sangat mencintaimu. Aku tidak bisa memberitahumu seberapa besar. Itu tidak terbatas. Aku hanya berharap pada Tuhan aku akan selalu melakukan yang terbaik karena kau hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidupku."
Kini Sasuke merasa ringan, bebas dengan dua sayapnya siap untuk terbang. Rasanya sangat hebat, sangat hebat untuk mengucapkan kata-kata itu.
Dan diamnya Sakura sudah cukup untuk menjadikannya pria paling bahagia yang masih hidup. Air mata bahagia wanita itu sudah cukup.
"Sasu-"
"Ssst," Sasuke tersenyum dengan air mata berkilat di matanya. "Jangan katakan apapun." Ia mencium bibir Sakura. "Aku mencintaimu. Cium saja aku."
Langit bergemuruh sebelum rintik hujan jatuh tepat saat bibir mereka bertemu dalam ciuman yang dalam, lambat, dan penuh gairah.
"Katakan lagi," ucap Sakura gemetar. Ia merasa sudah menunggu lama sekali untuk mendengar ini dan ini masih terasa tidak nyata. Seperti mimpi, ia mungkin bisa bangun kapan saja.
"Aku mencintaimu," Sasuke mencium Sakura lagi dan lagi. "Jangan takut. Ini bukan mimpi. Maaf aku butuh waktu lama untuk mengatakannya lagi. Aku mencintaimu." Ia memberikan ciuman lagi. "Aku mencintaimu." Ia bergumam. "Dan aku rela menghabiskan sisa hidupku untuk mengatakan itu padamu jika itu yang kau mau."
Sasuke menyingkirkan rambut Sakura yang basah dari mata wanita itu dan tersenyum pada kecantikannya. Wanita itu miliknya.
"Buka matamu, cantik. Ini nyata, aku janji." Sasuke mencium kening Sakura. "Aku sangat mencintaimu, Sakura."
Sakura akhirnya membuka matanya dan menatap mata Sasuke yang tulus dan penuh kebahagiaan... dan sesuatu yang lain.
Tunggu, apa itu?
Oh ya, benar... itu cinta.
Sasuke tidak menghilang. Pria itu masih di sini, tersenyum padanya seolah ia adalah hal yang paling berharga di dunia.
"Cubit aku." gumam Sakura.
Ia merasakan sensasi terbakar kecil di lengannya beberapa detik kemudian.
"Aduh!" Sakura menjerit.
"Kau yang menyuruhku untuk mencubitmu." Sasuke tersenyum.
"Yeah, tapi aku tidak benar-benar bermaksud begitu, kau sok pintar."
Tiba-tiba dan tidak terduga, Sasuke mengangkat Sakura dan menggendongnya ke atas pundaknya, berjalan mendekati laut.
Saat itu hujan sedang mengguyur, mereka berdua basah kuyup dan laut benar-benar sedingin es. Apa salahnya berenang?
Mereka berdua berteriak segera setelah kaki mereka menyentuh air laut. Mereka bermain seperti anak-anak. Saling memercikkan air satu sama lain, saling mengejar, menjerit dan tertawa, melakukan hal-hal yang dilakukan orang-orang yang saling jatuh cinta.
Sembilan tahun terakhir tampaknya telah lenyap begitu saja. Seperti tembok yang tidak pernah ada. Tak ada lagi rasa sakit yang diderita dan tak ada lagi kekacauan yang dilakukan.
Hanya ada kebahagiaan.
"Aku mencintaimu juga."
***
To be continued.
To be continued.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)