Hampir terasa mengkhawatirkan seberapa cepat mereka berhubungan seks bersama dan seolah menjadi bagian lain dari rutinitas mereka.
Sasuke menghabiskan sebagian besar hari Minggunya di acara pertemuan dengan polisi setempat, jadi ia tidak bertemu Sakura sampai saat mereka bekerja di Senin pagi. Aneh bagi Sasuke untuk melihat Sakura dengan cara biasa seperti bagaimana mereka menghabiskan Sabtu mereka. Ia harus secara sadar mengingatkan dirinya agar tidak berdiri terlalu dekat atau menatap terlalu lama untuk menghindari kecurigaan dari para petugas lainnya. Ia bahkan mengurung diri di ruangannya, berkutat dengan dokumen dan menghindari Sakura.
Sedangkan Sakura tampaknya jauh lebih baik daripada Sasuke, atau setidaknya seandainya ini juga sulit bagi Sakura, gadis itu dengan hebat menyembunyikannya. Sakura masih datang dan menguji kopi Sasuke terlebih dahulu di pagi hari untuk memastikan itu tidak terlalu panas, gadis itu juga berlama-lama di depan pintu Sasuke dan mengobrol untuk beberapa menit sebelum kembali ke ruangannya untuk mengerjakan dokumen-dokumennya sendiri.
Hari itu adalah hari yang panjang dan canggung bagi Sasuke. Ia merasa gelisah dan ragu selama sepanjang hari dan ia yakin semua orang bisa menebak ada sesuatu yang salah dengannya. Ketika akhir shift tiba dan hampir semua petugas pulang untuk malam itu, ia menarik napas lega. Akan jauh lebih mudah untuk mengerjakan dokumennya tanpa ada orang yang mengganggunya. Ia baru saja beralih ke dokumen permohonan anggaran ketika ia mendengar ketukan ringan di pintunya. Aroma bunga lili dan bunga lilac di udara memberitahunya siapa itu bahkan sebelum ia mendongak.
"Hai bos," sapa Sakura dan menyunggingkan senyum saat ia bersandar di ambang pintu. "Hari yang sibuk?"
"Sama seperti biasanya," jawab Sasuke. "Hanya kasus kebakaran atau penyebab tanah longsor."
"Aku akan pulang dan makan malam, dan mungkin melihat-lihat beberapa dokumen, memastikan tidak ada sesuatu yang kita lewatkan," ucap Sakura. "Kau mau ikut?"
Sasuke melirik lembar-lembar angka yang monoton di mejanya dan kemudian kembali mendongak ke arah si gadis pink cantik yang menyeringai padanya dari pintu. Ia segera berdiri, meraih jaketnya, dan mengikuti Sakura ke luar.
Malam mereka berjalan sama seperti biasanya ketika mereka bersama setelah bekerja; makan malam, mengobrol, minum beberapa bir, diskusi berputar-putar tentang pekerjaan. Hanya saja kali ini ketika Sakura merasa frustrasi dengan kurangnya respon Sasuke dan memutuskan bahwa ia perlu beristirahat dari dokumen penelitiannya selama satu menit, ia melampiaskan kekesalannya pada Sasuke, sedikit berdebat tentsng hal-hal sepele.
Hal yang sama terjadi pada Selasa malam, dan terulang lagi pada hari Rabu. Tapi tidak sampai Kamis malam ketika mereka berbaring terengah-engah di atas tempat tidur, dan Sasuke menyadari apa yang telah terjadi. Berhubungan seks telah berubah menjadi kejadian biasa. Entah bagaimana ia tidak yakin ini adalah apa yang mereka inginkan ketika mereka memulai semua ini.
"Kau ingin minum?" tanya Sakura. Sasuke senang mendengar bahwa gadis itu masih terengah-engah. Itu membuatnya merasa bangga mengetahui bahwa ia bisa memberi Sakura kesenangan yang sama seperti yang gadis itu berikan padanya.
"Air putih saja," ucap Sasuke. Sakura mengangguk lalu duduk, dan Sasuke merasakan kehangatan menghilang dari sisinya. Sasuke tidak menginginkan apa pun selain meraih Sakura dan memeluknya, dan menyalurkan perasaannya terhadap gadis itu. Sayangnya berpelukan tidak sesuai dengan pedoman status friends-with-benefits mereka. Sasuke tidak pernah membayangkan dirinya berpelukan, tapi kemudian ada banyak hal yang tidak pernah ia pikirkan datang menghantuinya.
Sakura meluncur turun dari tempat tidur dan mengambil pakaian pertama yang bisa ditemukannya, yang kebetulan kemeja Sasuke, ia memakainya dan mulai melangkah ke dapur. Sasuke terpesona bagaimana kemejanya itu melekat pada tubuh Sakura yang lebih kecil, bagian lengannya digulung hampir sesiku Sakura dan bagian bawahnya menyentuh setengah paha gadis itu. Rambut Sakura acak-acakan karena Sasuke melilitkan jari-jarinya ke sana, dan ketika gadis itu kembali dari dapur, gadis itu tersenyum, pipinya masih memerah. Gadis itu adalah hal terindah yang pernah dilihat Sasuke dalam hidupnya.
"Ini," ucap Sakura, menyerahkan segelas air pada Sasuke dan duduk di tempat tidur lagi. Sasuke meneguknya dan bersandar ke sandaran tempat tidur, menggumamkan ucapan terima kasih. Sakura juga meneguk airnya sendiri dengan pelan, tangannya yang lain bergerak ke rambutnya untuk mencoba merapikannya. "Jadi, apa; makan malam dan kemudian kembali mengerjakan dokumen? Aku belum siap untuk kembali mengerjakan itu, dan aku lapar."
"Lapar lagi?" tanya Sasuke, mengarah pada kegiatan seks mereka. Sakura memukul dada Sasuke dan pemuda itu meringis melihat bekas telapak tangan Sakura di kulit telanjangnya. "Ow! Aku bercanda. Ya, makan malam kedengarannya bagus."
Sakura bangkit dan menuju dapur lagi, bergumam kesal, "Lihat sampai aku tak mau memberimu makan lagi." Sasuke terkekeh dan meraih tumpukan pakaian sampai ia menemukan celana dalam dan jeansnya. Ia memakainya dan menggeser tumpukan kertas di sofa sehingga ia bisa duduk di sana. Ia pura-pura membaca kliping koran, tapi yang sebenarnya ia menonton Sakura di dapur.
Sakura bersenandung saat ia sibuk di atas kompor, sesekali berhenti untuk mendorong lengan bajunya yang longgar ke atas. Sasuke memperhatikan bagaimana Sakura berjalan dengan bertelanjang kaki, membuat otot-otot di betis gadis itu tampak lentur. Itu semua sangat alami, cara gadis itu bergerak. Sepuluh menit kemudian, Sakura membawa dua piring roti keju panggang ke sofa dan mereka menikmatinya bersama, berbicara santai tentang pekerjaan seperti yang biasa mereka lakukan.
Bagi Sasuke, seluruh pemandangan itu terasa aneh. Rasanya seperti rumah, dan dalam sekejap ia menyadari bahwa ia telah membuat dirinya membayangkan sesuatu terlalu tinggi.
Sasuke tahu sejak awal bahwa ia akan tenggelam dengan seluruh situasi ini. Jujur saja, ia sudah dalam kesulitan sejak ia bertemu Sakura di tempat rental mobil waktu itu. Selalu ada ketertarikan pada Sakura, bahkan sebelum ia merasakan sentuhan gadis itu. Candaan garing, komentar sarkastis, cara Sakura bertahan melawan segala sesuatu yang dilemparkan padanya. Gadis itu luar biasa bagi Sasuke. Tapi untuk benar-benar berpikir bahwa ia dapat melakukan hal-hal semacam friends-with-benefits ini? Ia pasti gila.
Semua berawal dari alkohol. Naruto bodoh dan wiski impornya yang lezat. Sasuke ingin menyalahkan semuanya pada wiski itu tapi disisi lain ia sebenarnya ingin bersama Sakura untuk waktu yang lama. Ketika gadis itu mencium pipinya untuk pertama kalinya di sofa, berlama-lama menyentuhnya dan hembusan napas beratnya, ia tidak bisa tahan lebih lama. Pengendalian dirinya selama berbulan-bulan telah berhenti dan pergi.
Seharusnya ia mengakhirinya setelah itu. Ia telah salah tidur dengan Sakura sebagai teman tanpa memberitahu gadis itu bahwa ia sangat peduli. Keesokan paginya seharusnya ia menghentikan semuanya. Tapi Sakura sudah duduk di depannya, rambutnya berantakan dan tubuhnya tak terbungkus apa-apa kecuali seprai, dan gadis itu memandangnya penuh harap ketika menyarankan mereka untuk tetap melanjutkan itu, dan Sasuke tak bisa mengatakan tidak.
Jauh di lubuk hatinya, Sasuke tahu bahwa Sakura merasakan hal yang sama seperti yang dirasakannya. Ia bisa melihatnya di mata Sakura kadang-kadang, atau merasakannya ketika gadis itu menyentuh tangannya dan tetap di sana selama beberapa detik. Dan hari itu, ketika ia terluka karena kekacauan di kota dan Sakura memeluknya, gadis itu terdengar sangat sedih. Ada begitu banyak emosi di matanya. Sasuke tahu perasaan itu ada di sana.
Sasuke merasa seperti orang bodoh karena telah menyetujui ini. Ia mendongak dan melihat Sakura menggigit roti keju panggangnya, remah-remah roti bertaburan di bibirnya, membuat jantung Sasuke melilit. Tak ada salahnya mencoba, bukan? Kata-katanya sendiri mengejeknya sekarang. Karena bersama Sakura seperti ini tanpa benar-benar bersama, menyakitinya lebih buruk dari apapun yang pernah dibayangkannya.
"Sasuke-kun, kau baik-baik saja?"
Sasuke berkedip dan kembali ke kenyataan, menyadari bahwa Sakura sedang mengawasinya, kening gadis itu berkerut khawatir. Sasuke memaksakan tersenyum. "Ya, hanya sedikit berpikir."
"Kau tampak berpikir jauh," ucap Sakura. Sasuke tersenyum mendengarnya; khas Sakura, mencoba dengan pelan mendorongnya untuk berbicara. Sakura jarang bertanya padanya, tak pernah mencoba mengarahkannya ke dalam cara yang menjadi pilihan gadis itu. Dan itu adalah salah satu bagian dari apa yang Sasuke sukai dari Sakura.
Dan di sana, realita memukul Sasuke seperti sambaran petir. Ini bukan hanya sekedar daya tarik, atau nafsu, atau persahabatan. Ia tidak hanya peduli pada Sakura sebagai teman, atau partner. Ia tahu bahwa ia sangat peduli pada gadis itu, lebih dari rasa peduli untuk teman-temannya, tapi ia baru saja mengerti sejauh mana sekarang. Ia jatuh cinta pada Haruno Sakura.
"Sasuke-kun, kau yakin kau baik-baik saja?" tanya Sakura lagi ketika Sasuke tidak mengatakan apa-apa.
"Ya," gumam Sasuke. Ia meletakkan piringnya ke samping dan mengambil jaketnya. "Ya, aku hanya... aku harus pergi."
"Kenapa?" Sakura berdiri, tampak cemas.
"Bukan apa-apa, aku hanya... harus pergi," ucap Sasuke lagi. Ia memakai jaketnya, bahkan tidak menyadari bahwa Sakura masih mengenakan kemejanya, ia kemudian mengambil kunci mobilnya dari meja. "Sampai bertemu di tempat kerja." Ia mengabaikan pertanyaan Sakura, berjalan menuju pintu dan pergi.
***
Pikiran Sasuke berputar saat di perjalanan pulang. Ia tidak bisa terus melakukan ini. Ia tidak bisa tidur dengan Sakura sebagai teman, bahkan mengetahui bahwa ia peduli pada Sakura lebih dari apapun, tapi ini berbeda. Cinta. Ini sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang tidak bisa dipermainkan dan dianggap enteng. Ia tidak hanya ingin menjalin hubungan dengan Sakura. Ia ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama Sakura, ingin berbagi kehidupan dan dunianya bersama gadis itu dalam segala hal. Ia tidak menginginkan apapun selain bangun setiap pagi untuk melihat senyuman Sakura.
Itu dia; ia harus menghentikan ini. Ia tidak bisa terus tidur dengan Sakura dengan cara seperti ini, tidak tanpa memberitahu perasaannya pada gadis itu. Tapi bagaimana mungkin ia akan menyampaikan sesuatu seperti ini. Apakah Sakura merasakan hal yang sama? Gadis itu tahu bahwa ia peduli padanya, tapi cinta?
Tidak. Tidak masalah. Apapun itu, ia tetap harus memberitahu Sakura atau ia harus berhenti tidur bersama gadis itu. Ia harus memilih, ia harus memperbaiki ini, entah bagaimana.
Ponselnya berdering dua kali, keduanya dari Sakura, tapi ia mengabaikannya. Ia akan berbicara dengan gadis itu besok, mungkin. Tapi untuk saat ini, ia perlu waktu sendiri untuk memikirkan hal ini.
***
To be Continued.
To be Continued.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)