expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Nine Years #8



Dua minggu kemudian…
Sasuke telah pergi selama dua minggu dan Sakura sangat merindukan pria itu. Sementara Sasuke pergi, ia melakukan banyak hal yang memang harus dilakukan, karena ketika Sasuke ada di sini, ia hampir tidak bisa menyelesaikan apapun dengan pria itu yang terus-menerus menghujaninya dengan cinta, tapi tetap saja ia menyukai semua yang Sasuke lakukan.
Sasuke seharusnya pulang sekitar minggu ini. Ketika Sasuke pergi, pria itu mengatakan bahwa dia akan pergi selama dua minggu, pria itu tidak memberitahu hari apa tepatnya dia akan kembali. Tapi yang pasti setelah dua minggu, Sakura sudah sangat siap untuk menyambut Sasuke kembali.
Saat itu sudah malam dan Sakura bersiap untuk pulang setelah seharian bekerja. Sejujurnya, ia sedih karena ia tahu Sasuke tidak akan pulang. Ia mencoba menghabiskan waktu sebanyak mungkin di rumah karena aromanya seperti Sasuke, tapi malam ini, untuk beberapa alasan ia merasa sangat kesepian dan ia begitu menginginkan Sasuke.
Sakura menaiki lift ke tempat parkir gedung kantornya. Setelah keluar dari lift, ia berjalan menuju mobilnya dan menyadari bahwa seseorang berdiri tepat di sebelah mobil dan itu membuatnya ketakutan, terutama karena sekarang sudah malam.
Ketika ia mendekat, ia bisa melihat orang itu tersenyum padanya dan kemudian ia melihat lebih dekat ke wajahnya dan seluruh dunianya terasa terbalik.
Ia berlari dan melompat ke arah orang itu. Ia melingkarkan lengannya di leher orang itu dan menciumi seluruh wajahnya.
"Kau dihukum karena terlalu banyak bekerja."
Sakura menarik diri sambil tersenyum. Ia tidak percaya Sasuke akan mengejutkannya seperti ini. Ia berulang kali mengecup bibir Sasuke dan memeluk pria itu.
"Jangan pernah lagi, oke?" gumam Sakura, "Kau tidak diperbolehkan meninggalkanku lagi."
"Baiklah." Sasuke terkekeh.
Sakura memutuskan untuk meninggalkan mobilnya di tempat parkir dan sebagai gantinya masuk ke mobil Sasuke. Dan ia akan menumpang di mobil pria itu untuk berangkat bekerja besok pagi.
***
Hanya butuh beberapa menit bagi Sakura untuk menyadari bahwa mereka tidak menuju ke rumah, ia bertanya-tanya ke mana Sasuke akan membawanya.
Sasuke meraih tangan Sakura dan mengaitkan jari-jari mereka sebelum membawanya mendekat ke bibirnya. "Apa saja yang terjadi selama aku tak ada?" tanyanya.
Sakura tersenyum pada Sasuke dan menggelengkan kepalanya, "Tidak ada," jawabnya sambil tertawa senang, "Aku bahagia kau sudah kembali."
"Ah," Sasuke mengangguk, "Apa kau merindukanku?"
"Tentu saja!" Sakura berseru dengan jelas. "Kupikir aku akan tidur sendirian lagi malam ini." Sakura cemberut dan bagi Sasuke itu terlihat lucu.
"Hn, tidak akan." ucap Sasuke dan mencium punggung tangan Sakura lagi.
Beberapa menit kemudian, mereka berhenti di sebuah restoran mewah dan Sakura tersenyum. Sasuke selalu tahu kapan harus memberi makan seorang wanita. Pikir Sakura.
Sasuke keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Sakura. Sakura selalu menyukai sisi diri Sasuke yang ini. Yang selalu menghormati wanita. Selain itu siapa yang tidak senang jika dibukakan pintu oleh pria yang dicintai?
Mereka berjalan ke dalam restoran dengan tangan saling terjalin satu sama lain. Mereka memesan meja dan makanan pembuka, mereka berbicara tentang perjalanan Sasuke dan hari mereka. Sakura senang bahwa Shikamaru telah tahu jika ia kembali bersama Sasuke. Ia sangat merindukan pemalas itu dan sekarang ia memikirkan pria itu, ia bertanya-tanya apakah Shikamaru benar-benar pemalas.
Makan malam mereka datang tak lama kemudian, mereka mulai makan dan mengobrol lebih banyak. Sakura tak mengatakan pada Sasuke bahwa ia telah berbicara dengan Sasori, tapi ia tahu bahwa ia harus menceritakannya pada Sasuke. Ia hanya tidak ingin membicarakan itu sekarang karena Sasuke baru saja kembali dan ia ingin menikmati malam ini. Dan mungkin jika ia melakukannya malam ini, Sasuke akan marah padanya.
***
Mereka sampai di rumah sekitar jam sebelas. Sasuke menendang pintu hingga terbuka dengan kakinya seraya menggendong Sakura. Ia bahkan belum sampai ke kamar mereka tapi kemejanya sudah dilepas dengan tidak sabar. Mereka berdua tertawa ketika akhirnya mereka jatuh di tempat tidur.
"Itu tadi menyenangkan..." ucap Sakura ketika mereka menarik diri.
Sasuke tahu bahwa Sakura menyimpan sesuatu darinya karena wanita itu tampak tegang selama makan malam di restoran.
Sasuke dengan lembut membuka kancing-kancing baju Sakura satu persatu dan menanggalkannya, hanya menyisakan bra dan roknya. Ia membungkuk dan memberikan ciuman lembut di bibir Sakura sebelum pindah ke leher wanita itu.
"Hm, aku sangat merindukanmu." Sakura mengerang.
Sakura bisa merasakan Sasuke menyeringai dan itu membuatnya sedikit kesal. Ini lucu bagi Sakura bahwa Sasuke adalah satu-satunya orang yang tahu bagaimana menekan semua tombol dalam dirinya...
Sasuke dengan lembut menggigit kulit payudara Sakura dan menghisapnya sampai berubah kemerahan. Ia menarik diri untuk melihat ke dalam mata Sakura dan Sakura merintih karena merasa terjebak di dalam mata hitam Sasuke.
"Katakan..." ucap Sasuke.
"Katakan apa?" Sakura tergagap. Ia benci bahwa Sasuke mengenalnya dengan baik dan ia tahu bahwa tak butuh waktu lama sampai pria itu bertanya padanya apa yang ia sembunyikan.
"Katakan apa yang ingin kau sampaikan padaku sejak kita berada di restoran." Sasuke bergumam di kulit Sakura.
Sakura menghela nafas, "Apa aku sudah mengatakan betapa aku mencintaimu belakangan ini?" Ia mencoba mengubah topik, tapi Sasuke tak mudah tertipu.
Sasuke mencium Sakura sebelum ekspresinya berubah serius. "Kau bisa tunjukkan itu padaku nanti," ucapnya, "Sekarang katakan."
"Baiklah," Sakura menghela nafas lagi, "Saat kau pergi, aku berbicara dengan Sasori..."
Sasuke tampak masih tenang dan pria itu masih membelai lengan Sakura dengan ujung jarinya.
"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Sasuke dengan rasa ingin tahu ketika ia mencium bahu Sakura. Meskipun ia tidak suka kemana arah pembicaraan ini, ia berusaha untuk tetap tenang ketika nama Sasori muncul. Ia bukan anak kecil; ia tidak bisa untuk tidak merasa panik karena bisa saja si pengkhianat itu lebih baik darinya.
Sakura mengangkat bahu, "Kami membicarakan beberapa hal," akunya.
"Dan…?" tanya Sasuke.
Dan ini adalah bagian tersulit. Sakura tidak tahu apa ia bisa menatap mata Sasuke dan mengatakan pada pria itu bahwa ia semacam berbaikan dengan Sasori.
"Dan kami berdua memutuskan untuk..." Sakura terdiam lagi. Ia tak bisa melakukan ini pada Sasuke. Tidak ketika semuanya telah berjalan begitu baik di antara mereka.
"Memutuskan untuk apa?" Sasuke mengerutkan kening. Ia tidak suka cara Sakura yang tetap membisu. Ini tidak terlihat bagus atau terdengar bagus.
"Kami semacam memutuskan untuk berbaikan..."
Oke... jeda lagi....
Hal pertama yang ada di benak Sasuke saat ini adalah secara otomatis ingin mencekik Sakura hingga mati karena betapa sakitnya perasaannya sekarang...
Hal kedua adalah seberapa besar ia membenci wanita itu sekarang...
Dan hal ketiga adalah ia ingin segera pergi dari sini...
Sekarang...
Dari semua skenario ini, ia memilih yang ketiga dan secara otomatis ia menarik diri dari Sakura secara tiba-tiba.
Sakura menutup matanya rapat-rapat. Ia tak berharap banyak... ia tahu bahwa inilah yang akan terjadi begitu ia memberitahu Sasuke.
Sasuke bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke laci untuk mengambil bajunya karena ia benar-benar tidak bisa berada di dekat Sakura sekarang.
"Sasuke-kun... jangan." mohon Sakura.
"Jangan apa, Sakura?" balas Sasuke, menatap Sakura dengan marah, "Apa yang kulakukan ini salah sekarang?" tanyanya. "Setiap kali keadaan berjalan baik, kau selalu menemukan cara untuk merusaknya!" Sasuke berteriak pada Sakura, "Ketika aku bertanya apa kau akan kembali padanya jika dia mengatakan dia menyesal dan tidak akan pernah melakukannya lagi, kau bilang 'Tidak masalah, dia melakukannya sekali, dia akan melakukannya lagi jika aku menerimanya kembali dan aku tidak mau hal itu terjadi', tapi ini adalah kebalikan dari apa yang kau katakan!"
Sakura bisa merasakan air mata di pelupuk matanya hampir jatuh. Tak ada seorangpun yang bisa membuatnya lebih emosional daripada Sasuke. Ia bisa menangani dunia yang marah padanya, tapi ia tak bisa jika Sasuke membencinya.
"Biar kujelaskan lebih dulu..." Sakura memohon ketika ia turun dari tempat tidur dan melingkarkan lengannya di pinggang Sasuke, namun pria itu menarik diri menjauh.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan," ucap Sasuke, "Kau sudah membuat keputusan. Kau bisa kembali ke bajingan itu jika itu yang kau inginkan dan aku hanya akan menjadi sisi lain yang selalu menampungmu kembali, mengurusmu dan akan selalu ada di sini untuk memberimu waktu tak peduli apa yang kau lakukan... tak peduli berapa kali kau telah mengacaukan dan menyakitiku. Kau bisa memanfaatkan itu semua!"
Kata-kata itu seperti peluru yang menembus hati Sakura.
Bagaimana bisa Sasuke mengatakan itu padanya?
"Sasuke-kun, hentikan..."
Sakura berusaha menyusul Sasuke yang berjalan keluar dari pintu, tapi pria itu terlalu cepat. Sakura kemudian menyadari bahwa tak ada yang bisa menghentikan Sasuke karena pria itu hanya ingin menjauh darinya, tapi ia tidak menginginkan hal itu.
Ada penjelasan di balik semua ini dan Sasuke belum mendengarkan keseluruhan cerita. Pria itu hanya marah dan menganggap semua itu salah.
"Sasuke-kun," panggil Sakura untuk terakhir kalinya. Nada suaranya serius dan itu menarik perhatian Sasuke selama sedetik. Hanya itu yang Sakura butuhkan... sedetik untuk meyakinkan Sasuke agar mau mendengarkan.
"Aku bersumpah jika kau keluar dari pintu itu, ketika kau kembali aku sudah pergi."
Itu adalah ultimatum, sesuatu untuk menakut-nakuti Sasuke agar tetap tinggal, dan untuk beberapa detik pertama setelah Sakura mengatakan itu, ia melihat sedikit perhatian di mata Sasuke, tapi pria itu berkedip dan perhatian itu menghilang.
"Aku tak peduli," Sasuke mengangkat bahu, "Kau bisa melakukan apapun yang kau mau, bodoh!"
Sasuke membanting pintu dan pergi. Sakura hanya berdiri beberapa meter dari pintu dan membiarkan air matanya jatuh.
Oh tidak!
Sakura tak percaya Sasuke mengatakan itu. Jika itu orang lain, ia pasti akan mengabaikannya, tapi ini Sasuke. Ia sangat mencintai pria itu dan ia tahu ia telah menyakiti pria itu sekali sembilan tahun yang lalu; dan ia tidak berencana melakukannya untuk kedua kalinya sembilan tahun kemudian. Sakura mengerti bahwa Sasuke marah dan berhak untuk itu, tapi kalau Sasuke marah maka kau bisa bertaruh bahwa Sakura juga.
Sasuke bahkan tidak memberikannya kesempatan untuk menjelaskan. Sasuke bahkan tak peduli dengan apa yang ia katakan. Pria itu hanya berjalan keluar begitu saja dan menyebutnya bodoh.
Sakura berjalan ke sofa dan duduk di lantai dalam ruangan gelap. Kakinya menekuk; ia meletakkan kepalanya di antara lututnya dan menangis diam-diam. Ia tidak ingin kehilangan Sasuke untuk yang kedua kali. Ini sangat mengkhawatirkannya karena ia tak tahu ke mana Sasuke pergi atau kapan pria itu akan kembali, dan ia tidak yakin apakah ia bisa tidur tanpa Sasuke, dan seandainya nanti ia kembali tidur bersama Sasuke, ia tidak ingin pria itu marah padanya lagi.
***
Sasuke baru saja berkeliling menyusuri jalanan. Ia tidak punya tempat khusus untuk pergi; ia hanya ingin menjauh dari Sakura sebelum ia melakukan sesuatu yang buruk. Ia bahkan tidak marah, ia hanya merasa dikhianati lagi. Ia tidak bisa percaya bahwa Sakura akan mengingkari janji yang dia buat sendiri.
Bagian terburuk dari semua ini adalah ia jatuh cinta pada Sakura lagi dan kemudian ini terjadi. Ia ingin mengakui bahwa ia telah jatuh cinta pada Sakura lagi, tapi bagaimana ia bisa percaya pada Sakura jika wanita itu terus menghancurkan hatinya setiap kali ada hal-hal hebat di antara mereka?
Kini ia hanya memiliki satu orang yang ia anggap sebagai temannya, dan itu adalah Naruto. Setelah malam dimana Sakura mabuk, mereka menjadi dekat dan mereka selalu pergi untuk minum bersama ketika mereka memiliki waktu luang, dan sekarang, ia agaknya membutuhkan minuman keras dan seseorang untuk diajak bicara.
Sasuke mengemudikan mobilnya melesat ke bar, dan ia cukup senang mengetahui bahwa malam ini giliran shift Naruto bekerja. Ia berjalan masuk ke bar, menggerakkan jari-jarinya di atas meja untuk mendapatkan atensi Naruto.
Naruto mengangkat kepalanya dari kegiatannya menuangkan minuman untuk pelanggan dan melihat bahwa itu adalah Sasuke.
"Sasuke," Naruto sangat senang melihat Sasuke. Mereka nongkrong beberapa kali dan ia tahu Sasuke adalah pria yang baik. "Apa kabarmu, man?"
Sasuke menunggu Naruto selesai melayani pelanggannya sebelum duduk di kursi di seberang pria itu.
"Kau terlihat seperti butuh minum." Naruto berkomentar sambil mengeluarkan sebotol minuman yang biasa Sasuke pesan.
Sasuke mengusap wajahnya dan mengangguk, "Buatkan yang sedikit lebih kuat."
Naruto mengangguk; ia belum pernah melihat Sasuke seperti ini sejak mereka saling kenal. Sasuke orang yang selalu santai dan tenang, dan untuk beberapa alasan malam ini, pria itu tampak cukup sedih.
"Bagaimana kabar Sakura-chan?" tanya Naruto ketika ia mendorong minuman ke depan Sasuke dan kemudian menuang lagi ke dalam gelas untuk dirinya sendiri.
"Dia adalah alasanku di sini." Sasuke mengakui. Ia datang ke sini untuk mencari teman bicara dan minum, jadi ia mungkin juga bisa mengeluarkan semua tekanan dari dadanya. "Dia membuatku gila!"
"Maksudmu apa?" tanya Naruto dengan rasa ingin tahu.
"Aku sudah mengenal Sakura sejak lama," Sasuke mulai bercerita, "Kami berpacaran saat sekolah dan kemudian dia pindah ke Tokyo karena alasan pribadi dan kami kehilangan kontak selama sembilan tahun. Aku baru saja bertemu kembali dengannya dan kemudian aku menemukan bahwa dia sudah menikah." jelasnya.
Naruto menatap Sasuke dengan mulut ternganga, "Dan kemudian aku bertemu dengannya malam itu saat dia mabuk." Ia menambahkan.
"Ya benar," ucap Sasuke menegaskan, "Malam itu dia datang ke sini, dia mabuk karena dia pulang ke rumah dan menemukan suaminya sedang meniduri wanita lain." lanjutnya, "Dia tinggal di rumahku malam itu dan kemudian kami mendiskusikannya keesokan paginya, dia bertanya apakah dia bisa tinggal dirumahku sampai dia bisa menemukan apartemen, aku tidak mempermasalahkan hal itu jadi kubilang padanya bahwa dia bisa tinggal selama yang dia mau."
"Lalu?" tanya Naruto.
"Dan kemudian diantara kami semuanya mulai kembali seperti di masa lalu." ucap Sasuke.
"Oh," Naruto bergumam, "Jadi kau dan Sakura-chan seperti... kau tahu kan maksudku?"
Sasuke mengangguk, "Ya. Hubungan diantara kami selama dua bulan terakhir sangat baik. Semuanya berjalan lancar, seolah aku mendapatkan gadisku lagi." Sasuke tampak sangat tersesat dan Naruto bisa melihat itu, "Aku jatuh cinta padanya lagi, tapi kemudian omong kosong seperti ini terjadi dan aku takut ini membuatku sangat marah."
"Apa yang terjadi?" tanya Naruto bingung.
"Aku pergi ke Osaka beberapa minggu lalu dan aku baru saja kembali hari ini. Kami mengobrol banyak hal, aku mengenalnya dengan sangat baik... aku bisa merasakan bahwa dia menyembunyikan sesuatu. Aku bertanya padanya dan dia mengatakan padaku bahwa dia sudah berbicara dengan suaminya, pria yang dia sebut akan diceraikan... mereka sepakat untuk berbaikan. " Sasuke berkata, "Aku hanya merasa dia tidak tahu apa yang sebenarnya dia inginkan."
"Man, apa kau tidak membiarkannya menjelaskan mengapa dia memutuskan hal itu?" tanya Naruto. Ia seorang pria juga, tapi ia telah belajar selama bertahun-tahun untuk selalu mendengarkan wanita. Banyak dari hubungannya gagal karena ia hanya melarikan diri dari masalah dan akhirnya kehilangan hubungan itu, dan ia benar-benar benci melihat itu terjadi pada Sasuke.
"Tidak," jawab Sasuke ketika ia akhirnya mengangkat minumannya mendekati bibirnya. Ia menelan ludah, "Ia memberitahuku bahwa dia akan pergi jika aku keluar pintu dan aku spontan mengatakan padanya bahwa aku tidak peduli." Ia mengusap keningnya frustrasi. Ia tidak tahu mengapa ia menjadi brengsek malam ini.
"Dengar, man," ucap Naruto memulai, "Kedengarannya kalian benar-benar saling mencintai dan aku menyukai kalian berdua. Jika aku jadi kau, aku akan pulang dan membicarakannya." ucapnya, "Mungkin itu tidak akan membuatmu gila."
Sasuke terkekeh. Agak menyenangkan memiliki persahabatan dengan pria berambut kuning itu. Satu-satunya teman yang ia miliki hanyalah di Osaka dan disini ia hanya memiliki rekan kerja. Ia mencoba untuk tidak mencampur bisnis dan persahabatan. Tapi disini ia menyukai kenyataan bahwa ia mengenal Naruto, ia menyukai kenyataan bahwa ia bisa mendapatkan saran dari seorang pria yang terdengar seolah tahu keseluruhan apa yang ia bicarakan.
"Temanku akan menikah bulan depan; apa kau ingin pergi ke Osaka untuk akhir pekan?" tanya Sasuke.
Naruto mengangguk, "Wow, man," jawabnya, "Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali aku pergi ke luar kota."
Sasuke bangkit dari kursi setelah mengambil satu tegukan terakhir. "Sebaiknya aku pergi," ucapnya dan mereka berjabat tangan, "Terima kasih untuk minuman dan sarannya."
"Tentu saja, man." jawab Naruto.
"Baiklah, sampai jumpa lagi." ucap Sasuke.
Naruto melambaikan tangan, "Sampaikan salamku pada Sakura-chan."
"Tentu."
***
Pukul duabelas lewat sepuluh, Sasuke menghentikan mobilnya di tempat parkir rumahnya. Ia cemas apakah Sakura benar-benar pergi, dan jika Sakura benar-benar melakukannya, ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan nantinya.
Ia membuka pintu dan mendapati rumah itu gelap. Ia menyalakan lampu di ruang depan, dan di sudut sofa ia melihat Sakura meringkuk di lantai, menangis. Hatinya terasa hancur menjadi dua. Ia tidak yakin apakah Sakura sudah menangis sejak ia pergi dan ia membenci dirinya sendiri karena ia adalah alasan air mata wanita itu.
Sakura memandang Sasuke dari sudut matanya dan dengan pelan membenamkan kepalanya di atas lututnya. Pria itu tak peduli padanya, jadi seharusnya tak ada alasan pria itu akan khawatir jika ia menangis.
Tapi jauh di lubuk hatinya, ia berharap itu tidak benar.
Sasuke meletakkan kuncinya di meja kaca kecil di tengah ruang tamu, lalu berjalan ke sudut tempat Sakura duduk. Ia bergerak ke samping Sakura dan melingkarkan lengannya di sekeliling wanita itu dan mencium pipinya.
"Tinggalkan aku sendiri." ucap Sakura menangis. Ia mulai bangkit dari lantai namun ditarik kembali dan jatuh ke pangkuan Sasuke.
"Berhentilah menangis," bisik Sasuke, "Aku tahu aku seharusnya tidak membentakmu seperti itu." Ia menempatkan kecupan lembut di bibir Sakura dan menyeka air mata wanita itu.
"Kau benar, memang seharusnya tidak!" Sakura hampir berteriak pada Sasuke, tapi ia tak pernah mendapat kesempatan karena pria itu terus menghujani wajahnya dengan ciuman. "Aku hanya ingin kau mendengarkanku," gumam Sakura, "Kau bahkan tak memberiku kesempatan untuk menjelaskan apapun. Kau hanya berjalan pergi begitu saja."
Sasuke dengan pelan membelai bagian belakang leher Sakura dan mencium pipi wanita itu. "Aku di sini sekarang, kau bisa menjelaskan apapun." ucapnya.
"Oke," Sakura menarik nafas, "Ketika kau pergi ke Osaka, aku berbicara dengan Sasori karena aku ingin memulai proses perceraian," Sakura memulai, "Kami pergi ke pengadilan dan dia mengatakan pada hakim bahwa dia tidak ingin bercerai... bahwa kami dapat memperbaiki masalah. Ada banyak perdebatan di pengadilan sehingga hakim memutuskan untuk memberi kami penundaan tiga puluh hari untuk membicarakan semuanya, dan hanya itu." jelasnya.
Sasuke mengangguk. Ia merasa benar-benar bodoh!
"Kau mengatakan bahwa kau memutuskan untuk berbaikan, kapan percakapan itu terjadi?" tanyanya.
"Tiga hari yang lalu. Dia terus meneleponku dan aku setuju untuk bertemu dengannya, dan kami berbicara seperti dua orang dewasa normal selama istirahat makan siang di tempat kerja. Kami sepakat untuk berbaikan, tapi perceraian akan tetap berjalan. Selebihnya tidak ada yang terjadi." jawab Sakura dengan jujur, "Dan aku belum bertemu atau berbicara dengannya sejak saat itu."
Untuk beberapa alasan, itu membuat Sasuke merasa seribu kali lebih baik. Ia perlu mendapatkan jaminan. Ia merasa tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Sasori, dan ia harus percaya bahwa Sakura akan terus bersamanya sekarang dan mereka berdua berkomitmen penuh satu sama lain.
"Kurasa kau berhutang permintaan maaf padaku." ucap Sakura.
"Aku tahu, aku tahu." Sasuke mengerang. Ia benci mengakui jika ia salah, tapi ia rasa itu adalah sesuatu yang harus ia biasakan. "Maafkan aku." ucap Sasuke.
"Untuk apa?"
"Karena tidak memberikanmu kesempatan untuk menjelaskan." jawab Sasuke.
"Lalu apa lagi?" tanya Sakura.
"Aku tidak tahu. Kurasa sudah tidak ada."
"Sungguh? Aku cukup yakin tadi mendengarmu menyebutku bodoh." Sakura cemberut pada Sasuke.
"Aku melakukannya?" Sasuke mengangkat alisnya. Ia tidak bisa mempercayai dirinya sendiri.
Sakura mengangguk. "Kau tahu, itu menyakiti perasaanku."
Sasuke dengan lembut menangkup wajah Sakura di tangannya yang besar dan mencium bibir wanita itu dengan sensual. "Maaf aku membentakmu, dan yang paling penting, aku menyesal telah menyakiti perasaanmu malam ini. Aku tak berniat untuk melakukan itu."
"Permintaan maaf diterima." jawab Sakura berbisik.
"Jadi, bagaimana kau akan menghadapi hal ini?" tanya Sasuke. Ia hanya ingin perceraian itu segera diselesaikan sehingga ia bisa memiliki Sakura secara utuh untuk dirinya sendiri.
"Aku tidak tahu," ucap Sakura, "Aku hanya harus menemukan cara untuk membuat ini cepat selesai."
Sasuke mengangguk. Sebuah hubungan adalah tentang kompromi, kepercayaan, dan komitmen. Mereka selalu bisa melakukannya.
"Baiklah." Sasuke tersenyum, "Tapi aku punya satu pertanyaan."
"Apa itu?" tanya Sakura.
"Aku adalah orang yang marah padamu tapi kenapa aku juga yang akhirnya membuatmu merasa lebih baik?" Sasuke terkekeh.
Mungkin ini adalah pengaruh dari percakapan kecilnya dengan Naruto atau mungkin ia memang tidak bisa marah pada Sakura selama lebih dari beberapa jam.
"Karena kau mencintaiku," Sakura menyeringai, "Dan aku juga mencintaimu, Sasuke-kun." Suaranya melembut ketika ia menggerakkan ujung jarinya di atas bibir Sasuke. "Aku sangat mencintaimu dan itu membuatku takut karena hal terakhir yang ingin kulakukan adalah menyakitimu lagi. Aku mencintaimu lebih dari yang bisa dijelaskan dengan kata-kata. Cinta yang kumiliki untukmu sekarang lebih kuat daripada apa yang kumiliki untukmu sembilan tahun yang lalu."
Mata Sasuke menggelap, ia sangat ingin membalasnya; ia tahu betapa ia mencintai Sakura dan itu membunuhnya karena ia belum siap untuk mengungkapkannya. Tapi bukankah tindakan lebih kuat daripada kata-kata? Ia hanya harus terus menunjukkan itu pada Sakura dan membuktikannya setiap hari. Ia bisa melakukannya.
"Kau mencintaiku?" ucap Sasuke. Itu bahkan tidak seharusnya menjadi pertanyaan setelah apa yang baru saja Sakura akui padanya, tapi ia tak bisa menahan untuk tidak bertanya.
Sakura mengangguk, "Ya."
Sasuke dengan lembut menarik Sakura lebih dekat, lengannya yang kuat melingkar di pinggang Sakura dan bibirnya di samping telinga wanita itu. "Buktikan." Ia berbisik menggoda.
Sakura tersenyum. Ia suka kemana arah tujuan Sasuke ini. "Bagaimana?" Ia balas berbisik.
"Cium aku." Nada bicara Sasuke tiba-tiba berubah total dan itu membuat Sakura meleleh seperti marshmallow panggang.
Dalam beberapa detik, Sakura mulai mencium Sasuke lama dan bersemangat. Mereka saling menghisap lidah satu sama lain.
"Rasamu seperti wiski." Sakura bergumam di bibir Sasuke.
Sasuke tersenyum. "Ya karena aku baru saja meminumnya." ucapnya.
Mereka menarik diri dengan nafas terengah-engah dan senyum di wajah mereka. Ini awal yang bagus untuk malam yang panjang.
"Bisakah kita punya anjing sekarang?" tanya Sakura dengan tatapan memelas.
Sebelum Sasuke pergi ke Osaka, mereka telah berbicara tentang memiliki seekor anjing dan Sasuke berkata mereka bisa mengadopsinya ketika ia kembali.
Besok adalah hari Jumat dan mereka berdua akan bekerja, tapi di hari Sabtu, mereka memiliki akhir pekan bebas.
"Ya," Sasuke mengangguk, "Kita bisa mendapatkannya nanti di hari Sabtu."
***
To be continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)