expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Nine Years #3



Sudah beberapa hari sejak Sakura berbicara dengan Sasuke di telepon dan sore ini mereka akan bertemu di sebuah restoran untuk makan malam.
Sakura baru saja selesai berpakaian dan siap untuk pergi. Ia mengenakan gaun merah simpel selutut, high heels hitam, kalung dan gelang, rambutnya diluruskan dan poni menutupi sebagian keningnya. Ia sangat cantik dan sederhana.
"Cantikmu seharusnya hanya untukku." Suara Sasori terdengar dari belakang.
Sakura tersenyum pada pria itu dari cermin, "Benarkah?" godanya.
Sasori mengangguk ketika ia menggigit es krimnya, "Ya, sungguh." balasnya.
"Ini untuk pertemuan bisnis, Sayang." ucap Sakura pada Sasori untuk yang kesekian kalinya. Ya, itulah yang dikatakan Sakura pada Sasori karena tidak akan ada seorang suami yang akan mengijinkan istri mereka pergi dengan mantan pacarnya.
Sakura mengambil dompet kecilnya lalu perlahan berjalan ke arah Sasori.
Sakura dengan cepat mengecup bibir Sasori dan mengusap pipi suaminya itu, "Sampai jumpa nanti dan mungkin jika kau menjadi anak yang baik, kau akan mendapatkan hadiah." Sakura berbisik menggoda.
Sasori mengerang, "Aku janji akan sangat baik." Ia balas berbisik.
***
Sakura telah menunggu Sasuke selama hampir sepuluh menit sekarang. Ia merasa frustrasi, sebagai pengacara ia benci jika seseorang terlambat.
Ia dengan cemas menggigit bibir bawahnya dan melirik ke luar jendela kaca setiap lima menit. Akhirnya, setelah beberapa kali melirik ke luar jendela, ia melihat Sasuke dalam setelan abu-abu turun dari kereta kuda dengan bunga di tangannya.
Sakura menggelengkan kepalanya dan senyum lebar muncul di wajahnya. Mungkin ini bisa menjadi awal persahabatan mereka.
Lengan Sasuke terbuka lebar ketika Sakura berjalan ke arahnya. Ia memberinya pelukan hangat dan menyerahkan bunga yang dibawanya pada Sakura.
"Kereta kuda?" tanya Sakura.
Sasuke mengangguk, "Ya, ternyata ini membutuhkan waktu lebih lama daripada yang kupikirkan. Aku minta maaf karena datang terlambat." ucapnya, memberikan kecupan di pipi Sakura.
Sakura tersenyum, "Kereta ini sudah menebus semua kesalahanmu malam ini." balas Sakura bercanda.
Sasuke tersenyum dan mengulurkan tangan, ia membantu Sakura memasuki kereta kemudian ia mengikuti di sebelah wanita itu. "Kau terlihat cantik." komentarnya.
Sakura tersenyum manis, "Terima kasih untuk bunganya." jawabnya, menghirup aroma manis dari bunga calla lili yang dipegangnya.
"Sama-sama." ucap Sasuke, meraih ke belakangnya di baris kedua kereta untuk mengambil sebotol sampanye dan dua gelas.
Sakura menyembunyikan wajahnya di tangannya dalam kekaguman, "Kenapa kau sulit ditebak?" tanyanya sambil tertawa.
Sasuke mengangkat bahu, "Ini tidak akan menjadi malam yang sempurna jika minuman tidak menjadi bagian dari ini." jawabnya seraya membuka botol dan menuangkannya ke gelas Sakura terlebih dahulu, kemudian gelasnya.
Sakura terkekeh, "Cheers." Ia membenturkan gelasnya dengan gelas Sasuke sebelum mendekatkan gelas kristal itu ke mulutnya.
Kereta kuda membawa mereka berkeliling ke sebuah kawasan di mana dipenuhi cahaya indah menyala di malam yang cerah itu. Sasuke dengan hati-hati melingkarkan lengannya di sekitar Sakura dan mengusap lengan wanita itu. Ia bisa merasakan bahwa Sakura bergidik dibawah sentuhannya.
"Jadi, sudah menikah, hn?" tanya Sasuke dengan penuh perhatian.
Sakura mengangguk dan akhirnya menatap mata Sasuke, "Yeah." gumamnya.
"Siapa pria beruntung itu?" tanya Sasuke lagi.
Sakura menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya, "Namanya Akasuna Sasori." jawabnya.
"Sepertinya kau bahagia." ucap Sasuke seraya tersenyum.
Sakura mengangguk, "Aku bahagia," ucapnya, "Tapi kau tidak."
"Kenapa begitu?" tanya Sasuke dengan rasa ingin tahu.
Sakura menyeringai, "Ayolah Sasuke-kun, meskipun sudah sembilan tahun berlalu, aku masih sangat memahamimu seperti telapak tanganku sendiri." ucapnya.
Sasuke mengangkat alisnya dengan angkuh, "Oh, benarkah?"
Sakura mencondongkan tubuhnya dan berbisik, "Sangat benar."
"Mungkin benar, tapi..." ucap Sasuke.
"Tapi...?" tanya Sakura dengan alis terangkat.
Sasuke tersenyum, "Tapi... aku tidak akan merebut kebahagiaanmu. Itu terdengar egois. Jika kau bahagia, aku juga bahagia." ucapnya tulus.
Sakura sedikit memiringkan kepalanya ke kiri seraya menatap mata Sasuke, "Siapa orang yang kuajak bicara ini?" godanya.
Sasuke memberikan ciuman di sisi kepala Sakura dan menyandarkan kepala wanita itu di pundaknya, "Sasuke yang sama yang kau kenal, hanya saja lebih lembut." bisiknya.
Sakura menghirup aroma cologne Sasuke yang memabukkan, ia menghela nafas, "Hm, aku suka kau yang baru ini." akunya.
Sasuke menyeringai, "Hn, tapi akan lebih baik jika pria itu memperlakukanmu dengan benar karena aku tidak akan bersikap baik jika aku tahu bahwa kau tidak diperlakukan sebagaimana seharusnya kau diperlakukan." ucap Sasuke memperingatkan.
Sakura tertawa kecil, "Siap, Sir!"
***
Sakura tahu bahwa ia belum benar-benar menjadi istri yang seharusnya bagi Sasori. Perasaannya telah bertentangan sejak Sasuke kembali, tapi ia mencintai Sasori dan ia juga mencintai Sasuke. Sebanyak apapun ia terbangun berkeringat dari mimpi erotisnya bersama Sasuke di setiap malamnya, ia tidak akan pernah sampai hati mengkhianati Sasori, karena dia adalah pria yang baik.
Terlepas dari apa yang terjadi bersama Sasuke, Sakura memutuskan bahwa ia akan berusaha lebih keras memiliki lebih banyak waktu untuk Sasori dan lebih terlibat dalam hubungan yang mereka miliki karena ia benar-benar tidak ingin kehilangan suaminya. Ia sudah bersama Sasori selama tiga tahun dan telah menikah selama dua tahun; ia tidak ingin mengorbankan itu.
Tidak seperti hari-hari sebelumnya, hari ini Sakura memutuskan untuk pulang lebih awal dan pergi membeli pakaian seksi baru dan hal-hal yang sekiranya bisa meningkatkan hubungan mereka sedikit karena ia tahu bahwa Sasori membutuhkan itu darinya.
Sekitar jam delapan, Sakura sampai di rumahnya. Ia keluar dari mobil dan membuka kursi belakang untuk mengambil tas belanjaannya sebelum berjalan ke teras depan.
Membuka pintu rumah besarnya, Ia terkejut mendapati bagian dalam rumahnya gelap. Menghidupkan beberapa lampu, ia pergi ke dapur dan menuang segelas anggur merah sebelum mulai berjalan ke lantai atas dengan tas belanja di tangannya, menuju kamar tidurnya.
Ketika Sakura sampai di lorong, ia mendengar erangan datang dari kamar tempat ia dan Sasori tidur. Ia mengerutkan kening, dalam benaknya berpikir bahwa itu mungkin hanya Sasori yang sedang menonton film porno dengan volume terlalu keras.
Keingintahuannya memuncak, ia membungkuk dan melepas sepasang high heelsnya dan berjalan diam-diam mendekati kamar tidurnya.
"Katakan padaku kau ingin lebih cepat dari ini!"
"Ya, terus lebih cepat...uh!"
"Katakan bahwa kau menikmatinya..."
"Sasori-kun, oh astaga, aku akan keluar!
"Keluarkan, keluarkan untukku..."
"Oh! Aahh, aku sudah sangat dekat..."
Sakura dapat mendengar semua hal itu tapi tetap saja ia tidak mau mempercayainya. Tapi betapa terkejutnya ia ketika membuka pintu kamar dan menemukan suaminya berada di belakang wanita berambut cokelat, mereka sibuk bercinta dengan gaya doggie-nya, di rumahnya, di tempat tidur yang mereka tiduri dan wanita itu mengerangkan nama pria yang seharusnya menjadi suaminya.
Sakura menjatuhkan tas belanja dan segelas anggur ditangannya yang dengan cepat hancur menjadi serpihan kaca kecil di lantai.
"APA-APAAN INI!" Sakura meledak.
Tatapan horor tersirat di mata Sakura, air mata kemarahan mengalir di pipinya ketika Sasori dan wanita itu berbalik melihatnya berdiri di dekat kusen pintu.
Sasori dengan cepat melompat dari tempat tidur dan mengambil boxernya di lantai, sementara wanita berambut cokelat itu membungkuskan selimut di sekeliling tubuhnya.
"Tunggu... Sakura, tunggu!" ucap Sasori terbata ketika ia mencoba mengejar Sakura yang sudah berlari menuruni tangga dengan air mata di pipinya.
"Ini bukan seperti yang kau pikirkan." ucap Sasori.
Dan saat itulah Sakura berhenti, mengambil kunci mobilnya untuk pergi dari rumah. Ia benar-benar marah, ia berbalik dan melihat Sasori berdiri tepat di belakangnya.
"Oh? Persetan!" Sakura mengumpat saat lebih banyak air mata mengalir di pipinya. "Aku pulang dan melihatmu bercinta dengan wanita lain di rumahku, rumah yang aku bayar, di kamar tidur tempat aku tidur dan kau mengatakan itu bukan seperti yang kupikirkan? Apa kau anggap aku bodoh? Persetan denganmu, Sasori. Persetan!"
"Kau selalu di tempat kerja, kita jarang berhubungan seks! Apa yang kau ingin aku lakukan?" tanya Sasori dengan putus asa.
Nafas Sakura terengah-engah. "Jadi kau pikir alasan itu bisa memberimu hak untuk bercinta dengan seseorang di rumahku?" tanyanya, "Aku tidak percaya kau bisa mengkhianatiku seperti ini. Aku masih memiliki keraguan bahkan ketika tadi aku mendengarmu di ruangan itu, tapi sekarang kau benar-benar membuatku jijik. Kau membuatku jijik di setiap jengkal yang bisa kau bayangkan." teriaknya seraya mengambil kunci di meja kaca.
"Sakura, Sayang, tunggu..." Sasori memohon.
"Jangan panggil aku sayang!" Sakura berteriak, "Keluarkan pelacur itu dari rumahku dan lebih baik kau cari pengacara yang hebat!" ucapnya.
Sasori meraih tangan Sakura sebelum wanita itu bisa membuka pintu, "Sakura, aku tidak ingin kehilanganmu." ucapnya.
"Itu benar," Sakura menyunggingkan senyum sinis ketika ia menghapus air mata dari pipinya, "Kau tidak kehilanganku karena aku yang akan membiarkanmu pergi." ucapnya.
Sebelum Sasori sempat mengejar Sakura, wanita itu lebih dulu membanting pintu di depan wajah pria itu dan berlari ke mobilnya.
Sasori bergegas berlari ke lantai atas, kembali ke kamar dan menemukan wanita berambut cokelat itu telah berpakaian. Dan kemudian ia merasakan tamparan di wajahnya.
"Kau brengsek! Kau bilang padaku bahwa kau masih lajang!" teriak wanita itu sebelum meraih tasnya dan bergegas pergi.
Sasori menyentuh pipinya dan mengangguk, "Aku pantas mendapatkannya."
Ia bergumam pada dirinya sendiri dan saat itulah ia melihat tas belanja di lantai. Ia berjalan ke arah tas belanja itu dan mengintip isinya.
"Dan aku kehilangan istriku juga."
***
Sakura pergi ke sebuah bar yang lumayan jauh, ia ingin berada jauh... jauh dari rumah. Tangannya memukul roda kemudi saat ia menunggu lampu merah berubah. Ia tidak pernah merasa begitu dikhianati sepanjang hidupnya. Ia bisa merasakan rasa sakit seolah mengulitinya hidup-hidup dan ia belum bisa mengatasinya.
Air mata terus mengalir di wajahnya. Sasori adalah seseorang yang ia percayai, tapi sekarang kepercayaan itu berubah menjadi kebencian dengan satu kesalahan kecil. Ia mendengus saat menyeka air matanya agar dapat melihat jalan di depannya lebih jelas.
Sakura akhirnya menghentikan mobilnya di sebuah bar lokal. Ia menyeberang jalan dan berjalan ke arah bar. Ini bukan tipenya; ia belum pernah minum untuk menyingkirkan kesedihannya, tidak di tempat ramai yang orang lain bisa melihatnya, tapi saat ini, ia sangat membutuhkan minuman keras untuk mengusir pergi gambaran tentang suaminya yang sedang berhubungan seks dengan wanita lain di rumahnya.
Ia berjalan memasuki bar, dan duduk di kursi, melambaikan tangan pada bartender. Ia memesan sebotol vodka. Setelah minuman itu dituang ke dalam gelas kristal dan didorong ke arahnya, ia hanya menatap gelas itu dan menggerakkan jarinya di sekeliling gelas, tidak mengangkatnya mendekati bibirnya.
Air mata kecil keluar dari sudut matanya dan ia dengan cepat menghapusnya sebelum jatuh di pipinya. Ia menyisir rambutnya dengan jari lalu akhirnya mengangkat gelas dan meneguknya dalam satu tegukan.
Ia meletakkan gelas kosong di atas meja dan menunjuk bartender untuk mengisi ulang gelas itu. Setiap gelas membuat rasa sakitnya hilang selama sepersekian detik. Ia tertawa pahit pada dirinya sendiri. Berkali-kali ia mendambakan Sasuke tapi tak pernah benar-benar mengambil kesempatan itu karena ia menghormati Sasori, ia mencintai pria itu dan ingin tetap setia, tapi ternyata pria itulah yang akhirnya melakukan pengkhianatan. Sakura tertawa lagi karena ia merasa benar-benar bodoh.
Di botol kedua, ia hampir tak bisa mengangkat tangannya; kepalanya terkulai di atas meja ketika ia bergumam agar bartender mengisi gelasnya, tapi bartender itu menolak.
"Kau mau dibayar atau tidak?" tanya Sakura.
Bartender itu menggelengkan kepalanya dengan sembarangan, "Aku tidak peduli. Aku tidak ingin kau pingsan disini dan merepotkanku." jawabnya.
"Apa kau pernah dikhianati?" tanya Sakura.
Bartender itu terdiam. Melihat Sakura, ia tidak bisa percaya tipe pria seperti apa yang akan mengkhianati wanita cantik di depannya ini. Ia tidak tahu harus berkomentar apa.
"Apa kau tahu bagaimana rasanya pulang ke rumah dan mendapati suamimu berhubungan seks dengan wanita lain di rumahmu sendiri, di tempat tidurmu sendiri?"
Bartender itu menggelengkan kepalanya, "Aku turut bersimpati." ucapnya.
"Beri saja aku segelas lagi, oke." Sakura bergumam, "Aku tidak butuh belas kasihanmu."
"Dengar, aku tidak mengenalmu," ucap bartender itu memulai, "Tapi aku tidak ingin melihatmu terus duduk di sini dan pingsan di depanku."
Sakura meletakkan beberapa lembar uang di atas meja dan mulai turun dari kursi. Kakinya tersandung tapi untung saja ada yang menangkapnya sebelum jatuh.
"Kau pasti tidak bisa mengemudi dengan kondisi begini." ucap bartender itu ketika ia membantu Sakura kembali ke kursi, "Apa kau punya teman yang bisa kau hubungi?"
Sakura mengangkat bahu. Satu-satunya orang yang bisa dipikirkannya adalah Sasuke dan ia ingat bahwa pria itu pernah mengatakan padanya dengan keras dan jelas bahwa jika Sasori menyakitinya, pria itu akan sangat tidak senang.
"Sasuke." Sakura bergumam.
"Oke, apa kau punya ponsel?" tanya Bartender itu.
Sakura menggelengkan kepalanya. Hal terakhir yang ia pikirkan adalah membawa ponselnya ketika ia keluar dari mobil. "Tidak," gumamnya.
"Baiklah," bartender itu menghela nafas, "Beri aku sebuah nomor telepon; aku butuh seseorang untuk menjemputmu. Aku tidak akan berdiri di sini dan melihatmu semakin mabuk atau dimanfaatkan oleh orang brengsek."
***
Sasuke sedang duduk di sofa, bermalas-malasan di dalam ruangannya dengan menonton beberapa koleksi film horor Michael Myers. Betapa menyenangkan dan menegangkannya ketika mendengar suara-suara menyeramkan yang terputar, ia sedikit kesal ketika ponselnya berbunyi tepat di tengah-tengah Myers menangkap seorang korban.
Tapi setelah ia mengangkat telepon dan begitu mendengar tentang Sakura berada di sebuah bar dalam kondisi mabuk dan tidak bisa mengemudi; ia melompat dari sofa dan berlari ke kamarnya untuk mengambil sepasang sepatu dan sweater.
"Aku segera ke sana... jauhkan dia dari meja dan jauhkan dari orang-orang di bar." pinta Sasuke seraya bergegas masuk ke salah satu mobilnya.
Ketika Sasuke akhirnya sampai di bar, ia melihat Sakura duduk di kursi dengan dijaga oleh bartender seperti yang ia minta.
Ia mengeluarkan dompetnya dan mengambil beberapa uang dan menyelipkannya ke meja di depan pria itu. "Terima kasih."
Bartender itu mengangguk, "Jaga dia, man." ucapnya.
Sakura bahkan tak bisa merasakan bahwa sekarang Sasuke memeluknya. Ia bahkan tak ingat bagaimana Sasuke membawanya ke rumah pria itu karena ia pingsan dan perasaannya terasa campur aduk, ia tak ingin memikirkan apapun dan ia tentu tak ingin mendengar Sasuke menceramahinya tentang betapa tidak bertanggung jawab dan salahnya hal ini; harus pergi
ke bar dan mabuk berat.
"Apa yang kau pikirkan?" Sasuke memarahi Sakura ketika ia membuka pintu rumahnya dengan Sakura berada di gendongannya.
Sakura mengerang. Lengannya melilit leher Sasuke, terlalu lelah untuk mulai berdebat dengan pria itu.
Satu-satunya hal yang benar-benar membangunkan Sakura adalah ketika Sasuke membawanya ke bawah shower dan menyalakan airnya.
"Kau... kau membasahi rambutku." protes Sakura, cemberut.
Sasuke hampir tertawa melihat betapa lucunya Sakura sampai ia ingat betapa marahnya ia sebenarnya pada wanita itu.
"Diamlah, Sakura." ucap Sasuke ketika ia membuka baju wanita itu, membuka ritsleting roknya dan menariknya lepas melewati ke bawah kakinya yang gemetar.
Sakura terkikik pada Sasuke tanpa sadar. "Apa lagi yang akan kau lepas?"
Sasuke menghela nafas, memutuskan apakah Sakura cukup bisa untuk menyingkirkan sisa pakaiannya sendiri. Ia melepas pegangannya pada Sakura selama satu detik dan wanita itu hampir jatuh. "Persetan."
Sasuke dengan cepat membuka kancing bra Sakura dan menanggalkan stoking wanita itu beserta celana dalamnya sekaligus, kemudian meraih jubah di rak yang berada di sebelahnya.
Ia menggendong Sakura di atas bahunya dan berjalan ke kamar tidur utama, membaringkan wanita itu di ranjangnya.
"Ke mana... kau mau kemana?" gumam Sakura ketika melihat Sasuke berbalik akan pergi.
"Membuatkanmu kopi," jawab Sasuke ketika ia berbalik lagi untuk memandang Sakura, "Kau akan membutuhkannya jika kau masih ingin melihat matahari besok pagi."
Sasuke kembali beberapa menit dengan secangkir kopi tanpa gula dan membantu Sakura duduk di tempat tidur.
"Minum ini." perintah Sasuke.
Sakura memutar matanya ketika Sasuke menyerahkan cangkir itu. Ia menyesapnya sedikit dan hampir memuntahkannya kembali. "Ini sangat pahit!" pekiknya.
Sasuke terkekeh, "Jika aku jadi kau, aku akan meminumnya tanpa banyak protes." ucapnya.
Sakura menghabiskan sisa kopinya dan meletakkan cangkirnya di meja seraya melihat Sasuke berganti pakaian. Matanya perlahan tertutup, kelelahan karena telah melewati hari yang sangat panjang, ia hanya ingin melupakan kenyataan yang ada. Ia merasakan Sasuke menyelinap di bawah selimut di sebelahnya dan memberikan ciuman ringan di keningnya.
"Kenapa kau pergi ke bar, Sakura?" tanya Sasuke pelan. Tak ada nada menghakimi dalam suaranya. Sebaliknya, lebih kepada rasa cemas dan khawatir.
Air mata mengalir keluar dari mata Sakura ketika ia mencondongkan tubuhnya dan mencium bibir Sasuke dengan keras. Setelah menarik diri, ia bisa melihat kebingungan dan keterkejutan tertulis di mata pria itu. "Sudah berakhir." ucap Sakura.
Sasuke menggelengkan kepalanya tak mengerti, "Ada apa, Saku?" tanyanya.
Sakura perlahan mulai mengantuk. Tapi ia berjuang... berjuang keras agar matanya tetap terbuka saat Sasuke menangkup pipinya dan membelai rambutnya yang basah.
"Ayo, Saku, bicara padaku." Sasuke tahu bahwa mereka bisa membicarakannya di pagi hari, tapi ia tidak bisa melewati malam ini hanya dengan kalimat 'sudah berakhir'.
"Aku dan Sasori, sudah berakhir," gumam Sakura, "Aku menceraikannya."
Sasuke tampak semakin bingung. Baru tiga minggu yang lalu ia pergi bersama Sakura dan mengatakan pada wanita itu jika Sasori berani menyakitinya, ia akan mengakhiri pria itu dan ini membuatnya marah karena hal itu terjadi. Ini membuatnya marah karena Sakura pergi ke bar dan mabuk berat. Ini membuatnya marah karena Sasori adalah alasan Sakura seperti ini.
"Kenapa?" tanya Sasuke. Ia mencoba untuk setenang mungkin, ia tidak bisa membuat Sakura takut karena ia tahu sekarang hanya dirinya yang wanita itu miliki. Ia tahu itu saat Sakura menciumnya.
"Aku... aku pulang dan dia sedang berhubungan seks dengan wanita lain di rumahku, di tempat tidur kami."
***
To be continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)