expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Nine Years #18



Ketika Sasuke kembali ke kondominiumnya, ia menemukan Sakura sedang berkemas. Ia sangat takut bahwa Sakura mungkin akan naik taksi langsung ke bandara tapi entah bagaimana, menemukan wanita itu masih di sini membuatnya sedikit lebih baik meskipun hatinya siap meledak di dadanya dan robek menjadi jutaan keping.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Sasuke.
Sakura berbalik, menutup koper. "Aku tidak bisa berada di sini." ucapnya, menyapukan jari-jarinya ke rambut merah mudanya. Ada noda air mata di pipinya, matanya merah dan bengkak.
"Tidak tidak!" ucap Sasuke dengan keras. Berjalan ke tempat tidur, ia meraih koper, membukanya dan menjatuhkan semua pakaian di lantai. "Kau berjanji tidak akan lari lagi!" Air mata berkilat di mata hitam Sasuke. Kemarahan, ketakutan, dan luka di dalam sorot mata itu membuat hati Sakura sakit.
Di sini ia berdiri di hadapan Sasuke, yang terlihat sangat sempurna, namun sorot matanya begitu sakit. Ia sangat mencintai pria itu. Ya Tuhan, bagaimana bisa mata itu begitu kacau?
"Ini tidak adil." Sakura mendengus. "Bagaimana bisa kau berharap aku ada di sini setelah kau mencoba menghilangkan hidupmu tiga kali karena aku, Sasuke?" tanyanya. "Bagaimana bisa kau menghentikanku karena aku tidak ingin berada di sini lagi setelah kau mencoba bunuh diri?"
Ini sangat menyakitkan. Mengetahui bahwa Sasuke hampir bunuh diri, sangat melukai Sakura seperti ditusuk tepat diperut. Ia terluka dan berdarah di dalam.
"Membunuh dirimu sendiri - itu definisi permanen untuk pergi. Bagaimana mungkin?" Sakura menjerit histeris.
Sasuke menarik Sakura ke dalam pelukannya. Sakura tampak sangat terluka dan rapuh, membuat Sasuke takut memeluknya terlalu erat, takut wanita itu akan pecah dan menghilang di pelukannya. Saat Sakura terisak-isak di dadanya, air matanya sendiri jatuh dari mata hitamnya dan ia mencium rambut wanita di pelukannya itu.
"Ini membunuhku." ucap Sasuke. "Aku merasa hidupku tergantung padamu, Sakura. Kau pergi dan itu satu-satunya ketakutanku di seluruh dunia. Dan sekarang aku tak mau kehilanganmu lagi."
"Aku benar-benar marah padamu." Sakura berbisik di dada Sasuke.
Sasuke mengangkat dagu Sakura untuk melihat ke mata hijau wanita itu. Bibirnya dengan lembut menyentuh bibir Sakura. "Jangan menangis," Ia memohon. "Hatiku hancur ketika kau menangis."
Mereka berciuman. Bibir mereka bergerak dengan putus asa satu sama lain seolah-olah itu adalah yang terakhir kalinya.
Mungkin.
Sakura tahu lebih baik dari siapapun bahwa bercinta tidak akan membuat fakta bahwa Sasuke hampir bunuh diri, tapi itulah yang ia butuhkan. Ia perlu merasakan Sasuke di kulitnya dan mengingatkan dirinya sendiri bahwa Sasuke masih di sini karena suatu alasan dan mereka akan menemukan jalan mereka kembali satu sama lain karena suatu alasan juga. Ia perlu percaya itu untuk memaafkan dirinya sendiri.
"Maafkan aku."
Pakaian mereka berserakan. Kebutuhan untuk lebih dekat- antar kulit masing-masing, menjadi sebuah obsesi. Mereka harus saling memiliki. Terdengar egois, tapi Sakura membutuhkan itu untuk dirinya sendiri.
Berada di bawah Sasuke dan merasakan panas tubuh pria itu, rasa sakit di hati Sakura perlahan mulai berkurang. Ketika Sasuke menyatu di dalam dirinya, mengisinya di setiap inci, ia terengah-engah, bibir pria itu berputar-putar dengan lamban, bergerak pelan selagi menatap matanya.
"Kumohon."
Ia membutuhkan Sasuke untuk bergerak ganas sampai ia sendiri yang memohon untuk berhenti - ia membutuhkan rasa sakit dan kenikmatan bercampur menjadi satu; karena itu, ia ingin Sasuke bergerak liar. Ia membutuhkan pria itu untuk menjadi buas. Kakinya melilit erat-erat di pinggang Sasuke, kuku jari-jarinya mencengkeram punggung Sasuke yang berotot ketika pria itu mulai memasuki jauh ke dalam dirinya dengan kecepatan yang sangat diinginkannya. Jari-jari Sasuke bergerak ke rambut merah mudanya, memegangnya dengan kasar saat pria itu memasukinya tanpa ampun.
Bunyi benturan tubuh mereka membawa Sakura lebih dekat ke tepi klimaks.
"Oh, Tuhan!"
"Ayo, Sakura." Nada suara Sasuke yang serak mendorong Sakura sampai batasnya.
Bibir Sasuke meraup payudara Sakura, lidahnya bermain dengan puting Sakura yang keras dan sensitif, sementara jari-jarinya menemukan klitoris wanita itu dan mulai menggosoknya dengan tekanan yang cepat. Sakura menggerakkan tangannya ke rambut Sasuke, mencengkeramnya, jari-jari kakinya melengkung dan dinding organ intimnya mengepal ketika milik Sasuke membengkak di dalam dirinya. Napas mereka tak terkendali ketika mereka mencapai tepi klimaks, saling terbakar dengan sensasi gelombang yang bertabrakan. Sebuah pembebasan yang sangat kuat, Sakura bisa merasakannya di setiap saraf tubuhnya.
"Milikku." Sasuke mencium dada Sakura dengan napas yang masih memburu. Wanita itu seolah merasukinya dengan cara yang tak seorangpun bisa lakukan. "Aku membutuhkanmu. Kau milikku."
Sasuke mendorong lagi, memberi tekanan yang kuat, mengirim Sakura untuk merasakan sensasi itu lagi. Sakura memeluk Sasuke erat-erat hingga nyaris tak bisa bernapas. Ya. Ia milik Sasuke. Dan Sasuke miliknya.
Sasuke ambruk di atas Sakura, keringat menetes dari pori-pori mereka ketika mereka mencoba mengatur napas lagi. Sakura mencium kening Sasuke berulang kali diantara napasnya yang terengah-engah.
"Aku juga membutuhkanmu, Sasuke-kun."
Sasuke mengangkat kepalanya dan menatap Sakura. "Berhenti berlari." ucapnya. "Aku bisa menangkapmu sejauh dan sebanyak apapun kau berlari, tapi demi Tuhan, Sakura, aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri jika suatu hari aku terlambat."
"Jangan katakan itu." Sakura melingkarkan tangannya ke belakang kepala Sasuke dan menarik pria itu ke dalam ciuman lembut. "Jangan."
"Aku tidak bisa." Sasuke berbisik, membenamkan wajahnya di leher Sakura. "Aku khawatir, aku terlalu egois untuk membiarkanmu pergi. Aku tidak akan bertahan jika kau meninggalkanku lagi."
"Aku tidak akan pergi." ucap Sakura berjanji. Ia bisa merasakan air mata Sasuke menetes ke pelipisnya. Ia menghancurkan Sasuke, dan sekarang ia tidak tahu apakah ia bisa memperbaikinya kembali.
"Tetaplah disini." Permohonan Sasuke hanya membuat hati Sakura lebih hancur.
***
Mereka diam untuk sementara waktu. Milik Sasuke masih terkubur di dalam Sakura, kepalanya menempel di dada wanita itu, mereka kini bisa bernapas normal lagi.
Sakura mengerti mengapa Sasuke mencoba bunuh diri, tapi ia masih ingin tahu tentang apa yang terjadi ketika Sasuke memutuskan bahwa bunuh diri adalah ide brilian. Bodoh. bodoh. Bodoh!
Ia tak percaya mengapa ia tak pernah bertanya tentang apa yang terjadi pada Sasuke setelah ia pergi. Ini menghantuinya.
Tapi seperti semua hal lain, ia harus percaya bahwa mereka cukup kuat untuk melewati ini. Dan ia juga perlu berhenti berlari. Ia harus belajar bagaimana menghadapi masalah ketika itu datang tepat di depan wajahnya.
Sakura menghela nafas, menggerakkan jari-jarinya ke atas dan ke bawah tulang punggung Sasuke. Menguatkan dirinya, ia akhirnya bertanya, "Apa yang memicu hal itu?"
"Apa yang memicu apa?" tanya Sasuke.
"Suara bodoh apa yang ada di kepalamu yang memberitahumu bahwa bunuh diri adalah ide yang bagus?" tanya Sakura.
"Aku tidak ingin membicarakan itu." jawab Sasuke, mencium leher Sakura.
"Kita harus." ucap Sakura.
"Kenapa?" Sasuke mengangkat kepalanya untuk menatap Sakura. "Agar kau bisa menyalahkan dirimu sendiri dengan hal itu?"
"Tidak." jawab Sakura. "Aku hanya ingin tahu. Kau berhutang banyak padaku."
Sasuke meletakkan kepalanya kembali di dada Sakura, tidak mau bergerak, tubuhnya seakan mencegah Sakura meninggalkannya lagi. Ia tidak bisa menyangkal, bahwa ia merasa paranoid. Sakura berjanji berkali-kali padanya untuk tidak pergi, tapi ketika suatu hal terjadi, wanita itu ingin melakukannya.
Jika Sasuke harus mengatakan alasannya, ia harus yakin bahwa Sakura tidak akan marah dan mencoba untuk pergi lagi. Ia tidak akan membiarkannya. Tidak lagi.
Keheningan berlalu di antara mereka, hanya terdengar bunyi jam dinding yang berdetak. Sasuke menarik keluar dari diri Sakura, tapi masih tetap di atas tubuh wanita itu. Erangan kesal keluar dari tenggorokan Sakura karena kehilangan Sasuke di dalam dirinya, membuat pria itu tersenyum.
"Sial."
"Kau mencintaiku." Sasuke menggoda.
Sakura memutar matanya. "Ceritakan apa yang terjadi."
Mata Sasuke berubah menjadi serius. Ia memberikan ciuman lembut ke bibir Sakura dan menyangga tubuhnya dengan sikunya, menahan berat badannya agar tidah terlalu menindih Sakura.
"Yang pertama terjadi dua bulan setelah kau pergi." Sasuke memulai, seraya mengusap rambut Sakura. "Aku pindah dari rumah orangtuaku ke penthouse yang mereka miliki di Shinsaibashi, berpikir itu akan membantu mereka berhenti mengkhawatirkanku. Aku patah hati dan depresi. Berat badanku turun, aku berhenti makan dan tersenyum dan aku keluar dari sekolah untuk sementara. Aku berhenti melakukan segala hal yang mengingatkanku padamu karena terlalu menyiksa." Ia melanjutkan dengan tatapan sendu, luka itu ada di matanya. Ini bukan saat yang paling membanggakan. "Dan kemudian di hari Kamis sore saat aku terbangun dari tidurku, entah kenapa sakit di hatiku terasa tak tertahankan. Secara harfiah kupikir aku menderita sindroma patah hati karena rasanya sudah tak ada lagi yang masuk akal di duniaku. Kau tidak ada lagi dan hidupku tidak menyenangkan lagi, jadi waktu itu aku mengambil sebotol obat penghilang rasa sakit sekaligus vodka, dan rasanya menyenangkan, aku tidak merasakan apa-apa lagi, dan setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi. Yang kutahu adalah bahwa aku terbangun memakai pakaian rumah sakit dan menemukan ibu menangis disampingku."
Hati Sakura hancur mendengarnya. Ia mulai menangis lagi, jantungnya terasa sakit di dadanya. Ya Tuhan, Sasuke sudah melewati begitu banyak luka dan itu semua karenanya. Pria itu ingin bunuh diri karena dia pikir dia tidak pantas hidup tanpanya. Apa yang telah ia lakukan?
"Sakura, berhenti." Sasuke memohon. Ia juga tidak bisa menghentikan air matanya sendiri. "Kau memaksaku untuk memberitahumu. Kau tidak boleh menangis."
Sasuke berguling ke samping dan menarik Sakura ke dalam pelukannya, wanita itu terus menangis di pelukannya.
"Siapa yang menemukanmu?" tanya Sakura.
"Aku tidak akan memberitahumu lagi tentang hal ini." ucap Sasuke.
"Siapa yang menemukanmu?!" tanya Sakura, memukul dada Sasuke.
Sasuke meringis. Sakura terluka. Ia tidak ingin Sakura menyakiti dirinya sendiri dengan perasaan bersalah.
"Kita tidak akan membicarakan ini lagi, Sakura." Sasuke berkata dengan nada tegas. "Kau akan menyiksa dirimu sendiri."
"Aku pantas menerimanya!" bentak Sakura, menarik diri menjauh dari dada Sasuke. "Katakan siapa yang menemukanmu saat itu, Sasuke."
Sasuke menghela nafas, mengetahui bahwa Sakura tidak akan mengganti topik ini. "Ino dan Shikamaru yang menemukanku." jawab Sasuke.
Ya Tuhan.
Mengangguk, Sakura menelan ludah. "Dan yang kedua kalinya?"
Sasuke mengangkat bahu. "Yang kedua di tahun pertamaku di perguruan tinggi." ucapnya. "Aku merusak diriku sendiri dengan melakukan apapun yang kumau, untuk merasakan apapun yang kumau. Itulah cara yang kutahu setelah tiga tahun, untuk melewati rasa sakit. Aku membayar penjahat bodoh hanya untuk memintanya memukuliku di gang belakang."
Jantung Sakura mengencang, ia meraih wajah Sasuke. Ia mengusap bekas luka di alis pria itu. "Apa karena itu kau mendapatkan ini? "tanyanya.
Sasuke mengangguk. "Ya." ucapnya. "Aku menjadi sangat liar dan suka pergi kemanapun yang kumau karena aku hanya ingin menemukan satu gadis yang bisa membuat jantungku berdetak begitu kencang." Ia menatap Sakura. "Tapi aku tak menemukannya, aku hanya bertemu dengan seorang gadis - namanya Eliie."
"Apa yang terjadi?"
"Dia bukan dirimu." jawab Sasuke. "Dia manis, peduli, cantik dan dia mencintaiku, dan seharusnya dia sudah lebih dari cukup untukku, kan?" ucapnya. "Tapi dia tidak. Kami bertahan selama enam bulan karena aku ingin percaya bahwa aku bisa pindah darimu. Tapi sungguh yang kulakukan itu terasa lebih menyakiti diriku sendiri." ucapnya. "Suatu malam, dia dan aku bersikap intim dan dia meminta sesuatu yang tidak bisa kuberikan padanya, sehingga kami putus."
"Maafkan aku." bisik Sakura dengan tulus.
"Aku menyadari bahwa apapun yang kulakukan, kau akan selalu ada di sana." Sasuke melanjutkan. "Aku tidak akan pernah bisa pindah darimu dan aku akan sendirian selama sisa hidupku. Kecuali entah bagaimana, bayangan wajahmu muncul dalam hidupku dan membuatku merasa hidup kembali. Tapi setelah sadar bahwa kau tak ada di sini, aku depresi lagi, aku mencoba menenggelamkan diriku di kamar mandi dan Shikamaru menemukanku."
"Yang ketiga kalinya terjadi lima tahun sejak kau pergi dan aku mulai membayangkan kau telah bahagia dengan orang lain, menikah, punya anak dan rumah. Aku terlalu terluka karena membayangkan hal itu dan melakukan sesuatu yang bodoh yang membuatku masuk UGD."
"Aku menjalani terapi dan latihan selama bertahun-tahun agar membuatku lebih baik. Keluargaku tidak menyerah padaku dan aku sepenuhnya bersyukur untuk itu, tapi aku sudah terlalu lama kacau, Sakura." ucapnya. "Hatiku tidak bisa menangani hal yang sama lagi sekarang. Aku akan mati. Kau tidak boleh pergi lagi."
Sakura menarik Sasuke ke dalam pelukannya dan mencium pria itu dengan sepenuh hati. Bertekad untuk membuktikan pada pria itu bahwa ia tak akan pernah menyakitinya lagi seperti itu.
"Aku benar-benar menyesal telah membuatmu melewati begitu banyak luka." Sakura bergumam di bibir Sasuke saat air mata asin mengalir di pipinya. "Aku tidak akan lari lagi, aku berjanji padamu. Kau dan aku-"
"Selamanya." Sasuke memotong ucapan Sakura. "Masa lalu biarkan berada di masa lalu dan aku tidak pernah ingin membicarakan hal ini lagi. Aku tidak ingin kau merasa bersalah atau meminta maaf untuk apapun. Aku bodoh dan sekarang semua itu hanya ada di belakang kita. Kau di sini sekarang dan kita mendapatkan kesempatan kedua."
"Aku mencintaimu, Sasuke." Sakura berbisik.
Sakura ingin memaafkan dirinya sendiri untuk semua yang ia lakukan pada Sasuke. Tapi ia tidak bisa memahami bagaimana caranya agar ia bisa berhenti merasa bersalah tentang semua itu. Semua orang membencinya sekarang dan mereka punya hak untuk melakukannya.
"Aku sangat mencintaimu."
"Sakura..."
"Ssst, jangan katakan apapun, cium saja aku." ucap Sakura. "Aku mencintaimu. Kau harus ingat itu."
***
To be continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)