expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Nine Years #14



Ini adalah akhir dari bekerja selama seminggu yang panjang dan Sakura sangat bersemangat untuk kembali ke motelnya. Ia akhirnya berhasil menghubungi Sasuke dan mereka sepakat untuk bertemu di bar yang tidak terlalu jauh di sana.
Sudah beberapa minggu sejak ia melihat Sasuke, tapi rasanya seperti sudah lama dan ia tidak yakin apa yang harus diharapkan ketika ia bertemu pria itu malam ini.
Sampai di kamar penginapan, Sakura langsung berlari ke kamar mandi untuk mandi air panas, melepaskan seluruh stres sepanjang minggu ini.
Rasanya luar biasa, merasa santai sejenak. Ia keluar kamar mandi sekitar setengah jam kemudian dan mulai bersiap-siap untuk pergi menemui Sasuke.
Malam ini, adalah malam yang paling sulit karena ia harus berdebat dengan dirinya sendiri tentang apa yang harus dipakainya.
***
Sakura menaiki taksi dari penginapannya menuju ke Chloe's Pub tempat ia akan bertemu Sasuke. Ia sedikit terlambat dan itu sedikit membuatnya frustrasi. Ketika ia sampai di sana, ia hampir tidak mengenali Sasuke yang duduk di sebuah kursi, memainkan gelas Cîroc-nya dalam diam.
Rambut pria itu terlihat lebih panjang. Dan juga sepertinya banyak berolahraga belakangan ini.
Sakura perlahan mendekati Sasuke dan berdeham untuk membuat kehadirannya diketahui. "Permisi. Apa kursi ini sudah dipesan?" tanyanya.
Sasuke mengangkat kepalanya dari gelasnya dan mata hitamnya mengamati Sakura dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sasuke benar-benar terdiam dan tampaknya pancaran kebahagiaan muncul di wajahnya untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu.
"Aku pikir kau tidak akan datang." ucap Sasuke alih-alih berdiri dan melingkarkan tangannya di sekeliling Sakura seperti yang diharapkan wanita itu.
Sakura memutar matanya mendengar komentar sarkastik Sasuke, ia menarik kursi di sebelah Sasuke dan duduk, meletakkan dompetnya di meja bar. "Sudah kubilang aku akan datang." ucapnya. "Kenapa kau berpikir begitu?"
Sasuke mengangkat bahu. "Aku tidak tahu." balasnya.
Segera saja, mereka diinterupsi oleh bartender yang bertanya apakah Sakura ingin memesan sesuatu.
"Um ya," Sakura tersenyum pada pemuda sopan di depannya itu. "Aku mau koktail cranberry ginger fizz." ucapnya.
"Dan Anda, Mister?" Bartender itu berbicara pada Sasuke.
"Aku sama seperti sebelumnya." jawab Sasuke. "Terima kasih."
Bartender melayani minuman mereka segera. Sakura menghirup minumannya yang sedingin es melalui sedotan merah tipis dan bergumam sendiri.
"Kau terlihat berbeda." ucap Sakura akhirnya. "Aku suka rambutmu." Ia berkomentar.
Sasuke mengangguk. "Terima kasih." balasnya. "Kau sendiri terlihat cantik."
Hening lagi selama beberapa menit. Sangat canggung.
"Jadi, apa kau ingin mengatakan sesuatu...?" tanya Sakura dengan nada rendah.
"Aku tidak tahu." ucap Sasuke. "Kaulah yang meninggalkanku selama sebulan dua minggu tanpa menelepon atau menghubungiku." Ia tentu saja tidak lupa untuk mengingatkan Sakura tentang hal itu, berjaga kalau-kalau wanita itu lupa. "Aku tidak tahu harus mengatakan apa."
Sakura mengerti dari mana rasa sakit yang ada di dalam suara Sasuke berasal, dan itu membuatnya sangat sedih.
"Ya," gumam Sakura. "Kupikir kita sudah sepakat bahwa berpisah sementara satu sama lain adalah apa yang kita butuhkan untuk mencari tahu tentang diri sendiri?" ucapnya.
Tidak. Itu salah. Mereka tidak pernah setuju. Sakuralah yang setuju. Jika itu tergantung pada Sasuke, mungkin wanita itu sudah berada di sana bersama Sasuke sejak beberapa minggu terakhir ini.
"Hn?" Sasuke bergumam seolah-olah Sakura mengatakan sesuatu yang menarik. "Dan bagaimana hasilnya bagimu?" tanyanya.
Sakura tahu Sasuke menyindirnya, tapi ia tetap akan menjawabnya.
"Aku tidak apa-apa." jawab Sakura. "Aku mendapat kesempatan untuk mencari tahu." ucapnya.
"Seperti apa?" tanya Sasuke penasaran.
Sakura mengangkat bahu, "Banyak hal." jawabnya lagi. "Aku dan Sasori, hubunganmu dan aku, dan-"
Namun, di tengah kalimatnya, Sakura sempat terputus ketika Sasuke menginterupsinya karena nama Sasori telah disebutkan. Sasuke tak mengerti mengapa Sasori harus ada di percakapan ini.
"Tunggu, kenapa Sasori menjadi bagian dari percakapan ini, Sakura?" tanya Sasuke. Ia tidak mengerti sekarang.
"Karena dia adalah bagian dari diriku saat aku mencari tahu...," jawab Sakura membela diri. "Dia dan aku punya urusan yang belum selesai."
"Jelaskan padaku." ucap Sasuke.
"Seperti yang kukatakan, kami memiliki beberapa urusan yang belum selesai." Sakura mengulangi. "Dan itu sudah diurus."
"Berapa lama kau tinggal di sana?" tanya Sasuke lagi.
Sekarang, Sakura merasa seperti sedang diinterogasi. "Apa itu penting?" ucapnya.
Sasuke memutar matanya. "Hn, baiklah." ucapnya. "Apa yang kalian bicarakan?" tanyanya.
"Kami berbicara dari hati ke hati." jawab Sakura. "Memperbaiki perbedaan kami dan kami berdua memutuskan bahwa sudah waktunya untuk-"
Sasuke tidak mau mendengarnya. Terakhir kali Sakura mengatakan bahwa dia dan suaminya berbicara, mereka sepakat untuk berbaikan di belakang punggungnya dan Sasuke bersumpah pada Tuhan, jika ini yang harus ia dengar lagi, ia lebih suka berjalan keluar dan hubungan ini selesai untuk selamanya.
"Kenapa kau kembali, Sakura?" Sasuke menyela Sakura lagi. "Kau pergi, kau melakukan apa yang menurutmu benar karena kau tahu kau pantas mendapatkan yang lebih baik." Sasuke tampak setengah marah. " Sial, aku hanya tidak memahamimu!" Ia membanting tangannya di meja bar.
"Diam." Sakura bergumam.
Sasuke menggelengkan kepalanya pada Sakura, bahkan tidak menangkap apa yang dikatakan wanita itu.
"Kenapa terus melakukan ini padaku?" tanya Sasuke dengan gigi terkatup. "Apa yang telah kulakukan padamu hingga kau terus menyakitiku? Aku hanya ingin-"
"Hentikan, Sasuke!" teriak Sakura.
Sasuke berjengit. "Kenapa?" ucapnya dengan marah.
"Diam." Sakura berkata lagi. Ia menghabiskan sisa minumannya dan mengambil dompetnya. "Terima kasih untuk minumannya." ucapnya terdengar pahit sekali.
Sasuke terlihat bingung. Ia yang seharusnya marah tapi kenapa Sakura yang marah dan pergi.
Sasuke menyelipkan beberapa lembar uang di meja dan meletakkan gelasnya, ia meraih jaketnya sebelum berjalan keluar bar menyusul Sakura, ia menemukan wanita itu sibuk dengan ponselnya, akan memesan taksi untuk kembali ke motelnya.
Sasuke menangkap Sakura tepat pada waktunya untuk mengambil ponsel itu dari telinganya.
"Tinggalkan aku sendiri!" teriak Sakura. "Kau pergi saja atau aku mungkin akan menyakitimu lagi." Itu terdengar lebih seperti ancaman daripada apa yang dimaksudkannya.
Teriakan Sakura membuat beberapa orang yang berjalan di trotoar menoleh penasaran pada mereka.
"Baik. Teruslah melarikan diri." ucap Sasuke. "Tapi menjadi pengecut seumur hidupmu tidak akan banyak membantumu."
"Persetan denganmu, Sasuke!" Sakura berseru, memunggungi pria itu.
Sasuke terkekeh. "Oh, kau marah?" Ia mengejek. "Kenapa kau marah? Tolong katakan padaku, karena sejauh yang aku tahu, aku yang seharusnya marah di sini."
Sakura berbalik menghadap Sasuke dengan air mata mengalir di matanya. "Kenapa aku marah?" ucapnya.
"Ya kenapa?" tanya Sasuke, menyilangkan tangan di dadanya. "Aku ingin tahu."
"Kau duduk di dalam sana, menilaiku tanpa sepenuhnya mendengarkan apa yang akan kukatakan!" bentak Sakura. "Kau selalu memotong ucapanku! Asal kau tahu saja, sudah berakhir diantara Sasori dan aku, dan aku tahu di mana pikiranku berada dan di mana aku ingin berada, tapi kau hanya duduk di sana dan mengatakan padaku betapa aku terus menyakitimu." ucapnya. "Bagaimana menurutmu perasaanku diperlakukan seperti itu?" tanyanya.
Sasuke berdiri di sana tanpa bisa berkata-kata.
"Kau belum bertemu denganku selama sebulan, dan kau tidak memelukku atau memberitahuku bahwa kau merindukanku, sementara di sisi lain itulah tepatnya yang aku ingin kau lakukan. Hanya perlihatkan saja bahwa kau peduli. Itu saja yang aku minta." lanjut Sakura. "Aku tidak datang ke sini malam ini untuk berdebat denganmu, aku hanya ingin kau-"
Sakura sangat terkejut ketika Sasuke menariknya dan menempelkan bibir mereka. Butuh waktu sejenak bagi Sakura untuk membiasakan dirinya dengan kehangatan itu ketika ia tenggelam dalam pelukan Sasuke dan tersesat dalam ciuman yang dinanti-nantikannya.
"Ayo pergi dari sini." ucap Sasuke menyarankan, napasnya terengah-engah ketika mereka saling menarik diri, Sakura pun mengangguk dengan setuju.
***
Mereka memasuki pintu rumah Sasuke, dan mulai berciuman dengan sungguh-sungguh. Lucky mulai menyerukan suaranya pada mereka dan mondar-mandir di sekitar mereka. Meskipun Sakura merindukan anjing itu, ia masih memiliki urusan yang lebih penting untuk sekarang. Lucky hanya perlu menunggu sampai nanti.
Mereka berjalan ke ruang tamu, menyusuri lorong kamar tidur, dan tak repot-repot sekalipun berusaha untuk memutuskan ciuman mereka. Sasuke mengangkat Sakura dan menekan wanita itu ke dinding, ciumannya bergerak ke rahang Sakura dan kemudian leher wanita itu.
Sakura mengerang ketika Sasuke menaikkan gaunnya dan meremas pantatnya. Merasakannya begitu intens dan membangkitkannya pada saat bersamaan.
Mata Sasuke menatap Sakura untuk mencari tanda-tanda keraguan, tapi yang ia dapatkan hanyalah pandangan dari gairah yang mengirimkan sensasi terbakar.
Bagi Sakura, ketika Sasuke menyentuhnya; semua yang ada di sekitarnya tiba-tiba tak penting lagi. Seolah-olah semuanya menghilang begitu saja, dan sebaliknya hanya ada mereka berdua dan satu-satunya.
***
Mereka duduk di tengah tempat tidur saling berhadapan dengan seprai yang berantakan akibat kegiatan panas mereka. Sasuke membelai pipi Sakura saat ia mencondongkan tubuhnya untuk memberikan ciuman lagi. Tuhan, ia merindukan Sakura. Ia merindukan ini... mencium, memeluk, dan membuat wanita itu tersenyum.
"Aku merindukanmu." Sasuke berbisik ketika mereka memutuskan ciuman itu.
Sakura tersenyum pada Sasuke. Ia juga merindukan Sasuke dan saat ini ia merasa lengkap dan bahagia. "Seberapa besar?" godanya.
"Besar sekali." jawab Sasuke. "Dan aku tidak ingin kau pergi lagi. Ini adalah yang terakhir kalinya." ucapnya.
Sakura tidak suka diberi ultimatum, tapi saat ini, itu tidak masalah. Ia tidak peduli. Semua yang ia inginkan; selama beberapa minggu terakhir adalah berbaring dalam pelukan pria ini dan tertidur, merasa aman dan bahagia mengetahui bahwa Sasuke akan ada di sana ketika ia bangun keesokan paginya. Kini harapannya dikabulkan dan hanya itu yang ia pedulikan.
"Aku tidak berencana untuk pergi lagi." Sakura meyakinkan Sasuke. "Aku janji."
Bibir mereka bertemu lagi, saling berpelukan erat saat mereka menikmati bibir satu sama lain. Punggung Sasuke menabrak kasur sekali lagi dan Sakura jatuh di atasnya. Mereka tertawa kekanak-kanakan ketika Sasuke menggigit bibir bawah Sakura.
"Itu menggelitik." Sakura bergumam.
Sakura berbaring di dada Sasuke, menggerakkan jari-jarinya naik turun dengan tenang. Sasuke memberikan ciuman penuh kasih sayang di kening Sakura dan meraih tangan kiri wanita itu, mengaitkan jari-jari mereka.
"Apa kau pernah berpikir kenapa aku begitu takut mengatakannya?" tanya Sasuke setelah beberapa menit hening.
Sakura mengangkat kepalanya dan menopang dagunya di dada Sasuke untuk bisa melihat wajah pria itu dengan lebih baik. Ia tampak sedikit bingung. "Takut mengatakan apa?" tanyanya.
"Dua kata itu." jawab Sasuke.
Sakura akhirnya mengangguk mengerti. "Ya." Ia menghela nafas, menatap Sasuke dengan sedih. "Tapi Sasuke-kun, itu bukan sesuatu yang harus kau katakan sekarang. Aku mengerti dan aku tidak akan membuatmu merasa seperti kau harus mengatakannya kembali. Kau bisa mengatakannya ketika kau siap."
Tangan Sasuke membelai rambut Sakura dan wanita itu terus melihat ke arahnya. "Aku tahu." ucap Sasuke diiringi anggukan.
"Oke." Sakura tersenyum.
"Tapi aku ingin mengatakan sesuatu." ucap Sasuke.
"Apa itu?" Sakura bertanya-tanya.
"Sembilan tahun yang lalu..." Sasuke memulai.
Sakura tampak langsung pucat, karena apapun yang dimulai dengan sembilan tahun lalu tidak pernah berakhir dengan baik bagi mereka.
"Tenanglah, Sakura." ucap Sasuke.
Sakura menarik napas dalam-dalam. "Baiklah."
"Sembilan tahun yang lalu," Sasuke mengulangi lagi. "Malam itu... malam terakhir kita bersama, apa kau ingat apa yang terjadi?" tanyanya.
Sakura setengah mengangkat bahu dan setengah mengangguk. Sudah sembilan tahun, ia tidak mungkin mengingat semuanya dengan detail. "Aku ingat beberapa." jawabnya.
"Malam itu malam yang panjang." ucap Sasuke. "Aku menjemputmu dari kantor polisi dan kau ingin aku memelukmu. Dan aku melakukan itu." Ia mulai menggali lebih jauh ke dalam kilas balik, mengingat potongan-potongan kejadian. "Lalu kau bilang ingin pulang; kau ingin waktu untuk dirimu sendiri, itu yang kau katakan." Ia melanjutkan. "Meskipun aku tidak terlalu menyukai ide itu, aku mengerti ketika kau benar-benar ingin sendirian. Kau bilang itu tidak akan lama. Kau bilang hanya butuh satu menit untuk memproses seluruh situasi yang sedang terjadi. Kau bilang kau akan datang ke rumahku setelah itu." Ia mengingatkan Sakura. "Kau memang kembali. Kau dan Ino juga sempat melakukan sesuatu yang konyol. Kalian duduk di depan perapian hampir sepanjang malam dan memakan sekotak es krim sebagai penghibur kesedihan atas kematian bibimu." Ia terkekeh. "Kau bilang itu membuatmu merasa lebih baik. Kau bilang Ino selalu membuatmu merasa lebih baik dan itu salah satu alasan kenapa aku sangat bersimpati pada Ino. Ketika aku mengatakan padanya bahwa kau pergi keesokan paginya, aku memperhatikan wajahnya, dia tidak kecewa, dia tidak terluka, dia hanya... aku tidak tahu, dia memiliki raut wajah yang... seolah dia kehilangan sebagian dirinya yang dia tahu tidak akan pernah kembali. Seolah-olah kebahagiaan di dalam dirinya yang begitu besar ketika di sekitarmu, mati. Dan itu adalah hal yang paling memilukan yang pernah kulihat sepanjang hidupku."
Sakura mendengarkan dan itu membawanya kembali ke saat-saat yang menyakitkan, membuat air mata mengalir di pipinya. Ia merasakan tenggorokannya tercekat, hatinya hancur dan ia merasa sangat buruk sebagai manusia. Ia melakukan itu pada sahabatnya. Ia melakukan itu pada pria yang ia cintai, dan itu benar-benar tak bisa dimaafkan.
"Malam itu setelah Ino pergi, kau datang ke kamarku dan aku melihatmu melepas pakaianmu. Benar-benar telanjang dari ujung rambut sampai ujung kaki, dan aku berpikir 'Wow'. Hanya wow, kau ada di tempat tidurku dan menelanjangiku juga. Kau menatap mataku, kau menciumku dan memintaku untuk bercinta denganmu." Sasuke tersenyum. "Kau terlihat sangat cantik, benar-benar cantik dan aku tak bisa menolakmu." ucapnya. "Pada waktu itu, aku berpikir pada diriku sendiri betapa besar perasaanku padamu. Aku berpikir pada diriku sendiri bahwa aku ingin menghabiskan sisa hidupku denganmu. Kau adalah segalanya bagiku." lanjutnya. "Dan itu masih sama hingga sekarang."
Sakura merasa bahagia mendengarnya.
"Malam berakhir dan kau ada di pelukanku," Sasuke memulai lagi. "Kau tidak bisa membayangkan betapa aku merasa beruntung. Jadi ketika kau perlahan-lahan tertidur, aku menciummu dan aku mengucapkan dua kata itu padamu."
Ya Tuhan.
"Aku mengatakannya untuk yang terakhir kalinya, aku tidak tahu bahwa aku tidak akan melihatmu selama hampir satu dekade. Aku mengatakannya, Sakura, dan aku tidak ingat bahwa kau pernah mengatakan itu kembali."
Itu dia. Sembilan tahun Sasuke hidup dengan hal itu dan setiap kali pria itu mengingatnya, rasanya seperti ditusuk berulang kali. Rasanya seperti membuka luka dan luka itu akan semakin besar, semakin sulit baginya.
Sakura tidak mengatakannya kembali dan pergi begitu saja keesokan paginya.
Air mata mengalir deras di pipi Sakura. Ini tidak adil. Ini tidak adil! "Sasu, lihat aku," pintanya.
Sasuke menutupi wajahnya dengan tangannya, berusaha sangat keras untuk tidak menjadi seperti ini sekarang... Ia tidak menangis, tidak ada yang bisa menyakitinya, tapi ketika menyangkut Sakura, ia merasakan semuanya benar-benar kalang kabut.
"Sasuke-kun, tolong. Lihat aku." Sakura memohon lagi.
Ia meraih tangan Sasuke dan memaksa pria itu untuk menatapnya. Ini nyata. Selama ini Sakura mengira Sasuke hanya keras kepala, tapi lukanya ternyata jauh lebih dalam dari itu. "Maafkan aku, Sasuke-kun." ucapnya.
Sakura merasa bahwa dirinya benar-benar perlu meminta maaf.
"Aku sangat, sangat, sangat menyesal telah membuatmu sangat terluka." ucap Sakura. "Tolong percayalah padaku, aku tidak pernah bermaksud menyakitimu. Tidak dalam sejuta tahun." ucapnya dengan jujur.
Luka itu perlahan menutup beberapa inci. Bertahun-tahun, ini adalah penyembuhan yang sangat Sasuke cari.
Sasuke egois tentang banyak hal. Tapi cinta jelas bukan salah satunya.
"Aku tidak mengatakannya kembali malam itu, aku minta maaf." Sakura melanjutkan. "Aku tidak mengatakannya dan itu tidak disengaja. Aku tidak mengatakannya kembali karena aku pikir kau tahu itu." ucapnya.
"Dengarkan aku," Sasuke mengangkat dagu Sakura dan mata mereka bertemu lagi. "Aku tidak menceritakan semua ini karena aku ingin kau merasa bersalah." ucapnya. "Aku menceritakan ini padamu karena aku ingin kau tahu alasan di balik ketakutanku... ketakutanku kehilanganmu selamanya."
"Jangan katakan itu." Sakura menggelengkan kepalanya. "Kau tidak, kau tidak akan kehilanganku." ucapnya berjanji.
Sasuke tersenyum sedih. "Aku mungkin tidak siap untuk mengatakannya lagi, tapi ketika aku mengatakannya malam itu, aku bersungguh-sungguh, Sakura. Dengan segenap hatiku. Dan mungkin aku perlu waktu untuk bisa mengatakannya lagi, tapi aku bisa berjanji padamu bahwa aku akan selalu menjadi orang yang bisa kau andalkan. Untuk melindungimu, merawatmu... apapun itu. Aku akan selalu ada di sini." ucapnya. "Dan mungkin suatu hari, kau akan mencintaiku kembali." Ia menambahkan dengan menggoda.
Sakura tertawa ringan ketika ia mengulurkan tangan dan membelai pipi Sasuke. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Sasuke; hingga hidung mereka dan bibir mereka bersentuhan.
"Aku mencintaimu, Sasuke-kun," bisik Sakura. "Jangan pernah kau lupakan itu."
Bibir mereka akhirnya terkunci, dan pada saat ini, semuanya tampaknya berada di tempat yang benar.
"Aku merindukanmu."
***
To be continued.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan sopan :)