Sekitar jam sembilan, Sakura melangkah cepat keluar dari rumah Sasuke. Ia tak bisa percaya betapa banyak rasa sakit yang masih dipendam Sasuke, dan Sakura tak bisa menyalahkan siapapun kecuali dirinya sendiri. Ia meninggalkan Sasuke hampir sepuluh tahun lalu, Sasuke mencintainya saat itu dan masih mencintainya hingga sekarang, tapi pria itu sangat takut untuk mengakuinya karena sesuatu yang Sakura lakukan sembilan--hampir sepuluh tahun yang lalu. Mengetahui bahwa kau mencintai seseorang tanpa akhir dan mereka takut memberikan hati mereka padamu lagi, itu menyakitkan.
Menyakitkan sekali!
Sakura ingin memberi Sasuke ruang; ia juga perlu waktu untuk memperbaiki beberapa hal sendiri. Jika ia akan bersama Sasuke, ia harus membereskan semuanya dengan Sasori dan menyelesaikan perceraian mereka.
***
Sakura berhenti di jalan masuk rumah yang dulu ia sebut rumahnya dan menghela nafas. Ia harus menghadapi Sasori setelah beberapa minggu ini dan dalam benaknya ia tahu tidak ada hal baik yang bisa keluar dari percakapan mereka apapun yang mereka pikirkan.
Ia menggunakan kunci cadangan yang masih ia miliki dan membuka pintu. Yang mengejutkannya, Sasori tampak seolah sedang menunggunya.
Sakura melewati Sasori dan berpura-pura seolah-olah ia tidak melihat pria itu. Tidak ada apapun di rumah ini yang membawa kenangan indah untuk Sakura. Tidak ada.
Sakura menaiki tangga dan merasa takut. Pikirannya tak pernah benar-benar memiliki waktu untuk memproses semua yang telah terjadi padanya dan Sasori. Ia pindah dan langsung menjalin hubungan baru dengan Sasuke. Jadi, kapan saja ia naik ke lantai atas di kamar-kamar di rumah ini, itu mengingatkannya pada pengkhianatan yang dialaminya.
Alih-alih masuk ke kamar yang pernah ia tempati bersama Sasori di mana ia memergoki pria itu sedang bercinta dengan wanita lain, ia memutuskan untuk menggunakan salah satu kamar tidur tamu.
Sakura menendang pintunya terbuka dan melangkah masuk ke dalam. Rasanya aneh berada di sini. Tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan rumah Sasuke. Suasana di sini berbeda, membuatnya cemas.
Tapi bagaimanapun juga, ia mengabaikannya dan memutuskan bahwa ia tinggal disana hanya untuk satu malam. Ia duduk di depan cermin dan mulai menyisir rambutnya sebelum bersiap untuk tidur.
Ia mendengar pintu berderit dan ia tahu siapa itu. Sasori telah menyerbunya dengan pesan teks dan panggilan telepon yang tak terhitung jumlahnya, yang semuanya diabaikannya.
Sakura bisa melihat bayangan Sasori di cermin; berdiri tepat di pintu. Tetap saja, ia berpura-pura seolah pria itu tidak ada di sini. Ia sedang tidak ingin berbicara sekarang.
Sakura mendengar Sasori menghela nafas diikuti oleh tawa tanpa humor. "Kau tahu, ketika kau bertindak seperti ini... Aku tak berpikir kau menyadari bagaimana hal itu berpengaruh padaku atau bagaimana perasaanku." ucap Sasori.
Sakura melempar senyum sinis pada Sasori dari cermin. Sekarang Sasori mendapatkan atensi penuh dari Sakura. Dan jujur saja Sakura tak peduli dengan perasaan pria itu!
"Bertindak seperti apa?" tanya Sakura, "Pergi begitu saja? Mencoba untuk memiliki kehidupan yang selalu kuinginkan? Oh ayolah, jangan terlalu egois." ucapnya.
"Aku sudah berusaha semaksimal mungkin, berusaha menghubungimu dan kau membuangku setiap saat!" ucap Sasori frustrasi.
Sakura terkekeh. "Lucu." ucapnya.
Sasori mengangguk. Sakura pikir ini lelucon. Baginya bukan! Ia tahu tipe wanita seperti apa Sakura dan ia sudah berusaha memperbaiki kesalahannya. Ia tidak ingin bercerai. "Jadi ini semua lelucon bagimu, Sakura?" tanya Sasori.
Sakura mengerutkan bibirnya dan bangkit dari kursinya. "Itu tergantung." jawabnya sambil berjalan di sekitar ruangan. "Aku tidak ingin membuang waktuku untukmu. Terakhir kali yang kutahu, kau yang mengacaukan semua ini dan aku juga memberitahumu lebih dari sekali bahwa aku tidak akan mungkin kembali bersamamu. Kau tidak setara denganku. Kau tidak pantas mendapatkan wanita sepertiku, Sasori."
Sasori mengangkat alisnya. Kata-kata Sakura menembus jantungnya. 'Aku tidak setara denganmu.' pikirnya dengan sedih.
"Kau berselingkuh?" tanya Sasori ketika ia berjalan mendekati Sakura.
Sakura bertepuk tangan dan tertawa.
Selingkuh...
Ia memiliki akal sehat dan tidak sebodoh Sasori bertindak.
"Ha!" Sakura meledak ketika ia bergerak melewati Sasori dan menabrak bahu pria itu. "Selingkuh?" ucapnya. "Tidak," Ia berhenti melangkah, "Aku tidak selingkuh, tapi kau seharusnya yang lebih ahli tentang semua itu, bukan?" Ia tertawa lagi.
Sasori merasa terhina. Sakura menjadikan ini semua tentang dirinya. Betapa lucu bagaimana satu kesalahan menyebabkan banyak kesalahan. Ia menyalahkan dirinya sendiri.
"Tapi aku harus memberitahumu, bahwa kau hampir benar." ucap Sakura.
Sasori menatap mata Sakura. 'Apa maksudnya aku hampir benar?' pikirnya.
"Karena kita sudah tidak bersama, aku tidak akan menyebut apa yang aku lakukan ini sebuah perselingkuhan."
Sasori bisa merasakan darahnya mendidih. Sakura pasti telah bersama seseorang.
"Apa kau ingin tahu tentang dia?" tanya Sakura.
Tidak ada jawaban...
Sakura membuatnya jelas bahwa ia sedang bersama seseorang dan ia membukanya tepat di wajah Sasori seolah pria itu hanyalah omong kosong tak berharga. Persis seperti yang dirasakan Sasori sekarang, seperti omong kosong yang tak berharga.
"Bagaimanapun juga, aku akan memberitahumu." ucap Sakura memulai. "Namanya adalah Sasuke." ungkapnya.
Mata Sasori melebar. Sasuke...
Reaksi yang baru saja Sasori tunjukkan, Sakura menyukainya.
"Ya, kau pernah mendengar tentang dia. Kekasih di masa sekolahku." ucap Sakura, "Apa kau percaya? Setelah sembilan tahun yang panjang, dialah pria yang sekarang kukencani lagi." ucapnya tanpa berpikir.
Sasori menggertakkan giginya. Wanita ini seharusnya adalah istrinya! 'Jika pria lain bisa mendapatkannya, mungkin dia bukan milikmu!' Otaknya berteriak.
Sasori membenci dirinya sendiri!
"Maaf," nada suara Sakura penuh ejekan dan sarkasme, "Jangan marah."
Itu membuat Sasori semakin marah lebih dari apapun.
"Dan sudah berapa lama kau... dengannya?" tanya Sasori.
Sakura berjalan mengitari ruangan. "Dua... tiga bulan." Ia menjawab dengan jujur. "Dia adalah pria terbaik yang pernah kurasakan dalam kurun waktu yang lama."
Sasori semakin marah dan Sakura menikmati itu setiap detiknya.
Sasori bisa merasakan otaknya berdenyut kencang dan beban di jantungnya sangat menyiksa.
Ini sepenuhnya salahnya.
"Sebenarnya lucu." Sakura tertawa kecil, "Aku bermimpi tentangnya di setiap malam yang tak terhitung jumlahnya. Aku bermimpi tentangnya bercinta denganku dan aku selalu bertanya-tanya apakah kenyataannya akan lebih hebat daripada mimpi liar dan erotisku." ucapnya.
Sakura tahu bahwa Sasori semakin marah dan itulah yang diinginkannya. Ia ingin menyakiti Sasori sama seperti pria itu menyakitinya. Ia ingin menghancurkan Sasori di bawah kakinya. Dan bukan hanya itu... ia punya kejutan lain untuk pria itu juga.
"Yang mengejutkanku, adalah..." Sakura menambahkan. "Tak pernah sekalipun dalam hidupku berniat untuk berselingkuh... tapi kau melakukannya." Ia tertawa getir.
Sakura melanjutkan ceritanya. Ia menyukai keringat yang mengalir di wajah Sasori.
"Malam dia bercinta denganku, aku merasa terlahir kembali," ucap Sakura. Ia bersenandung dan berjalan di sekitar Sasori. "Aku merasa hidup." Ia berbisik di telinga pria itu, "Itu adalah malam terbaik dalam hidupku."
Ketulusan dalam suara Sakura membuat Sasori lebih marah daripada setan yang terbakar di neraka. Keringat mengalir di keningnya; napasnya terasa berat.
"Tapi sekali lagi, aku tak pernah berselingkuh... kau yang melakukannya." Sakura terus-menerus mengingatkan Sasori.
Sakura kembali melanjutkan ceritanya, "Disana hanya ada kami, dengan pemandangan luar biasa di luar jendela."
Sakura menutup matanya. Membayangkan tentang malam itu, mengingat Sasuke membuatnya terangsang meskipun ia baru saja mendapatkannya beberapa jam yang lalu.
"Tuhan, bibirnya," ucap Sakura, "Caranya mencium tubuhku dari atas ke bawah..." lanjutnya, "Aku merasa seperti berada di surga dan aku bertanya-tanya apakah surga benar-benar terasa seperti itu atau bahkan mendekati itu." Ia menggigit bibirnya secara sensual.
"Cukup!" Teriak Sasori.
Sakura tertawa terkekeh-kekeh. "Tidak, kau harus mendengarkan." Ia menggigit bibirnya kembali.
"Dia bercinta denganku sepanjang malam." Sakura melanjutkan, "Aku seolah menjadi seorang wanita yang benar-benar hidup. Kami mulai dari tempat tidur, pindah ke laci, ke dinding, ke dapur... ke kamar mandi. Di mana-mana." jelasnya.
Sakura tertawa lagi.
"Aku terus berpikir sendiri... dan kemudian aku menyadari bahwa dalam hidupku aku belum pernah merasa begitu dicintai oleh seorang pria dan semua tindakannya padaku. Aku merasa istimewa." ucap Sakura.
"Aku ingat bagaimana dia memelukku erat-erat di lengannya yang hangat ketika tubuhku tertutup oleh sentuhannya." Sakura tersenyum, "Rasanya luar biasa." ucapnya, "Caranya mencium leher, tulang selangka, dan bibirku... Ya Tuhan... rasanya aku bisa mati dan kemudian kembali lagi."
Tangan Sasori mengepal. Mendengarkan istrinya menceritakan betapa luar biasanya dia disentuh oleh pria lain... rasanya seperti jantungnya terkoyak keluar dari dadanya dan berulang kali terbelah, atau bahkan mungkin lebih buruk.
"Lidahnya... bibirnya... oh tidak!" Sakura mengerang, "Cara dia memakan organ intimku membuatku bergetar dan keluar seperti air terjun. Aku tak pernah mengira itu bisa terjadi."
"Dia memberiku segalanya yang kuinginkan." Sakura melanjutkan, "Dia menjilat setiap tetes air yang keluar dari diriku dan kemudian dia menatapku begitu polos dengan mata hitam miliknya dan mengatakan betapa cantiknya aku."
"Aku ingat... itu luar biasa." Sakura menutup matanya sejenak sebelum membukanya kembali.
"Dan ketika dia masuk ke dalam diriku, aku seolah bertemu dengan Tuhan. Seolah aku tahu wajahnya dan aku berpikir, bagaimana mungkin satu orang bisa begitu sempurna?" ucap Sakura. "Aku tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu... masih belum."
Sakura terkekeh lagi dan menyentuh bibirnya. "Dan kemudian aku memikirkanmu."
Sasori menatap Sakura. Matanya dipenuhi dengan penderitaan dan kemarahan.
"Aku memikirkan berapa kali aku harus memalsukan orgasmeku hanya supaya aku tidak menyakiti perasaanmu." Sakura tertawa histeris. "Aku memikirkan semua itu saat aku dalam kesunyian dan menyisakan rasa tidak puas setiap kali kau berada di atasku, meniduriku seperti binatang buas yang mungkin kau mengira telah melakukan sesuatu untukku. Kau sangat menyedihkan!"
Kali ini nada suara Sakura lebih marah... dan lebih pahit.
"Tapi, kau masih saja berselingkuh... tepat di kamar sebelah dengan pelacur sialan itu!" teriak Sakura.
Nada suara Sakura kemudian mulai melembut saat ia menyisir rambut softpinknya yang halus. "Kau ingin tahu apa yang aku sesali, Sasori?" tanyanya.
Sasori tak menjawab. Ia menahan air mata kemarahannya. Ia menggigit bibirnya sampai ia bisa merasakan darahnya sendiri. Giginya terkatup, tangannya mengepal, dan darahnya mendidih.
"Aku menyesal tidak melakukan semua ini lebih cepat ketika aku punya kesempatan."
Kecemburuan yang telah menguasai Sasori disertai dengan kemarahan akhirnya meledak. Kepalan tangannya tanpa sadar ia layangkan ke arah Sakura. Apa yang ia lakukan itu mengejutkan mereka berdua. Terlebih Sakura.
"Aku sudah berusaha keras untuk memperbaiki kesalahan-kesalahanku dan ini yang kau lakukan di belakangku, brengsek!" teriak Sasori marah.
Rasa sakit yang dirasakan Sakura ketika kepalan tangan Sasori menyentuh rahangnya, juga ia rasakan di perutnya. Mulutnya berdarah, ia terhuyung dan memegang dinding untuk menjaga keseimbangannya. Tapi ia masih jatuh merosot ke lantai.
Sakura berjuang untuk bangkit kembali, tapi rasa pusing menguasainya. Sesuatu di dalam perutnya terasa bergerak. Perasaan yang aneh. Ia merasa mual.
Sakura menelan ludah dan berhasil mengumpulkan semua kekuatannya. Ia menatap Sasori dengan ekspresi membunuh di wajahnya.
Ini sisi gelap diri Sakura.
Sasori baru saja menyentuh... luka yang sangat dalam yang telah Sakura susah payah sembuhkan selama sembilan tahun terakhir.
Dan pria itu baru saja membukanya.
Lebih dalam dan lebih luas dari sebelumnya.
Sakura bersumpah pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan pernah memberikan kebebasan bagi seorang pria yang pernah bermain tangan padanya dan Sasori melewati batas itu.
Sasori membuat Sakura seolah kembali ke masa saat ia masih menjadi anak asuh yang diperlakukan kejam.
Tidak...
Tidak...
Masa lalunya adalah sesuatu yang ia kubur jauh di dalam dirinya dan Sasori memancingnya dengan cara yang salah, pada waktu yang salah.
Sakura bangkit dari lantai, kuat dan marah seperti biasa. Ia menyeka darah dari mulutnya dengan punggung tangannya.
"Aku akan menjadi wanita terakhir yang pernah kau sentuh dengan kepalan tanganmu." ucap Sakura pada Sasori.
Ketika kau seorang wanita, dan ada seorang pria memutuskan untuk bermain tangan padamu, itu sudah menjadi sesuatu yang benar-benar buruk dan Sakura bukan tipe wanita yang akan membiarkannya begitu saja. Masa lalunya sudah terlalu kasar ketika ia masih menjadi anak-anak asuh dan ia tidak akan menerima lagi pria yang pernah bermain tangan padanya.
Sasori bukan menamparnya... Pria itu memukulnya seolah-olah ia juga seorang pria, dan dari rasa sakit yang masih ia rasakan, Sakura cukup yakin tulang rahangnya terkilir atau patah.
Tapi ia tidak peduli...
Ia pernah berjanji pada dirinya sendiri saat usianya masih sangat muda. Ia takkan pernah membiarkan seorang pria mengambil keuntungan darinya karena mereka percaya mereka lebih kuat daripada wanita. Ia tidak akan mengecewakan dirinya sendiri. Ia bisa memanggil polisi saat itu dan membuat Sasori ditangkap, tapi ia ingin berurusan dengan Sasori sendiri. Ia akan membuat Sasori mendapatkan balasannya kembali dan itu tidak akan menyenangkan.
Sakura tidak melakukan apa-apa setelah Sasori memukulnya; ia hanya mengambil kunci mobilnya dan melesat pergi sebelum Sasori sempat berpikir untuk mengatakan atau melakukan sesuatu padanya.
Sakura pergi ke sebuah porn shop di dekat sana. Ketika ia berjalan masuk ke dalam toko, beberapa pasang mata tertuju padanya. Memar di wajahnya mulai berubah keunguan dan ia mengerti keingintahuan mereka. Ia balas menatap mereka seolah ingin menyuruh mereka memikirkan urusan mereka sendiri.
Disana ia membeli lakban, sebatang bambu, borgol, lilin, korek api, dan sebotol body oil. Ia segera membayar semua itu lalu berjalan cepat keluar.
Ia hanya duduk di mobilnya selama beberapa jam. Ia sangat kesal. Bagaimana bisa ia membiarkan ini terjadi?
Ia mengambil ponselnya dan menelepon Sasuke. Ia tahu bahwa pria itu pasti khawatir tentangnya dan ia tidak berencana menemui pria itu dulu dalam waktu dekat. Tidak dengan memar sialan di wajahnya! Jika Sasuke mengetahui bahwa Sasori telah memukulnya, Sasori pasti sudah mati.
Telepon berdering di telinganya dan tak lama kemudian suara khawatir Sasuke muncul di seberang sana.
"Terima kasih Tuhan, kau menelepon!" ucap Sasuke, "Aku sangat mengkhawatirkanmu."
Sakura tersenyum pada dirinya sendiri. Bahkan ketika mereka saling bertengkar, Sasuke masih peduli padanya dan baginya itu sangat berarti.
"Aku baik-baik saja." ucap Sakura.
"Kau dimana, Sakura?" tanya Sasuke.
"Di sebuah hotel." ucap Sakura berbohong.
Jika ia mengatakan pada Sasuke bahwa ia bersama Sasori dan pria itu telah memukulnya... Ya Tuhan... ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi.
"Sakura, kembalilah ke rumah." pinta Sasuke.
"Kurasa..." ucap Sakura, "Kurasa kita perlu waktu sendiri untuk memikirkan beberapa hal."
Butuh banyak kekuatan untuk mengucapkan kata-kata itu, tapi itu benar. Ia harus sepenuhnya bebas dari Sasori lebih dulu, membereskan segala hal. Dan Sasuke, pria itu harus mencari tahu apa yang sebenarnya dia rasakan untuk Sakura.
Air mata mulai terbentuk di pelupuk matanya. Ia begitu kesal karena begitu banyak yang terjadi dan ia harus kuat secara mental dan menyingkirkan semua perasaan emosional dan masalah sederhana yang ia miliki dengan dirinya sendiri dan Sasuke.
"Sakura, kita tidak harus melakukan ini." ucap Sasuke, "Pulanglah dan kita bisa bicara. Apapun itu, kita pasti bisa menyelesaikannya." ucapnya, "Jangan lari atau pergi saat aku tidak bisa berjalan dengan benar."
"Aku tidak ingin melakukan ini, Sasuke-kun!" Sakura berteriak. "Aku mengerti bahwa aku telah melukaimu sembilan tahun yang lalu dan itu tidak disengaja. Seandainya aku bisa membatalkan semua yang terjadi sembilan tahun lalu, aku akan melakukannya dalam sekejap!" ucapnya. "Aku tahu kau mencintaiku Sasuke-kun, tapi aku belum yakin kau tahu itu." tambahnya. "Ada hal-hal yang masih kau tahan dan kau harus membiarkannya lepas, dan sampai kau belum melakukannya, kita tidak bisa berada dalam sebuah hubungan." Ia melanjutkan. "Aku perlu tahu apa kau bisa percaya padaku dengan hatimu karena aku mempercayaimu dengan hatiku."
Keheningan ada di ujung telepon, tapi Sakura bisa menebak apa yang terjadi dengan Sasuke.
"Aku membutuhkanmu, Sakura." Suara Sasuke bergetar.
Air mata yang telah ditahan Sakura akhirnya jatuh dan ia menelungkupkan kepalanya di kemudi mobil. Setiap kali ia mendengar suara Sasuke seperti itu, itu berarti Sasuke sudah ada pada titik terendahnya dan Sakura benci itu. Ia benci harus membuat Sasuke seperti itu.
"Aku juga membutuhkanmu." jawab Sakura, "Tapi kita perlu waktu sendiri untuk mengenali hal-hal yang penting bagi kita. Aku butuh itu."
"Berapa lama kita harus melakukan ini?" tanya Sasuke.
"Selama yang diperlukan, kurasa." jawab Sakura.
Pikiran sekecil apapun membuat Sakura merasa perutnya sakit dan mual. Ia benci harus seperti ini.
"Bagaimana kabar Lucky?" tanya Sakura mengganti topik.
Sasuke menatap anjingnya di lantai dan menepuk kepalanya. Lucky melompat ke tempat tidur dan berbaring di sebelah Sasuke. Sasuke terus membelai tekstur kulit Lucky yang lembut dan anjing itu mengeluarkan suara.
"Kurasa dia merindukan ibunya malam ini." jawab Sasuke akhirnya.
Anjing kecil itu telah menjadi salah satu sumber kebahagiaan mereka sejak mereka mendapatkannya, dan itu memberi Sakura suatu rasa yang ia tak pernah tahu ia bisa memilikinya. Ini tidak bisa dijelaskan. Mereka mengadopsi anjing kecil itu dan menyediakan rumah dan kasih sayang, dan sebagai gantinya, anjing itu memberi mereka berdua sesuatu kembali.
Sebuah kebahagiaan...
"Aku juga merindukannya." Sakura tersenyum sedih.
"Kalau begitu pulanglah." ucap Sasuke terus-menerus.
"Secepatnya." jawab Sakura. "Sampai jumpa, Sasuke-kun."
"Sakura, tunggu!"
Tapi sebelum Sasuke bisa mengatakan sesuatu lagi... Sambungan diputus oleh Sakura dan panggilan berakhir.
***
Sakura mengirim pesan teks pada asistennya dan menyuruhnya mengambil cuti dua minggu. Jika ia tidak akan bekerja, tidak ada alasan juga yang mengharuskan Tenten ke kantor setiap hari.
Setelah teks dikirim, ia mematikan ponselnya sepenuhnya dan mengemudi kembali ke rumah Sasori. Ia tidak ingin diganggu karena ia akan sibuk selama beberapa jam ke depan.
Ketika Sakura berhenti di jalan masuk, rumah itu tampak sunyi. Membawa tas di tangannya, ia membuka jendela dan masuk lewat sana.
Ia tahu Sasori tidak bodoh. Pria itu tidak pernah membiarkan pintu terbuka, tapi dia cukup bodoh untuk membiarkan jendela tak terkunci.
Secara teknis mungkin tindakan Sakura ini salah karena menerobos masuk rumah seseorang, tapi rumah ini memang miliknya sampai beberapa hari yang lalu.
Sakura mengamati lantai pertama rumah itu dan Sasori tidak ada di sana. Setenang mungkin, ia menaiki tangga dan membuka pintu kamar.
Sakura puas. Ia menemukan Sasori sedang tidur di atas tempat tidur mereka dulu.
Dasar bodoh.
Pria itu tampak telanjang dalam gelap, hanya mengenakan celana pendek.
Sasori selalu tidur nyenyak, sehingga melakban pria itu ke tempat tidur dan memborgolnya menjadi tugas yang jauh lebih mudah bagi Sakura.
Ini akan sangat menyenangkan. Ia akan menikmati menyakiti Sasori dan ia tidak akan memberikan belas kasihan.
Sakura dengan cepat berlari ke dapur dan menuangkan body oil ke dalam mangkuk lalu memanaskannya.
Ia kembali ke kamar dan melihat bahwa Sasori masih belum bergerak. Mungkin karena memang pria itu sudah tidak bisa bergerak.
Ia menyalakan lampu dan mulai menyalakan lilin yang ia beli sebelumnya.
Ia mengatakan bahwa ia adalah wanita terakhir yang akan pernah Sasori sentuh dengan kepalan tangannya, dan ia akan memastikannya.
Setelah semuanya diatur sesuai rencana, Sakura menyodok Sasori dengan tongkat bambu di tangannya.
Pada awalnya pandangan Sasori tampak buram, tapi ketika ia mencoba bergerak, ia tidak bisa. Dan kemudian ia menyadari bahwa seluruh tubuhnya dilakban ke tempat tidur dan kedua tangan dan kakinya diborgol seperti tahanan.
Mata Sasori melebar. Ia seharusnya tahu bahwa Sakura bersungguh-sungguh dengan kata-katanya sebelumnya. Ketika Sakura marah, wanita itu tidak pernah berbohong.
Sasori mencoba membebaskan dirinya tapi tak ada gunanya. Tidak mungkin ia bisa bergerak sampai Sakura benar-benar selesai menyiksanya.
Sasori melihat meja di sebelah kirinya di mana Sakura berdiri, ia melihat minyak, lilin, lakban, dan pisau kecil.
"Apa-apaan ini?!"
"Tenanglah," ucap Sakura sinis.
"Sakura, tolong-"
"Aku menempatkanmu di tempat yang aku inginkan dan sekarang giliranku untuk menyakitimu." ucap Sakura dengan serius.
***
To be continued.
To be continued.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan :)